Jumat, 16 Juni 2017

Sejarah Bogor (13): Kujang, Senjata atau Peralatan? Warisan Sejarah yang Menjadi Lambang Daerah

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini


Kujang diyakini sebagai senjata pusaka, warisan sejarah Pajajaran yang sejak pasca pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda telah dijadikan sebagai lambang daerah. Ini tentu saja sangat menarik karena riwayat Pajajaran yang agung dilestarikan sebagai ikon pemerintah di Jawa Barat. Riwayat Pajajaran sendiri paling tidak masih eksis hingga tahun 1523. Dengan kata lain, kujang masih berperan dalam mempertahankan kerajaan dari serangan musuh paling tidak lima abad yang lalu.

Koedjang (kanan) dalam laporan ekspedisi de Houtman, 1595
Jika kujang sudah ada sejak era Padjadjaran, seharusnya keberadaan kujang sebagai senjata akan dapat ditelusuri karena kerajaan Pajajaran sudah ada interaksi dengan orang Eropa yang dalam hal ini menjadi sumber sejarah. Sebagaimana diketahui pada tahun 1522 sudah ada laporan-laporan Portugis tentang Pajajaran. Namun dari dokumen yang ditelusuri apa yang disebut kujang tidak ditemukan. Kujang sendiri baru ditemukan pada sumber Belanda berdasarkan dokumen yang dihasilkan ekspedisi pertama Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman.

Catatan Kujang Pertama

Dalam dokumen Belanda kujang dilukiskan sebagai peralatan pertanian yang bentuknya seperti tumit yang mana kedua sisi digunakan untuk memotong.

Selasa, 13 Juni 2017

Sejarah Bogor (12): Ekspedisi, Orang Eropa Pertama Tiba di Bogor 1687; Pieter Scipio Bangun Benteng Padjadjaran

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Pada era Portugis, gambaran tentang hulu sungai Tjiliwong hanya ditemukan di Pelabuhan Soenda Kelapa (Thome Pires, 1535). Dalam laporan Portugis di hulu sungai Tjiliwong terdapat kerajaan lokasi ibukotanya disebut Dajo. Masih dalam laporan Portugis, pada tahun 1522 utusan kerajaan meminta bantuan Portugis di Malaka untuk membantu. Namun pasukan Portugis terlambat tiba, ketika Banten yang beragama Islam telah menaklukkan kerajaan pada tahun 1523.

Benteng Padjdjaran (Peta ekspedisi Scipio, 1687)
Sejak itu, tidak ada informasi tentang hulu sungai Tjiliwong hingga kedatangan ekspedisi Cornelis de Houtman tiba di Banten pada tahun 1595 (lihat Journael vande reyse der Hollandtsche schepen ghedaen in Oost Indien, haer coersen, strecking hen ende vreemde avontueren die haer bejegent zijn, seer vlijtich van tijt tot tijt aengeteeckent, ..., 1597). Ketika Belanda tahun 1619 memulai koloni di muara sungai Tjiliwong dan membentuk kota Batavia tahun 1623 eks kerajaan di hulu sungai Tjiliwong sudah lama dilupakan.

Kolonisasi Meluas ke Pedalaman

Kolonisasi Belanda (VOC) yang berpusat di Batavia motif awalnya perdagangan (1619) dan dalam perkembangannya berkembang menjadi pembentukan pemerintahan (1800). Aktivitas perdagangan Belanda (VOC) dibagi ke dalam empat periode (lihat Hendrik Kroeskamp, 1931). Periode pertama dimana VOC hanya melakukan perdagangan secara longgar dan terbatas hubungan dengan komunitas di sekitar pantai, sampai sekitar 1615. Periode kedua, dimana wilayah penduduk asli (pribumi) diperluas menjadi bagian perdagangan VOC, sampai sekitar 1663; periode ketiga, dimana penduduk asli sebagai sekutu VOC, sampai dengan 1666; dan periode keempat, penduduk asli dijadikan sebagai subyek VOC.

Senin, 12 Juni 2017

Sejarah Bogor (11): Digitalisasi Dokumen Sejarah di Bogor; Memutar Jam Kembali ke Masa Lampau

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini


Sejarah sering dilupakan dan bahkan terabaikan. Dokumen sejarah yang menjadi dasar penulisan sejarah kurang dipedulikan. Akibatnya, selama ini jika kita membaca sejarah suatu kota, terkesan compang-camping. Tidak hanya itu, data dan informasi yang menyertai deskripsi sejarah tersebut tidak lengkap, kurang akurat dan konsistensinya lemah. Hal-hal yang kelihatan remeh temeh ini, sesungguhnya telah menyebabkan gambaran sejarah kita kosong tentang konten yang sebenarnya. Apakah ini yang menjadi factor pemicu mengapa sejarah kurang diminati terutama oleh generasi muda?

Indonesia doeloe, 1617 (peta Portugis)
Pemerintah Kota Bogor telah melakukan terobasan, suatu program yang tidak lazim yakni program digitalisasi dokumen sejarah. Ini jarang terjadi jika tidak mau dikatakan tidak pernah ada. Wali Kota Bogor, Bima Arya baru-baru telah memulai babak baru kerjasama antara pemerntah kota dengan pusat arsip sejarah terkenal Koninklijk Instituut voor Taal- Land- en Volkenkunde (KITLV) te Universitiet Leiden untuk urusan digitalisasi dokumen sejarah. Program ini di satu sisi suatu lompatan jauh yang di satu sisi bagaimana kita memprediksi apa yang akan terjadi di masa depan dan di sisi lain suatu cara kita memutar jam untuk mengetahui apa yang telah terjadi di masa lampau: Dinu Kiwari Ngancik Nu Bihari, Seja Ayeuna Sampeureun Jaga.

Digitalisasi Dokumen Sejarah

Digitalisasi dokumen sejarah sangat penting. Tidak hanya sekadar orang dewasa ingin mendekatkan diri kepada generasi milenial, melainkan lebih pada misi mempersiapkan apa yang diperlukan oleh generasi milineal nanti. Hal yang penting dari itu, setiap orang bisa mengakses siapapun dia dan dimanapun berada agar penulisan sejarah mendekati kebenaran. Inilah pentingnya digitalisasi dokumen sejarah. Tentu saja  digitalisasi dokumen sejarah akan mempercepat proses penulisan sejarah dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi. Dokumen sejarah Kota Bogor bahkan tidak kurang dari 3000 dokumen dalam bentuk naskah, lukisan/foto dan peta sejak lama tersimpan dan siap digitalisasi. Digitalisasi dokumen sejarah tidak hanya penting tetapi juga dengan sendirinya memperkaya kota.

Minggu, 11 Juni 2017

Nama Rupiah Sebagai Satuan Mata Uang Sudah Dikenal Sejak Dahoeloe Kala (1839): Ini Faktanya!

Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini


Nama uang Indonesia yang sekarang disebut rupiah, asal usulnya tidak diketahui secara pasti. Sebab nama satuan uang yang disebut rupiah sudah ada sejak dahoeloe kala. Lantas kapan satuan uang rupiah dikenal?

Buku De Stuers, 1839
Wikipedia: Pada masa-masa awal kemerdekaan, Indonesia belum menggunakan mata uang rupiah namun menggunakan mata uang resmi yang dikenal sebagai ORI. ORI memiliki jangka waktu peredaran di Indonesia selama 4 tahun, ORI sudah mulai digunakan semenjak 1945-1949. Namun, penggunaan ORI secara sah baru dimulai semenjak diresmikannya mata uang ini oleh pemerintah sebagai mata uang Indonesia pada 30 Oktober 1946.Pada 8 April 1947, gubernur provinsi Sumatera mengeluarkan rupiah Uang Republik Indonesia Provinsi Sumatera (URIPS). Sejak 2 November 1949, empat tahun setelah merdeka, Indonesia menetapkan rupiah sebagai mata uang kebangsaannya yang baru.

Nama mata uang rupiah paling tidak sudah dilaporkan pada tahun 1839 dalam suatu buku kisah karamnya kapal Luitenan Kolonel De Stuers yang disalin oleh PP Roorda van Eysinga yang dicetak Broese & Co di Breda tahun 1839. Dalam kisah itu, setelah kapal mereka karam, ketika ingin menumpang sampan orang lain, mereka urunan uang dengan jumlah nilai yang berbeda-beda dalam satuan rupiah. Kisah ini mengindikasikan bahwa penggunaan uang dengan satuan rupiah sudah menyebar di Hindia Belanda.

Sabtu, 10 Juni 2017

Sejarah Bogor (10): Jembatan Merah di Kampong Gardoe; Berwarna Merah Sedari Doeloe; Awalnya Disebut Roode Brug

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini


Jembatan Merah Bogor, Roode Brug Buitenzorg, 1880
Jembatan Merah di Buitenzorg (kini Kota Bogor) sudah ada sejak doeloe. Disebut ‘jembatan merah’ diduga terinspirasi dari penamaan jembatan merah di sejumlah tempat. Jembatan merah di Kota Buitenzorg dibangun di atas sungai Tjipakantjilan yang menghubungkan pusat kota Buitenzorg (aloon-aloon kota) dengan Land Tjiomas/Land Semplak. Pembangunan jembatan merah ini seiring dengan pembangunan kanal barat untuk kebutuhan pengairan (irigasi) di sepanjang lahan yang berada di sisi barat sungai Tjiliwong dari Kedong Badak hingga Depok. Jembatan merah Kota Bogor ini masih eksis hingga ini hari..

Jembatan Merah Soerabaja, 1860
Nama jembatan merah sudah disebutkan ada di Batavia dekat Pintoe Besi (Bataviaasch handelsblad, 12-02-1875). Nama jembatan merah di Soerabaja paling tidak sudah diketahui tahun 1860. Jembatan merah di Soerabaja berada di atas sungai Kali Mas..

Secara visual bentuk konstruksi Jembatan Merah di Buitenzorg tampak seperti teknologi 'mortar' untuk pembangunan jembatan pada masa ini. Ciri konstruksi mortar, desain dibuat melengkung. Secara teknis konstruksi jembatan menjadi lebih kuat karena konstruksi penahan jembatan dibuat melengkung (arch construction). Seperti kita lihat nanti, ternyata, nenek moyang kita di Bogor sudah sejak lama menerapkan konstruksi lengkung ini dalam pembuatan jembatan bamboo.

Sejarah Bandung (37): KF Holle, Tokoh Pendidikan di Preanger; Kweekschool Bandoeng Dibuka 1866

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bandung dalam blog ini Klik Disini


Seseorang menulis pada surat kabar Java Bode 03-02-1864 mengindikasikan bahwa di Bandoeng dibutuhkan 15 guru. Namun tidak praktis dengan cara mengirim siswa untuk studi ke Belanda (seperti yang telah dilakukan oleh Willem Iskander). Pembaca menulis ini besar dugaan adalah KF. Holle.

KF Holle, 1860
Gubernur Sumatra’s Westkust Van den Bosche telah datang ke Tanobato untuk melihat sekolah guru yang didirikan dan diasuh Willem Iskander tanggal 13 September 1863. Dia melihat kemajuan sekolah guru itu dan mengusulkan kepada Gubernur Jenderal di Batavia agar sekolah guru di Fort de Kock dan sekolah guru di Tanobato ditutup dan dibangun di Kota Padang sekolah guru yang besar yang dapat dipimpin oleh Willem Iskander. Dalam tindak lanjut usul itu, parlemen (Raad van Indie) menolak usul itu. Yang mengemuka dalam sidang itu adalah perlunya reformasi pendidikan. Isu inilah yang diduga mengapa seseorang menulis di surat kabar Java Bode yang coba membentangkan kebutuhan guru sebanyak 15 orang tersebut.

KF Holle adalah seorang pengusaha perkebunan sukses di Preanger. Pengusaha perkebunan ini ternyata sangat suka belajar, mempelajari budaya dan kesusasteraan Soenda. KF Holle tampaknya memiliki misi yang ideal dan sesuai dengan kebutuhan di Preanger: meningkatkan literasi penduduk sambil mengembangkan kesusasteraan dan mengembangkan industri perkebunan dengan meningkatkan ketersediaan tenaga kerja pribumi yang terdidik.