Laman

Sabtu, 30 Juni 2018

Sejarah Jakarta (28): Sejarah Notaris di Indonesia; Hasan Soetan Pane Paroehoem, Satu dari Tujuh Notaris Pertama Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Hingga tahun 1941 di Indonesia hanya terdapat sebanyak 49 notaris. Sebanyak enam orang pribumi dan satu orang Tionghoa. Pasca pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda, tujuh orang notaris inilah yang tersedia di seluruh Indonesia. Mereka ini kemudian menjadi tulang punggung dalam pembuatan akte pendirian berbagai perusahaan, jajasan dan bentuk-bentuk perjanjian lainnya. Notaris Soewandi adalah pembuat akta pendirian (yayasan) Universitas Indonesia di Djakarta tahun 1951 dan Hasan Harahap gelar Soetan Pane Paroehoem adalah pembuat akta pendirian (yayasan) Universitas Sumatra Utara di Medan tahun 1951.

Hasan Soetan Pane Paroehoem
Kegiatan praktek notariat di Indonesia (baca: Hindia Belanda) secara resmi diberlakukan pada tahun 1860 (Stbl.1860 No.3). Undang-undang kolonial ini masih menjadi rujukan bahkan hingga tahun 2004 (Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris). Ini mengindikasikan bahwa para pionir notaris Indonesia tersebut bekerja berdasarkan Stbl.1860 No.3 (Reglement op Het Notaris Arnbt in Nederlands Indie).  

Sejauh ini belum pernah ditulis riwayat awal kegiatan kenotariatan di Indonesia. Juga belum pernah ditulis bagaimana para pionir notaris ini menjadi notaris. Lantas, peran apa saja yang telah meraka lakukan selama karir di bidang kenotariatan. Pertanyaan-pertanyaan ini menarik untuk diketahui. Untuk itu, mari kita telusuri sumber-sumber masa lampau.

Jumat, 29 Juni 2018

Sejarah Jakarta (27): Sekolah Hukum Recht School di Batavia; Mr. Radja Enda Boemi, Ph.D, Meraih Gelar Doktor di Leiden, 1925


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Sekolah Hukum Rechts School di Batavia (1909-1927) telah meluluskan banyak ahli hukum. Namun tidak semuanya melanjutkan studi ke Belanda. Diantara yang studi hukum di Belanda hanya beberapa yang meraih gelar doktor (Ph.D). Yang jelas, Rechts School ini telah turut melahirkan pejuang-pejuang yang turut merebut kemerdekaaan Indonesia.

Selain Rechts School juga terdapat jenis sekolah yang lainnya. Yang pertama didirikan adalah sekolah guru (Kweekschool) tahun 1850, kemudian disusul pendirian sekolah kedokteran Docter Djawa School tahun 18951 (yang kemudian tahun 1902 berubah menjadi STOVIA). Sekolah kedokteran hewan Veeartsen School didirikan di Buitenzorg tahun 1875 lalu disusul pendirian sekolah pertanian Lanbouw School. Di Bandoeng didirikan sekolah tinggi teknik Technisch Hooge School tahun 1920. Pada tahun 1924 STOVIA ditingkatkan statusnya menjadi sekolah tinggi kedokteran (Geneeskundige Hooge School) dan kemudian disusul Rechts School menjadi Rechts Hooges School tahun 1927.

Rechts School di Batavia menjadi cikal bakal Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Lantas bagaimana riwayat perjalanan para alumninya. Sudah barang tentu sudah banyak ditulis, namun tetap dirasakan masih belum cukup. Dengan upaya penggalian data masih dimungkinkan untuk memperkaya tulisan-tulisan yang sebelumnya. Mari kita mulai dari Rechts School itu sendiri.

Indonesia di Piala Dunia (5): Riwayat Hidup Pemain Sepak Bola Indonesia di Piala Dunia di Prancis, 1938; Latar, Karir dan Masa Tua


*Lihat semua artikel Sejarah Indonesia di Piala Dunia di blog ini Klik Disini 

Indonesia (baca: Hindia Belanda) pernah berpartisipasi di Piala Dunia 1938 di Prancis. Ada sebanyak 17 pemain yang berangkat ke Prancis. Pertandingan Indonesia melawan Hungaria dilaksanakan pada tanggal 5 Juni 1938 di stadion Kota Rheims. Sebelas pemain yang diturunkan adalah Mo Heng, Samuels, Hukom, Anwar, F. Meeng, Nawir (c), Pattiwael, Zomers, Darmadji, Taihitu dan Hong Djien.

Bataviaasch nieuwsblad, 07-06-1938
Sebanyak 16 negara. Format turnamen sisten knock-out. Indonesia kalah dari Hungaria dengan skor 0-6; dan Belanda kalah dari Cekoslawakia 0-3. Dua tim langsung angkat koper. Namun kedua tim melakukan pertandingan sendiri frieendly match di Amsterdam pada tanggal 22 Juni 1938. Skuad Indonesia: Mo Heng, Hukom, Samuels, Nawir (c), Meeng, Anwar, Hong Djien, Soedarmadji, Zomers, Pattiwael dan Taihitu. Indonesia kalah 2-9. Pencetak gol Indonesia adalah Pattiwael dan Taihitu.

Dua pertandingan tersebut adalah dua pertandingan tim Indonesia di Eropa yang secara resmi tercatat dalam FIFA dan KNVB.  Selanjutnya hingga ini hari tidak pernah terjadi. Ini mengindikasikan mereka ini adalah pemain-pemain Indonesia yang pertama dan yang terakhir bermain di dalam pertandingan resmi di Eropa. Namun sangat disayangkan riwayat para pemain ini tidak tercatat dengan baik. Padahal mereka adalah duta sepak bola Indonesia di level sepak bola bergengsi: Piala Dunia. Untuk itu, artikel ini mendeskripsikan riwayat para pemain-pemain tersebut.

Sabtu, 23 Juni 2018

Sejarah Kota Padang (55): Achmad Mochtar Kelahiran Bonjol Dokter Bergelar Ph.D (1927); Anak Seorang Guru Asal Tapanuli


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disini

Pada artikel sebelum ini telah dideskripsikan riwayat Prof. Dr. Sjoeib Proehoeman, Ph.D, seorang dokter kelahiran Pajakoemboeh asal Pakantan, Tapanoeli yang meraih gelar doktor (Ph.D) pada bidang kedokteran di Universitas Amsterdam tahun 1930. Pada artikel ini mendeskripsikan riwayat Prof. Dr. Achmad Mochtar, Ph.D, yang juga seorang dokter kelahiran Bondjol asal Mandailing, Tapanoeli dan telah meraih gelar doktor (Ph.D) di bidang kedokteran di Universiteit Amsterdam tahun 1927. Dr. Sjoeib Proehoeman, Ph.D adalah anak seorang dokter hewan; Dr. Achmad Mochtar, Ph.D adalah anak seorang guru. Like father, like son. Keluarga Dr. Sjoeib Proehoeman, Ph.D dan keluarga Dr. Achmad Mochtar, Ph.D memiliki hubungan kekerabatan.

Dr. Achmad Mochtar, Ph.D
Tidak banyak dokter pribumi yang berhasil meraih gelar pendidikan tertinggi (doktor). Dari yang sedikit itu semuanya laki-laki kecuali ada satu orang perempuan. Dr. Ida Loemongga, Ph.D kelahiran Padang asal Padang Sidempoean meraih gelar doktor (Ph.D) di bidang kedokteran di Universiteit Amsterdam tahun 1932. Dr. Ida Loemongga, Ph.D dalam hal ini menjadi perempuan Indonesia pertama yang meraih gelar doktor. Ayah Dr. Ida Loemongga, Ph.D adalah seorang dokter, Dr. Haroen Al Rasjid Nasution; ibunya adalah seorang pribumi pertama yang berpendidikan Eropa, Alimatoe Saadiah Harahap. Like mother, like daughter..
.  
Riwayat Dr. Achmad Mochtar, Ph.D sudah kerap ditulis, tetapi itu tidak cukup. Riwayat Dr. Achmad Mochtar, Ph.D lebih dari yang ditulis selama ini. Perjalanan Dr. Achmad Mochtar, Ph.D di bidang kedokteran sesungguhnya terbilang yang paling komprehensif dan paling lengkap. Dr. Achmad Mochtar memulai melakukan penelitian penyakit endemik malaria di Mandailing  dan Angkola dalam rangka membantu Dr. W. Schuffner yang kemudian membuka jalan bagi Dr. Achmad Mochtar  untuk meraih gelar Ph.D di bidang kedokteran. Di ujung karirnya sebagai Direktur Laboratorium Eijkman di Batavia.Djakarta pada era pendudukan Jepang dibunuh militer Jepang sebagai upaya mencari kambing hitam atas kesalahan tim kedokteran militer Jepang sendiri yang gagal memberi vaksin yang mengakibatkan ratusan orang romusha mengalami kematian. Untuk itu, ada baiknya sejarah Dr. Achmad Mochtar, Ph.D ditulis kembali. Mari kita telusuri.

Selasa, 19 Juni 2018

Sejarah Kota Padang (54): Sjoeib Proehoeman Kelahiran Payakumbuh Dokter Bergelar Ph.D (1930); Anak Dokter Hewan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disini


Dr. Sjoeib Proehoeman tidak asing dengan Residentie West Sumatra. Dr. Sjoeib Proehoeman lahir di Paijakoemboeh. Dr. Sjoeib Proehoeman meraih gelar doktor (Ph.D) di bidang kedokteran di Universiteit Amsterdam tahun 1930 dengan judul desertasi: ‘Studies over de epidemiologie van de ziekte van Weil, over haren verwekker en de daaraan verwante organismen’. Dr. Sjoeib Proehoeman sangat menguasai tiga penyakit epidemik yang paling menakutkan: malaria, TBC dan kepra.

Nieuwsblad van het Noorden, 20-11-1930
Tidak banyak siswa pribumi yang bisa melanjutkan studi ke sekolah kedokteran. Hanya sedikit orang pribumi yang melanjutkan studi kedokteran ke Belanda. Diantara dokter-dokter hanya beberapa orang yang mampu meraih gelar doktor (Ph.D). Salah satu yang berhasil meraih jenjang pendidikan tinggi tersebut adalah Dr. Sjoeib Proehoeman. Ayah Sjoeib Proehoeman adalah lulusan sekolah kedokteran hewan (inlandsen veeartsen school) di Buitenzorg. Adiknya Soetan Sjahboedin adalah lulusan sekolah pertanian (inlandsen landbouw school) di Buitenzorg. Ini menunjukkan bahwa keluarga Dr. Sjoeib Proehoeman terbilang keluarga terpelajar.

Sejarah keluarga Sjoeib Proehoeman belum pernah ditulis, Demikian juga kisah sukses Dr. Sjoeib Proehoeman juga belum pernah ditulis. Padahal sumbangan keluarga ini cukup signifikan dalam pembangunan pertanian dan kesehatan masyarakat. Untuk menabalkan dedikasi keluarga terpelajar ini ada baiknya sejarah mereka ditulis. Mari kita mulai.

Sabtu, 16 Juni 2018

Sejarah Kota Surabaya (22): Achmad Nawir, Mahasiswa Kedokteran, Kapten Tim Sepak Bola Indonesia di Piala Dunia Prancis, 1938


*Semua artikel Sejarah Kota Surabaya dalam blog ini Klik Disini.
 

Pertandingan Indonesia vs Hungaria yang dilangsungkan tanggal 6 Juni dalam ajang Piala Dunia 1938 di Prancis dipimpin oleh dua kapten tim yang berlatar belakang kedokteran. Kapten Tim Indonesia adalah mahasiswa kedokteran Achmad Nawir dan kapten Tim Hungaria adalah Dr. Sarosi. Ini unik. Sangat jarang, dan mungkin satu-satunya kejadian dalam dunia sepakbola.
.
Nawir vs Sarosi (De Indische courant, 07-06-1938)
Sebelum pertandingan dimulai, prosedurnya kapten dua tim dipertemukan di hadapan wasit dan hakim garis. Ketika antara Nawir dan Sarosi berjabat tangan, Nawir mengucapkan Selamat Datang dengan ramah kepada Dr. Sarosi. Rupanya, Sarosi juga tahu bahwa kapten Indonesia adalah seorang mahasiswa kedokteran. Lantas Dr. Sarosi membalas ucapan Nawir dengan salam yang sama, Selamat Datang. Sebagai rekan dalam bidang yang sama di dalam dunia kedokteran, Sarosi juga membalas salam Nawir itu dengan ramah. Lantas, dalam permainan bola apakah kedua orang berlabel kedokteran itu saling beramah tamah?

Dalam sejarah sepak bola Indonesia di Piala Dunia, nama Nawir yang paling disorot. Itu bukan karena Nawir pemain hebat dan kapten tim Indonesia tetapi karena Nawir dipersepsikan sebagai seorang dokter. Achmad Nawir adalah seorang dokter, demikian selalu ditulis. Namun sejatinya, pada saat pertandingan tersebut Nawir belumlah menjadi dokter, akan tetapi masih berstatus mahasiswa di Nederlandsch Indie Arts School (NIAS). Lantas bagaimana informasi tentang Dr. Achmad Nawir keliru? Mengapa nama Dr. Nawir menjadi Achmad Nawir? Dan, siapa sesungguhnya Dr. Nawir? Apakah Achmad Nawir berasal dari Tapanoeli? Untuk itu, mari kita telusuri (kembali) sejarah Achmad Nawir tersebut.

Jumat, 15 Juni 2018

Indonesia di Piala Dunia (4): Indonesia vs Hungaria Piala Dunia Prancis 1938; Siaran Pandangan Mata dari Reims via Erres Radio


*Lihat semua artikel Sejarah Indonesia di Piala Dunia di blog ini Klik Disini
 

Beberapa hari ke depan para ‘gibol’ akan menikmati pesta sepak bola Piala Dunia di Moskow, Rusia melalui siaran langsung (live) yang menghadirkan tim-tim elit dunia dari 32 negara. Siaran langsung tersebut dapat diakses melalui berbagai channel: televisi (Trans TV), radio (RRI) dan video (live streaming). Dengan keterlibatan RRI untuk kali pertama dalam siaran langsung Piala Dunia akan memperluas exposure Piala Dunia, bahkan sampai ke pelosok-pelosok tanah air.

Soerabaijasch handelsblad, 02-06-1938
Pada tahun 1938 ketika Indonesia (baca: Hindia Belanda) berpartisipasi dalam Piala Dunia di Prancis penduduk Indonesia juga mendapat akses langsung melalui siarang langsung pandangan mata. Ini terjadi ketika Indonesia bertemu Hungaria di kota Rheim Prancis. Siaran langsung pandangan mata ini dilakukan oleh Erres Radio. Formasin tim Indonesia melawan tim Hungaria ini terdiri dari delapan orang pribumi, dua orang Belanda dan satu orang Tionghoa. Boleh dikatakan meski bernama Nederlandsch Oost Indie sejatinya adalah tim yang melawan Hungaria tersebut adalah (putra asli) Indonesia.

Bagaimana kisah siaran langsung pandangan mata Piala Dunia di tanah air tentu saja menarik untuk diketahui. Dan bagaimana pula jalannya pertandingan dan sambutan warga Rheims khususnya dan warga Prancis umumnya, tentu juga menarik disimak. Lantas bagaimana kisah siaran langsung pandangan mata itu sendiri dalam dunia sepak bola Indonesia masa kini?. Itu semua juga menarik untuk diperbandingkan.

Senin, 11 Juni 2018

Sejarah Kota Padang (53): Mohamad Rasad Maharadja Soetan; Ayah Soetan Sjahrir dan Pionir Pers Perempuan Siti Rohana Koedoes


Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disini

Mohamad Rasad gelar Maharadja Soetan bukanlah orang biasa, tetapi pegawai pemerintah dan orang tua yang luar biasa. Mohamad Rasad lahir di Fort de Kock tahun 1866 dan meninggal di Medan tahun 1929. Selama masa hidup, Mohamad Rasad memilki dua anak yang luar biasa: Soetan Sjahrir dan Siti Rohana. Kedua anak Mohammad Rasad ini tergolong yang luar biasa: Soetan Sjahrir adalah Perdana Menteri RI yang pertama dan Siti Rohana adalah perintis pers perempuan Indonesia.

Anak Mohamad Rasad gelar Maharadja Soetan
Sangat sedikit riwayat para tokoh tua ditampilkan seperti Mohamad Rasad. Padahal mereka adalah orang tua dari para tokoh-tokoh besar. Penulisan riwayat para tokoh besar seringkali tak terhindarkan justru menenggelamkan tokoh-tokoh yang berdiri dibelakangnya. Itulah mainstream dalam penulisan sejarah. Mohamad Rasad adalah tokoh yang berdiri di belakang munculnya tokoh sekaliber Soetan Sjahrir dan Siti Rohana. Sudah waktunya penulisan sejarah para orang tua digali lebih banyak, sangat berguna pada masa ini yang dapat dijadikan sebagai inspirasi bagi para orang tua untuk membimbing anak-anak untuk melahirkan tokoh-tokoh besar.  

Bagaimana para orang tua, seperti Mohamad Rasad menjalani karir dan pada waktu yang sama bagaimana mereka membina anak-anak mereka sehingga berhasil menarik untuk diperhatikani. Mereka orang tua ini adalah orang yang berperan penting lahirnya tokoh-tokoh besar di Indonesia. Jasa mereka seharusnya tidak terlewatkan dalam sejarah. Merekalah yang dengan sadar bagaimana anak-anak mereka diarahkan. Pada masa lampau, justru para orang tualah yang dijadikan inspirasi pertama oleh para tokoh-tokoh besar.

Sabtu, 09 Juni 2018

Sejarah Kota Padang (52): Ekspedisi Awal Belanda ke Pagaruyung (1684), Tionghoa di Angkola 1690; Negeri Sembilan en Selangor


Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Padang dalam blog ini Klik Disini

Informasi tentang pedalaman Sumatra pada masa lampau sangat minim, meski keberadaan penduduk di Ranah Minangkabau dan Tanah Batak sudah diketahui sejak lama. Seiring dengan perubahan kebijakan VOC (dari kontak perdagangan di sekitar pantai menjadi penduduk sebagai subjek) mulai dilakukan ekspedisi-ekepedisi ke pedalaman. Ekspedisi ke Pagaruyung dilakukan pada tahun 1684 dapat dianggap sebagai ekspedisi pertama Belanda/VOC ke pedalaman Sumatra.  

Mandailing dan Angkola migrasi ke Selangor (Peta 1862)
Ekspedisi pertama Belanda/VOC dilakukan ke pedalaman di Jawa dilaukan tahun 1681. Untuk memasuki wilayah pedalaman yang berpusat di Mataram VOC memulai ekspedisi dari benteng Missier, tiga jam perjalanan dari Tegal. Ekspedisi ke Mataram dipimpin oleh Jacob Couper. Setelah ekspedisi ke Pagaroejoeng, ekspedisi ke hulu sungai Tjiliwong dimulai tahun 1687 yang dipimpin oleh Sersan Pieter Scipio. Ekspedisi dari arah timur Jawa baru dimulai tahun 1706. Ekspedisi Mayor Govert Knol dari Soerabaja menuju pedalaman. Ekspedisi boleh dikatakan sebagai permulaan kolonisasi di wilayah pedalaman.

Ekspedisi-ekspedisi semakin intens dilakukan terutama pasca VOC baik pada era permulaan Pemerintahan Hindia Belanda maupun semasa pendudukan Inggris. Ekspedisi adalah prakondisi munculnya kolonisasi di pedalaman. Namun kolonisasi lambat laun menjadi berifat eksploitatif. Penduduk banyak yang tidak senang dan muncul pemberontakan. Eksesnya terjadi eksodus, suatu tindakan penduduk melarikan diri ke wilayah baru yang lebih aman dan nyaman, seperti ke Semenanjung. Dua wilayah tujuan eksodus penduduk Sumatra ini adalah Negeri Sembilan (Minangkabau) dan Selangor (Mandailing dan Angkola). Pendiri Kota Kuala Lumpur, ibukota negara Malaysia adalah Sutan Puasa, asal Mandailing (lihat Abdur-razzaq Lubis, Penang: Areca Books, 2018).

Kamis, 07 Juni 2018

Sejarah Kota Medan (73): Abdul Moerad, Editor Daulat Ra'jat; Anak Sibolga Diantara Anak Medan Amir Sjarifoeddin dan Sjahrir


*Semua artikel Sejarah Kota Medan dalam blog ini Klik Disini 

Salah satu tokoh revolusioner yang nyaris tidak pernah ditulis sejarahnya adalah Abdul Moerad. Namanya tenggelam diantara dua nama besar ‘Anak Medan’ Amir Sjarifoeddin dan Soetan Sjahrir. Abdul Moerad dari usia lebih senior seumuran dengan anak Medan lainnya Parada Harahap. Abdul Moerad adalah alumni STOVIA dan kepala editor Daulat Ra'jat, organ partai Pendidikan Nasional Indonesia. Abdul Moerad sebagai penanggung jawab Daulat Rakjat termasuk sejumlah revolusioner Indonesia yang dibuang ke Digoel. Dalam kabinet Sjahrir I, Menteri Keamanan Rakjat adalah Amir Sjarifoeddin, sedangkan posisi Abdul Moerad adalah Wakil Menteri Keamanan Rakjat.

Daulat Ra’jat No. 39 Tahun 2 (10 Oktober 1932)
Tokoh-tokoh revolusioner ‘Anak Medan’ ini sangat besar kontribusinya dalam usaha memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Abdul Moerad kelahiran Sibolga, Parada Harahap kelahiran Padang Sidempoean dan Amir Sjarifoeddin kelahiran Medan. Soetan Sjahrir lahir di Padang Pandjang (ayahnya berasal dari Koto Gadang, Agam dan ibunya berasal dari Kota Natal, Tapanoeli).

Lantas, siapa sesungguhnya Abdul Moerad? Tidak ada yang pernah menulis sejarah Abdul Moerad. Wikipedia sudah memberi laman bagi Abdul Moerad tetapi tidak ada deskripsi. Itu artinya, nama Abdul Moerad sangat penting, tetapi tidak ada yang berhasil menulis sejarahnya. Untuk itu, ada baiknya sejarah Abdul Moerad ditulis. Sebab Abdul Moerad adalah pejuang kemerdekaan yang namanya pantas diabadikan. Mari kita lacak.