Jumat, 09 Juni 2023

Sejarah Banyuwangi (33): Kota Glenmore di Wilayah Banyuwangi, Djasinga di Wilayah Bogor; Batavia, Buitenzorg, Fort de Kock


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyuwangi dalam blog ini Klik Disini

Ada Baltimore ada Glenmore. Itu sudah ada dari dulu. Di masa lalu juga ada nama asing di Indonesia semasa Pemerintah Hindia Belanda seperti Batavia, Buitenzorg dan Fort de Kock. Tapi nama-nama terakhir ini telah dkembalikan ke nama aslinya pada tahun 1950 semasa Pemerintah Republik Indonesia. Bagaimana dengan Glenmore di wilayah Banyuwangi? Yang jelas ada juga nama Djasinga di wilayah Bogor.

 

Sejarah Glenmore, Jejak Eropa yang Tersembunyi di Banyuwangi. detikTravel. Kamis, 12 Mar 2020. Banyuwangi - Sejak kecil, Arif Firmansyah terpaksa harus memendam rasa penasaran akan nama Kecamatan Glenmore, tempat dia dilahirkan dan menempuh pendidikan hingga selesai Sekolah Dasar. Nama yang aneh. Maklum nama salah satu kecamatan di Banyuwangi, Jawa Timur itu beda jauh dengan daerah di sekitarnya. Seperti: Sugihwaras, Krikilan, Margomulya atau pun Bumiharjo. Semua nama daerah di Banyuwangi umumnya mengandung unsur bahasa Jawa. Sementara Glenmore, tak ada dalam kamus bahasa Jawa, bahasa Indonesia, bahasa Belanda juga Bahasa Inggris. Tak hanya Arif, semua rekan sejawatnya satu kampung dan juga banyak orang dari daerah lain heran bahwa di Banyuwangi ada kecamatan dengan nama Glenmore. Bahkan ketika Arif, lulusan Universitas Muhammadiyah Jember tahun 1999 ini menuliskan tempat lahir di Kecamatan Glenmore ada yang menyangka itu adalah daerah di luar negeri. Bertahun-tahun Arif dan rekan sejawat serta warga di Glenmore memendam rasa penasaran akan nama daerah mereka. Hingga akhirnya tahun 2015 lalu, Arif yang mantan wartawan di sejumlah media ini bersama seorang rekannya M Iqbal Fardian bertekad mengungkap misteri nama Glenmore di Banyuwangi. (https://travel.detik.com/)

Lantas bagaimana sejarah Glenmore di wilayah Banyuwangi, Djasinga di wilayah Bogor? Seperti disebut di atas, tempo doeloe banyak nama tempat eksis tetapi kemudian menghilang seperti Batavia, Buitenzorg, Fort de Kock. Lalu bagaimana sejarah Glenmore di wilayah Banyuwangi, Djasinga di wilayah Bogor? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyuwangi (32): Jan Willem de Stoppelaar; Orang Osing dan Hukum Adat Balambangan di Wilayah Banyuwangi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyuwangi dalam blog ini Klik Disini

Siapa Jan Willem de Stoppelaar? Mungkin warga Banyuwangi masa kini tidak penting-penting amat. Akan tetapi buku Balambangansch Adatrecht menjadi sangat berguna bagi para peneliti dalam memahami sosial budaya dan hukum adat di wilayah Banyuwangi. Sejatinya penulis Balambangansch Adatrecht adalah Jan Willem de Stoppelaar.


Banyak orang Belanda, bahkan orang Inggris merekam situasi dan kondisi di wilayah Banyuwangi dari masa ke masa, termasuk perihal yang berkaitan dengan hukum adat. Tulisan-tulisan tentang wilayah Banyuwangi semasa Pemerintah Hindia Belanda akan menjadi lebih lengkap jika disertakan hasil tulisan Jan Willem de Stoppelaar berjudul Balambangansch Adatrecht. Dalam posisi inilah nama Jan Willem de Stoppelaar penting di wilayah Banyuwangi. Balambangansch Adatrecht sendiri adalah suatu desertasi di Universiteit te Leiden, 1927. Lalu bagaimana dengan yang lainnya? Salah satu pribumi yang menulis hukum adat di Indonesia (semasa Pemerintah Hindia Belanda) adalah Alinoedin Siregar gelar Radja Enda Boemi, desertasi berjudul ‘Het grondenrecht in de Bataklanden: Tapanoeli, Simeloengoen en het Karoland’ di Universiteit te Leiden tahun 1925.

Lantas bagaimana sejarah Jan Willem de Stoppelaar? Seperti disebut di atas Jan Willem de Stoppelaar adalah penulis buku hukum adat Orang Osing dan hukum adat Balambangan di Wilayah Banyuwangi tahun 1927. Lalu bagaimana sejarah Jan Willem de Stoppelaar? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 08 Juni 2023

Sejarah Banyuwangi (31): Tatakota Bermula di Fort Utrecht Banjoewangi ke Soekaradja; Antara Kampong Saba-Kampong Soekawidi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyuwangi dalam blog ini Klik Disini

Tata kota masa kini tentu saja berbeda dengan tata kota Banyuwangi tempo doeloe. Hanya membedakannya adalah tempo doeloe kota tumbuh berkembangan sesuai kebutuhannya. Sedangkan penataan kota pada masa kini mengikuti tren kota modern yang mempertimbangkan banyak hal, termasuk soal kebutuhan zonasi dan proyeksi perkembangan kota ke masa depan.


Penataan Ruang dan Wilayah Banyuwangi Dipuji Pakar Perkotaan. detikNews. Rabu, 19 Jul 2017. Penataan ruang dan wilayah yang dilakukan kabupaten Banyuwangi diapresiasi pakar perkotaan, Yayat Supriyatna. Dosen Planologi Universitas Trisakti Jakarta menilai, Banyuwangi cukup mampu mengendalikan struktur ruang kotanya dengan baik. "Kita lihat tidak saling tumpang-tindih. Saya dengar juga tidak boleh ada mall di dalam kota, itu bagus untuk memecah konsentrasi ruang sekaligus bagian dari pemerataan". Secara teroris, kata Yayat, pemimpin Banyuwangi banyak memahami tentang konsep tata ruang, tapi secara praktik, Yayat mengaku banyak belajar dari Banyuwangi. "Karena mempraktikkan teori di daerah itu lebih sulit. Banyuwangi relatif berhasil mempraktikkannya". Banyuwangi berhasil meraih juara penataan ruang terbaik se-Indonesia 2014 lalu. Yayat juga mengapresiasi penataan ruang di kawasan bandara di mana Pemkab Banyuwangi tidak memberikan izin mendirikan banguna di sekitar bandara. Sehingga lansekap persawahan di sekitar bandara tetap terjaga. "Itu bagian dari positioning. Karena untuk diferensiasi dengan bandara di kota lain, sehingga orang turun dari pesawat sudah langsung terasa keunikan Banyuwangi. Apalagi terminal bandaranya unik". Sementara itu, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, pihaknya akan terus melakukan pengendalian tata ruang. (https://news.detik.com/)

Lantas bagaimana sejarah tata kota, bermula di Fort Utrecht Banjoewangi ke Soekardja? Seperti disebut di atas, tata kota pada masa ini mengikuti kebutuhan zonasi dan arah perkembangan kota, sedangkan pada masa lampau mengikuti alamiah pertumbuhan kota. Perencanaan kota Banyuwangi tempo doeloe antara benteng dengan kampongc Soekaradja dan antara kampong Saba dan kampong Soekawidi. Lalu bagaimana sejarah tata kota, bermula di Fort Utrecht Banjoewangi ke Soekardja? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyuwangi (30): Pendidikan di Banyuwangi, Bagaimana Bermula? Sekolah Eropa/Belanda vs Sekolah untuk Pribumi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyuwangi dalam blog ini Klik Disini

Seperti halnya bidang kesehatan, pada awal Pemerintah Hindia Belanda juga mendapat perhatian. Hanya saja, penyelenggaraan Pendidikan bagi anak-anak Eropa/Belanda yang berkembang. Bagaimana dengan sekolah untuk pribumi? Mari kita telusuri.


Pendidikan dan Pergerakan Nasional: Banyuwangi Awal Abad 20. Bahagio Raharjo. Jurnal Handep: Sejarah dan Budaya Volume 5, No. 2, June 2022. Abstract. Modern education in Banyuwangi, which was established by the government, firstly appeared in 1819 in the form of the Europeesche Lagere School (ELS), approximately two years after the first school has founded in the Dutch East Indies. The existence of this school is inseparable from the interests and needs of the government to prepare skilled government employees. The existing schools were not well developed even though the need for modern schools increased. The enactment of the ethical policy provided an opportunity for non-government parties. Subsequently, schools established by Indo-European, Arab, and Chinese entrepreneurs, and national movement organization. This paper studies the dynamics of their roles in founding a modern school in Banyuwangi during the era of ethical policy. This study used historical methods to explain the education and policies that encouraged the nongovernment sector’s efforts at that time in actively establishing schools for their respective groups. The study found that ethical policy opened opportunities and strengthened the existence of parties outside the government to establish schools in Banyuwangi and develop modern education. The changes were in the strengthening of plantation companies that promoted the opening of new areas, the economic crisis, and the politics of segregation demanded the availability of schools for all groups. (https://handep.kemdikbud.go.id/)

Lantas bagaimana sejarah pendidikan di Banyuwangi, bagaimana bermula? Seperti disebut di atas, pendidikan di wilayah Banyuwangi awalnya hanya sukses bagi anak-anak Eropa/Belanda. Untuk itu ada baiknya memperhatikan sekolah Eropa/Belanda vs sekolah untuk pribumi. Lalu bagaimana sejarah pendidikan di Banyuwangi, bagaimana bermula? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 07 Juni 2023

Sejarah Banyuwangi (29): Kesehatan di Wilayah Banyuwangi dan Klinik Kesehatan; Rumah Sakit Kota dan Siapa Dr Imanudin?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyuwangi dalam blog ini Klik Disini

Seiring pembentukan cabang-cabang pemerintahan semasa Pemerintah Hindia Belanda, aspek kesehatan juga mendapat perhatian. Mengapa? Penyakit, epidemic dan status kesehatan penduduk juga akan memperngaruhi kondisi kesehatan orang Eropa/Belanda. Untuk mebingkatkan status kesehatan diu wilayan, termasuk di wilayah Banyuwangi dibutuhkan kehadiran petugas kesehatan yang menjadi prakondisi terbentuknya klinik kesehatan yang pada gilirannya rumah sakit dibangun.


Sejarah Singkat RSUD Blambangan. Banyuwangikab.go.id. 30-04-2013. Tidak banyak yang tahu jika RSUD Blambangan ternyata rumah sakit tertua di Kabupaten Banyuwangi. Rumah sakit yang kini berdiri megah ini dibangun kali pertama tahun 1930 oleh Prof. dr. Immanudin. “Sayangnya kita belum tahu tanggal, bulan dan hari apa rumah sakit ini pertama kali dibangun, masih kita telusuri. Namun yang jelas dibangun tahun 1930,” jelas Direktur RSUD Blambangan, dr. Taufik, ditemui di ruangannya, Selasa 30 April 2013. Diawal pendiriannya, fasilitas publik ini sudah memiliki 4 ruangan untuk pelayanan kesehatan dan penanggulangan penyakit menular bagi masyarakat. Yakni ruangan penyakit dalam, bedah, bersalin dan pelayanan rawat jalan. Seiring perjalanan waktu pembangunan fasilitas kesehatan dilakukan secara bertahap. (https://tegaldlimo.banyuwangikab.go.id/)

Lantas bagaimana sejarah kesehatan di wilayah Banyuwangi dan klinik kesehatan? Seperti disebut di atas pengembangan kesehatan di wilayah Banyuwangi dimulai pada era Pemerintah Hindia Belanda. Siapa Dr Imanudin dan bagaimana sejarah rumah sakit di kota Banyuwangi. Lalu bagaimana sejarah kesehatan di wilayah Banyuwangi dan klinik kesehatan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyuwangi (28): Migrasi Menuju Banyuwangi; Perpindahan Populasi di Jawa dan Perpindahan ke Banyuwangi di P. Jawa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyuwangi dalam blog ini Klik Disini

Sejarah migrasi sebenarnya sezaman dengan pembentukan populasi penduduk di suatu wilayah. Hal seperti itulah yang juga terjadi di wilayah Banyuwangi. Dalam hubungan ini, di wilayah Banyuwangi, jika disebut populasi penduduk asli di wilayah Banyuwangi adalah orang Osing, sejatinya adalah perpaduan populasi di masa lampau. Pembentukan populasi sangat dipengaruhi oleh perpindahan.


Kampung Mandar: Migrasi dan Adaptasi Komunitas Mandar dan Bugis-Makassar di Banyuwangi 1930-1980. Skripsi. Wahyu Indah Hasanah. Universitas Airlangga (2019). Skripsi fokus pada proses migrasi yang dilakukan orang-orang Mandar dan Bugis-Makassar ke Banyuwangi serta strategi adaptasi apa yang digunakan sehingga mereka dapat diterima. Penelitian ini menggunakan metode sejarah. Pengumpulan data dilakukan melalui penelusuran di perpustakaan dan kantor badan arsip sumber lisan dan sumber foto. Sumber lisan didapatkan melalui wawancara dengan narasumber dari Keluarga Adat Mandar dan seorang pemerhati sejarah lokal di Banyuwangi. Terjadinya migrasi komunitas Mandar dan Bugis-Makassar ke Banyuwangi disebabkan faktor keamanan dan ekonomi Sulawesi Selatan, memasuki wilayah Banyuwangi awal abad 18 melalui jalur perdagangan. Orang Mandar dan Bugis-Makassar tersebar di beberapa desa, antara lain Sukojati Blimbingsari, Kepuh Pakisaji, Watubunjul Giri, Kenjo Glagah. Strategi adaptasi dalam bertahan adalah strategi perang, perdagangan dan perkawinan. Proses interaksi menghasilkan akulturasi budaya. Salah satu budaya yang terjadi akulturasi adalah tradisi Petik Laut. Tradisi Petik Laut dilaksanakan sesuai adat Mandar, namun di dalamnya juga terdapat Tari Gandrung dari Banyuwangi. Sedangkan tradisi yang masih terjaga keasliannya, adalah Saulak upacara adat meminta izin kepada nenek moyang sebelum melakukan sebuah hajatan (https://repository.unair.ac.id/)

Lantas bagaimana sejarah migrasi di Banyuwangi? Seperti disebut di atas, wilayah Banyuwangi menjadi salah satu tujuan migrasi. Bahkan sejak zaman lampau. Migrasi dalam hal ini perpindahan populasi di Jawa dan perpindahan ke Banyuwangi di pulau Jawa. Lalu bagaimana sejarah migrasi di Banyuwangi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.