Jumat, 21 Juni 2019

Sejarah Bekasi (2): Perang Lawan Belanda di ‘Provinsi China’; Rama van Ratoe Djaja, 1869 dan Mayor Madmuin Hasibuan, 1947


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Bekasi dalam blog ini Klik Disini

Kota Bekasi kini dijuluki sebagai Kota Patriot. Bahkan tidak jauh dari kota tua dibangun stadion yang diberi nama Patriot. Kota tua berada di jalan Veteran, stadion baru yang diberi nama Patriot berada di jalan Jenderal Ahamad Yani. Pada awal terbentuknya kota Bekasi tahun 1857 sebagai ibukota distrik, penduduk mulai resah karena pajak kuda dan jalan, Lalu muncul perang melawan kompeni (Pemerintah Hindia Belanda) tahun 1869 yang dipimpin oleh Rama van Ratoe Djaja. Setelah perang, orang Eropa/Belanda enggan di Bekasi dan sejak itulah semua land di Bekasi menjadi milik orang Tionghoa. Orang Eropa/Belanda menyebut Distrik Bekasi bagaikan ‘Provinsi China’ (baca: pengaruh Eropa/Belanda minim).

Eksekusi Patriot di Bekasi (1870) dan kota Bekasi (Peta 1901)
Pada tahun 1946 Bekasi kembali menjadi area perang. Lagi-lagi untuk melawan kompeni Belanda. Saat Pemerintah RI mengungsi ke Jogjakarta, pada tahun 1947 sejumlah pihak di Priangan memproklamirkan berdirinya Negara Pasundan yang pro Belanda. Para patriot Bandoeng Laoetan Api menjadi ‘ngembang kadu’. Rakyat Pasundan yang sebelumnya 100 persen republik, molohok dan penduduk menjadi terpecah: pro RI menolak Belanda dan pro Belanda menolak RI. Muncul reaksi di Bekasi. Mayor Madmuin Hasibuan dan kawan-kawan secara tegas menyatakan melepaskan diri dari Djakarta (yang dikuasai Belanda) dan ‘ogah’ menjadi bagian Negara Pasundan (yang pro Belanda), dan bersama-sama dengan urang Priangan eks patriot Bandoeng Laoetan Api ingin tetap mempertahankan Bekasi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Republik Indonesia. Pasca pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda, Mayor Madmuin Hasibuan, ketua dewan Bekasi yang pertama, berjuang di dewan Provinsi Jawa Barat tahun 1957 untuk meningkatkan taraf hidup para petani, Madmuin Hasibuan pernah menjadi sekretaris Perdana Menteri Boerhanoeddin Harahap dan ketua Sarikat Petani Islam. Itulah mengapa nama Madmuin Hasibuan ditabalkan sebagai nama jalan di Kota Bekasi.

Itulah sejarah singkat soal patriotisme di Bekasi: diawali Bapak Rama dari Ratoe Djaja dan diakhir Mayor Hasibuan. Lantas bagaimana sejarah keseluruhannya dari awal, tengah dan hingga akhir? Itulah yang akan disarikan. Untuk menulis sari patriotisme di Bekasi, kita harus menelusuri peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi dari masa lampau ketika Bekasi masih sebuah kampong, lalu menyajikannya secara utuh agar warga metropolis Bekasi tidak gagal paham.

Kamis, 20 Juni 2019

Sejarah Bekasi (1): Asal Mula Kota Bekasi di Sungai Bekasi; Perkembangan Tanah Partikelir dan Terbentuknya Pasar Bekasi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Bekasi dalam blog ini Klik Disini

Sejarah Bekasi, sejarah yang nyaris tidak pernah ditulis. Hanya beberapa kalimat sejarah Bekasi yang ditulis dan itu diulang-ulang hingga ini hari. Padahal Bekasi memiliki data historis yang juga terbilang lengkap. Apakah warga kota metropolitan Bekasi yang sekarang tidak ada yang tertarik untuk menulis sejarah Bekasi? Boleh jadi, karena kenyataannya sejarah Bekasi tidak pernah terdokumentasi dan didokumentasikan secara lengkap.

Kota Bekasi Tempo Doeloe di dalam Kota Bekasi Masa Kini
Awalnya data historis Bekasi saya masukkan pada folder Jakarta, tetapi ketika saya mulai menulis pasar Sabtu di Bekasi, saya baru menyadari bahwa data historis Bekasi seharusnya dibuat dalam folder sendiri agar dimungkinkan menulis serial artikel sejarah Bekasi. Itulah mengapa laman artikel sejarah Bekasi ini dibuat. Serial artikel sejarah Bekasi ini akan melengkapi sejarah kota-kota di Indonesia. Di dalam blog ini serial artikel sejarah kota yang sudah ada adalah Depok, Bogor, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan Jogjakarta. Kota lainnya adalah Medan, Padang, Palembang, Makassar dan Ambon. Seperti halnya Bekasi, serial artikel sejarah Tangerang juga dimungkinkan segera menyusul.

Banyak faktor memang mengapa tulisan sejarah Bekasi tidak pernah terwujud. Itu secara bertahap akan terjelaskan nanti. Namun tidak kata terlambat untuk menulis sejarah Bekasi. Juga tidak ada salahnya menulis (ulang) sejarah Bekasi. Bekasi secara administratif pada masa kini adalah wilayah kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Barat. Akan tetapi secara historis, Bekasi modern harus dipandang sebagai bagian dari sejarah (residentie) Batavia (bukan Regentschap Preanger). Untuk memudahkan saja serial artikel sejarah kabupaten dan kota Bekasi ini kita sebut saja sejarah Bekasi. Mari kita mulai dari artikel pertama tentang asal usul terbentuknya kota Bekasi.

Selasa, 18 Juni 2019

Sejarah Jakarta (58): Sejarah Pasar Rebo dan Landhuis Tandjoeng Oost; Sejak Era VOC Jadi Pusat Perdagangan Jalur Oosternweg


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Sejarah Pasar Rebo dan Land Tandjong Oost tidak bisa dipisahkan. Dua situs ini adalah situs kuno yang masih eksis hingga hari ini. Keberadaan dua situs ini haruslah dihubungkan dengan awal kolonialisasi Belanda di hulu sungai Tjiliwong. Dua situs ini saling melengkapi. Oleh karenanya untuk memahami dua situs ini tidak bisa dilakukan parsial, harus dipahami secara bersamaan.

Landhuis di land Tandjoeng Oost, 1930 (Peta 1901)
Artikel ini adalah rangkaian dari seri artikel sejarah tentang pasar di Batavia, Jakarta tempo doeloe. Artikel yang sudah diuploan adalah Pasar Mingu (Tandjong West), Pasar Senen (Weltevreden), Pasar Sabtu (Tanah Abang) dan Pasar Jumat (Simplicitas). Kini, tentang sejarah Pasar Rebo di Tandjoeng Oost (baca: Tanjung Timur). Dua artkel lagi akan menyusul yakni sejarah Pasar Kamis (Bekasi) dan sejarah Pasar Selasa (Tangerang).  Sebelum serial pasar ini sudah diuploan tujuh artikel tentang sejarah tempat kediaman Presiden, yakni: sejarah Menteng (Suharto); sejarah Kuningan (Habibie); sejarah Matraman (Barack Obama); sejarah Ciganjur (Gusdur); sejarh Kebagusan (Megawati) dan sejarah Cikeas (SBY). Tentu saja sejarah tempat tinggal Sukarno (Istana Rijswijk).  

Sejarah Pasar Rebo tidak berdiri sendiri. Ada  tiga pasar sekunder di selatan Batavia, yakni Pasar Rebo di jalur perdagangan bagian  timur (Oosternweg), Pasar Jumat di bagian barat (Westernweg) dan Pasar Minggoe di bagian tengah (Middenweg). Tiga pasar ini terhubung dengan dua pasar utama di pusat kota yakni Pasar Senen di Weltevreden dan Pasar Sabtu di Tanah Abang. Dua pasar penting di sayap adalah Pasar Kamis di Bekasi yang terhubung dengan Pasar Senen dan Pasar Selasa di Tangerang yang terhubung dengan Pasar Sabtu di Tanah Abang. Tujuh pasar ini adalah pilar-pilar utama yang menopang konfigurasi jaringan perdagangan di Batavia tempo doeloe.

Sabtu, 15 Juni 2019

Sejarah Jakarta (57): Sejarah Pasar Jumat di Land Simplicitas (Pondok Laboe dan Lebak Boeloes); Pusat Perdagangan di Westernweg


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Pasar Simplicitas sudah eksis pada tahun 1834 (lihat Almanak 1834). Pasar ini berada di sisi barat land Ragoenan dan di utara land Tjinere. Pasar Simplicitas ini berada di jalur jalan sisi barat (westerweg). Ke arah selatan menuju Parong hingga ke Buitenzorg. Ke arah utara bercabang dua yang mana sisi barat menuju Kebajoran, Palmerah hingga Pasar Tanah Abang dan sisi timut melewati Bangka terus ke Mampang Prapatan lalu ke Karet dan berakhir di Pasar Tanah Abang. Pasar Simplicitas ini kelak disebut Pasar Pondok Laboe.

Landhuis Simplicitas, 1880
Pondok Labu pada masa ini adalah nama kelurahan di kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan. Kelurahan Pondok Labu di sebelah timur berbatasan dengan kelurahan Cilandak Timur; di sebelah utara berbatasan dengan kelurahan Cilandak Barat; di sebelah barat berbatasan dengan kelurahan Lebak Bulus; di sebelah selatan berbatasan dengan kelurahan Pangkalan Jati dan kelurahan Pangkalan Jati Baru, kecamatan Cinetre, Kota Depok.

Sejauh ini, sejarah Pondok Labu kurang tergali dengan baik. Padahal Pondok Labu dengan nama lama Pasar Simplicitas sudah sejak masa lampau diketahui keberadaannya. Untuk menambah pengetahuan kita, upaya pendokumentasian sejarah Pondok Labu perlu dilakukan. Mungkin tidak terlalu penting, tetapi dengan menganggap demikian maka tidak akan pernah diketahui apa yang pernah terjadi di kelurahan Pondok Labu pada masa lampau. Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 12 Juni 2019

Sejarah Jakarta (56): Sejarah Kebagusan dan Presiden Megawati; Keburukan di Land Ragoenan Picu Demo ke Balai Kota, 1917


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Putri Presiden Soekarno, Presiden Megawati Sukarnoputri tinggal di kelurahan Kebagusan.Itu bagus, karena lingkungannya masih bagus. Tetangga terdekat kelurahan Kebagusan cukup banyak, yaitu: kelurahan Ragunan, Tanjung Barat, Lenteng Agung, Pasar Minggu, Jati Padang dan Jagakarsa. Tujuh kelurahan ini ketika masih kampong pada tempo doeloe terhubung satu sama lain. Itu kebagusan yang lain. Seperti kata orang tempo doeloe, tempat itu tanah kebagusan (tanah kebaikan; bukan tanah bagus).

Kampong Kebagoesan (PEditeta 1901)
Pada masa ini kelurahan Kebagusan, Ragunan, Pasar Minggu dan Jati Padang berada di kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Pada tahun 1990 enam kelurahan di kecamatan Pasar Minggu dipisahkan dan kemudian disatukan membentuk kecamatan Jagakarsa (diantaranya kelurahan Tanjung Barat, Jagakarsa dan Lenteng Agung). Kelurahan Kebagusan sendiri ditingkatkan statusnya dari desa menjadi kelurahan pada tahun 1986. Jauh di masa lampau pada tahun 1930 kampong-kampong yang berdekatan disatukan menjadi satu administrasi desa dengan nama desa Kebagoesan (termasuk kampong Kebagoesan dan kampong Wates).       

Lantas bagaimana sejarah (kelurahan) Kebagoesan? Itu bermula dari sebuah kampong bernama Kebagoesan yang berada di land Tandjong West, bukan di land Ragoenan (meski land Ragoenan lebih dahulu terbentuk daripada land Tandjong West. Land Tandjoeng West beberapa kali dimekarkan dan yang terakhir terbentuknya land Kebagoesan. Sedangkan land Ragoenan sejak awal tidak pernah dimekarkan, hanya segitu-gitu saja. Pemilik terakhir land Ragoenan adalah Lie Hin Pang. Ketika dia mencoba menaikkan sewa tanah, penduduk penggarap (penyewa) demo ke Balai Kota (Stadhuis). Itu salah satu keburukan yang terjadi di land Ragoenan. Akhirnya, demi kebagusan semua pihak. Pemerintah membeli land Ragoenan dari Lie Hin Pang, lalu kemudian disewakan kepada penduduk. Itulah mengapa, tanah Ragoenan adalah milik pemerintah.

Selasa, 11 Juni 2019

Sejarah Jakarta (55): Daftar Nama Jalan di Jakarta Tempo Dulu; Nama Jalan, Lapangan dan Taman Diubah Pada Era NKRI, 1950


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jakarta dalam blog ini Klik Disini

Nama jalan tempo doeloe di Jakarta adalah jalan lama. Nama-nama jalan tersebut yang berbau Belanda dan Tionghoa telah diubah. Perubahan nama jalan itu dilakukan pasca pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda. Namun nama-nama jalan lama yang bersifat umum tetap dipertahankan hingga sekarang, seperti nama tempat, nama pulau, nama gunung dan sebagainya. Jalan-jalan yang belum ada namanya atau jalan yang dibangun baru setelah tahun 1950 diberinama sesuai Indonesia seperti jalan MH Thamrin, jalan Sudirman dan jalan Sisingamangaraja.

Nama jalan tempoe doeloe di Jakarta (Peta 1937)
Penamaan nama jalan di wilayah perkotaan (urban) pada era Hindia Belanda dilakukan dengan peraturan pemerintah. Wilayah kota, seperti Batavia nama jalan ditetapkan oleh keputusan Wali Kota (Burgemeester). Nama-nama jalan lama yang sudah ada namanya dan eksis sejak lampau diratifikasi, sedangkan jalan yang belum ada namanya atau jalan yang baru dibangun diberi nama sesuai keputusan pemerintah. Perubahan-perubahan nama jalan (pergantian nama) juga dilakukan berdasarkan keputusan pemerintah.

Jumlah nama jalan di Batavia hingga berakhirnya era kolonial Belanda sebanyak 473 buah (lihat lampiran di bawah). Jumlah ini semakin bertambah seiring dengan pembangunan jalan baru atau perubahan status jalan dari jalan pribadi menjadi jalan umum. Dalam penamaan jalan ini dibedakan antara satu jalan dengan jalan lainnya berdasarkan kategori dan fungsi (boulevard, straat, laan, weg, gang).