Tampilkan postingan dengan label Sejarah Bali. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah Bali. Tampilkan semua postingan

Minggu, 09 Agustus 2020

Sejarah Pulau Bali (31): Pemerintahan di Bali; Sejak VOC, Hindia Belanda, Inggris, Jepang, NICA hingga Republik Indonesia

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disin

Seperti di wilayah lain, kekuasaan di Bali berawal dari pemerintahan di bawah rezim kerajaan-kerajaan. Antar satu kerajaan yang saling bermusuhan menyebabkan Pemerintah Hindia Belanda (yang berpusat di Batavia) membentuk cabang pemerintahannya di Bali utara (di Boeleleng dan di Djembrana) tahun 1846 dengan ibu kota Boeleleng (dan kemudian relokasi ke Singaradja). Pada tahun 1908 semua kerajaan-kerajaan di Bali selatan dilikuidasi dan Pemerintah Hindia Belanda membentuk cabang pemerintahan yang baru dengan ibu kota di Denpasar.

Tidak ada hubungan yang paling mesra antara Belanda dengan kerajaan-kerajaan di nusantara sejak era VOC, kecuali radja-radja di Bali. Hubungan baik antara Belanda dengan radja-radja Bali bermula dari perjanjian kerjasama antara Belanda dengan Radja Bali sejak 1597.  Hubungan baik tersebut tetap terjaga hingga awal Pemerintah Hindia Belanda sebelum Inggris menduduki Jawa (1811-1816). Pada tahun 1914 pemerintah pendudukan Inggris sempat berseteru dengan radja Karangasem. Setelah Pemerintah Hindia Belanda berkuasa kembali, hubungan baik radja-radja Bali terjalin kembali. Namun muncul perselisihan antara Pemerintah Hindia Belanda dengan radja Boeleleng yang didukung Radja Karangasem. Perselisihan ini menjadi terbuka pada tahun 1846 yang menjadi pangkal perkara Pemerintah Hindia Belanda membentuk cabang pemerintahan di Boeleleng (dan daerah Djembrana, bawahan Boeleleng).

Lantas bagaimana sejarah pemerintahan di pulau Bali. Yang jelas pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belanda di Bali selatan (Zuid Bali) relatif bersamaan dengan pembentukan cabang pemerintahan di Noord Tapanoeli dan Atjeh. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan.

Sabtu, 08 Agustus 2020

Sejarah Pulau Bali (30): Sejarah Hotel di Pulau Bali, Losmen Pertama di Buleleng; Rabindranath Tagore hingga Ir. Soekarno

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disin

Pulau Bali telah menjadi salah satu destinasi wisata yang penting. Satu bentuk pendukungnya yang terpenting tempo doeloe adalah ketersediaan akomodasi (tempat menginap dan layanan makanan dan minuman). Tempat akomodasi yang tersedia awalnya hanya ditemukan di Boeleleng dan kemudian berkembang ke seluruh penjuru pulau, Tempat akomodasi yang pertama di Boeleleng tersebut adalah sebuah losmen (logement) yang dibangun pada tahun 1888.

Sejarah hotel di pulau Bali tentu saja tidak hanya di Koeta dan Denpasar. Di kota-kota utama di Bali (di wilayah Badoeng, Tabanan, Djembarana, Gianjar, Kloengkong, Karangasem, Bangli, Mangwi dan Boeleleng) sudah sejak lama sudah tersedia berupa logement (losmen). Awalnya losmen-losmen yang memiliki istal kuda itu dibangun pemerintah lalu kemudian diikuti oleh para investor baru dengan menyediakan kendaraan kereta kuda. Para investor baru berasal dari berbagai bangsa. Losmen-losmen awal tersebut kemudian dikembangkan menjadi hotel modern.

Lantas bagaimana sejarah perhotelan di pulau Bali? Yang jelas dimulai dari suatu penginapan dalam bentuk losmen (logement). Berita keindahan Bali sudah mendunia, perkembangan hotel seiring dengan meningkanya minat wisatawan datang ke Bali. Bahkan Rabindranath Tagore tak mampu menahan diri di Soerabaja untuk meneruskan perjalannya ke Bali (lihat De Sumatra post, 29-08-1927). Tentu saja Presiden Soekarno merasa perlu membangun hotel mewah di Bali. Semua itu, sejauh ini kurang terinformasikan. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 07 Agustus 2020

Sejarah Pulau Bali (29): Awal Penerbangan dan Kebandaraan di Bali; Lapangan Terbang di Singaradja dan di Toeban [Ngurah Rai]


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disin

Sejarah penerbangan di Indonesia belum terbilang tua. Baru sekitar satu abad yang dimulai pada era Hindia Belanda. Sejarah penerbangan dan sejarah kebandaraan relatif bersamaan. Hal ini karena pesyaratan utama pendaratan pesawat haruslah lebih dulu dibangun lapangan terbang (bandara). Lapangan terbang pertama di pulau Bali dibangun di Buleleng, baru kemudian dibangun lagi lapangan terbang baru di Toeban (Badoeng, Zuid Bali).

Lapangan terbang Toeban kemudian berkembang menjadi bandara internasional yang kini lebih dikenal bandara Ngurah Rai (Denpasar). Bandara Ngurah Rai pada masa ini terbilang salah satu bandara di Indonesia yang sangat sibuk. Belum lama ini ada rencana peerintah pusat untuk membangun bandara baru di pulau Bali. Lokasi bandara baru ini direncanakan di kabupaten Buleleng (Bali Utara). Lantas apakah lokasi bandara baru di kabupaten Buleleng akan sama dengan lokasi lapangan terbang tempo doeloe? Yang jelas tempo doeloe pengembangan kebandaraan dari utara pulau Bali ke selatan, tetapi pada masa ini adalah sebaliknya dari selatan ke utara. Dengan adanya dua bandara internasional di Bali akan memudahkan akses bagi pendatang, khususnya wisatawan berwisata ke pulau Bali.

Lantas bagaimana sejarah kebandaraan di pulau Bali? Nah, itu dia. Sejauh ini kurang terinformasikan. Sejarah kebandaraan di pulau Bali hanya dilihat sejarah perkembangan bandara Ngurah Rai yang sekarang. Tentu saja itu tidak cukup. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 06 Agustus 2020

Sejarah Pulau Bali (28): Sejarah Sepak Bola di Bali, Sejak Kapan? Pertandingan Sabung Ayam hingga Permainan Sepak Bola Indah


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Apakah ada sejarah sepak bola di pulau Bali? Tentu saja ada, tetapi tidak terinformasikan. Jika di pulau Lombok sepak bola sudah dikenal sejak 1910, lantas sejak kapan sepak bola mulai dimainkan di pulau Bali? Mungkin pertanyaan ini tidak penting-penting amat, karena sepak bola di Bali pada masa ini sangat bersemangat dengan bendera Bali United dan kemegahan stadion Kapten I Wayan Dipta di Gianyar.

 

Persatuan Sepak bola Indonesia Denpasar (PERSEDEN) kini menjadi sebuah klub sepak bola Indonesia yang bermarkas di Kota Denpasar, Klub ini awalnya adalah suatu perserikatan sepak bola (Voerbalbond), suatu perserikatan yang dibentuk tahun 1991. Tentu saja Perseden tidak setua perserikatan di kota-kota besar seperti Persija (Jakarta), Persib (Bandung), Persebaya (Surabaya), PSM (Makassar) dan PSMS (Medan). Perseden sendiri didahului oleh pendirian klub sepak bola yang berkompetisi pada era sepak bola Galatama. Klub tersebut yang didirikan pada tahun 1989 diberi nama Gelora Dewata. Namun klub semi-pro ini harus berakhir dengan berganti nama menjadi klub Deltras Sidoarjo. Pada tahun 1911 terjadi kisruh PSSI sehingga muncul dualise sepak bola Indonesia dengan munculnya competitor PSSI yang diberi naa KPSI.  Federasi baru KPSI ini menyelenggarakan liga sendiri yang disebut Liga Prima Indonesia (LPI) sebagai alternatif dari liga sebelumnya (Liga Sepak Bola Indonesia-LSI). Pada liga LPI ini kemudian berdiri klub sepak bola di Bali dengan nama Bali Devata United (kemudian menjadi Bali Devata FC). Namun itu tidak lama hingga relokasinya klub sepak bola dari Samarinda (Pusam) ke Bali. Klub inilah yang kemudian berganti nama dengan nama baru Bali United FC (yang bermarkas di stadion Kapten I Wayan Dipta, Gianyar.

Klub sepak bola Bali United adalah satu hal. Namun sebelum perserikatan sepak bola Perseden terbentuk tempo dulu, ada satu masa di masa sebelumnya yang mana sepak bola mulai dikenal di pulau Bali. Lantas sejak kapan sepak bola kali pertama muncul di pulau Bali dan bagaimana sejarahnya hingga tumbuh dan berkembang hingga ini hari. Yang jelas, sebelum ada Perseden, tempo doeloe di bali sudah terbentuk Persibal (Persatoean Sepakbola Bali). Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 05 Agustus 2020

Sejarah Pulau Bali (27): Sejarah Kesehatan di Bali; Dr Julius Jacobs dan Putra Pertama Bali Kuliah di Docter Djawa School (1885)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Sebelum Anak Agung Made Djelantik studi kedokteran ke Belanda dan rumah sakit Sanglah Denpasar didirikan, satu siswa pertama asal Bali diterima di sekolah kedokteran Docter Djawa School di Batavia pada tahun 1885. Pengiriman putra Bali pertama melanjutkan sekolah kedokteran tidak lama setelah Dr Julius Jacobs berkeliling Bali untuk urusan vaksinasi. Lulusan sekolah Docter Djawa School yang bertugas di Bali sudah sejak lama ada (khususnya di Boeleleng).

Anak Agung Made Djelantik mengawali pendidikannya di Denpasar di sekolah berbahasa Belanda Hollandsch-Inlandsche School (HIS). Setelah lulus melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi ke MULO (Meerleetgebreid Langer Orderwijs) di Malang dan diteruskan ke Jogjakarta (Algemene Middlebare School). Lulus dari Jogjakarta Anak Agung Made Djelantik melanjutkan studi kedokteran ke Belanda pada tahun 1938. Pada tahun 1946 Anak Agung Made Djelantik meraih gelar dokter di Gemente Uiversitet Amsterdam. Rumah sakit Sanglah di Denpasar mulai dibangun pada tahun 1956. Rumah sakit ini diresmikan pada tanggal 30 Desember 1959 dengan kapasitas 150 tempat tidur. Pada tahun 1962 rumah sakit Sanglah bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran Univesitas Udayana. Dr. Anak Agung Made Djelantik adalah salah satu pendiri Universitas Udayana.

Lantas bagaiana sejarah pengembangan kesehatan di Bali? Nah, itu dia. Sejauh ini kurang terinformasikan. Yang jelas sejarah kesehatan di Bali seiring dengan penempatan dokter-dokter di Bali. Satu dokter yang penting adalah Dr Julius Jacobs, dokter yang mengusulkan agar siswa Bali yang lulus dikirim ke Batavia untuk melanjutkan sekolah kedokteran. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 04 Agustus 2020

Sejarah Pulau Bali (26): GP Rouffaer dan Bali; Batak Instituut dan Koninklijk Instituut voor Taal, Land en Volkenkunde (KITLV)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Dalam sejarah Indonesia (baca: Indonesia) ada satu lembaga yang penting yang terlibat aktif dalam mempromosikan penduduk pribumi--baik sebagai manusianya maupun hasil-hasil karyanya. Lembaga tersebut disebut Koninklijk Instituut voor Taal, Land en Volkenkunde. Lembaga ini berada di Belanda, para pelopor dan anggotanya adalah orang-orang yang sangat dekat dan peduli terhadap pribumi. Untuk menyebut sejumlah nama, diantaranya adalah Charles Adriaan van Ophuijsen dan GP Rouffer.

Koninklijk Instituut voor Taal, Land en Volkenkunde disingkat KITLV. Lembaga ini bahkan masih eksis hingga ini hari yang mana cabangnya berada di Jakarta. Saya banyak menggunakan sumber-sumber data (terutama peta dan foto) dan lembaga ini untuk memahami kota-kota dan wilayah-wilayah lainnya tempo doeloe di Indonesia. Jauh sebelum lembaga ini terbentuk sejak era VOC sudah ada pendahulunya di Batavia yang dipelopori oleh Radermacher dengan nama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (lembaga seni dan ilmu pengetahuan di Batavia). Jika mundur ke belakang lagi untuk urusan ilmu pengetahuan ini kita akan menemukan nama-nama pelopor terutama tiga yang pertama: Georgius Everhardus Rumphius, Saint Martin dan Cornelis Chastelein.

Nama GP Rouffer menjadi penting karena terlibat aktif dalam pengembangan adimistrasi KITLV. Seperti peneliti-pemerhati lainnya yang lebih senior, GP Rouffer secara perlahan mulai memperhatikan Bali. Sementara itu tokoh-tokoh Balii terdahulu yang sudah ada antara lain Prof. Kern dan Dr. N van der Tuuk serta Dr R van Eck. Lantas apa saja pernan GP Rouffer tentang Bali? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 03 Agustus 2020

Sejarah Pulau Bali (25): Sejarah Kereta Api di Pulau Bali Bermula 1913; Sejarah Kereta Api di Pulau Lombok Bermula Sejak 1895


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Belakangan ini di pulau Bali muncul gagasan untuk pembangunan kereta api. Namun masih pro-kontra. Salah satu prioritas PT KAI adalah membuat studi kelayakan untuk pembangunan kereta api ruas bandara Ngurah Rai-pantai Sanur. Tentu saja kabar ini menandai sejarah baru perkeretaapian di pulau Bali, suatu moda transportasi yang bersifat massal. Lantas seperti apa sejarah lama perkeretaapian di pulau Bal. Yang jelas gagasan pembangunan kereta api di Bali sudah ada sejak tahun 1913.

Seperti yang dapat dibaca dalam berbagai sumber berita akhir-akhir ini bahwa muncul gagasan pembangunan kereta api di pulau Bali. Ada yang menginginkan itu sangat perlu dan tentu saja ada yang menolak, masing-masing dengan argumentasi sendiri-sendiri. Diantara yang pro dan sedikit lebih moderat adalah usulan Gubernur Bali yang mengharapkan jalur kereta api itu sebaiknya dibangun sepanjang pantai yang mengelilingi pulau Bali. Sementara itu ada gagasan dari Kementerian Perhubungan untuk mendukung moda transportasi udara dengan moda transportasi kereta api dengan membangun kereta api untuk ruas bandara dan pantai Sanur melalui titik-titik strategis destinasi pariwisata di sekitar Denpasar (Badung). Gagasan pebangunan kereta api juga muncul di pulau Lombok dan pulau Sumbawa.

Gagasan pembangunan kereta api di Bali sejak tahun 1913 memang tidak terealisasikan. Namun sejarah tetaplah sejarah. Sejarah adalah narasi fakta dan data. Meski masih sebatas rencana pembangunan kereta api di Bali tempo doeloe, rencana itu adalah bagian dari sejarah perkeretaapian di Bali. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Pulau Bali (24): Sejarah Pelabuhan di Pulau Bali; Boeleleng hingga Koeta dan Laboehan Amok hingga Gili Manok


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Pelabuhan adalah entry point bagi orang asing (Eropa, Cina dan pribumi) untuk berinteraksi dengan orang Bali di pulau Bali. Seperti banyak penulis tempo doeloe mengidentifikasi orang Bali bukanlah pelaut. Oleh karena itu, untuk terjadinya transaksi perdagangan, sejumlah titik pantai di pulau Bali dibuka untuk orang asing. Pelabuhan-pelabuhan yang dibuka hanya sekadar untuk fungsi pabean (orang asing dihalangi masuk ke pedalaman). Orang-orang asing hanya diizinkan berdiam di pantai-pantai.

Tidak diketahui pelabuhan mana yang sudah ada (terbentuk) di pulau Bali sebelum kedatangan orang Belanda. Satu-satunya keterangan yang ditemukan adalah pada ekspedisi pertama Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman berlabuh di suatu teluk di pantai timur Bali (1597). Di pelabuhan ini Cornelis de Houtman dan telah bertemu dengan rombongan Radja Bali. Pelabuhan ini kelak diketahui sebagai pelabuhan Laboehan Amok, sedangkan teluk dimana berada pelabuhan tersebut disebut (dicatat) orang-orang Belanda berikutnya sebagai Baai van Padang atau Padang Baai. Dalam bahasa Belanda, baai diartikan sebagai teluk. Nama Padang Bai pada masa ini diduga berasal dari penamaan oleh orang Belanda.

Pelabuhan Laboehan Amok boleh dikatakan adalah pelabuhan pertama orang Bali di pulau Bali (pantai timur Bali). Boleh jadi di bagian lain pulau Bali (pada waktu yang sama) sudah terbentuk pelabuhan lain yang dimana orang asing menetap (anggap saja di pantai utara dan di pantai barat Bali). Orang asing tersebut antara lain Portugis, Melajoe, Jawa, Bugis dan lainnya. Lantas apa pentingnya pelabuhan-pelabuhan tersebut? Yang jelas pelabuhan adalah pintu masuk ke suatu pulau dan pelabuhan adalah tempat transaksi yang menjadi cikal bakal terbentuknya pelabuhan-pelabuhan masa kini. Itulah sebab mengapa pelabuhan adalah bagian dari sejarah. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 02 Agustus 2020

Sejarah Pulau Bali (23): Harimau Bali dan Sejak Kapan Punah? Habitat Harimau di Pulau Bali Hanya di Buleleng dan Jembrana


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Harimau Bali (Panthera tigris balica) sudah lama punah. Menurut Dr R van Eck (1878) harimau dan banteng liar di pulau Bali hanya ditemukan di afdeeling Boeleleng dan afdeeeling Djembrana. Salah satu favorit pelukis terkenal Raden Saleh adalah melukis hewan besar yang masih liar, dua diantaranya adalah harimau dan banteng liar. Lantas kapan harimau Bali punah? Harimau terakhir di sekitar Batavia dibunuh pada tahun 1884 (lihat Handelsblad, 18-09-1886).

Di wilayah Indonesia (baca: Hindia Belanda) harimau hanya ditemukan di pulau Sumatra, pulau Jawa dan pulau Bali. Ketika terjadi kenaikan permukaan air di jaman kuno, lalu terbentuk pulau Sumatra, pulau Jawa dan pulau Bali. Perbedaan pulau ini yang kemudian menyebabkan populasi harimau terpisah dan membentuk tiga subspesies: harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae), harimau Jawa (Panthera tigris sondaica) dan harimau Bali. Lantas mengapa harimau Madura disebut harimau Jawa, sedangkan harimau Bali bukan disebut harimau Jawa? Lalu sejak kapan harimau Jawa punah di (pulau) Madura?

Yang jelas harimau Bali sudah lama punah, sementara harimau Jawa belum lama amat. Sedangkan harimau Sumatra masih banyak ditemukan. Okelah. Harimau Bali pernah eksis, namun bagaimana sejarah harimau Bali kurang terinformasikan. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 01 Agustus 2020

Sejarah Pulau Bali (22): Tawan Karang Bali, Karang Asem; Orang Bali Bukan Pelaut dan Tawan Karang yang Membawa Malapetaka


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Mengapa muncul tawan karang? Tawan karang adalah penyitaan kapal yang terdampar di pantai Bali. Untuk menghindari terulangnya tawan karang, Pemerintah Hindia Belanda melakukan perjanjian damai dengan radja-radja Bali. Semua radja setuju dengan tawan karang dan berupaya untuk mencegah jika dilakukan oleh penduduknya. Namun ada satu pangeran (radja) yang dianggap melanggarnya yakni pangeran Boeleleng. Tuntutan ganti rugi yang diminta Pemerintah Hindia Belanda, berdasarkan perjanjian terdahulu, menyebabkan petaka bagi radja Boeleleng.

Perairan pantai timur pulau Bali banyak karangnya. Tidak begitu jelas apakah ada kaitan antara karang di laut dengan karang di gunung yang disebut (kerajaan) Karang Asem. Yang jelas, di teluk Padang (baai van Padang) terdapat pelabuhan Laboehan Amok, tempat dimana ekspedisi pertama Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman berlabuh pada tahun 1597. Sebelum mencapai teluk Padang di sekitar perairan Lombok (antara pulau Lombok dan pulau Penida), satu dari tiga kapal Cornelis de Houtman rusak berat sehingga harus dibakar dan ditenggelamkan. Tentu saja Cornelis de Houtman tidak mengetahui apakah sudah ada atau belum praktek tawan karang (karena belum bertemu dengan orang Bali). Dalam perkembangannya, jalur navigasi melalui pantai barat pulau Lombok, karena pantai timur pulau Bali tidak aman karena dua hal, banyak karangnya dan juga arus airnya membahayakan pelayaran. Sejak itu pelabuhan yang terus berkembang adalah pelabuhan Boeleleng (Bali) dan pelabuhan Ampenan (Lombok).

Lantas bagaimana sejarah asal-usul tawan karang di Bali? Itu satu hal. Hal lainnya yang penting adalah mengapa praktek tawan karang dilanggar pangeran Boeleleng dan tidak mengindahkan perjanjian yang ditandatanganinya dengan Pemerintah Hindia Belanda yang menyebabkan petaka bagi Boeleleng. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Pulau Bali (21): Sejarah Subak Bali, Organisasi Tradisi Sistem Pengairan; Sawah, Terasering dan Pertanian Selaras Alam


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bali dalam blog ini Klik Disini

Subak terhubung dengan sejarah Bali, bahkan sejak jaman kuno. Subak dihubungkan dengan terbentuknya kelembagaan tradisi dalam mengelola pertanian. Organisasi tradisi subak terutama di dalam pengelolaan sawah dan persawahan. Sementara itu, sawah terdapat dimana-mana dengan tanaman utama padi untuk menghasilkan beras sebagai bahan baku utama membuat nasi. Sawah dan persawahan dapat dibentuk di dataran rendah maupun dataran tinggi dan diantara keduanya di lereng-lereng bukit dan gunung. Bentuk sawah di lereng-lereng disebut sawah terasering (berteras-teras atau berundak-undak). Wujud terasering sangat kontras di lereng-lerang, tetapi sawah-sawah di dataran (rendah atau tinggi) juga pada dasarnya adalah wujud terasing yang lebih landai.

Ada seorang penulis Belanda dalam tulisannya 1846 berpendapat bahwa orang Batak sudah bertani padi sejak jaman kuno. Menurutnya padi seumur dengan kebudayaan orang Batak karena padi dalam bahasa Batak disebut eme--suatu kata yang berbeda dengan kosa kata bahasa para tetangga (Melayu, Minangkabau dan Atjeh). Bahasa diturunkan  antargenerasi. Kosa kata sawah dalam bahasa Baatak aalah huma, beras disebut dahanon dan nasi disebut indahan. Sementara bahasa Melayu (Indonesia) secara berturut-turut disebut sawah, padi, beras dan nasi. Dalam hal ini kosa kata huma di Batak sama dengan di Bali tapi berbeda dengan padi (eme), baas (dahanon) dan nasi (indahan). Beras dalam bahasa Bali mirip dengan bahasa Melayu yakni baas yang dalam bahasa Minangkabau disebut bareh. Penduduk asli di Bali (Bali Aga) diduga telah mengenal huma sejak jaman kuno. Peradaban baru (dari Jawa dan Melayu) menambah kekayaan kosa kata bahasa Bali kuno (dan boleh jadi telah tergantikan) seperti padi, baas dan nasi. Kosa kata sawah, padi, beras dan nasi berasal dari bahasa Sanskerta (sumber utama bahasa Melayu dan Jawa). Dalam bahasa Batak dikenal aek (sungai), tahalak (bendungan) dan bondar (saluran irigasi). Irigasi adalah kosa kata bahasa asing (Eropa). Sistem irigasi kuno, sistem pengairan yang diorganisasikan oleh penguasa yang mana menurut Jung Huhn (1846) di Tanah Batak ditemukan di dekat percandian Padang Lawas (percandian sejak tahun 1030).

Lantas bagaimana dengan sejarah sistem subak di Bali? Nah, itu dia. Itu yang akan kita cari tahu. Sebab belum lama ini, UNESCO melalui sidangnya tanggal 20 Juni 2012 telah menetapkan subak (terasering) di Bali sebagai heritage dunia. Sawah terasering sendiri tentu saja terdapat di banyak tempat dan sudah ada sejak lampau bahkan sudah masuk dalam pembicaraan Plato. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.