Sabtu, 10 Juni 2023

Sejarah Banyuwangi (35): Mangapa Tidak Ada Lapangan Terbang Banyuwangi Tempo Doeloe? Pendaratan Darurat Lord Sempill's


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyuwangi dalam blog ini Klik Disini

Suatu lapangan terbang dibangun ada alasannya. Alasan teknis, alasan strategis, alasan komersil dan sebagainya. Sebaliknya setiap warga di suatu wilayah membutuhkan layangan pesawat terbang. Untuk kebutuhan strategis, seperti pertahanan dapat dibiayai pemerintah, tetapi jika kebutuhannya komersil harus sesuai pengeluaran investasi dan penerimaan. Akan tetapi juga ada pertimbangan teknis seperti kesesuaian pembangunan landasan dan eksisting jaringan lalu lintas udara.


Bandar Udara Banyuwangi (sebelumnya Bandara Blimbingsari), terletak di desa Blimbingsari, kecamatan Blimbingsari. Landas pacu 2.500 M dan lebar 45 M. Bandara ini diklaim sebagai bandara hijau pertama di Indonesia. Gagasannya dimulai 1991-2000 lokasi pembangunan bandara di kecamatan Glenmore di bekas lokasi lapangan terbang Blambangan. Lapangan terbang Blambangan itu sendiri sebuah lapangan terbang pertanian dibangun 1970an untuk kegiatan pertanian sebagai landasan pesawat capung untuk menyemprot pestisida. Pada saat itu anggaran untuk proyek pembangunan bandara baru tersebut sudah disiapkan bahkan material bangunan sudah sempat dikirim menuju lokasi di Glenmore namun proyek itu urung terlaksana. Setelah melalui tahap kajian lebih lanjut lokasi bekas lapangan terbang Blambangan tidak layak untuk dijadikan bandar udara karena topografi wilayah kecamatan Glenmore yang bergunung-gunung. Kemudian, melalui keputusan menteri (Kepmen) nomor 49 tahun 2003, ditentukanlah lahan untuk pembangunan bandara yang baru yaitu berada di wilayah desa Blimbingsari saat itu masih menjadi bagian dari wilayah kecamatan Rogojampi. Bandar udara Blimbingsari Banyuwangi selesai 2010. Pada tahun 2017 bandara ini berubah nama menjadi Bandar Udara Banyuwangi (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah lapangan terbang, mangapa tempo doeloe tidak ada di Banyuwangi? Seperti disebut di atas, bandara Banyuwangi yang ada sekarang terbilang relative baru. Mengapa tidak ada sedari dulu. Apa pentingnya pendaratan darurat Lord Sempill’s dan bom pesawat Jepang dijatuhkan di Banjoewangi. Lalu bagaimana sejarah lapangan terbang, mangapa tempo doeloe tidak ada di Banyuwangi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyuwangi (34):Dokter Imanoedin Lulusan NIAS di Banyuwangi Tempo Dulu; Apa Itu Volksuniversiteit di Banjoewangi?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyuwangi dalam blog ini Klik Disini

Siapa Dokter Imanoedin? Apakah lahir di Banjoewangi? Okelah, itu tidak penting. Yang penting dalam hal ini adalah apa peran dokter Imanoedin di Banjoewangi. Apakah hanya sekadar untuk bertugas dalam peningkatan status kesehatan di Banjoewangi? Tentu saja tetap menarik diperhatikan. Mari kita lacak.


Sejarah Singkat RSUD Blambangan. Banyuwangikab.go.id. 30-04-2013. Tidak banyak yang tahu jika RSUD Blambangan ternyata rumah sakit tertua di Kabupaten Banyuwangi. Rumah sakit yang kini berdiri megah ini dibangun kali pertama tahun 1930 oleh Prof. dr. Immanudin. “Sayangnya kita belum tahu tanggal, bulan dan hari apa rumah sakit ini pertama kali dibangun, masih kita telusuri. Namun yang jelas dibangun tahun 1930,” jelas Direktur RSUD Blambangan, dr. Taufik, ditemui di ruangannya, Selasa 30 April 2013. Diawal pendiriannya, fasilitas publik ini sudah memiliki 4 ruangan untuk pelayanan kesehatan dan penanggulangan penyakit menular bagi masyarakat. Yakni ruangan penyakit dalam, bedah, bersalin dan pelayanan rawat jalan. Seiring perjalanan waktu pembangunan fasilitas kesehatan dilakukan secara bertahap. (https://tegaldlimo.banyuwangikab.go.id/)

Lantas bagaimana sejarah dokter Imanoedin, lulusan NIAS di Banyuwangi tempo doeloe? Seperti disebut di atas, Dr Imanoedin pernah bertugas di Banhoewangi. Apa itu Volksuniversiteit di Banjoewangi? Lalu bagaimana sejarah dokter Imanoedin, lulusan NIAS di Banyuwangi tempo doeloe? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.