Sabtu, 29 April 2023

Sejarah Cirebon (14): Masjid Kota Cirebon dan Sejarah Awal Islam di Wilayah Cirebon; Kehadiran Orang Cina Era Hindoe Boedha


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Masjid di kota Cirebon pada masa ini tidak hanya sekadar masjid tua, tetapi penting artinya dalam terbentuknya kota Cirebon. Jika benteng dikaitkan dengan kehadiran Belanda (sejak era VOC), keberadaan masjid dihubungkan dengan eksistensi kerajaan (kesulatanan). Keberadaan awal masjid di Cirebon terkait dengan sejarah awal Islam dan kehadiran pendatang terutama dari Tiongkok pada era Hindoe Boedha.


Masjid Agung Cirebon terletak di dalam kompleks Keraton Kasepuhan, Kota Cirebon. Lokasi berada di bagian barat dari Alun-Alun Kota Cirebon. Konon, masjid adalah masjid tertua di Cirebon, dibangun tahun 1480 semasa Wali Songo menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Nama masjid dari kata "sang" yang bermakna keagungan, "cipta" yang berarti dibangun, dan "rasa" yang berarti digunakan. Pembangunan masjid melibatkan lima ratus orang didatangkan dari Majapahit dan Demak. Dalam pembangunannya, Sunan Gunung Jati menunjuk Sunan Kalijaga sebagai arsiteknya. Selain itu, Sunan Gunung Jati juga memboyong Raden Sepat, arsitek Majapahit yang menjadi tawanan perang Demak-Majapahit, untuk membantu Sunan Kalijaga merancang bangunan masjid tersebut. Kekhasan masjid atapnya yang tidak memiliki kemuncakk atap sebagaimana lazim atap masjid-masjid di Jawa. Arsitektur Masjid Agung Sang Cipta Rasa memadukan gaya Demak, Majapahit, dan Cirebon. Pada bagian mihrab masjid, terdapat ukiran berbentuk bunga teratai yang dibuat oleh Sunan Kalijaga. Di beranda samping kanan (utara) masjid, terdapat sumur zam-zam atau Banyu Cis Sang Cipta Rasa yang ramai dikunjungi orang, terutama pada bulan Ramadhan. Selain diyakini berkhasiat untuk mengobati berbagai penyakit, sumur yang terdiri dari dua kolam ini juga dapat digunakan untuk menguji kejujuran seseorang. (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah masjid di Kota Cirebon dan sejarah awal Islam di wilayah Cirebon? Seperti disebut di atas, di Cirebon terdapat masjid-masjid tua, termasuk yang berasal dari era Hindoe Boedha (awal masuknya siar Islam). Dalam konteks arsitektur bagaimana kehadiran orang Tiongkok era Hindoe Boedha. Lalu bagaimana sejarah masjid di Kota Cirebon dan sejarah awal Islam di wilayah Cirebon? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Cirebon (13): Benteng VOC-Militer Pemerintah Hindia Belanda; Mengahadapi Musuh di Laut Pemberontakan Pedalaman


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Apa itu benteng itu satu hal. Bagaimana dengan militer adalah hal lain. Kita membicarakan kedunya dalam era yang berbeda. Benteng di Cirebon adalah salah satu benteng yang dibangun pada era VOC yang merupakan bagian dari benteng-benteng di (pulau) Jawa. Keutamaan benteng dalam sejarah, tidak hanya sekadar pertahanan, tetapi biasanya dari Kawasan benteng inilah terbentuknya kota.


Misteri Benteng De Beschermingh Cirebon. Max Webe. Kompasiana 2 Januari 2016. Dalam sebuah program berita Wewara TV Lokal, Radar Cirebon TV, bertajuk Menelusuri Lokasi Benteng De Beschermingh, hingga kini belum membuahkan hasil, dimana keberadaan benteng tersebut. "Pada tahun 1960an saya masih melihat beberapa benteng kecil di sekitar Pelabuhan Cirebon, terutama di sekitar jalan masuk pintu Pelabuhan III dari ujung utara," ungkap mantan wartawan HU Pikiran Rakyat, Nurdin M Noer kepada Webe. Namun, imbuhnya, saat itu juga sudah ada beberapa gudang yang dibangun di sepanjang Jl. Benteng. Diperkirakan benteng itu dibangun sekira awal 1800an, sebelum pelabuhan sekarang secara modern tersebut dibangun. Diduga benteng-benteng tersebut untuk melindungi Kantor Residen Cirebon yang ada disekitar pelabuhan dan perlindungan terhadap komoditas ekspor dan impor yang sangat menguntungkan Belanda. "Kita maklumi, pada awal 1800an pemberontakan kalangan santri Cirebon pimpinan Ki Bagus Rangin, Bagus Serrit, Neirem dan kawan-kawannya terhadap Belanda mencapai puncaknya, sehingga diperlukan adanya perlindungan secara khusus," pungkasnya. Berbekal buku Uit Cheribon's Geschiedenis karya Dr. E.C. Godee Molsbergen, seorang petugas arsip negara atau Land Archivaris di Batavia. Dalam buku tersebut, menceritakan tentang peran VOC atau Generals Verenigde Geoctroyeerde Oost Indische Compagnie di wilayah Cirebon setelah ditanda tanganinya perjanjian pada tanggal 7 Januari 1681. (https://www.kompasiana.com/)

Lantas bagaimana sejarah benteng VOC dan militer Pemerintah Hindia Belanda di Cirebon? Seperti disebut di atas, ada perbedaan antara benteng (pertahanan) dan kekuatan militer (kekuatan). Kehadiran militer di wilayah Cirebon pada awal Pemerintah Hindia Belanda bertujuan mengahadapi musuh di laut menekan pemberontakan di pedalaman. Lalu bagaimana sejarah benteng VOC dan militer Pemerintah Hindia Belanda di Cirebon? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Jumat, 28 April 2023

Sejarah Cirebon (12): Bahasa di Wilayah Cirebon; Bahasa Dialek Cirebon Diantara Bahasa Jawa, Bahasa Sunda, Bahasa Melayu


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Bahasa menunjukkan bangsa, di nusantara bahasa menunjukkan suku/bangsa. Bahasa dalam hal ini adalah bahasa yang terbentuk pada suatu populasi tertentu, dimana bahasa itu diwariskan (dari masa ke masa). Bahasa tentu saja terus tumbuh dan berkembang, tetapi suatu bahasa bermula dari awal. Bahasa asal (bahasa asli) dapat bertransformasi membentuk bahasa baru (dipengaruhi berbagai bahasa), sebaliknya bahasa yang beragam di suatu wilayah tertentu dapat membentuk populasi sendiri yang memiliki bentuk bahasa sendiri.


Bahasa dituturkan oleh orang Cirebon adalah Bahasa Jawa yang juga ada gabungan beberapa bahasa yakni Sunda, Arab dan China (bahasa Cirebonan atau Jawa dialek Cirebon). Juga memiliki dialek bahasa Sunda tersendiri (bahasa Sunda Cirebon). Dahulu Bahasa Cirebon ini digunakan dalam perdagangan di pesisir Jawa Barat mulai Cirebon yang merupakan salah satu pelabuhan utama, khususnya pada abad ke-15 sampai ke-17. Bahasa Cirebon dipengaruhi pula oleh budaya Sunda karena keberadaannya yang berbatasan langsung dengan wilayah kultural Sunda, khususnya Kuningan dan Majalengka dan juga China, Arab dan Eropa. Bahasa Cirebon mempertahankan bentuk-bentuk kuno bahasa Jawa seperti kalimat-kalimat dan pengucapan, misalnya ingsun (saya) dan sira (kamu) yang sudah tak digunakan lagi oleh bahasa Jawa baku. Perdebatan tentang bahasa Cirebon sebagai sebuah bahasa yang mandiri telah menjadi perdebatan yang cukup panjang. Meski kajian linguistik sampai saat ini menyatakan bahasa Cirebon hanyalah dialek (Guiter mengatakan harus berbeda sebanyak 80% dari Bahasa terdekatnya). Pada masa ini dalam pengajaran di wilayah Cirebon, sulit mengacu kepada bahasa Jawa baku, dan juga sulit kepada bahasa Sunda baku, dan sedikit lebih mudah dengan menggunakan bahasa Bahasa Cirebon (juga mencerminkan nama yang lebih netral). (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah bahasa di wilayah Cirebon? Seperti disebut di atas, bahasa pada populasi penduduk di suatu wilayah tertentu dapat terbentuk dari dua arah yang berbeda; bahasa asli (tunggal) atau bahasa ragam bahasa (melting pot/creol). suatu Dalam hal inilah menarik bahasa Cirebon di perhatikan. Di pantai utara Jawa bahasa dialek Cirebon berada diantara bahasa Jawa, bahasa Sunda dan bahasa Melayu (Indonesia). Lalu bagaimana sejarah bahasa di wilayah Cirebon? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Cirebon (11): Populasi di Wilayah Cirebon dan Etnik Cirebon; Betawi dan Banten Diantara Populasi Jawa dan Sunda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Populasi adalah penduduk, penduduk di suatu wilayah tertentu yang dihitung dengan satuan jiwa. Secara kejiawan, jumlah penduduk mengindikasi karakteristiknya. Karakteristik suatu populasi, dibedakan dari populasi lain, dapat diperhatikan dari awal usul, bahasa, adat istiadat dan berbagai aspek budaya yang lainnnya seperti seni (sastra, music, tari), arsitektur dan bangunan.  Sebaran populasi cenderung melampaui batas-batas georafis dan wilayah administrasi. Dalam hal ini suatu populasi memiliki karakteristik tersediri (tidak karena perbedaan wilayah geografis).


Suku Cirebon adalah kelompok etnis yang tersebar di sekitar wilayah Cirebon (kabupaten Cirebon dan Kota Cirebon). Selain itu, suku Cirebon juga dapat ditemui di sebagian kabupaten Majalengka (sebelah utara atau biasa disebut sebagai Wilayah "Pakaleran"), sebagian kabupaten Subang sebelah utara mulai dari Blanakan, Pamanukan, hingga Pusakanagara dan sebagian pesisir utara kabupaten Karawang mulai dari pesisir Pedes hingga pesisir Cilamaya (Jawa bagian barat) dan di kecamatan Losari kabupaten Brebes (Jawa bagian tengah). Selain itu, Suku Cirebon tersebar di banyak provinsi-provinsi di Indonesia. Hasil sensus penduduk 2010 suku Cirebon berjumlah 1.877.514 jiwa (0,79% dari jumlah penduduk Indonesia). Provinsi terbanyak suku Cirebon adalah Jawa Barat (1.812.842 jiwa), Banten (41.645), dan Lampung (8.406). Sebanyak 75,91% bermukim di perkotaan. Masyarakat suku Cirebon agama Islam. Bahasa dituturkan oleh orang Cirebon adalah Bahasa Jawa yang juga ada gabungan beberapa bahasa yakni Sunda, Arab dan China (bahasa Cirebonan atau Jawa dialek Cirebon). Juga memiliki dialek bahasa Sunda tersendiri (bahasa Sunda Cirebon). Sempat ada pengakuan sebagai suku bangsa/etnis tersendiri. Pada mulanya keberadaan etnis atau orang Cirebon selalu dikaitkan dengan keberadaan suku Sunda dan suku Jawa. (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah populasi di wilayah Cirebon dan etnik Cirebon? Seperti disebut di atas, populasi memiliki karakteristik sendiri yang dapat dibedakan dengan populasi lainnya. Populasi yang dimaksud dalam hal ini adalah populasi etinik/orang Cirebon. Di wilayah pantai utara Jawa juga ada populasi Betawi dan populasi Banten yang secara historis berada diantara populasi Jawa dan populasi Sunda. Lalu bagaimana sejarah populasi di wilayah Cirebon dan etnik Cirebon?  Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 27 April 2023

Sejarah Cirebon (10):Residen Cirebon Masa ke Masa, Sejak Era VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda; Kesultanan Cirebon 1810


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Dalam sejarah pemerintahan di wilayah Cirebon, hubungan antara Sultan dan Residen menjadi penting di awal, tetapi kemudian masa Pemerintah Hindia Belanda status kesultanan Cirebon dihapus. Sejak era VOC, peran Residen menjadi sentral, bahkan hingga berakhirnya colonial Belanda di Indonesia (1942). Residen adalah representasi Pemerintah Hindia Belanda di wilayah Cirebon.


Masa kekuasaan Belanda (1705 - 1811). Pada masa kekuasaan Belanda berbagai perjanjian dilakukan di Cirebon dan akhirnya Belanda menyingkirkan kekuasaan politik para sultan dengan diangkatnya Jacob Palm tahun 1700-an. Kekuasaan kesultanan Cirebon membentang dari Luwung Malang (Haur Geulis) hingga ke Galuh, Limbangan dan Sukapura termasuk wilayah pantai selatan. Pada tahun 1706, Belanda mengangkat Pangeran Arya Cirebon (putera kedua dari Sultan Sepuh 1 Syamsudin Martawijaya) sebagai pengawas bupati-bupati di wilayah Cirebon-Priyangan, pengangkatan tersebut juga bertujuan agar kedudukan Pangeran Arya Cirebon menjadi terpandang. Pada tahun 1808 kesultanan Kacirebonan resmi berdiri mengembalikan Pangeran Raja Kanoman yang diasingkan. Pangeran Raja Kanoman kemudian menjadi Sultan Kacirebonan pertama dengan gelar Sultan Cirebon Amirul Mukminin. Belanda mulai menerapkan peraturan-peraturan di Cirebon (reglement op het beheer van Cheribonesche Landen pada 2 Februari 1809 tentang struktur kewilayahan bahwa Cheribonesche Landen dibagi dalam dua wilayah yaitu wilayah kesultanan Cirebon dan wilayah Cheribonesche-Preanger Landen (wilayah Priyangan-Cirebon) Limbangan, Sukapura dan Galuh. Pada 20 Juni 1810, Gubernur Jendral Herman Willem Daendels memutuskan untuk menghapus wilayah Cirebon-Priangan dan wilayahnya dikendalikan langsung dari Batavia dengan nama Landdrostambt der Jacatrasche en Pranger Bovenlanden sementara sebagian dari bekas wilayah Cirebon-Priangan yakni wilayah Galuh dipinjamkan kepada kesultanan Yogyakarta karena tidak begitu menghasilkan dalam penanaman kopi (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah Residen Cirebon masa ke masa, sejak era VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, hubungan Residen dan Sultan sangat penting. Namun lambat laun kesultanan Cirebon dihapuskan 1810 oleh Pemerintah Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah Residen Cirebon masa ke masa, sejak era VOC hingga Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Cirebon (9): Perdagangan Diantara Cirebon dan Batavia; Jalan Trans-Java Moda Transportasi dalam Perdagangan Pedalaman


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Cirebon dalam blog ini Klik Disini

Posisi pelabuhan Cirebon sudah sejak lama dianggap penting dalam navigasi pelayaran perdagangan. Keutamaan pelabuhan Cirebon ini semakin nyata pada era Portugis. Dalam perkembangannya VOC juga menjadi pelabuhan Cirebon sebagai salah satu pos perdagangannya di panati utara Jawa. Pada awal Pemerintah Hindia Belanda semasa GG Daendels dibangun jalan pos trans Java dari Bandoeng ke Cirebon. Volume perdagangan di pelabuhan Cirebon semakin meninngkat. Pelabuhan Cirebon menjadi pelabuhan penting masa ke masa.


Monopoli perdagangan VOC di Cirebon. Niza Egal. Pada akhir abad ke 17 VOC melakukan monopoli perdagangan. Monopoli perdagangan yang pertama di pulau Jawa di Mataram. Monopoli perdagangan itu mengakibatkan perdagangan di Mataram mengalami kemunduran. Akan tetapi kemunduran perdagangan di Mataram itu tidaklah menyurut perdagangan di berbagai wlayah di Nusantara, salahsatunya di Cirebon. Cirebon merupakan pangkalan penting dalam jalur perdagangan dan pelayaran antar bangsa. Cirebon juga terletak diantara Jawa bagian tengah dan Jawa bagian barat. Berita tentang nama Cirebon menurut Tome Pires menyebut Cirebon dengan Chorobon adalah sebuah pelabuhan yang indah dan selalu ada empat sampai lima kapal yang berlabuh. Sejak berdirinya, kota pelabuhan Cirebon menduduki posisi yang sentral dibidang pelayaran dan perdagangan di Jawa bagian barat. Pelayaran Cirebon merupakan kota pelabuhan menjadi salah satu pelabuhan penting di pesisir utara memiliki peran sebagai pusat perdagangan. Perdagangan dilakukan tidak hanya dengan penduduk setempat melainkan ada pula hubungan perdagangan dengan bangsa asing yang pada wqktu musim-musim tertentu datang dan bahkan banyak pedagang asing yang menetap di Cirebon. Komoditi yang dihasilkan dari wilayah Cirebon adalah bahan pangan seperti sayur-sayuran, air tawar, beras dan sebagainya untuk persediaan para saudagar lokal maupun asing dalam perjalanan. Pada periode sebelum kedatangan VOC para pedagang Islam menduduki posisi yang sentral baik dalam bidang ekonomi maupun dalam bidang politik (https://www.academia.edu/) 

Lantas bagaimana sejarah perdagangan antara Cirebon dan Batavia? Seperti disebut di atas, pelabuhan Cirebon begitu penting dari masa ke masa. Pelabuhan ini semakin penting dengan pembangunan jalan Trans-Java dalam moda transportasi perdagangan di pedalaman. Dalam hubungan ini menarik untuk diperhatikan sejarah perdagangan antara Cirebon dan Batavia. Lalu bagaimana sejarah perdagangan antara Cirebon dan Batavia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.