Jumat, 26 Juli 2019

Sejarah Bekasi (28): Warga Bekasi Melting Pot Sedari Doeloe; Melacak Warga Bekasi Masa Kini Menurut Pola Mukim Doeloe


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Bekasi dalam blog ini Klik Disini

Profil penduduk Bekasi masa kini, heterogen kosmopolitan sejatinya pola yang sudah ada sejak tempo doeloe. Seperti umumnya kota atau wilayah pantai interaksi yang intens antar berbagai pihak (terutama dalam perdagangan) memunculkan pola bertempat tinggal yang beragam tetapi khas. Wilayah Bekasi memiliki pola pemukiman dengan ciri khas tersendiri.   

Warga Bekasi, 1891
Di Batavia, sejak era VOC sudah terdapat kampong Melayu, kampong Jawa, kampong Bali, kampong Makassar, kampong Tambora dan lain sebagainya. Ini merupakan wujud pola pemukiman berdasarkan asal. Pada masa selanjutnya juga pola pemukiman serupa ditemukan di wilayah transmigrasi yang penempatannya berdasarkan asal. Pola pemukiman penduduk urban juga ditemukan pada awal kedatangan VOC/Belanda di Banten. Pemerintah VOC/Hindia Belanda tetap menjalankan kebijakan pola pemukiman di semua kota seperti Semarang, Soerabaja, Palembang, Makassar, Padang, Buitenzorg dan Medan. Pola pemukiman dibedakan antara Eropa/Belanda, Tionghoa dan pribumi. Di wilayah Jawa khususnya, selain tiga area tadi juga kerap ditemukan wilayah kaoem (pemukiman orang-orang Arab). Di kota kecil seperti Bekasi juga dilakukan. Di sebelah barat sungai Bekasi pemukiman orang Eropa/Belanda sementara di sisi timur sungai orang Tionghoa. Penduduk pribumi berada di sebelah utara dan sebelah selatan. Lihat distribusi penduduk  kota/kab Bekasi berdasarkan etnik dari SP 2010

Mengapa wilayah Bekasi memiliki pola pemukiman dengan ciri khas tersendiri memunculkan pertanyaan bagaimana secara historis okupasi penduduk terjadi di wilayah Bekasi. Itu baru terjadi di era VOC, ketika pasukan pendukung VOC ditempatkan (dimasyarakatkan) yang letaknya tidak terlalu dekat kota Batavia tetapi masih mudah dijangkau dari kota Batavia. Mereka ditempatkan serupa itu dengan banyak alasan. Untuk memahaminya, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 20 Juli 2019

Sejarah Bekasi (27): Warga Rawagede dan Masdoelhak Nasution di Jogja; Korban Sipil Pembunuhan Brutal Militer NICA/Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Bekasi dalam blog ini Klik Disini

Ada dua kejadian mengerikan di seputar perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda yang mendapat perhatian Dewan Keamanan PBB. Pertama, pembunuhan penduduk Rawagede, Krawang pada tanggal 9 Desember 1947. Pada masa ini diketahui sebanyak 431 penduduk menjadi korban pembantaian. Kedua, Mr. Masdoelhak Nasution, Ph.D penasehat hukum Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohamad Hatta dilepas di ladang  jagung di Pakem, Jogjakarta lalu diburu. Dor.dor.dor. Pembunuhan brutal ini terjadi pada tanggal 21 Desember 1948.

Taman Makam Pahlawan Rawagede (Masdoelhak Nasution)
Pemerintah Republik Indonesia tanpa henti terus meminta pengusutan kasus Rawagede. Akhirnya pangadilan di Den Haag tanggal 14 September 2011 memutuskan Pemerintah Belanda harus bertanggung jawab dan membayar kompensasi bagi korban dan keluarganya. Sementara itu, kasus Mr. Masdoelhak Nasution, Ph.D membuat Dewan Kemanan PBB sangat geram dan meminta Kerajaan Belanda segera menggelar pengadilan. Desakan itu dituruti. Pengadilan yang digelar bulan Februari 1949 memutuskan pemerintah bersalah (lihat De waarheid, 25-02-1949). Mr. Masdoelhak Nasution, Ph.D pada tahun 2006 ditabalkan sebagai Pahlawan Nasional.   

Pembunuhan brutal terhadap penduduk Rawagede dan Mr. Masdoelhak Nasution, Ph.D sangat khusus. Dua peristiwa tersebut memakan korban warga sipil dan mendapat perhatian Dewan Keamanan PBB. Pers Belanda mencemooh Pemerintah Belanda: ‘pembunuhan oleh pegecut, sebagai metode teror fasis’. Lantas bagaimana dua kejadian pembunuhan brutal ini terjadi? Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bekasi (26): Keju Bekasi Terkenal Tempo Doeloe; Sejarah Peternakan dan Epidemik Ternak Besar di Bekasi (1882)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Bekasi dalam blog ini Klik Disini

Tempo doeloe, di Bekasi ada produsen keju (fabriek kaas). Itu ada alasannya. Negeri Belanda adalah negeri produsen keju di Eropa. Tentu saja tidak sulit bagi orang Belanda untuk membuat keju, bahkan di Bekasi sekali pun. Produksi keju Bekasi dijual ke Batavia, tempat dimana terdapat banyak orang Eropa/Belanda. Jadi, keju dan orang Belanda tidak terpisahkan. Penduduk lokal (pribumi) boleh jadi tidak terlalu mengenal keju.

Pedati penumpang tempo doeloe, 1870
Negeri Belanda dan Bekasi jaraknya ribuan kilometer, jarak tempuh pelayaran (masih melalui Afrika Selatan) dilakukan dua setengah bulan. Orang-orang Belanda tetap melakukan kebiasaan sperti makan roti gandum dan keju. Gandum tidak diproduksi di Bekasi karena tidak cocok, karena itu mereka mendatangkan gandum. Sementara untuk produksi keju dapat dilakukan di Bekasi, karena ternak penghasil susu sebagai bahan dapat diusahakan di Bekasi. Itulah sebab mengapa ada produksi keju di Bekasi. Satu hal lagi, soal mentega. Orang Belanda tidak perlu mengimpor mentega dari Belanda. Mentega (boter) yang berbahan minyak kelapa diproduksi di Pondok Laboe. Mentega Pondok Laboe cukup terkenal di Batavia. Demikian juga susu segar (melk) dari Dapok terkenal di Batavia.

Penduduk pribumi sangat akrab dengan ternak dan dunia peternakan dalam menghasilkan susu. Keju dengan bahan dasar susu menyebabkan orang Belanda dan orang pribumi terhubung. Susu yang sehat menghasilkan keju yang baik dan sehat. Atas dasar inilah pemerintah Hindia Belanda cukup peduli terhadap lapangan usaha pribumi ini. Tentu saja tidak hanya itu. Ternak juga digunakan pribumi untuk banyak hal: membajak sawah, menarik gerobak (pedati) untuk membawa batang dan tentu saja untuk kebutuhan daging dalam pesta besar. Ini juga menyebabkan pemerintah Hindia Belanda cukup peduli terhadap ternak pribumi ini.

Jumat, 19 Juli 2019

Sejarah Bekasi (25): Bekasi Eksportir Beras Terbanyak ke Batavia Sejak Era VOC; Kini Kota Bekasi Alami Krisis Menjadi Importir


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Bekasi dalam blog ini Klik Disini

Satu yang terpenting dari kebanggaan Bekasi pada masa lampau (sejak era VOC) adalah sentra beras, pemasok beras terbanyak ke Batavia. Ini bukan semata-mata soal kedekatan geografis, tetapi karena Bekasi benar-benar selalu surplus beras sepanjang tahun. Faktor kedekatan menyebabkan biaya angkut menjadi murah.

Ekspor beras dari Bekasi, 1854/1855 (Peta Bekasi 1900)
Bagi pedagang-pedagang VOC komoditi perdagangan tidak hanya hasil hutan dan perkebunan seperti kamper, kemenyan, lada, pala, kopi dan sejenis, tetapi juga hasil pertanian pangan seperti beras. Dalam hal ini, beras memang tidak diekspor ke Eropa/Belanda, tetapi beras menjadi salah satu alat tukar yang ampuh untuk mendapatkan komoditi ekspor dari berbagai wilayah. Kapal-kapal dagang pergi berlayar bawa beras, pulang bawa kopi.

Namun semua itu telah lama berakhir. Kota Bekasi kini justru krisis lahan. Kabupaten Bekasi juga akan segera menyusul. Untung masih ada tetangga seperti Karawang dan Purwakarta. Tetapi yang tidak menguntungkan, Bekasi telah kehilangan kebanggaan masa lampau. Lalu seperti apa sejarah perberasan di Bekasi tempo doeloe? Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 17 Juli 2019

Sejarah Bekasi (24): Sejarah Rawalumbu, Apakah Ada Sejarahnya? Rawa Panjang, Bojong Menteng dan Kanal Rawalumbu


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Bekasi dalam blog ini Klik Disini

Rawalumbu sangat terkenal di Bekasi. Lantas apakah ada sejarah Rawalumbu? Nah, itu dia yang ditanyakan banyak orang. Mungkin sulit menemukan nama Rawalumbu dalam arsip narasi berbahasa Belanda. Tapi jangan khawatir, masih ada peta. Jika pun tidak ada peta, sejarah Rawalumbu masih bisa didekati dari tetangganya: Bantar Gebang, Rawa Panjang, Pengasinan dan Bojong Menteng. Dalam hal ini bukan mengikuti pepatah ‘tidak ada akar, rotan pun jadi’. Metodologi sejarah tidak hanya satu, dua cara, tetapi tiga cara. Cara yang ketiga yang akan kita gunakan.

Kanal Rawaloemboe di Bekasi (Peta 1901)
Rawalumbu pasti nama rawa. Suatu area yang bermetamorfosis menjadi nama kawasan perumuhan lalu terbentuk desa/kelurahan. Kini, Rawalumbu telah ditabalkan menjadi nama kecamatan. Suatu kecamatan yang berada sangat dekat dengan pusat Kota Bekasi. Kecamatan Rawalumbu yang dibentuk pada tahun 2000 terdiri dari empat desa/kelurahan, yakni: Pengasinan, Bojong Rawalumbu, Bojong Menteng dan Sepanjang Jaya.

Lalu, apa hebatnya Rawalumbu? Nah, itu dia! Rawalumbu adalah tempat pertama kali pertama yang pernah saya berkunjungi ke Bekasi: Melihat rumah baru teman saya. Itu sudah lama, sekitar tahun 1993. Lantas mengapa sejarah Rawalumbu harus ditulis? Nah, itu dia! Sudah tentu saya masih hapal setiap sudut jalan-jalannya di perumahan tersebut. Tetapi bukan itu yang penting. Bagian terpenting dari sejarah Rawalumbu adalah kanalnya. Kanal Rawalumbu sudah ada sejak lampau. Kanall inilah yang yang ditingkatkan oleh pengembang Perumahan Rawalumbu menjadi saluran drainase utama yang di dua sisi dibangun jalan yang menjadi boulevard Perumahan Elit Rawalumbu. Untuk memahami sejarah awal Rawalumbu ini, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 16 Juli 2019

Sejarah Bekasi (23): Sejarah Pondok Gede Bekasi, Pondok Tapi Gede; Bekasi, Pondok Gede (West) Hingga Kedoeng Gede (Oost)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Bekasi dalam blog ini Klik Disini

Sejarah Pondok Gede sesuai namanya. Memiliki sejarah panjang, tetapi hanya ditulis singkat. Sebaliknya, Kedoeng (Gedoeng) Gede sejarahnya singkat tetapi ditulis panjang lebar. Itulah sejarah Bekasi, suatu district yang keberadaanya telah diketahui sejak era VOC/Belanda. District Bekasi berbatasan dengan Batavia di sebelah barat (land Pondok Gede di sungau Soenter) dan berbatasan dengan Krawang di sebelah timur (land Kedoeng Gede di sungai Tjitaroem). Land Pondok Gede dan land Kedoeng Gede adalah dua land terkaya di District Bekasi.

Gedong Gede, Pondok Gede (Peta 1900)
Pada masa ini (land) Pondok Gede menjadi nama kecamatan. Kecamatan Pondok Gede terdiri dari enam kelurahan, yakni: Jatibaru Jatibening Jatibening Baru Jaticempaka Jatimakmur, Jatiwaringin. Semua nama kelurahan memakai nama jati. Padahal dalam sejarahnya di land Pondok Gede tidak pernah ditemukan hutan jati. Land Pondok Gede, sejatinya terkenal sebagai perkebunan tebu yang luas dan memiliki pabrik gula yang besar.

Lalu serupa apa sejarah Pondok Gede? Yang jelas berbeda dengan sejarah Kedoeng Gede. Sejarah Pondok Gede dapat dikatakan memiliki sejarah paling lengkap di Bekasi, namun kurang terdokumentasikan dengan baik. Keberadaannya yang dekat dengan lapangan terbang Tjililitan (kini Bandara Halim) menambah kekayaan sejarah Pondok Gede. Untuk melengkapi sejarah Pondok Gede, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.