Selasa, 02 Juli 2019

Sejarah Bekasi (11): Douwes Dekker van Bekasi; Garis Perjuangan Eduard di Natal, Ernest di Bandoeng dan Camille di Bekasi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Bekasi dalam blog ini Klik Disini

Selama ini hanya dikenal dua Douwes Dekker yakni Eduard Douwes Dekker yang pernah di Natal, Lebak dan Ambon dengan bukunya yang terkenal Max Havelaar; dan Ernest Douwes Dekker yang di Bandoeng yang dikenal sebagai Setia Buddhi Tiga Seangkai. Akan tetapi, kenyataannya juga terdapat Douwes Dekker di Bekasi: Camille Hugo Douwes Dekker.

Camille Hugo Douwes Dekker
Di antara Belanda yang rasis, juga terdapat yang humanis; di antara Belanda yang zalim juga ada yang adil; di antara Belanda yang tidak punya hati ternyata juga ada yang punya hati. Tiga Douwes Dekker yang disebut di atas adalah orang-orang Belanda yang memiliki hati yang mulia terhadap orang pribumi. Mereka ini humanis, adil dan berhati mulia. Oleh karena itu, mereka yang peduli terhadap pribumi tidak jarang mereka dikucilkan oleh orang-orang Belanda sendiri.

Camille Hugo Douwes Dekker di Bekasi 1913 berbeda pendangan dengan atasanya Asisten Residen. Camille Hugo Douwes Dekker, Controleur Bekasi cukup akomodir terhadap perkembangan Sarikat Islam di Bekasi. Lalu pers Belanda menghubungkan Camille Hugo Douwes Dekker dengan Controleur di Natal Eduard Douwes Dekker alias Multatuli. Tidak salah memang, Eduard Douwes Dekker adalah kakek buyut Camille Hugo Douwes Dekker. Lantas bagaimana kisah Camille Hugo Douwes Dekker di Bekasi? Itu yang belum ditulis. Untuk itu mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 30 Juni 2019

Sejarah Bekasi (10): Majoor Moeffreni Moe’min, Komandan Tjikampek; Overste MO Parlindoengan, Colonel AH Nasoetion


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Bekasi dalam blog ini Klik Disini

Batavia, Tjikampek dan Bandoeng adalah garis lalu lintas perjalanan kereta api terpenting di wilayah West Java. Garis ini juga menjadi penting pada era perang kemerdekaan Indonesia. Posisi Tjikampek sebagai interchange lalu lintas kereta api, juga lokasinya sangat stategis diantara dua medan pertempuran: wilayah pegunungan dan wilayah pantai. Itulah keutamaan kota Tjikampek. Pada era perang kemerdekaan, Mayor Moeffreni Moe’min menjadi Komandan Tjikampek.

Pada era perang kemerdekaan, ketika Belanda/NICA menggantikan posisi Sekutu/Inggris di Djakarta/Batavia, area pertempuran bergeser ke luar kota yang berpusat di tiga tempat: Depok, Tangerang dan Tjikampek. Garis terdepan wilayah Depok berada di Tjililitan dan Kalibata dan garis terdepan wilayah Tjikampek berada di Tjakoeng dan Tjilintjing. Belanda/NICA menganggap wilayah Depok menjadi penting karena terjadi kerusuhan di Depok pada tanggal 11 Oktober 1945, sementara Sekutu/Inggris menganggap wilayah Tjikampek menjadi penting karena terjadi kecelakaan pesawat militer Inggris di Tjakoeng yang mana korban selamat dibunuh di Bekasi. Dua wilayah sisi luar Batavia ini menjadi wilayah terpenting Komando Siliwangi, dua wilayah yang bertetangga, dan dua wilayah gerilya yang saling terhubung sejak doeloe.  

Mayor Moeffreni Moe’min dan wilayah Bekasi menjadi tidak terpisahkan. Wilayah Bekasi mulai dari sungai Tjakoeng di barat hingga sungai Tjitaroem di timur. Saat terjadi berbagai peristiwa di Bekasi (23 November-13 Desember), di Tjikampek sudah dibentuk Garis Pertahanan Pertama (eerste verdedigingslinie) Republik. Komandannya adalah Mayor Moeffreni Moe’min. Lantas siapa Mayor Moeffreni Moe’min? Sejarahnya sudah banyak ditulis. Artikel ini tidak untuk mengulang, hanya sekadar untuk melengkapi. Itu berarti ada hal-hal baru yang selama ini tidak diceritakan. Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 28 Juni 2019

Sejarah Bekasi (9): Perang 1945 Melawan Sekutu/Inggris; Merapikan Narasi Sejarah Perang Kemerdekaan Indonesia di Bekasi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Bekasi dalam blog ini Klik Disini

Perang kermedekaan di Bekasi adalah bagian dari perang kemerdekaan Indonesia. Seperti di tempat lain, di Bekasi juga terjadi perang melawan Sekutu/Inggris. Perang kemerdekaan melawan Sekutu/Inggris di Bekasi dipicu oleh sebab terjadinya kecelakan pesawat militer Inggris di Rawa Gatel. Setelah seminggu dari kejadian baru pasukan Inggris dikerahkan ke Bekasi untuk tindakan operasi mencari lorban selamat dan evakuasi korban.

Tentara Sekutu/Inggris di Bekasi, 1945
Setelah Jepang takluk kepada Sekutu, Indonesia segera memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Aguistus 1945 di Djakarta. Untuk melucuti militer Jepang dan membebaskan interniran Eropa/Belanda di Indonesia dilakukan oleh militer Inggris. Tugas itu dilakukan di Djakarta dan kota-kota pantai lainnya seperti di Semarang dan Soerabaja. Lalu dari kota-kota itu pasukan Sekutu/Inggris merangsek ke kota-kota di pedalaman. Prioritas pertama pasukan Sekutu/Inggris dari Djakarta adalah untuk membebaskan Bogor dan Bandung. Dalam perjalanan dari Djakarta ke Bogor juga termasuk pembebasan di Depok.   

Namun ada beberapa kejadian di Bekasi yang diceritakan (lisan) pada masa ini tidak sinkron dengan fakta yang benar-benar terjadi yang diberitakan di dalam surat kabar pada waktu itu. Karena alasan itu perlu kiranya sejarah perang kemerdekaan di Bekasi ditulis kembali. Dalam rangka untuk merapikan narasi sejarah perang kemerdekaan melawan Sekutu/Inggris kedua sumber tersebut dikombinasikan, tetapi dengan mengutamakan sumber tertulis (surat kabar sejaman).

Sejarah Bekasi (8): Pecinan (China Town) di Kota Bekasi, Hoofdplaats Belanda di Kota Depok; Sejarah Orang Tionghoa di Bekasi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Bekasi dalam blog ini Klik Disini

Di era kolonial Belanda, Bekasi tidak hanya ‘diomongin’ orang Belanda sebagai Provinsi China, kota Bekasi juga adalah kota China (China Town). Masih pada era yang sama, kota Depok disebut kota Belanda. Kota Bekasi dapat disebut kota China karena populasi orang Tionghoa cukup banyak. Demikian juga kota Depok, populasi orang Belanda juga cukup banyak. Di Depok ada sebutan Belanda Depok, tapi tidak pernah ada sebutan Cina Bekasi.

Kota Bekasi (Peta 1901)
Pecinan (China Town) terdapat di banyak tempat di Asia dan Amerika, bahkan juga di Australia. Istilah pecinan (China Town) merujuk pada tempat/area dimana populasi orang-orang Tionghoa cukup banyak. Pada era kolonial Belanda, kota dimana terdapat banyak populasi orang Tionghoa terdapat di Batavia, Semarang, Soerabaja dan Medan. Juga ditemukan jumlah yang signifikan di Padang, Bandoeng dan Buitenzorg. Tentu saja tidak hanya itu, ternyata populasi orang Tionghoa juga sangat besar di Bekasi, bahkan hampir separuh dari penduduk kota. Satu kota yang penduduknya mayoritas orang Tionghoa ditemukan di kota Lasem (Rembang). Kota Lasem kerap ‘diomongin’ orang Belanda sebagai Tiongkok Kecil.   

Apakah ada pecinan di Kota Bekasi pada masa ini? Tentu saja tidak lagi  Pecinan (China Town) hanya ditemukan di kota-kota besar seperti Semarang, Surabaya, Medan dan Bandung. Memang ada disebut pecinan di Kota Bekasi, tetapi sesungguhnya itu tidak tepat lagi. Pecinan yang dimaksud di Kota Bekasi adalah area di sekitar Pasar Proyek. Lantas seperti apa (area) pecinan di kota Bekasi pada masa lampau. Itulah yang ingin kita ketahui. Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bekasi (7): Sejarah Rawa di Bekasi, Sejarah Situ di Depok; Rawa, Situ dan Kali Dibendung untuk Membangun Kanal Irigasi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Bekasi dalam blog ini Klik Disini

Apa itu sitoe, sudah cukup jelas. Akan tetapi apa itu rawa, masih kurang jelas. Rawa dan situ bertetangga. Ibarat Depok dan Bekasi.  Di Depok nyaris tidak ditemukan rawa, tetapi sangat banyak sitoe. Sebaliknya di Bekasi hanya beberapa buah sitoe tetapi sangat banyak rawa. Sejumlah rawa di Bekasi sangat luas. Seperti di Depok, sejumlah rawa di Bekasi dijadikan sumber air irigasi dengan membendung dan membangun kanal. Beberapa di Bekasi telah bertransfomasi menjadi daratan dan bahkan di atasnya terbentuk perkampongan.

Daftar rawa di Bekasi (1900)
Banyak kota dibangun di atas rawa dan bantaran kali. Contohnya, Batavia (kini Jakarta). Tidak hanya itu, kota-kota besar lainnya dibangun di atas rawa seperti Semarang, Soerabaja, Palembang, Padang. Tidak hanya itu, kota Bandoeng juga dibangun di atas rawa. Dalam hal ini, termasuk kota Bekasi.

Sitoe jelas menarik perhatian. Akan tetapi apa menariknya rawa? Pertanyaan ini sepele bahkan terkesan kurang penting. Pada era kolonial Belanda sejumlah rawa menjadi sumber air irigasi. Itu doeloe. Namun persoalannya menjadi lain pada masa ini maupun pada masa nanti. Rawa telah diubah atau berubah (drastis) menjadi daratan dan dijadikan area perumahan. Apa dampaknya ke depan? Pertanyaan ini menyebabkan sejarah rawa menjadi penting. Lantas serupa apa sejarah rawa di Bekasi? Itulah yang ingin kita perhatikan dengan menelusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 27 Juni 2019

Sejarah Bekasi (6): Nama Djago di Bekasi, Djawara di Banten; Sejarah Djago, Djagoan, Djoeara, Djawara, Tjenteng dan Preman


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Bekasi dalam blog ini Klik Disini

Bandit atau garong adalah satu hal, Djago atau Djawara adalah hal lain. Di dalam kelompok bandit atau garong juga muncul djago atau djawara dan sebvaliknya seorang djago atau djawara dapat berperilaku bandit atau garong. Sejarah bandit di era kolonial Belanda sudah ditulis, tetapi sejarah djago atau djawara tampaknya belum disentuh. Padahal aktivitas bandit atau garong sejaman dengan keberadaan djago atau djawara.  Boleh jadi para penulis terdahulu tidak melakukan pemisahan.

Bataviaasch nieuwsblad, 28-08-1929
Pada era kolonial Belanda, setiap tempat memiliki terminologi yang berbeda-beda untuk menunjukkan satu hal. Selain tjenteng di Batavia, juga disebut djago di Bekasi, djoeara atau djawara di Banten dan preman di Deli. Di Sumatra, terminologi djoeara merujuk pada hulubalang mandiri. Penggunaan terminologi tjenteng lebih luas, tidak hanya di Batavia tetapi juga di Deli. Berbeda dengan djago atau djawara, terminologi tjenteng mengindikasikan suatu profesi apakah sebagai penjaga (gudang atau plantation) atau pengawal pribadi (bodyguard). Namun adakalanya djago atau djawara juga disebut tjenteng. Dalam perkembangan lebih lanjut terminologi tjenteng terdegradasi dan terminologi preman mengalami promosi. Sementara itu teminologi djago menghilang dan digantikan dengan djawara. Untuk terminologi bandit atau garong, juga muncul sebutan lain yakni rampok dan bangsat.

Lantas bagaimana kisah para djago atau djagoan di Bekasi? Lalu mengapa istilah djogo atau djagoan di Bekasi bergeser menjadi djawara? Satu kisah pilu seorang djagoan Bekasi diberitakan tahun 1929. Sang djagoan tewas oleh seorang pemuda belia yang masih berumur 16 tahun. Apakah terminologi djago atau djagoan bergeser menjadi djawara karena seiring dengan semakin populernya nama ayam jago sebagai merek jamu? Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.