Minggu, 18 Desember 2016

Willem Iskander (1): Pionir Pendidikan Indonesia; Pribumi Pertama Studi ke Belanda (1857)

*Untuk melihat semua artikel Willem Iskander dalam blog ini Klik Disini

Willem Iskander adalah pionir pendidikan Indonesia. Willem Iskander tidak hanya orang Indonesia satu-satunya yang memiliki guru berlisensi Eropa tetapi juga mampu mendirikan sekolah guru (kweekschool) terbaik pada era Hindia Belanda di kampungnya di Tanobato, afdeeling Mandailing en Angkola. Willem Iskander meminta perhatian pemerintah untuk mengirim guru studi ke Belanda agar pendidikan di Jawa yang jauh tertinggal dapat lebih berkembang.

Pemerintah mengabulkannya. Namun pemerintah hanya mampu memberi beasiswa kepada tiga guru: Adi Sasminta dari Majalengka, Raden Soerono dari Solo dan Barnas dari Tapanoeli. Namun sebaliknya pemerintah meminta dan memberikan beasiswa kepada Willem Iskander untuk menjadi mentor mereka sambil melanjutkan studi untuk mendapatkan akte kepala sekolah (berlisensi Eropa/Belanda). Selama Willem Iskander di Belanda, Kweekschool Tanobato ditutup dan sebagai gantinya akan didirikan sekolah guru yang lebih besar di Padang Sidempuan yang mana Willem Iskander akan menjadi direkturnya.

Siapa dan bagaimana Willem Iskander sudah pernah ditulis Basyral Hamidy Harahap. Kita sudah cukup puas apa yang kita baca selama ini. Dan kita juga percaya apa yang ditulis tentang Willem Iskander sudah cukup lengkap dan akurat. Akan tetapi, saya baru menyadari ketika seorang kawan mengharapkan saya untuk mendalami kembali dengan lebih cermat dan komprehensif tentang Willem Iskander. Saya juga tergoda untuk membuka kembali data dan informasi yang telah saya miliki tentang Willem Iskander sejak awal hingga akhir.

Serial artikel ini adalah sejumlah artikel yang akan memperkuat tulisan Basyral Hamidy Harahap berdasarkan hasil penelusuran yang telah saya lakukan lima tahun yang lalu. Dalam artikel-artikel berikut, saya melengkapai data dan informasi secara detail dan juga saya pandang perlu untuk menambahkan situasi dan kondisi setiap tahapan perjalanan Willem Iskander. Dengan menyusun urutan waktu pelaporannya dibuat secara kronologis maka secara kontekstual akan lebih jelas. Semua data dan informasi disebut sumbernya agar pihak lain dapat menelusuri kembali. Beberapa temuan di dalam tulisan Basyral Hamidy Harahap akan terkoreksi dan sejumlah fakta (baru) yang terabaikan akan ditampilkan.   

Mari kita mulai dengan artikel pertama. Pembaca harap bersabar, sebab serial artikel Willem Iskander ini saya tulis diantara dua serial artikel yang lain, yakni: Sejarah Kota Medan (baru 54 artikel) dan Sejarah Jakarta (baru 12 artikel).

Rabu, 14 Desember 2016

Sejarah Jakarta (12): Surat Kabar Pembrita Betawi (1885) Hingga Pers Berbahasa Melayu; Tata Bahasa van Ophuijsen Hingga Balai Poestaka (1920)



Setelah pers Belanda di Hindia Belanda berkembang, kemudian menyusul surat kabar berbahasa Melayu diterbitkan tahun 1858. Tentu saja surat kabar berbahasa Melayu menggunakan bahasa Melayu. Namun bahasa Melayu yang digunakan entah versi siapa. Memang bahasa Melayu sudah sejak dahulu menjadi lingua franca dari Andaman hingga Maluku, namun belum pernah diperhatikan sebagai tatabahasa. Dan belum ada yang menyusun tata bahasa Melayu. Ketika bahasa Melayu dijadikan bahasa surat kabar maka apa yang dipikirkan oleh si penulis dengan si pembaca bisa berbeda. Ini berbeda dengan bahasa Belanda yang sudah memiliki tata bahasa baku.

Bahasa Melayu banyak ragamnya tergantung siapa yang menggunakan. Ada versi Belanda, versi Tionghoa dan ada versi pribumi. Disamping bahasa Melayu juga terdapat dialek Melayu yang berbeda satu sama lain misalnya Minangkabau, Ambon dan Betawi. Hal-hal serupa ini akan menyulitkan penerbitan surat kabar berbahasa Melayu. 

Surat Kabar Berbahasa Melayu

Surat kabar berbahasa Melayu pertama diterbitkan di Surakarta tahun 1856 (lihat Soerabaijasch handelsblad, 25-01-1889). Di Batavia menyusul surat kabar Bintang Oetara (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 29-03-1856). Lalu kemudian dua tahun berikutnya (cf. 1858) sebagaimana disebut koran Soerabaijasch handelsblad, 25-01-1889, di Surabaya terbit surat kabar bernama Bintang Timor. Setelah sekian lama, kemudian di Batavia terbit lagi surat kabar baru, Bintang Barat yang diterbitkan oleh De Lange & Co (Bataviaasch handelsblad, 19-04-1869)

Senin, 12 Desember 2016

Sejarah Jakarta (11): Surat Kabar Pertama Bataviaasche Nouvelles (1744); Bataviaasch Genootschap dan Pers Belanda



Bataviaasch Genootschap didirikan. Lembaga pengetahuan VOC ini didirikan tahun 1778 di Batavia (Tanggal 24 April). Pada saat ini kantor semacam institusi VOC yang disebut Dagh-Register masih aktif melakukan pencatatan tentang Hindia Timur, khususnya dinamika di Batavia.

Hollandsche historische courant, 11-01-1785
Satu catatan Dagh Register yang berhasil ditemukan adalah catatan tentang kedatangan seorang Tionghoa di Batavia dari Angkola tahun 1701. Catatan-catatan lainnya belum pernah ada yang dilaporakan. Namun semua catatan Dagh Register sejak 1624 sudah diekstrak di dalam berbagai volume (volume 1624 hingga volume 1782). Oleh karena itu, catatan parsial (dalam bentuk asli) tentang satu hal hanya catatan tentang Tionghoa tersebut.

Lembaga pengetahuan baru telah muncul. Yang kemudian disebut Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Lembaga ini tentu di awal pendiriannya belum efektif bekerja. Hasil pertama mereka adalah sebuah prosiding yang dipublikasikan dan dijual secara komersol (lihat Hollandsche historische courant, 11-01-1785) Lembaga ini diduga baru efektif bekerja di era pemerintahan colonial Belanda (VOC bangkrut lalu diakuisisi Kerajaan Belanda dengan membentuk Pemerintah Hindia Belanda tahun 1799).

Pada era Inggris (1811-1816) nama Batavian Literary Society muncul, Gubernur Jenderal Inggris, Raffles termasuk salah satu anggota (kehormatan) dan duduk sebagai Presiden Kehormatan (di atas Vice President). Raffles adalah penulis handal, bukunya yang terkenal adalah Th History of Java. Salah satu anggota kehormatan adalah William Marsden, penulis buku The History of Sumatra yang diterbitkan pertama kali tahun 1811. Meski demikian nama Bataviaasch Genootschap tetap eksis (lihat ava government gazette, 03-04-1813). Dengan kata lain ada dua lembaga yang berbeda anggota dan bahasa.

Pada masa selanjutnya, sumber-sumber yang dapat dijadikan rujukan selain Dagh Register adalah beberapa surat kabar yang terbit di Belanda (Amsterdam, Haarlem, Rotterdam dan Leyden). Surat kabar semasa VOC tidak ditemukan di Batavia. Dua sumber tersebut (dagh register dan surat kabar di Belanda) menjadi sumber data terpenting.

Sejarah Jakarta (10): Penduduk Betawi di Batavia; Istilah Anak Betawi Asli (1886), Nama Betawi Pernah Dilarang (1951)

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini


Penduduk Betawi di Batavia sudah sejak lama disebutkan. Penduduk Betawi umumnya berbahasa Melayu. Penduduk Betawi dikelilingi oleh penduduk berbahasa Sunda di area yang lebih tinggi (bovenlanden). Bagaimana penduduk Betawi terbentuk sudah ada yang pernah menelitinya. Oleh karena itu, penduduk Betawi diasumsikan adalah penduduk asli Batavia. Satu hal yang menarik dilihat, ketika Batavia telah berproses dan namanya berganti menjadi Jakarta, muncul pertanyaan baru: dimana pemukiman mereka terkonsentrasi sekarang?.

Sunda Kalapa Hingga Batavia

Secara teoritis, area yang menjadi Batavia di masa lampau adalah teritori yang berbahasa Sunda—mulai dari garis pantai di Banten hingga di Chirebon ke pedalaman. Teritori berbahasa Sunda ini dipertegas ketika Portugis/Belanda menyebut pelabuhan di muara Ciliwong sebagai Cunda Kalapa (Sunda Kalapa). Sunda berarti terkait dengan pegunungan di pedalaman (Kerajaan Pakuan Pajajaran), Kalapa berarti tanaman yang banyak ditemukan di dataran rendah dekat garis pantai. Satu-satunya pintu (gate) penduduk berbahasa Sunda di pedalaman adalah muara Tjiliwong. Sebaliknya muara sungai adalah pintu (gate) bagi pihak luar untuk berinteraksi dengan penduduk dari pedalaman. Oleh karena itu, muara sungai Tjiliwong (Sunda: cai, ci= air, sungai) adalah titik strategis untuk memulai memahami penduduk Betawi.

Soerabaijasch handelsblad, 28-08-1886
Kalapa diyakini berasal dari bahasa Melayu. Penduduk berbahasa Sunda berhadapan langsung dengan penduduk pengguna bahasa Melayu (pantai timur Sumatra, semenanjung Malaya, kepulauan dan pantai barat/selatan Kalimantan). Interaksi antara dua penduduk yang menggunakan bahasa Melayu tersebut dengan penduduk yang menggunakan bahasa Sunda terjadi sangat intens. Bahasa Melayu yang muncul sebagai lingua franca dalam perdagangan/pelayaran menyebabkan teritori penduduk berbahasa Sunda menjadi lebih Melayu daripada lebih Sunda (dari sudut penggunaan bahasa). Nama-nama tempat (yang kemudian menjadi nama kampong) dan nama sungai di Batavia adalah kombinasi penggunaan bahasa Melayu dan bahasa Sunda.  

Kehadiran orang asing (Asia seperti India, Tiongkok, Arab, Persia) dan yang kemudian disusul orang Eropa seperti Portugis, Spanyol, Belanda, Perancis dan Inggris telah menambah keramaian pelabuhan Sunda Kelapa. Pelabuhan Sunda Kelapa sendiri yang sejak dari doeloe menjadi tempat pertukaran (exchange) yang penting dari luar (garam, kain, besi dan sebagainya) dan dari dalam di pedalaman (rempah-rempah, dan hasil-hasil hutan). Moda transportasi awal adalah melalui air (laut dan sungai). Sungai Ciliwong menjadi moda terpenting dari dan ke pedalaman (Pakuan/Padjadjaran). Paling tidak hingga beberapa pelabuhan sungai yang penting di sungai Ciliwung yang bahkan sampai ke Bodjong Gede (Moera Beres).

Sabtu, 10 Desember 2016

Sejarah Jakarta (9): Kereta Api Batavia-Buitenzorg Dioperasikan 31 Januari 1873; Tanah Partikelir Berkembang; Trem Listrik Batavia, 1899

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Pembukaan jalur kereta api Batavia dan Buitenzorg sangat berdampak luas: menghubungkan istana di Bogor dan istana di Batavia; memudahkan transportasi penduduk maupun wisatawan yang ke Buitenzorg. Manfaat lainnya adalah menjadi angkutan utama barang dan komoditi dari hulu sungai Ciliwung. Jalur kereta api Batavia-Buitenzorg mulai dioperasikan tanggal 31 Januari 1873 (lihat Bataviaasch handelsblad, 29-01-1873). Jalur ini diklola swasta (NIS).

Bataviaasch handelsblad, 29-01-1873
Jalur kereta api pertama di Hindia Belanda dibangun tahun 1867 yang menghubungkan jalur Semarang dengan luar kota (26 Km). Jalur ini dibuka untuk umum pada tahun 1867. Pada tahun 1970 dibuka jalur Semarang-Surakarta. Jalur antara Batavia dan Buitenzorg yang dibuka tahun 1873 merupakan kelanjutan jalur kereta api barang dari Jakarta kota yang sekarang dari dan ke pelabuhan baru di Tandjong Priok.

Pembukaan jalur Batavia-Bogor telah mengoptimalkan perkebunan-perkebunan di Buitenzorg dan wilayah pertanian penduduk. Sebagaimana diketahui sudah sejak lama antara Batavia dan Buitenzorg terjadi komersiaisasi lahan (land) dan terbentuknya perkebunan-perkebunan.

Kereta Api Batavia (Jakarta Kota)-Buitenzorg (Bogor)

Jadwal Buitenzorg-Batavia (Bataviaasch handelsblad, 29-01-1873)
Jalur kereta api Batavia-Buitenzorg melayani penumpang diantara dua kota ini yang mana kereta api berhenti pada setiap halte yang telah ditentukan. Jalur kereta api Batavia-Buitenzorg ini terdiri dari satsion utama (hoofdstatsion), stasion (stasion kecil), halte (halte besar) dan overweg (halte kecil). Stasion utama berada di Batavia lama (Stadhuis/NIS) dan Buitenzorg. Stasion antara berada di Meester Cornelis (stasion Jatinegara yang sekarang). Untuk halte dan overweg terdapat di: Cileboet, Bodjong Gede, Tjitajam, Depok, Pondok Tjina, Lenteng Agoeng, Pasar Minggoe. Halte lainnya terdapat di Pegangsaan (kini Cikini), Koningsplein (kini Gambir), Noordwijck (kini Juanda) dan Sawah Besar. Satu lagi halte yang terpisah adalah halte Kleine Boom (Pasar Ikan?).

Sejarah Jakarta (8): Pusat Pemerintahan dan Tata Kota di Batavia 1860; Kopi Mandailing-Angkola dan Tembakau Deli



Pusat pemerintahan Hindia Belanda di Batavia semakin berkembang pesat sejak tahun 1860. Rencana tatakota sudah beberapa tahun sebelumnya dibangun. Sementara itu, berbagai ekspedisi (membuka wilayah mulai intensif dilakukan ke luar Jawa sejak ekonomi di Jawa sudah mulai jenuh. Ekspedisi ini berhasil dan dengan cepat memberi kontribusi dalam pembiayaan pembangunan, utamanya pembangunan infrastruktur ekonomi dan pengembangan sosial (kesehatan dan pendidikan).

Peta Batavia, 1825
Ibukota Batavia awalnya di Batavia lama (Oud Batavia) tempat dimana awalnya benteng (casteel) dibangun semasa Hindia Timur (VOC), Kemudian sejak pemerintahan Hindia Belanda, 1799 ibukota dipindahkan ke sekitar Weltevreden. Lalu pada era pendudukan Inggris (semasa Rapffles) ibukota Batavia dipindahkan ke Buitenzorg. Setelah Hindia Belanda menggantikan Inggris kembali, ibukota dipindahkan lagi ke Batavia (tempat yang istana negara yang sekarang).

Tata Kota-1: Istana Arah ke Utara

Batas-batas Batavia baru (Peta 1860)
Sejak Inggris hengkang dari Hindia Belanda, 1811, Pemerintah mulai menata ibukota Batavia yang baru. Ibukota Batavia lama (Oud Batavia) sudah tidak layak lagi untuk tempat pemerintahan. Selain sudah padat, sulit menata ulang (meski Gubernur Jenderal de Farra pernah membuat revitalisasi kota 1774), juga karena alasan tidak sehat dan kurang nyaman.

Hasil penataan kota yang baru, tampak dalam Peta 1860. Di dalam peta ini bangunan-bangunan di sekitar Koningsplein semakin padat (jika dibandingkan dengan Peta 1825). Dalam peta baru ini lokasi pusat pemerintahan yang berpusat di Koningsplein, di empat sisi lokasi terdapat pembatas: Ooster wal, Wester wal, Zuider wal dan Noorder wal (diagonal antara Tanah Abang dan Gunung Sahari). Boleh jadi wal (tembok) ini dibuat untuk memisahkan dengan kota lama dan juga karena alasan keamanan (ingat kembali Pembantaian Tinghoa pada tahun 1740).