Minggu, 30 April 2023

Sejarah Cirebon (16): Loh, Losari di Timur Cirebon Batas Wilayah Cirebon dan Brebes; Residentie Chirebon dan Residentie Tagal


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Bagaimana sejarah Losari? Siapa yang peduli. Toh juga apa pentingnya sejarah Losari. Nah, itu dia. Lalu, Losari yang mana? Fakta pada masa kini adalah kecamatan Losari Cirebon dan ada kecamatan Losari Brebes. Fakta kedua kecamatan ini bersebelahan. Loh?! Nama Lo[h]sari adalah nama unik, mirip dengan nama Loh-bener. Ini menjadi benar-benar menarik, tidak seperti yang dipahami selama. Sejatinya, Losari memiliki sejarah yang panjang. Mungkin sejaman denga Cirebon sendiri. Check this Out.


Losari adalah sebuah kecamatan di kabupaten Cirebon, provinsi Jawa Barat. Losari berada di ujung timur wilayah kabupaten Cirebon dan berbatasan dengan desa Gebang barat, laut Losari/Ambulu di utara, kecamatan Pabedilan di selatan dan kali Cisanggarung (wilayah Brebes) di timur. Kecamatan Losari pintu gerbang kabupaten Cirebon dari Jawa Tengah. Banyak terdapat percampuran adat budaya Jawa Tengah dan Jawa Barat. Kelurahan/desa: Ambulu, Astanalanggar, Barisan. Kalirahayu, Kalisari, Losari Kidul, Losari Lor, Mulyasari, Panggangsari, Tawangsari. Sementara itu, Losari juga sebuah kecamatan di kabupaten Brebes, Jawa Tengah. Kecamatan ini di perbatasan antara provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat. Ibu kota kecamatan di desa Losari Lor. Wilayah kecamatan Losari berada di sebelah timur sungai Cisanggarung yang memanjang dari daerah pantai Laut Jawa di ke arah selatan. Terdapat lima desa yang mempunyai wilayah garis pantai Laut Jawa yaitu desa-desa Karangdempel, Prapag Lor, Prapag Kidul, Kecipir dan Limbangan yang total panjang pantainya mencapai 16,82 KM. Desa/kelurahan: Babakan, Blubuk, Bojongsari, Dukuhsalam, Jati Sawit, Kalibuntu, Karangdempel, Karangjunti, Karangsambung, Kecipir, Kedungneng, Limbangan, Losari Kidul, Losari Lor, Negla, Pekauman, Pengabean, Prapag Kidul, Prapag Lor, Randegan, Randusari, Rungkang (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah Losari, di timur Cirebon menjadi batas wilayah Cirebon dan wilayah Tegal? Seperti disebut di atas, sejatinya Losari memiliki sejarah yang panjang, bahkan jauh sebelum terbentuk residentie Chirebon dan residentie Tagal. Lalu bagaimana sejarah Losari, di timur Cirebon menjadi batas wilayah Cirebon dan wilayah Tegal? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Cirebon (15): Sungai Cimanuk, Hilir di Indramayu - Hulu di Limbangan; Sungai Citandui Hulu Sumedang - Hilir di Sukapura


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Sungai Cimanuk memiliki kekhususan dalam sejarah. Tidak hanya sejarahnya yang panjang hingga jauh di masa lampau, sungai Cimanuk sangat penting pada awal Pemerintahj Hindia Belanda sebagai batas Batavia dan Cirebon. Mengapa? Kekhususan lainnya adalah sungai yang terbilang panjang dan menjadi penanda navigasi dari pantai pantai utara (Jawa) ke wilayah yang jauh di pedalaman. Sementara sebaliknya sungai Cintadui di pantai selatan.


Ci Manuk Cimanuk, adalah sebuah sungai yang mengalir di bagian timur Provinsi Jawa Barat. Ci Manuk berhulu di Pegunungan Mandalagiri (di desa Simpang, kecamatan Cikajang) di kabupaten Garut pada ketinggian 1700 M mengalir ke arah timur laut sepanjang 180 Km dan bermuara di Laut Jawa di kabupaten Indramayu. Ci Manuk pada bagian hilir cukup lebar sehingga dapat dilayari oleh kapal yang berukuran relatif besar. Pada abad ke-16, muara Ci Manuk adalah pelabuhan yang ramai dan menjadi salah satu pelabuhan milik Kerajaan Sunda, sebagaimana dilaporkan oleh Tome Pires sebagai "Chemano". Di Kecamatan Jatigede, Kabupaten Sumedang, aliran Ci Manuk dibendung untuk pembangunan Waduk Jatigede. Ci Manuk memiliki dua muara, yakni Cimanuk Lawas dan Cimanuk Anyar. Pada tanggal 21 September 2016, terjadi banjir bandang akibat luapan Ci Manuk. Daerah aliran sungai ini dikelola oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk Cisanggarung (BBWS Cimancis). Daerah aliran sungai ini meliputi Kabupaten Garut, Sumedang, Majalengka, Indramayu dan Cirebon. Sungai ini melalui Kota Garut, Jatibarang dan Indramayu. Anak sungai: Ci Rambatan, Ci Keruh, Ci Sambeng, Ci Pelang, Ci Lutung, Ci Peles, Ci Babakan, Ci Peudeus, Ci Pancar. (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah sungai Cimanuk, hilir di Indramayu dan hulu di Limbangan? Seperti disebut di atas, sungai Cimanuk air mengalir sampai jauh di Indramayu dari Limbangan (Garut). Untuk memahami sungai Cimanuk harus juga memahami sungai Citandui, hulu di Sumedang dan hilir di Sukapura/Banjar. Lalu bagaimana sejarah sungai Cimanuk, hilir di Indramayu dan hulu di Limbangan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 29 April 2023

Sejarah Cirebon (14): Masjid Kota Cirebon dan Sejarah Awal Islam di Wilayah Cirebon; Kehadiran Orang Cina Era Hindoe Boedha


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Masjid di kota Cirebon pada masa ini tidak hanya sekadar masjid tua, tetapi penting artinya dalam terbentuknya kota Cirebon. Jika benteng dikaitkan dengan kehadiran Belanda (sejak era VOC), keberadaan masjid dihubungkan dengan eksistensi kerajaan (kesulatanan). Keberadaan awal masjid di Cirebon terkait dengan sejarah awal Islam dan kehadiran pendatang terutama dari Tiongkok pada era Hindoe Boedha.


Masjid Agung Cirebon terletak di dalam kompleks Keraton Kasepuhan, Kota Cirebon. Lokasi berada di bagian barat dari Alun-Alun Kota Cirebon. Konon, masjid adalah masjid tertua di Cirebon, dibangun tahun 1480 semasa Wali Songo menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Nama masjid dari kata "sang" yang bermakna keagungan, "cipta" yang berarti dibangun, dan "rasa" yang berarti digunakan. Pembangunan masjid melibatkan lima ratus orang didatangkan dari Majapahit dan Demak. Dalam pembangunannya, Sunan Gunung Jati menunjuk Sunan Kalijaga sebagai arsiteknya. Selain itu, Sunan Gunung Jati juga memboyong Raden Sepat, arsitek Majapahit yang menjadi tawanan perang Demak-Majapahit, untuk membantu Sunan Kalijaga merancang bangunan masjid tersebut. Kekhasan masjid atapnya yang tidak memiliki kemuncakk atap sebagaimana lazim atap masjid-masjid di Jawa. Arsitektur Masjid Agung Sang Cipta Rasa memadukan gaya Demak, Majapahit, dan Cirebon. Pada bagian mihrab masjid, terdapat ukiran berbentuk bunga teratai yang dibuat oleh Sunan Kalijaga. Di beranda samping kanan (utara) masjid, terdapat sumur zam-zam atau Banyu Cis Sang Cipta Rasa yang ramai dikunjungi orang, terutama pada bulan Ramadhan. Selain diyakini berkhasiat untuk mengobati berbagai penyakit, sumur yang terdiri dari dua kolam ini juga dapat digunakan untuk menguji kejujuran seseorang. (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah masjid di Kota Cirebon dan sejarah awal Islam di wilayah Cirebon? Seperti disebut di atas, di Cirebon terdapat masjid-masjid tua, termasuk yang berasal dari era Hindoe Boedha (awal masuknya siar Islam). Dalam konteks arsitektur bagaimana kehadiran orang Tiongkok era Hindoe Boedha. Lalu bagaimana sejarah masjid di Kota Cirebon dan sejarah awal Islam di wilayah Cirebon? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Cirebon (13): Benteng VOC-Militer Pemerintah Hindia Belanda; Mengahadapi Musuh di Laut Pemberontakan Pedalaman


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Apa itu benteng itu satu hal. Bagaimana dengan militer adalah hal lain. Kita membicarakan kedunya dalam era yang berbeda. Benteng di Cirebon adalah salah satu benteng yang dibangun pada era VOC yang merupakan bagian dari benteng-benteng di (pulau) Jawa. Keutamaan benteng dalam sejarah, tidak hanya sekadar pertahanan, tetapi biasanya dari Kawasan benteng inilah terbentuknya kota.


Misteri Benteng De Beschermingh Cirebon. Max Webe. Kompasiana 2 Januari 2016. Dalam sebuah program berita Wewara TV Lokal, Radar Cirebon TV, bertajuk Menelusuri Lokasi Benteng De Beschermingh, hingga kini belum membuahkan hasil, dimana keberadaan benteng tersebut. "Pada tahun 1960an saya masih melihat beberapa benteng kecil di sekitar Pelabuhan Cirebon, terutama di sekitar jalan masuk pintu Pelabuhan III dari ujung utara," ungkap mantan wartawan HU Pikiran Rakyat, Nurdin M Noer kepada Webe. Namun, imbuhnya, saat itu juga sudah ada beberapa gudang yang dibangun di sepanjang Jl. Benteng. Diperkirakan benteng itu dibangun sekira awal 1800an, sebelum pelabuhan sekarang secara modern tersebut dibangun. Diduga benteng-benteng tersebut untuk melindungi Kantor Residen Cirebon yang ada disekitar pelabuhan dan perlindungan terhadap komoditas ekspor dan impor yang sangat menguntungkan Belanda. "Kita maklumi, pada awal 1800an pemberontakan kalangan santri Cirebon pimpinan Ki Bagus Rangin, Bagus Serrit, Neirem dan kawan-kawannya terhadap Belanda mencapai puncaknya, sehingga diperlukan adanya perlindungan secara khusus," pungkasnya. Berbekal buku Uit Cheribon's Geschiedenis karya Dr. E.C. Godee Molsbergen, seorang petugas arsip negara atau Land Archivaris di Batavia. Dalam buku tersebut, menceritakan tentang peran VOC atau Generals Verenigde Geoctroyeerde Oost Indische Compagnie di wilayah Cirebon setelah ditanda tanganinya perjanjian pada tanggal 7 Januari 1681. (https://www.kompasiana.com/)

Lantas bagaimana sejarah benteng VOC dan militer Pemerintah Hindia Belanda di Cirebon? Seperti disebut di atas, ada perbedaan antara benteng (pertahanan) dan kekuatan militer (kekuatan). Kehadiran militer di wilayah Cirebon pada awal Pemerintah Hindia Belanda bertujuan mengahadapi musuh di laut menekan pemberontakan di pedalaman. Lalu bagaimana sejarah benteng VOC dan militer Pemerintah Hindia Belanda di Cirebon? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 28 April 2023

Sejarah Cirebon (12): Bahasa di Wilayah Cirebon; Bahasa Dialek Cirebon Diantara Bahasa Jawa, Bahasa Sunda, Bahasa Melayu


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Bahasa menunjukkan bangsa, di nusantara bahasa menunjukkan suku/bangsa. Bahasa dalam hal ini adalah bahasa yang terbentuk pada suatu populasi tertentu, dimana bahasa itu diwariskan (dari masa ke masa). Bahasa tentu saja terus tumbuh dan berkembang, tetapi suatu bahasa bermula dari awal. Bahasa asal (bahasa asli) dapat bertransformasi membentuk bahasa baru (dipengaruhi berbagai bahasa), sebaliknya bahasa yang beragam di suatu wilayah tertentu dapat membentuk populasi sendiri yang memiliki bentuk bahasa sendiri.


Bahasa dituturkan oleh orang Cirebon adalah Bahasa Jawa yang juga ada gabungan beberapa bahasa yakni Sunda, Arab dan China (bahasa Cirebonan atau Jawa dialek Cirebon). Juga memiliki dialek bahasa Sunda tersendiri (bahasa Sunda Cirebon). Dahulu Bahasa Cirebon ini digunakan dalam perdagangan di pesisir Jawa Barat mulai Cirebon yang merupakan salah satu pelabuhan utama, khususnya pada abad ke-15 sampai ke-17. Bahasa Cirebon dipengaruhi pula oleh budaya Sunda karena keberadaannya yang berbatasan langsung dengan wilayah kultural Sunda, khususnya Kuningan dan Majalengka dan juga China, Arab dan Eropa. Bahasa Cirebon mempertahankan bentuk-bentuk kuno bahasa Jawa seperti kalimat-kalimat dan pengucapan, misalnya ingsun (saya) dan sira (kamu) yang sudah tak digunakan lagi oleh bahasa Jawa baku. Perdebatan tentang bahasa Cirebon sebagai sebuah bahasa yang mandiri telah menjadi perdebatan yang cukup panjang. Meski kajian linguistik sampai saat ini menyatakan bahasa Cirebon hanyalah dialek (Guiter mengatakan harus berbeda sebanyak 80% dari Bahasa terdekatnya). Pada masa ini dalam pengajaran di wilayah Cirebon, sulit mengacu kepada bahasa Jawa baku, dan juga sulit kepada bahasa Sunda baku, dan sedikit lebih mudah dengan menggunakan bahasa Bahasa Cirebon (juga mencerminkan nama yang lebih netral). (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah bahasa di wilayah Cirebon? Seperti disebut di atas, bahasa pada populasi penduduk di suatu wilayah tertentu dapat terbentuk dari dua arah yang berbeda; bahasa asli (tunggal) atau bahasa ragam bahasa (melting pot/creol). suatu Dalam hal inilah menarik bahasa Cirebon di perhatikan. Di pantai utara Jawa bahasa dialek Cirebon berada diantara bahasa Jawa, bahasa Sunda dan bahasa Melayu (Indonesia). Lalu bagaimana sejarah bahasa di wilayah Cirebon? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Cirebon (11): Populasi di Wilayah Cirebon dan Etnik Cirebon; Betawi dan Banten Diantara Populasi Jawa dan Sunda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Populasi adalah penduduk, penduduk di suatu wilayah tertentu yang dihitung dengan satuan jiwa. Secara kejiawan, jumlah penduduk mengindikasi karakteristiknya. Karakteristik suatu populasi, dibedakan dari populasi lain, dapat diperhatikan dari awal usul, bahasa, adat istiadat dan berbagai aspek budaya yang lainnnya seperti seni (sastra, music, tari), arsitektur dan bangunan.  Sebaran populasi cenderung melampaui batas-batas georafis dan wilayah administrasi. Dalam hal ini suatu populasi memiliki karakteristik tersediri (tidak karena perbedaan wilayah geografis).


Suku Cirebon adalah kelompok etnis yang tersebar di sekitar wilayah Cirebon (kabupaten Cirebon dan Kota Cirebon). Selain itu, suku Cirebon juga dapat ditemui di sebagian kabupaten Majalengka (sebelah utara atau biasa disebut sebagai Wilayah "Pakaleran"), sebagian kabupaten Subang sebelah utara mulai dari Blanakan, Pamanukan, hingga Pusakanagara dan sebagian pesisir utara kabupaten Karawang mulai dari pesisir Pedes hingga pesisir Cilamaya (Jawa bagian barat) dan di kecamatan Losari kabupaten Brebes (Jawa bagian tengah). Selain itu, Suku Cirebon tersebar di banyak provinsi-provinsi di Indonesia. Hasil sensus penduduk 2010 suku Cirebon berjumlah 1.877.514 jiwa (0,79% dari jumlah penduduk Indonesia). Provinsi terbanyak suku Cirebon adalah Jawa Barat (1.812.842 jiwa), Banten (41.645), dan Lampung (8.406). Sebanyak 75,91% bermukim di perkotaan. Masyarakat suku Cirebon agama Islam. Bahasa dituturkan oleh orang Cirebon adalah Bahasa Jawa yang juga ada gabungan beberapa bahasa yakni Sunda, Arab dan China (bahasa Cirebonan atau Jawa dialek Cirebon). Juga memiliki dialek bahasa Sunda tersendiri (bahasa Sunda Cirebon). Sempat ada pengakuan sebagai suku bangsa/etnis tersendiri. Pada mulanya keberadaan etnis atau orang Cirebon selalu dikaitkan dengan keberadaan suku Sunda dan suku Jawa. (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah populasi di wilayah Cirebon dan etnik Cirebon? Seperti disebut di atas, populasi memiliki karakteristik sendiri yang dapat dibedakan dengan populasi lainnya. Populasi yang dimaksud dalam hal ini adalah populasi etinik/orang Cirebon. Di wilayah pantai utara Jawa juga ada populasi Betawi dan populasi Banten yang secara historis berada diantara populasi Jawa dan populasi Sunda. Lalu bagaimana sejarah populasi di wilayah Cirebon dan etnik Cirebon?  Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 27 April 2023

Sejarah Cirebon (10):Residen Cirebon Masa ke Masa, Sejak Era VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda; Kesultanan Cirebon 1810


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Dalam sejarah pemerintahan di wilayah Cirebon, hubungan antara Sultan dan Residen menjadi penting di awal, tetapi kemudian masa Pemerintah Hindia Belanda status kesultanan Cirebon dihapus. Sejak era VOC, peran Residen menjadi sentral, bahkan hingga berakhirnya colonial Belanda di Indonesia (1942). Residen adalah representasi Pemerintah Hindia Belanda di wilayah Cirebon.


Masa kekuasaan Belanda (1705 - 1811). Pada masa kekuasaan Belanda berbagai perjanjian dilakukan di Cirebon dan akhirnya Belanda menyingkirkan kekuasaan politik para sultan dengan diangkatnya Jacob Palm tahun 1700-an. Kekuasaan kesultanan Cirebon membentang dari Luwung Malang (Haur Geulis) hingga ke Galuh, Limbangan dan Sukapura termasuk wilayah pantai selatan. Pada tahun 1706, Belanda mengangkat Pangeran Arya Cirebon (putera kedua dari Sultan Sepuh 1 Syamsudin Martawijaya) sebagai pengawas bupati-bupati di wilayah Cirebon-Priyangan, pengangkatan tersebut juga bertujuan agar kedudukan Pangeran Arya Cirebon menjadi terpandang. Pada tahun 1808 kesultanan Kacirebonan resmi berdiri mengembalikan Pangeran Raja Kanoman yang diasingkan. Pangeran Raja Kanoman kemudian menjadi Sultan Kacirebonan pertama dengan gelar Sultan Cirebon Amirul Mukminin. Belanda mulai menerapkan peraturan-peraturan di Cirebon (reglement op het beheer van Cheribonesche Landen pada 2 Februari 1809 tentang struktur kewilayahan bahwa Cheribonesche Landen dibagi dalam dua wilayah yaitu wilayah kesultanan Cirebon dan wilayah Cheribonesche-Preanger Landen (wilayah Priyangan-Cirebon) Limbangan, Sukapura dan Galuh. Pada 20 Juni 1810, Gubernur Jendral Herman Willem Daendels memutuskan untuk menghapus wilayah Cirebon-Priangan dan wilayahnya dikendalikan langsung dari Batavia dengan nama Landdrostambt der Jacatrasche en Pranger Bovenlanden sementara sebagian dari bekas wilayah Cirebon-Priangan yakni wilayah Galuh dipinjamkan kepada kesultanan Yogyakarta karena tidak begitu menghasilkan dalam penanaman kopi (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah Residen Cirebon masa ke masa, sejak era VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, hubungan Residen dan Sultan sangat penting. Namun lambat laun kesultanan Cirebon dihapuskan 1810 oleh Pemerintah Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah Residen Cirebon masa ke masa, sejak era VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Cirebon (9): Perdagangan Diantara Cirebon dan Batavia; Jalan Trans-Java Moda Transportasi dalam Perdagangan Pedalaman


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Posisi pelabuhan Cirebon sudah sejak lama dianggap penting dalam navigasi pelayaran perdagangan. Keutamaan pelabuhan Cirebon ini semakin nyata pada era Portugis. Dalam perkembangannya VOC juga menjadi pelabuhan Cirebon sebagai salah satu pos perdagangannya di panati utara Jawa. Pada awal Pemerintah Hindia Belanda semasa GG Daendels dibangun jalan pos trans Java dari Bandoeng ke Cirebon. Volume perdagangan di pelabuhan Cirebon semakin meninngkat. Pelabuhan Cirebon menjadi pelabuhan penting masa ke masa.


Monopoli perdagangan VOC di Cirebon. Niza Egal. Pada akhir abad ke 17 VOC melakukan monopoli perdagangan. Monopoli perdagangan yang pertama di pulau Jawa di Mataram. Monopoli perdagangan itu mengakibatkan perdagangan di Mataram mengalami kemunduran. Akan tetapi kemunduran perdagangan di Mataram itu tidaklah menyurut perdagangan di berbagai wlayah di Nusantara, salahsatunya di Cirebon. Cirebon merupakan pangkalan penting dalam jalur perdagangan dan pelayaran antar bangsa. Cirebon juga terletak diantara Jawa bagian tengah dan Jawa bagian barat. Berita tentang nama Cirebon menurut Tome Pires menyebut Cirebon dengan Chorobon adalah sebuah pelabuhan yang indah dan selalu ada empat sampai lima kapal yang berlabuh. Sejak berdirinya, kota pelabuhan Cirebon menduduki posisi yang sentral dibidang pelayaran dan perdagangan di Jawa bagian barat. Pelayaran Cirebon merupakan kota pelabuhan menjadi salah satu pelabuhan penting di pesisir utara memiliki peran sebagai pusat perdagangan. Perdagangan dilakukan tidak hanya dengan penduduk setempat melainkan ada pula hubungan perdagangan dengan bangsa asing yang pada wqktu musim-musim tertentu datang dan bahkan banyak pedagang asing yang menetap di Cirebon. Komoditi yang dihasilkan dari wilayah Cirebon adalah bahan pangan seperti sayur-sayuran, air tawar, beras dan sebagainya untuk persediaan para saudagar lokal maupun asing dalam perjalanan. Pada periode sebelum kedatangan VOC para pedagang Islam menduduki posisi yang sentral baik dalam bidang ekonomi maupun dalam bidang politik (https://www.academia.edu/) 

Lantas bagaimana sejarah perdagangan antara Cirebon dan Batavia? Seperti disebut di atas, pelabuhan Cirebon begitu penting dari masa ke masa. Pelabuhan ini semakin penting dengan pembangunan jalan Trans-Java dalam moda transportasi perdagangan di pedalaman. Dalam hubungan ini menarik untuk diperhatikan sejarah perdagangan antara Cirebon dan Batavia. Lalu bagaimana sejarah perdagangan antara Cirebon dan Batavia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 26 April 2023

Sejarah Cirebon (8): Jalan Trans-Java Antara Bandoeng dan Karang Sambong; Ekonomi di Wilayah Cirebon dan di Wilayah Preanger


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Permbangunan jalan Trans-Java antara Bandoeng dan Karang Sambong memiliki kisah sendiri. Namun secara keseluruh pembangunan jalan pos Trans-Java telah mengubah wujud perdagangan di wilayah (pulau) Jawa. Ruas jalan Trans-Java Bandeng-Karang Sambong (di wilayah Cirebon) telah meningkatkan arus perdagangan antara wilayah Preanger di pedalaman dan wilayah Cirebon di pantai.


Jalan Pos Daendels dan Cikal-Bakal Trans-Jawa. Senin, 25 Mei 2015. Tempo.co. Jakarta. Hanya dalam setahun, 1808-1809, jalan desa sepanjang 1.000 Km dari Anyer ke Panarukan, yang tadinya terputus-putus, tersambung. Tak mungkin pekerjaan itu terlaksana tanpa tangan besi Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels. Terpengaruh gelora Revolusi Prancis, ia ingin memberangus feodalisme masyarakat tradisional. Pada 5 Mei 1808, Gubernur Jenderal mengeluarkan instruksi berisi sepuluh pasal mengenai pembangunan Jalan Raya Pos (De Grote Postweg). Potongan pertama menghubungkan Buitenzorg (Bogor)--lokasi istananya--ke Cirebon. Pembangunan ruas Megamendung hingga Puncak, Sungai Cikandil, dan Cadas Pangeran memakan banyak korban kuli yang tewas diterkam hewan buas, kelelahan, atau kena penyakit malaria. Jalan modern trans-Jawa dianggapnya penting. Ia tak peduli korban berjatuhan. Ia bahkan lalu mengumpulkan 38 bupati se-Jawa dan memerintahkan mereka melanjutkan proyek pembangunan jalan dari Cirebon ke Semarang, terus ke Surabaya, dan berakhir di timur Jawa: Panarukan. Pengerjaannya dibebankan kepada warga daerah masing-masing melalui kerja wajib. Jalan penuh cerita penderitaan itu kini bermetamorfosis menjadi jalan industri--urat nadi ekonomi Jawa. (https://travel.tempo.co/) 

Lantas bagaimana sejarah jalan rrans-Java antara Bandoeng dan Karang Sambong? Seperti disebut pembangunan jalan pos trans-Java pada era Guburnur Jenderal Daendels semasa Pemerintah Hindia Belanda telah membuka ruang perdagangan di wilayah pedalaman dan mendekatkan jalur antara wilayah pantai dan wilayah pedalaman. Dalam hal inilah wilayah Cirebon dan wilayah Preanger menjadi penting diperhatikan. Lalu bagaimana sejarah jalan rrans-Java antara Bandoeng dan Karang Sambong? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Cirebon (7): Kesultanan Cirebon di Area Pantai dan Orang Sunda di Pedalaman; Residentie Cirebon dan Residentie Preanger


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Kesultanan Cirebon di wilayah Cirebon di wilayah pantai tidak terpisahkan dari sejarah masa lampau di pedalaman Kerajaan Pakuan Padjadjaran. Dalam hal ini kerajaan Pakuan Padjadaran yang berpusat di pedalaman diasosiasikan dengan populasi orang Sunda. Sejak kehadiran orang Eropa di Cirebon dan Priangan, lalu terbentuk dua residentie yang terpisah: residentie Cirebon dan residentie Preanger (sebutan orang Belanda untuk Priangan).


Kesultanan Kasepuhan memiliki wilayah Cirebon. Pembentukan Residentie Cirebon atas desakan Amangkurat 1 (Mataram). Wilayah Sumedang Larang mendeklarasikan berpisah dari beberapa desa yang ada di Cirebon. Pasca peristiwa Harisbaya (sebagai ganti dari Ratu Harisbaya /istri Zainul Arifin (Sultan Cirebon Ke 4) pergi dari Cirebon ke Sumedang Larang dan diceraikan dan menikah dengan Angkawijaya (Prabu Geusan Ulun) maka Sumedang Larang melepaskan wilayah bawahannya di sebelah timur Cilutung (sungai Lutung) yaitu wilayah Sindang Kasih (kini kecamatan Panyingkiran, Majalengka, dan Cigasong) di kabupaten Majalengka. Di sisi lainmya Kesultanan Dharma-Ayu (Dermayon/Indramayu) juga perjanjian kerja sama antara petinggi Belanda-Inggris dengan raja Indramayu. Lalu terbentuk Residentie Cheirebon. Dari kerja sama tersebut Sultan Kertawijaya (Sultan Wiralodra VI) menyetujui kesepakatan tahun 1680 di Keraton Dharma-Ayu Indramayu. Dari perjanjian Keraton Dharma-Ayu dipindah dari Indramayu ke Cirebon, yang tujuannyaberdekatan dengan Administratif Belanda dan Inggris di Cirebon, kemudian Dermayon menjadi Kesultanan Ngadharmayonan (Kanoman). Kesultanan Dermayon memiliki wilayah Indramayu, Majalengka, Kuningan, Subang khususnya Wates Kediri (Binong) dan Pemanukan termasuk Cilamaya. Pada saat Revolusi 1890 oleh Sultan Purbadinegara I (Raden Djalari), wilayah Kesultanan Dermayon dibagi 3 bagian yaitu Wates Kediri (Binong) dan Pemanukan dimasukan oleh Belanda ke dalam daerah Subang. Sedangkan Majalengka dan Kuningan sengaja dipisahkan untuk menjadi daerah mandiri. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah kesultanan Cirebon di pantai dan orang Sunda di pedalaman? Seperti disebut di atas wilayah Cirebon memiliki dinamika sendiri, demikian juga di wilayah Priangan di pedalaman. Semasa Kesultanan Cirebon, Pemerintah Hindia Belanda kemudian membentuk residentie Cirebon dan residentie Preanger. Lalu bagaimana sejarah kesultanan Cirebon di pantai dan orang Sunda di pedalaman? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 25 April 2023

Sejarah Cirebon (6): Wilayah Cirebon Masa Pemerintah Hindia Belanda; Residentie Cirebon Dibentuk Masa Pendudukan Inggris


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Sejak era VOC, wilayah (kesultanan) Cirebon tidak hanya penting dan strategis, tetapi wilayah Cirebon sendiri juga menjadi penting dalam pembentukan cabang pemerintahan Pemerintah Hindia Belanda. Secara administrative wilayah Cirebon dijadikan sebagai satu residentie dengan ibu kota di Cirebon baru terlaksana pada masa pendudukan Inggris (1811-1815). Setelah pemulihan Pemerintah Hindia Belanda, residentie Cirebon tetap dipertahankan.


Karesidenan Cirebon atau bekas Karesidenan Cirebon yaitu wilayah administratif pemerintahan zaman Hindia Belanda dan zaman Inggris yang meliputi wilayah bekas kesultanan Cirebon setelah lepasnya wilayah Krawang sebelum tahun 1677 ketika sultan Cirebon pada saat itu pangeran Abdul Karim (Girilaya) dan kedua putranya yaitu pangeran Martawijaya ditahan Mataram dan wali sultan Cirebon yang dijabat pangeran Wangsakerta didesak oleh Amangkurat 1 untuk memenuhi persyaratan agar Belanda mau membantu Mataram menumpas Trunojoyo (Trunojoyo berhasil membebaskan pangeran-pangeran Cirebon yang ditahan Mataram atas bantuan persenjataan Banten). Sejarah awal pembentukan wilayah Karesidenan (pembantu gubernur) Cirebon tidak terlepas dari sejarah politik kewilayahan yang dipengaruhi oleh kedudukan para tokoh penjajah Belanda dan Britania Raya. Pembentukan Karesidenan Cheirebon berawal dari kedudukan Inggis di Pulau Jawa yang pimpin oleh Thommas Raffles tahun 1817. Raffles membagi beberapa Karesidenan di pulau jawa termasuk Jawa bagian barat yakni: Cheribon, Bantam, Batavia, Buitenzoeg, West-Priangan, Krawang, Indramajoe, Midd-Priangan, Oost-Priangan. (Wikipedia)

Lantas bagaimana wilayah Cirebon semasa Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, wilayah Cirebon dijadikan satu wilayah administrasi residentie sejak era Pemerintah Hindia Belanda. Namun Residentie Cirebon sendiri baru terbentuk semasa pendudukan Inggris. Lalu bagaimana wilayah Cirebon semasa Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Cirebon (5): Orang Moor di Cirebon pada Masa Portugis; Pendahulu Navigasi Pelayaran Perdagangan Portugis ke Hindia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Hingga ini hari, hampir semua orang tidak terlalu mengetahui sejarah bangsa Moor. Sejarah mereka tenggelam (sengaja atau tidak sengaja) ditindih sejarah Portugis dan sejarah Spanyol, tidak hanya di Eropa juga hingga bagian-bagian dunia terpencil seperti Hindia Timur dan Pasifik. Orang Eropa di abad pertengahan, yang masih rasial tentu menjadi atmosfir yang sesuai untuk menghilangkan jejak-jejak peradaban Moor yang tinggi di Eropa selatan seperti di Cordoba, Andalusia, Sevila, Madrid dan Malaga. Demikian juga sejarah orang (bangsa) Moor di Indonesia hanya ditulis samar-samar. Semua itu bisa jadi karena ketidaktahuan akibat sejarah Indonesia lebih merujuk pada sejarah terakhir (era kolonial Belanda). Faktanya sejarah orang Moor di Indonesia berada jauh di depan. Pelaut/pedagang Moor adalah pendahulu pelaut/pedagang Portugis.  Orang-orang Moor sejak terusirnya orang Eropa/Belanda di Indonesia, bahkan hingga kini orang Moor berada di depan mata. Di wilayah Curebon juga terdapat jejak orang Moor. Mengapa begitu buta kita selama ini?


Jejak-jejak Orang Moor begitu banyak dan sangat luas. Mulai dari Eropa Selatan, Madagaskar, India (Pakistan dan Bangladesh) hingga selatan Malaka dan seterusnya ke Tiongkok, Filipina, Sulawesi dan Maluku bahkan ke selat Torres dan Maori (Selandia Baru). Jejak orang Moor di Nusa Tenggara terutama di Bima. Orang Moor tidak dari utara (selat) Malaka ke Jawa, tetapi dari timur (Sulawesi dan Nusa Tenggara) ke Madura dan Batavia. Orang-orang Moor adalah yang mengidentifikasi nama tempat dengan awal Ma, seperti nama Malaga, Maroko, Mauritania, Malagasi (Madagaskar). Malaka dan Muar (Semenanjung), Manila, Makao, Mangindanao, Matan, Manado, Maluku, Mamuju, Makassar, Maros, Maori dan Ma[ng]garai dan Madura. Juga nama-nama yang merujuk pada nama Moor seperti pulau Moro di Riau, Morong di teluk Manila, [bangsa] Moro di Mangindanao, Amurang di Minahasa, pulau Morotai, Semenanjung Morowali dan sebagainya. Orang-orang Moor di Jawa disebut juga orang Koja (merujuk pada gelar mereka, Coija) yang menjadi asal-usul nama (kampong) Koja di Batavia (Jakarta) dan Pekojan di Semarang.

Lantas bagaimana sejarah orang Moor di Cirebon sejak era Portugis? Seperti disebut di atas, jejak orang Moor di Indonesia begitu nyata, tetapi dalam narasi sejarah masa kini, jejak orang Moor terbenam di bawah jejak orang Eropa/Belanda. Fakta bahwa Orang Moor adalah pendahulu navigasi pelayaran perdagangan Portugis ke Hindia. Jejaknya masih ditemukan masa kini. Lalu bagaimana sejarah orang Moor di Cirebon sejak era Portugis? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 24 April 2023

Sejarah Cirebon (4): Keutamaan Wilayah Cirebon Era VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda; Pantai Utara hingga Pantai Selatan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Secara geomorfologis wilayah (pulau) Jawa terbagi tiga: barat, tengah dan timur. Antara bagian barat dan tengah dipisahkkan oleh wilayah sempit. Di pantai utara head to head antara pusat peradaban Tjirebon dan Tegal dan di pantai selatan antara Banjoemas dan Tjiamis (Galuh). Pada era VOC (Belanda) wilayah Cirebon termasuk Tjiamis hingga Soekapoera di pantai selatan Jawa. Sejak kehadiran Belanda, navigasi pelayaran di pantai utara semakin intens, yang menjadi salah satu factor mengapa wilayah Cirebon menjadi penting.


KESULTANAN CIREBON DI BAWAH KEKUASAAN VOC TAHUN 1752-1809 M. Ahmad Johari, 2018. Skripsi. Kesultanan Cirebon yang didirikan oleh Sunan Gunung Jati pada 1479 M mencapai puncak kejayaannya masa Panembahan Ratu II (hinggan 1752). Perluasan kekuasaan wilayah dan mulai berkembangnya pelabuhan Cirebon sebagi sentral perdagangan internasional. Sumberdaya alam yang memadai membuat Cirebon sebagai bandar jalur sutra sehingga banyak yang memperebutkan wilayah ini. Tiga kekuatan besar yakni Banten, Mataram dan VOC sangat berambisi menguasai wilayah Cirebon. Pada akhirnya VOC yang berhasil menanamkan pengaruhnya di Kesultanan Cirebon melalui perjanjian persahabatan dengan para sultan. Para Sultan tidak lagi mempunyai kebebasan dalam mengatur rakyatnya dan semua harus tunduk terhadap kebijakan VOC. Bagaimana sejarah kejayaan Kesultanan Cirebon pada masa Sunan Gunung Jati? Bagaimana Kesultanan Cirebon setelah masuknya Pemerintah VOC? Bagaimana Kesultanan Cirebon setelah ditinggal VOC dan diserahkan ke Belanda? Untuk menganalisis permasalahan di atas peneliti menggunakan pendekatan politik dan ekonomi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, tahun 1752 M adalah masa akhir kekuasaan Sultan Cirebon dibawah pemerintahan Panembahan Ratu II . Salah satu fenomena yang berpengaruh pada penurunan eksistensi Kesultanan Cirebon adalah dilakukannya perjanjian 8 Januari 1681 M. (https://digilib.uin-suka.ac.id/)

Lantas bagaimana sejarah keutamaan wilayah Cirebon era VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, suatu kerajaan terbentuk di Cirebon yang dalam perkembangannya melakukan kerjasama dengan VOC/Belanda. Wilayah kekuasaan raja (Sultan) Cirebon dari pantai utara hingga pantai selatan Jawa. Lalu bagaimana sejarah keutamaan wilayah Cirebon era VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Cirebon (3): Geomoforlogis Cirebon Zaman Kuno; Dimanakah Posisi GPS Kota Cirebon di Daerah Aliran Sungai Cirebon?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Nama kota Cirebon mengindikasikasikan nama sungai (sungai Cirebon?). Jika begitu, dimana posisi GPS kota Cirebon berawal? Sudah pasti berada di sisi sungai, tetapi belum tentu tepat berada di garis pantai masa kini. Mengapa? Berdasarkan laporan-laporan pada era Portugis, sungai Cirebon dapat dinavigasi hingga tiga mil laut ke arah hulu/pedalaman. Dalam konteks inilah diperlukan pendekatan geomorfologi asal usul kota Cirebon yang sekarang.


Kota Cirebon terletak di daerah pantai utara propinsi Jawa Barat bagian timur. Letak geografis yang strategis. Geografis Kota Cirebon terletak pada posisi 108.33 dan 6.41 Lintang Selatan, memanjang dari barat ke timur  8 kilometer, Utara Selatan   11 kilometer dengan ketinggian dari permukaan laut  5 meter dengan demikian Kota Cirebon merupakan daerah dataran rendah dengan luas wilayah administrasi   37,35 Km2. Batas sebelah utara sungai Kedung Pane, sebelah barat sungai Banjir Kanal, sebelah selatan sungai Kalijaga dan sebelah timur laut Jawa. Kota Cirebon keadaan air tanah pada umumnya dipengaruhi oleh intrusi air laut, sehingga kebutuhan air bersih masyarakat untuk keperluan minum sebagian besar bersumber mata airnya  berasal dari Kabupaten Kuningan. Beberapa daerah/wilayah kondisi air tanah relatif sangat rendah dan rasanya asin karena intrusi air laut dan tidak dapat digunakan untuk keperluan air minum. Tanah sebagian subur dan sebagian kurang produktif disebabkan tanah pantai yang semakin luas akibat endapan sungai-sungai. Pada umumnya tanah di Kota Cirebon adalah tanah jenis regosal yang berasal dari endapan lava dan piroklasik (pasir, lempung, tanah liat, tupa, breksi lumpur dan kerikil). Di Kota Cirebon terdapat empat sungai yang tersebar merata di seluruh wilayah yaitu Sungai Kedung Pane, Sungai Sukalila, Sungai Kesunean(Kriyan) dan Sungai Kalijaga. (https://www.cirebonkota.go.id/)

Lantas bagaimana sejarah geomoforlogis wilayah Cirebon zaman kuno? Seperti disebut di atas, kota Cirebon diduga bermula di sisi sungai di masa lampau. Wilayah kota yang sekarang secara tofografi datar dengan ketinggian rendah (sekitar 5 M dpl). Dalam hubungan ini menjadi penting memahami secara geomorfologi dimana posisi GPS kota Cirebon di daerah aliran sungai Cirebon. Lalu bagaimana sejarah geomoforlogis wilayah Cirebon zaman kuno? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 23 April 2023

Sejarah Cirebon (2):Wilayah Cirebon Tempo Doeloe, Pada Masa Era Portugis; Riwayat Kerajaan Majapahit hingga Kerajaan Demak


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Wilayah Cirebon memiliki sejarah penting dan memiliki sejarah panjang. Dalam konteks inilah sejarah di wilayah Cirebon manarik untuk diperhatikan.  Wilayah Cirebon sendiri berada di pesisir pantai diantara wilayah Jawa bagian barat dengan Jawa bagian tengah/timur. Posisi strategis wilayah Cirebon di (pantai utara) Jawa dalam hal sangat penting antara barat. Juga yang tidak bisa diabaikan secara khusus wilayah Cirebon memiliki posisi strategis dengan pantai selatan Jawa. Mengapa?


Ki Gede Bungko, Panglima Laut dari Cirebon Pengusir Portugis & Perompak di Laut Jawa. Merdeka.com. Jumat, 30 Juli 2021. Di masa kekuasaan Kasultanan Cirebon, sekitar abad 15-16, ada tokoh bernama Ki Gede Bungko, dari Kasultanan Cirebon berpengaruh, lantaran posisinya sebagai panglima angkatan laut. Ia berhasil menghalau kejahatan  perompak di Laut Jawa, turut andil bersama Demak saat menumpas Portugis di Pelabuhan Sunda Kelapa, 1522. Namanya disebut dalam naskah Serat Carub Kandha karangan Pangeran Abdul Hamid Sukama Jaya tahun 1840. Sebelum diberi gelar oleh Sunan Gunung Jati, Ki Gede Bungko pernah menjadi panglima angkatan laut kerajaan Majapahit. Ki Gede Bungko disebut murid Sunan Ampel, lalu diboyong Sunan Gunung Jati untuk membantu kerajaan Cirebon. Ki Gede Bungko sendiri pendatang Blambangan (Banyuwangi) dengan nama asli Jakataruna. Nama Ki Gede Bungko merupakan pemberian Sunan Gunung Jati usai Jakataruna diberikan jabatan sebagai penguasa (Ki Gede) di desa Bungko, kawasan pesisir barat laut Cirebon, dan berbatasan dengan Indramayu. Yang menarik dari keberanian Ki Gede Bungko, ia mampu melawan bangsa Portugis yang saat itu bekerja sama dengan Kerajaan Pajajaran. Portugis diminta Raja Pajajaran, Surawisesa untuk menjaga satu satunya perputaran ekonomi di Sunda Kelapa dengan mengizinkannya mendirikan sebuah Loji (benteng). Berkat keberaniannya mengusir bangsa Portugis, ia turut dianugerahi gelar Laksamana. (https://www.merdeka.com/)

Lantas bagaimana sejarah wilayah Cirebon, semasa era Portugis? Seperti disebut di atas masa Portugis adalah awal kehadiran orang Eropa di nusantara (baca: Hindia Timur). Kehadiran pelaut/pedagang Portugis di Hindia Timur menjadi penting karena menjembatani ketersediaan data antara era baru kehadiran pelaut/pedagang Belanda (VOC) dengan masa sebelumnya semasa Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Demak. Lalu bagaimana sejarah wilayah Cirebon, semasa era Portugis? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Cirebon (1): Nama Cirebon Bekas Air Terasi Cai Udang Rebon, Apakah Fakta? Toponimi Sejarah, Narasi Fakta dan Data


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Asal Usul Nama Cirebon: dari Cai dan Rebon, Air Pembuatan Terasi demikian judul dalam Kompas.com - 28/04/2021. Apa, betul begitu? Oklah, itu satu hal. Hal lain yang akan dinarasikan dalam hal in adalah bagaimana awal sejarah Cirebon. Tentu saja nama geopgrafi penting dalam sejarah, tetapi toponimi nama geografi memiliki sejarah sendiri. Dalam studi sejarah, toponimi harus dipehatikan secara kontekstual. Sebab, sejarah adalah narasi fakta dan data.


Sejarah Cirebon dalam blog ini adalah serial artikel sejarah di wilayah Cirebon dan sekitar (termasuk wilayah Tegal dan Pekalongan serta sebagian wilayah Priangan/Preanger). Sejarah Cirebon ini juga menjadi sebagai serial artikel sejarah di wilayah (pulau) Jawa. Serial artikel sejarah sebelumnya yang sudah ditulis adalah: Sejarah Jakarta, Sejarah Depok. Sejarah Bogor, Sejarah Bandung, Sejarah Sukabumi, Sejarah Bekasi, Sejarah Tangerang, dan Sejarah Banten. Lalu kemudian diteruskan ke bagian timur pulau Jawa tentang Sejarah Semarang, Sejarah Surabaya, Sejarah Jogjakarta, Sejarah Surakarta dan Sejarah Banyumas. Dengan demikian wilayah Cirebon menjadi sisa wilayah Jawa yang sejarahnya belum dinarasikan. Untuk mengakhiri narasi sejarah di Jawa, dalam serial artikel Sejarah Cirebon, mari kita awali dengan artikel pertama tentang asal usul nama Cirebon sendiri. Namun sebelum dimulai perlu diketahui bahwa di dalam blog ini serial artikel Sejarah Cirebon juga akan mengakhiri serial sejarah di Indonesia. Sebelumnya juga sudah ada serial artikel sejarah di Sumatra (Padang Sidempuan, Tapanuli, Medan, Padang, Palembang, Aceh, Riau, Jambi, Bengkulu, Lampung serrta Bangka Belirung); di Kalimatan (Selatan, Barat, Timur,. Tengah dan Utara); di Sulawesi (Makassar dan Manado); di Kepulauan Nusa Tenggara (Madura, Bali, Lombok dan Timor); di Kepulauan Maluku (Ambon dan Ternate); dan di Papua. Dalam rangka untuk menuju tujuan akhir, studium generale Sejarah Menjadi Indonesia, akan didahului penulisan narasi sejarah berbagai bidang di Indonesia. Satu topik pertama yang sudah selesai adalah serial artikel Sejarh Pers di Indonesia, kemudian akan dilanjutkan Serjarah Pendidikan, dan demikian selanjutnya.

Lantas bagaimana sejarah nama Cirebon, air bekas terasi cai udang rebon? Seperti disebut di atas, usal usul nama Cirebon ada yang berpendapat demikian. Namun sangat naif jika nama-nama geografi, apalagi nama-nama yang terbilang sudah kuno hanya didasarkan pada toponimi semata. Toponimi dalam sejarah seharusnya diperhatikan secara kontekstual. Nama geografi dalam hal ini tentu saja memiliki sejarah sendiri. Sejarah adalah narasi fakta dan data. Lalu bagaimana sejarah nama Cirebon, air bekas terasi cai udang rebon? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 22 April 2023

Sejarah Banyumas (58): Perguruan Tinggi di Wilayah Banyumas dan Universitas Jenderal Soedirman; Sekolah Dasar-Perguruan Tinggi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Pada era Pemerintah Hindia Belanda perguruan tinggi hanya di kota besar: Bandoeng, Batavia dan Buitenzorg. Pada masa perang kemerdekaan terbentuk perguruan tinggi di Makassar, Jogjakarta dan Soerabaja. Pada era Republik Indonesia di Padang, Medan, Palembang dibentuk perguruan tinggi. Lalu pada gilirannya seperti di Malang, Surakarta dan Purwokerto. Kini hampir di semua kota di Indonesia sudah terbentuk perguruan tinggi.


Sesuai dengan amanat yang tersurat dalam Pembukaan UUD 1945 dan desakan masyarakat Banyumas akan kebutuhan pendidikan tinggi, para pemimpin formal dan informal Banyumas menggagas perlunya didirikan perguruan tinggi/universitas di wilayah Banyumas, dibentuklah Yayasan Pembina Universitas Jenderal Soedirman (Akte Notaris No. 32/20 September 1961. Dengan Surat Keputusan Presiden RI No. 195 tertanggal 23 September 1963, berdirilah Universitas Jenderal Soedirman. Pada awalnya UNSOED memiliki tiga fakultas, yaitu Fakultas Pertanian, Fakultas Biologi, dan Fakultas Ekonomi. Dalam perkembangannya, UNSOED membuka beberapa fakultas lagi, yaitu Fakultas Peternakan (1966), Fakultas Hukum (1982), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (1993), Program Pascasarjana (1994). Pada tahun 2007, berdiri Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan serta Fakultas Sains dan Teknik. Pada tahun 2014, terjadi perubahan organisasi, di mana Fakultas Kedokteran dan Ilmu-ilmu Kesehatan dikembangkan menjadi Fakultas Kedokteran dan Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan. Selain itu, Fakultas Sains & Teknik juga dikembangkan  Fakultas Teknik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam serta Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Masih di tahun yang sama juga UNSOED juga membuka Fakultas Ilmu Budaya yang sebelumnya berada di bawah administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. (https://unsoed.ac.id/id/sejarah)

Lantas bagaimana sejarah universitas di wilayah Banyumas Universitas Jenderal Soedirman? Seperti disebut di atas, kini di wilayah Banyumas telah berdiri perguruan tinggi berkualitas, Universitas Jenderal Soedirman. Semua itu berawal dari keinginan yang kuat dari semuan pihak di wilayah Banyumas sejak era sekolah dasar era Pemerintah Hindia Belanda hingga Perguruan Tinggi era Republik Indonesia. Lalu bagaimana sejarah universitas di wilayah Banyumas Universitas Jenderal Soedirman? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.