Jumat, 30 Desember 2022

Sejarah Surakarta (6): Kereta Api Surakarta (Semarang-Jogjakarta), Era Baru Wilayah Surakarta; Pedati, Kereta Kuda, Kereta Api


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini  

Stasion kereta api Solo Balapan sangat dikenal di Surakarta. Bagaimana sejarahnya sudah ditulis, suatu stasion yang terbilang tua. Dalam hal ini yang dibicarakan adalah bagaimana sejarah awal pembangunan kereta api di Surakarta. Dengan demikian dimungkinkan untuk memahami lebih lanjut bagaimana awal stasion Solo Balapang dibangun pada masa lampau era Pemerintah Hindia Belanda.


Stasiun Solo Balapan (SLO), lebih dikenal dengan Stasiun Balapan, adalah stasiun kereta api kelas besar tipe A yang terletak di perbatasan antara Kelurahan Kestalan dan Gilingan, Banjarsari, Surakarta; pada ketinggian +93 meter. Nama "Balapan" diambil dari nama kampung yang terletak di sebelah utara kawasan stasiun. Stasiun ini merupakan persimpangan antara jalur lintas tengah dan lintas selatan Pulau Jawa. Sementara dari arah timur yang menuju ke jalur lintas utara via Semarang Tawang maupun sebaliknya dilayani di Stasiun Solo Jebres, sedangkan KA kelas ekonomi jalur lintas selatan dan timur via Lempuyangan dilayani di Stasiun Purwosari. Stasiun Solo Balapan termasuk salah satu stasiun besar berusia tua di Indonesia (setelah Samarang NIS), dibangun oleh perusahaan kereta api pertama Hindia Belanda, Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) pada abad ke-19, yaitu pada masa pemerintahan Mangkunegara IV. Stasiun ini dibangun di lahan pacuan kuda milik Mangkunegaran. Peletakan batu pertama berlangsung pada tahun 1864, dimeriahkan dengan upacara yang dihadiri Mangkunegara IV dan mengundang Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Baron van de Beele. Stasiun ini dibuka pada tanggal 10 Februari 1870 bersamaan dengan pembukan jalur ruas Kedungjati–Gundih–Solo, sebelumnya jalur Gundih–Solo direncanakan dibuka pada 1 September 1869. Jalur berikutnya, yakni jalur ruas Ceper–Solo, dibuka pada 27 Maret 1871. Pembangunan seluruh jalur kereta api rencana NIS, Samarang–Vorstenlanden dan Kedungjati–Ambarawa selesai dan diresmikan pada 21 Mei 1873 (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah kereta api di Surakarta (Semarang-Jogjakarta)? Seperti disebut di atas, sejarah kereta api sudah ada yang menulis. Dalam hal ini kita berbicara dalam perspektif era baru di wilayah Surakarta pada masa Pemerintah Hindia Belanda, suatu perkembangan baru dari kereta kuda menjadi kereta besi. Lalu bagaimana sejarah kereta api di Surakarta (Semarang-Jogjakarta)? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (5): Jalan di Surakarta Tempo Doeloe, Lintas Sungai ke Surabaya, Jalan Darat ke Semarang; Kini Jalan Kota


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini  

Bagaimana sejarah jalan tempo doeloe di Surakarta? Tidak terinformasikan. Boleh jadi tidak ada yang teratarik, karena lebih menarik sejarah jaringan jalan modern di dalam kota Surakarta. Okelah kita bagi dua. Untuk sejarah jaringan jalan modern di dalam kota akan dibuat artikel tersendiri. Jalan di Surakarta pada awalnya berkiblat ke timur melalui sungai Solo, tetapi pada er VOC orientasi secara perlahan bergeser ke utara di Semarang.


Jalan Raya dan Politik Penguasa di Kota Solo Awal Abad XX. Apriliandi Damar dan Sayid Basunindyo. 2014. Jurusan Ilmu Sejarah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta (tugas; abstrak). Artikel membahas secara spesifik mengenai perkembangan dari jalan rayayang ada di kota Surakarta pada awal abad XX. Jalan raya merupakan salah satu factor yang vital dalam perkembangan suatu kota, baik dalam kegiatan ekonomi, transportasi, bahkan hingga kepentingan militer. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana jalan raya yang terbentuk dan kemudian membentuk suatu kawasan yang baru yang terletak di pinggir jalan raya yang ada di Surakarta. Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian mengenai jalan raya yang ada diSurakarta pada awal abad XX adalah pengumpulandata-data yang berupa arsip sezaman, surat kabar sezaman, artikel, foto, gambar, atau buku- buku referensi. Surakarta yang pada awal abad XX telah menjadi salah satu kawasan perkotaanyang ramai, hal ini karena Surakarta terdapat dua poros kerajaan besar yaitu Kasunanan dan Mangkunegaran. Membahas mengenai jalan raya di Surakarta tidak terlepas dari Jalan Slamet Riyadi atau dulu sering disebut dengan Poerwasariweg yang merupakan jalan utama kota Surakarta dan jalan raya lama atau jalan yang digunakan dalam rute paliyan nigari boyong kedhaton dari Kartasura ke Surakarta yang disebut sebagai salah satu jalan tertua yang ada di daerah Vorstenlanden (https://www.academia.edu/) 

Lantas bagaimana sejarah jalan di Surakarta tempo doeloe? Seperti disebut di atas, kita tidak berbicara jaringan jalan di dalam kota, tetapi awal jalan yang membentuk jaringan jalan kota itu sendiri. Dalam hal ini dimulai dari lalu lintas (perahu) sungai ke Surabaya hingga bergeser menjadi lalu lintas (jalan) darat ke Semarang. Lalu bagaimana sejarah jalan di Surakarta tempo doeloe? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 29 Desember 2022

Sejarah Surakarta (4): Pembangunan Kanal di Surakarta dan Sungai Mati; Drainase dan Perkebunan Tebu pada Era Hindia Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Pembangunan kanal tempo doeloe tidak hanya di kota-kota pantai seperti Jakarta, Semarang, Surabaya dan Padang, juga ada kanal dibangun di kota-kota-kota pegunungan di pedalaman, diantaranay kota Bandung dan kota Surakarta. Pembangunan kanal dimaksudkan berbagai tujuan, terutama untuk drainase dan pengendalian banjir. Di Surakarta pembangunan kanal, selain untuk pengendalian banjir juga untuk lalu lintas pelayaran sungai dan dalam kaitannya pengembangan perkebunan tebu.   


Saksi Kejayaan Perkebunan di Sukoharjo Utara: Telusuri Kanal Baki, Sungai Buatan di Masa Kolonial Belanda. Radar Solo, Sukoharjo, 3 July 2022. Pada masa lalu, Kecamatan Baki, Kecamatan Gatak, dan Kecamatan Grogol, Sukoharjo merupakan wilayah perkebunan tebu, tembakau, dan nila. Wilayahnya merupakan area persawahan subur. Sistem irigasinya pun masih bisa ditemui hingga saat ini. Jejak sejarah tersebut bisa ditemui di Kali Baki. Penjajah mengubah sungai alami menjadi kanal untuk irigasi. Saat itu, Belanda dan Keraton Surakarta menjadikan wilayah ini sebagai wilayah pertanian dan perkebunan yang sangat diandalkan. Masuk ke dalam wilayah Residen Soerakarta dan di bawah Kawedanan Kartasura. Sebelum era 1860 an di sekitar Baki sudah berdiri empat pabrik yaitu Pabrik Gula di Temulus, Pabrik Gula di Bentakan, Pabrik Nila di Gentan, dan Pabrik Nila di Ngruki. Kemudian pada sekitar 1890-an, mulai muncul pabrik-pabrik baru dan dengan komoditi yang berbeda pula yaitu Pabrik Temulus yang berubah menjadi pabrik pengolahan Tembakau, Pabrik Bakipandeyan, Pabrik Manang, dan Pabrik Gawok. Pendirian pabrik-pabrik di kawasan Baki ini mendorong pembangunan infrastruktur. (https://radarsolo.jawapos.com/daerah/sukoharjo/)

Lantas bagaimana sejarah pembangunan kanal di Surakarta dan munculnmya sungai mati? Seperti disebut di atas, di wilayah Surakarta juga terdapat kanal yang dibangun sejak era Pemertintah Hindia Belanda. Pembangunan dimaksudkan untuk drainase, kelancaran navigasi pelayaran sungai dan perkembangan perkebunan tebu. Lalu bagaimana sejarah pembangunan kanal di Surakarta dan munculnmya sungai mati? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (3): Pegunungan Selatan Surakarta, Giri di Gunung dan Gili di Laut; Era Wonogiri hingga Waduk Gajah Mungkur


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Di wilayah pegunungan selatan Surakarta, pada masa ini telah terbentuk bendungan/waduk besar Gajah Mungkur yang menampung air sungai-sungai Bengawan Solo, Kaduang, Tirtomoyo, Parangjoho, Temon, dan sungai Posong. Luas genangan 8.800 Ha mencangkup 7 kecamatan dimana bangunan bendungan berada di desa Pokohkidul, kecamatan Wonogiri. Kita tidak sedang membicarakan waduk, tetapi bagaimana sejarah wilayah Wonogiri di wilayah pegunungan selatan di mana kini terdapat waduk Gajah Mungkur. Ada gunung Mungkur, lalu apakah ada gajah?


Wonogiri adalah wilayah kabupaten di Jawa Tengah, Di utara berbatasan kabupaten Karanganyar/kabupaten Sukoharjo, di selatan dengan pantai selatan, di barat dengan Gunungkidul (DI Jogjakarta), di timur dengan wilayah Jawa Timur (Ponorogo, Magetan dan Pacitan). Sejarah bermula di "kerajaan kecil" di bumi Nglaroh desa Pule, kecamatan Selogiri tahun 1741. Penduduk Wonogiri dengan pimpinan Raden Mas Said selama penjajajahan Belanda telah pula menunjukkan reaksinya menentang kolonial. Pangeran Samber Nyawa (Raden Mas Said) sukses dan menjadi Adipati di Mangkunegaran. Wilayah Wonogiri sebagian besar terdiri dari pegunungan yang berbatu gamping, terutama di bagian selatan, termasuk jajaran Pegunungan Seribu yang merupakan mata air dari Bengawan Solo, yang separuh datar, dataran rendah 100–500 M dpl. Wilayah ketinggian ≥500 M di Jatiroto dan Karangtengah. Geologi di Wonogiri batuan terdiri atas batuan sedimen, batuan gunung berapi, batuan terobosan dan endapan permukaan. Struktur geologi berupa lipatan sesar dan kekar, umumnya mempunyai arah barat–timur dan barat laut–tenggara. Di beberapa tempat di selatan Wonogiri adanya gua-gua dan sungai bawah tanah dan hutan jati. Nama-nama tempat antara lain Baturetno, Bulukerto, Girimarto, Giriwoyo, Jatipurno, Jatiroto, Karangtengah, Manyaran, Paranggupito, Selogiri, Wonogiri, Glesungrejo, Bulukerto, Domas, Singoboyo, Kopen, Boto. Gondangsari, Tasik Hargo, Pule, Gebang, Beji dan Banaran (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Pegunungan Selatan di wilayah Surakarta? Sejauh ini tidak ada yang memperhatikan. Ibarat garam di laut asam di gunung dan giri di gunung gili di laut. Nama Wonogori di wilayah pegunungan selatan Surakarta ini sangat penting sejak era Wonogiri hingga era Waduk Gajah Mungkur. Lalu bagaimana sejarah Pegunungan Selatan di wilayah Surakarta? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 28 Desember 2022

Sejarah Surakarta (2): Geomorfologi Kota Surakarta, Suatu Danau Besar Zaman Kuno? Bengawan Solo, Air Mangalir Sampai Jauh


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Beberapa kota pedalaman di Indonesia memiliki persamaan seperti Bandung dan Surakarta. Sepintas mirip kota-kota di pantai. Yang membedakan kedua kota wilayah Bandoeng berada di ketinggian (dingin) dan wilayah Surakarta di kerendahan (hangat). Sungai yang mengalir di tengah kota Bandoeng, sungai Citarum mengalir ke pantai utara Jawa; sungai yang mengalir di tengah kota Soerakarta, sungai Solo mengalir ke pantai timur Jawa. 


Surakarta terletak di dataran rendah di ketinggian 105 m dpl dan di pusat kota 95 m dpl, Surakarta 65 km timur laut Yogyakarta, 100 km tenggara Semarang dan 260 km barat daya Surabaya, dikelilingi gunung Merbabu (tinggi 3145 m) dan Merapi (tinggi 2930 m) di bagian barat, dan gunung Lawu (tinggi 3265 m) di bagian timur. Tanah di sekitar kota subur karena dikelilingi oleh Bengawan Solo, sungai terpanjang di Jawa, serta dilewati oleh Kali Anyar, Kali Pepe, dan Kali Jenes. Mata air bersumber dari lereng gunung Merapi. Ketinggian rata-rata mata air adalah 800-1.200 m dpl. Tanah di Solo bersifat pasiran dengan komposisi mineral muda yang tinggi sebagai akibat aktivitas vulkanik Merapi dan Lawu. Komposisi ini, ditambah dengan ketersediaan air yang cukup melimpah, menyebabkan dataran rendah subur. Dermaga sungai Bengawan Solo di Mojo/Silir. Wilayah kota berbatasan di utara dan timur kabupaten Karanganyar, di selatan kabupaten Sukoharjo; di barat Colomadu, Karanganyar dan kabupaten Boyolali (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah geomorfologi kota Surakarta, suatu danau besar zaman kuno? Seperti disebut di atas, wilayah Surakarta berada di dataran rendah yang datar diantara gunung Merapi dan gunung Lawu dimana sungai besar mengalir. Bagaimana kisah sungai bengawan Solo? Yang jelas air mangalir sampai jauh. Lalu bagaimana sejarah geomorfologi kota Surakarta, suatu danau besar zaman kuno? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (1): Asal Usul Kota Surakarta, Juga Dikenal Kota Solo; Nama Surakarta atau Kartasura, Sala, Suro, Solo


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Sejarah Surakarta adalah sejarah yang panjang. Surakarta atau Sala, Surokarto atau Solo. Yang mana yang benar? Jika keduanya benar, yang mana yang lebih tua? Nama yang tertua adalah awal sejarahnya sendiri. Tentu saja, jangan lupa masih ada satu lagi: Kartasura atau Kartosuro. Yang mana yang benar: Surakarta atau Kartasura. Ini ibarat Sorabaya dan Arosbaya. 


Beberapa hari terakhir ini si (kraton) Solo di Surakarta terjadi perbedaan pendapat diantara anggota keluarga kerajaan. Kita turut prihatin, tetapi kita sedang membicarakan sejarah Solo. Oleh karena itu semoga saja segera damain dan tenang, sehingga kita dalam mempelajari sejarah Surakarta juga menjadi lebih khusuk. Soal nama Surakarta dan Solo sebenarnya merujuk pada nama tempat yang sama. Surakarta secara administratif dan Solo secara bisnis. Namun yang menjadi pertanyaan adalah apa namanya secara geografis, yang secara historis diidentifikasi dalam peta-peta sejak zaman doeloe. Bagaimana penggunaan nama Surakarta dan Solo kita bandingkan dalam teks-teks yang ada sejaman.

Lantas bagaimana sejarah asal usul kota Surakarta, yang juga dikenal kota Solo? Seperti disebut di atas, nama Surakarta atau Solo ada perbedaan penggunaan untuk menunjukkan tempat yang sama. Namun ternyata tidak hanya itu, juga soal nama Surakarta atau Kartasura, Sala, Suro atau Solo. Lalu bagaimana sejarah asal usul kota Surakarta, yang juga dikenal kota Solo? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.