Jumat, 06 Januari 2023

Sejarah Surakarta (20): Gamelan, Gamelan di Soerakarta, Musik Tradisi Tetap Bertahan hingga Musik Pop; Gamelan, World Music


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Ada dua diantara music tradisi nusantara yang terus bertahan dan tetap dilestarikan yakni music gamelan di Jawa dan music gondang di Tanah Batak. Musik gamelan secara khusus sejak era Penmerintah Hindia Belanda telah mendapat perhatian dari orang Eropa/Belanda. Salah satu musikus Eropa yang menggabungkan music barat dengan music gamelan adalah Paul Sieleg (1909). Baiklah. Sekarang kita membicarakan sejarah music gamelan di Surakarta. 


Mengenal Gamelan Sekaten Surakarta, Gamelan yang Dibunyikan Selama 7 Hari. KOMPAS.com - Gamelan Sekaten merupakan perangkat gamelan yang dibunyikan untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Upacara Sekaten diselenggarakan secara periodik satu tahun sekali, yaitu setiap 5 sampai 11 Rabiul Awal. Upacara akan ditutup pada tanggal 12 Rabi'ul Awal dengan menyelenggarakan Garebeg Maulud. Sekaten berasal dari kata syahadatain, yang berarti dua kalimat syahadat. Secara simbolik, dua kalimat syahadat tersebut direpresentasikan dalam dua perangkat gamelan Sekaten, yaitu Kanjeng Kyai Guntur Sari dan Kanjeng Kyai Guntur Madu yang ditabuh secara bergantian. Gamelan ini dibunyikan selama tujuh hari. Dua pengakat tersebut ditempatkan di tempat yag berbeda, yaitu di Bangsal Pradangga Kidul dan Bangsal Pradangga Lor yang keduanya terletak di halaman Masjid Agung di kawasan Keraton Surakarta. Anatomi gendhing sekaten secara lengkap terdiri dari racikan, umpak, gendhing (lagu pokok), dan suwukan. Racikan merupakan komposisi musikal yang merupakan pengenalan dalam setiap gendhing Sekaten. Umpak adalah potongan melodi yang digunakan sebagai jembatan dari racikan menuju lagu pokok. Sedangkan, suwukan merupakan melodi pendek yang khusus dibunyikan saat gendhing akan berhenti. Racikan ini diekspresikan pengrawit (musisi) menggunakan instrumen bonang dengan serangkaian melodi. Sementara, instrument lain memberikan keserempakan bunyi dengan nada yang sama. Gamelan Sekaten tidak terlepas peranan kerajaan-kerajaan Islam pada saat para wali di Jawa menyebarkan ajaran agama Islam. Pasalnya saat Islam masuk ke Jawa, masyarakat setempat telah memeluk agama Hindu dan Buddha yang menyertakan gamelan sebagai kesenian atau upacara ritual. Dengan kondisi masyaraka tersebut, Sunan Kalijaga mengusulkan menggunakan gamelan sebagai daya tarik penyebaran agama Islam. Gamelan Sekaten sebagai penyebaran Islam telah dilakukan oleh para walisanga sejak Kesultanan Demak (https://regional.kompas.com/)  

Lantas bagaimana sejarah gamelan, gamelan di Soerakarta, musik tradisi tetap bertahan hingga era musik pop? Seperti disebut di atas, diantara music tradisi nusantara, salah satu yakni music gamelan masih eksis. Seperti gondang di Tanah Batak, gamelan di Jawa tetap dilestarikan sebagai world music. Lalu bagaimana sejarah gamelan, gamelan di Soerakarta, musik tradisi tetap bertahan hingga era musik pop? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (19): Aksara Jawa dan Pengembangan Aksara di Soerakarta; Aksara Latin Diantara Aksara Batak - Aksara Jawa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini  

Ada dua aksara yang mewakili dua bentuk aksara nusantara, yakni aksara Jawa dan aksara Batak. Bentuk aksara Jawa terdapat di daerah Sunda, Jawa, Madura, Bali dan Lombok. Bentuk aksara Batak terdapat di Kerinci. Rejang, Lampung dan di wilayah Sulawesi dan pulau-pulau di Filipina. Diantara dua bentuk aksara tradisi nusantara ini kemudian diintroduksi dua aksara baru yang dapat berdampingan aksara tradisi nusantara yakni aksara Jawi (Arab gundul) dan aksara Larin (Eropa). 


Aksara Jawa dan Sejarahnya dalam Lingkungan Pemerintahan Kota Surakarta. Aksara Jawa atau yang juga dikenal dengan huruf hanacaraka adalah merupakan salah satu aksara tradisional di Indonesia yang berkembang di daerah Jawa. Aksara yang banyak digunakan pada jaman-jaman kerajaan ini, dulunya diciptakan oleh Aji Saka dari kerajaan Medang Kamulan. Ajisaka mengabadikan kisah Dora dan Sembada dalam ukiran aksara kuno yang sekarang dikenal aksara Jawa. Selain memiliki sejarah, makna filosofi yang terkandung dalam aksara berjumlah dua puluh huruf utama. Hanacaraka memiliki filosofi bagaimana manusia memiliki Tuhan. Hanacaraka merupakan warisan budaya yang sangat besar, memiliki makna mendalam, dan harus dilestarikan generasi di masa depan m. Selain masih aktif diajarkan di sekolah-sekolah, dan dipublikasikan sebagai muatan lokal. Ternyata ada juga beberapa daerah yang secara nyata mengaplikasikan hanacaraka, sebagai bagian dari kehidupan bermasyarakat. Salah satunya adalah Kota Solo, dimana pada sekitar tahun 2007 dan 2008, Pemerintah Kota Surakarta mewajibkan setiap papan nama di perkantoran Pemkot Surakarta harus ditulis dengan aksara jawa. Kebijakan untuk melestarikan aksara kuno ini semakin tampak jelas setelah Walikota Solo saat itu yaitu Joko Widodo secara simbolis meresmikan beberapa penambahan aksara jawa di beberapa tempat publik Kota Solo seperti Bank Indonesia, Solo Grand Mall, SMP 27, dan Balai Kota Surakarta (https://surakarta.go.id)

Lantas bagaimana sejarah aksara Jawa dan pengembanganya di Soerakarta? Seperti disebut di atas, aksara Jawa adalah salah satu diantara aksara nusantara, seperti halnya aksara Batak masih tetap dilestarikan. Introduksi aksara baru (aksara Latin) tampaknya tidak menghilangkan aksara Batak dan aksara Jawa. Lalu bagaimana sejarah aksara Jawa dan pengembanganya di Soerakarta? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.