*Untuk
melihat semua artikel Sejarah Tangerang dalam blog ini Klik Disini
Cigudeg punya sejarah? Tentu, dong. Sejarah Cigudeg bahkan hampir seumur sejarah Bogor (Buitenzorg). Cigudeg paling tidak telah diakses dari benteng (fort) Tangerang di era VOC/Belanda. Ini bermula ketika militer VOC/Belanda memperluas kekuatan benteng Tjiampea dengan membangun benteng (fort) baru tahun 1713 di Panjawoengan (kini desa Kalong, kecamatan Leuwisadeng, kabupaten Bogor). Setelah benteng Panjawoengan dibangun menyusul benteng Djasinga. Wilayah Cigudeg ini kini berada di jalur ekonomi antara Ciampea dan Jasinga.
Cigudeg punya sejarah? Tentu, dong. Sejarah Cigudeg bahkan hampir seumur sejarah Bogor (Buitenzorg). Cigudeg paling tidak telah diakses dari benteng (fort) Tangerang di era VOC/Belanda. Ini bermula ketika militer VOC/Belanda memperluas kekuatan benteng Tjiampea dengan membangun benteng (fort) baru tahun 1713 di Panjawoengan (kini desa Kalong, kecamatan Leuwisadeng, kabupaten Bogor). Setelah benteng Panjawoengan dibangun menyusul benteng Djasinga. Wilayah Cigudeg ini kini berada di jalur ekonomi antara Ciampea dan Jasinga.
Susukan, Banyuwangi, Cigudeg dan perkebunan teh (Peta 1906) |
Lantas seperti apa sejarah Cigudeg? Itu
pertanyaan utamanya. Paling tidak hingga ini hari masih ada tersisa perkebunan
teh Cirangsad di kecamatan Cigudeg (desa Banyuresmi dan desa Banyuwangi). Di
desa Banyuwangi inilah kesadaran saya lahir sebagai kandidat peneliti. Kini,
Cigudeg menjadi kandidat ibu kota kabupaten (Bogor Barat). Untuk mengembalikan
kenangan yang tidak terlupakan di Cigudeg, mari kita telusuri Sejarah Cigudeg
berdasar sumber-sumber tempo doeloe.
Sumber
utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat
kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai
pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi
(analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua
sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya
sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di
artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan
saja*.
Perkebunan Teh Cirangsad
Satu situs penting yang masih dapat dilihat di
kecamatan Cigudeg hingga masa ini adalah kebun teh di Cirangsad
(Teeetablissement). Perkebunan teh ini berada di desa Banyuwangi dan desa Banyuresmi.
Lokasi kebun teh ini berjarak sembilan kilometer dari jalan raya di kaki gunung
Tela. Perkebunan teh ini sudah terpetakan pada tahun 1904 (lihat Peta 1906).
Dengan kata lain perkebunan teh Tjirangsad kini sudah melampaui satu abad.
Perkebunan teh Tjirangsad dan kampong Soesoekan (Peta 1906) |
Seperti tampak pada Peta 1906 dua pemukiman
terbesar di sekitar perkebunan teh adalah kampung (dusun) Soesoekan dan Paboearan.
Gambaran ini juga tidak berubah hingga 83 tahun kemudian pada tahun 1989 ketika
saya mengunjunginya bahwa dua dusun (kampong) ini juga tetap yang terbesar.
Kantor kepala desa Banyuwangi berada di dusun Susukan. Di sekitar dusun Susukan
ini di lereng-lerang bukit banyak penduduk yang mengusahakan terubuk, suatu produksi sampingan yang mempengatuhi pendapatan dan tabungan masyarakat.
Kampong Soesoekan (Now) |
Dalam peta satelit masa kini juga masih terlihat
keberadaan perkebunan teh Cirangsad di desa Banyuwangi, kecamatan Cigudeg.
Perkebunan ini setelah era pengakuan kedaulatan Indonesia diusahakan oleh
negara (kini PT Perkebunan Nusantara VIII).
Peta land di Afdeeling Buitenzorg (1867) |
Kecamatan Cigudeg, Tempo Soeloe Disebut Land Bolang
Pada awal pengembangan perkebunan di hulu sungai Tjisadane nama Tjigoedeg belumlah dikenal. Yang dikenal adalah nama-nama tanah partikelir atau land (lihat peta land). Nama-nama land yang ada di hulu sungai Tjisadane adalah land Tjiampea, land Tjiboengboelang, land Sading atau Panjawoengan, land Sading Djamboe, land Tjoeroek Bitoeng, land Bolang dan land Janlappa. Land Sading atau Panjawoengan dimekarkan menjadi land Sading atau Panjawoengan, land Sading Djamboe dan land Sading Oost; Land Sading Oost kemudian dikenal sebagai Leuwiliang. Land Sading atau Panjawoengan digabung dengan land Sading Oost menjadi land Panjawoengan atau Leuwiliang. Sementara itu land Tjoeroek Bitong kemudian dikenal sebagai Nanggoeng.
Bataviaasch handelsblad, 27-09-1879 |
Sebelumnya land Sading Djamboe, land Tjoeroek Bitoeng atau Nanggoeng,
land Bolang dan land Janlappa disatukan dalam satu distrik yang disebut
district Djasinga. Berdasarkan beslit pemerintah tanggal 24 September 1879 No 8
bahwa land Sading Djamboe dan land Tjoeroek Bitoeng atau Nanggoeng dipisahkan
dari district Djasinga dan kemudian dimasukkan ke district Leuwiliang (lihat Bataviaasch
handelsblad, 27-09-1879). Untuk sekadar catatan: pada awal pembentukan
pemerintahan, land Sading Djamboe masuk district Tangerang bersama dengan land
Roempin, tetapi kemudian dipisahkan dan dimasukkan ke district Djasinga (lihat Bataviaasch handelsblad, 02-03-1870).
Kabupaten Bogor dimekarkan membentuk kabupaten Bogor Barat |
Pada permulaan dibentuknya pemerintahan (Hindia
Belanda) di Afdeeling Buitenzorg, Residentie Batavia yang dipimpin oleh seorang
asisten residen yang berkedudukan di Buitenzorg pembagian wilayah terdiri dari
lima distrik: Buitenzorg; Tjibinong, Parong, Tjibaroesa dan Djasinga (lihat
Bataviasche courant, 04-10-1826). Para pemilik land di distrik Parong dan
distrik Djasinga mendirikan pasar. Paling tidak pada tahun 1829 telah terbentuk
pasar Tjiampea, pasar Sading atau Leuwiliang dan pasar Bolang (lihat Javasche
courant, 15-12-1829). Pada tahun 1936 jalan dari Buitenzorg (Bogor) ke Banten
melalui Tjiampea dan Djasinga telah ditingkatkan menjadi kelas dua (lihat
Javasche courant, 30-01-1836). Dengan adanya jalan ini telah memperlancar arus
orang dan barang (perdagangan). Lalu setelah beberapa dasawarsa sebagian
wilayah district Parong dan sebagian wilayah district Djasinga dipisahkan dan
kemudian disatukan dengan membentuk distrik yang baru yakni: Distrivt Leuwiliang.
Sejak 1879 distrik Leuwiliang terdiri dari, antara lain land: Tjiampea,
Tjiboengboelan, Sading Djamboe dan Tjoeroek Bitoeng.
Nama Leuwiliang adalah nama untuk menggantikan
nama Sading. Pada era VOC nama Sading untuk menggantikan nama Panjawoengan.
Oleh karena itu suatu area tanah partikelir disebut land Sading atau land
Panjawoengan.
Kecamatan Leuwisadeng dan lokasi benteng Panjawoengan |
Land
yang sudah terbentuk sebelumnya adalah land Tjiampea. Dalam perjalanan waktu
land Tjiampea dimekarkan menjadi land Tjiampea dan land Tjiboengboelang. Lalu
kemudian dibentuk land baru di Sindang Barang atau Dramaga, Tiga land ini
menjadi satu cluster pembangunan pertanian di wilayah pertemuan sungai Tjianten
dengan sungai Tjisadane. Setelah terbentuk land Sading atau Panjawoengan
dibentuk land baru yakni land Bolang sebagai suatu cluster baru di daerah
aliran sungai Tjikaniki. Land-land baru di hulu sungai Tangerang/sungai
Tjisadane ini menjadi terhubung satu sama lain.
Titik singgung terdekat sungai Tjikaniki dan sungai Tjidoerian |
Dalam perkembangan lebih lanjut land Sading dimekarkan
menjadi land Sading (Panjawoengan), land Sading Oost, land Sading Djamboe dan
land Toeroek Bitoeng. Lalu kemudian land Sading Oost disebut (land) Leuwiliang
dan land Tjoeroek Bitoeng menjadi land Nanggoeng. Land Bolang dan land Janlappa
tetap eksis. Land Sading atau Panjawoengan kemudian hanya disebut land Sading. Nama
Panjawoengan yang telah muncul sejak awal pada era VOC tamat. Land Bolang berpusat
(landhuis) di kampong Tjigoedeg dan land
Janlappa berpusat (landhuis) di kampong Djasinga.
Landhuis Bolang lama di Tjigoedeg (1910) dan Peta 1906 |
Peta 1901 |
Kecamatan-kecamatan di wilayah Bogor Barat |
Kelak pada pemerintah Republik Indonesia, itulah
mengapa awalnya hanya ada dua kecamatan di wilayah Bogor Barat, yakni: Leuwiliang
dan Djasinga (lihat Algemeen Indisch dagblad: de Preangerbode, 15-05-1951). Lalu dalam perkembangan
selanjutnya nanti kecamatan Leuwiliang yang tersisa dimekarkan kembali menjadi
kecamatan Leuwiliang dan kecamatan Leuwisadeng. Seperti disebutkan sebelumnya nama
awal Leuwisading adalah (land) Panjawoengan. Nama-nama land yang lain dijadikan
sebagai nama kecamatan, seperti: kecamatan Ciampea, kecamatan Cibungbulang,
kecamatan Nanggung (land Tjoeroek Bitoeng), kecamatan Cigudeg (land Bolang). Nama-nama historis inilah yang kini digagas menjadi satu kesatuan
wilayah yang baru dengan membentuk kabupaten baru: Kabupaten Bogor Barat. Ibu
kota kabupaten Bogor Barat telah dipilih di (kacamatan) Cigudeg. Keseluruhan
kabupaten Bogor Barat akan meliputi 14 kecamatan yang sekarang: Cigudeg,
Nanggung, Leuwiliang, Leuwisadeng, Pamijahan, Cibungbulang, Ciampea, Tenjolaya,
Tenjo, Rumpin, Jasinga, Parungpanjang, Sukajaya dan Dramaga.
Perkebunan teh Tjirangsad adalah salah satu pangkal sejarah di Cigudeg yang
tersisa dari warisan VOC/Belanda di wilayah hulu sungai Tangerang. Tentu saja
itu semua bermula dari awal. Suatu waktu di masa lampau yang dimulai dari
Tangerang (bukan dari sungai Tjiliwong, Bogor). Setelah berkembang di seputar
benteng Tangerang dan selesainya kanal Mookervaart (kanal pelayaran sungai dari
benteng Tangerang ke Batavia), VOC mulai melakukan ekspedisi-ekspedisi ke hulu
sungai Tangerang di Serpong (membangun benteng Sampoera) lalu diperluas ke
pertemuan sungai Tjianten dengan sungai Tjisadane di Tjiampea (membangun
benteng Tjiampea di pertemuan sungai Tjiaruteun dengan sungai Tjisadane). Pada
tahun 1713 benteng baru dibangun di Panjawoengan (di seberang sisi selatan
sungai Tjikaniki). Sejak inilah awal sejarah wilayah Cigudeg dimulai.
Benteng Panjawoengan (Peta 1906) |
Mengapa eksplorasi wilayah oleh VOC setelah
Ciampea justru dikembangkan ke arah barat (bukan ke arah timur)? Pertama, untuk
eksplorasi ke arah timur dianggap telah menjadi bagian dari eksplorasi wilayah
hulu sungai Tjiliwong (sisi timur dari Meester Cornelis ke Tandjong, Tjibinong
dan Tjiloear; sisi barat dari Meester Cornelis ke Depok, Pondok Terong dan
Bodjong Gede). Kedua, untuk eksplorasi ke arah barat (melalui sungai Tjianten/sungai Tjikaniki) diduga
kuat karena alasan untuk mengeksplorasi wilayah mengikuti tanda-tanda jaman
kuno (yang diduga menjadi salah satu pusat kerajaan Taroemanegara).
Arah pengembangan wilayah dari Tangerang ke Djasinga |
Setelah suatu ekspedisi dilakukan dan VOC kemudian
membangun benteng, itu merupakan indikasi bahwa wilayah sekitar ingin dipertahankan
untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi wilayah pertumbuhan ekonomi
(perdagangan) yang baru. Membangun benteng adalah suatu investasi dan membayar
militer dan tentara untuk menjaga (mempertahankan) adalah biaya-biaya tambahan
yang timbul. Untuk menutupi itu semua ke depan para ahli melakukan ekspektasi bahwa
wilayah itu ke depan akan menguntungkan secara ekonomi. Petunjuk wilayah itu
adalah wilayah potensial sudah diduga oleh para ahli bahwa wilayah sekitar
sungai Tjianten di masa lampau sebagai bagian dari pusat kerajaan
(Taroemanegara). Di wilayah itu ditemukan titik-titik penambangan emas.
Peta 1724 |
Landhuis Bolang Pindah dari Kampong Bolang ke Kampong Tjigoedeg
Land Bolang berpusat di (kampong) Tjigoedeg,
karena di kampong ini tempat lokasi rumah (landhuis) dari pemilik (landheer) land
Bolang. Nama land Bolang paling tidak sudah disebut pada tahun 1817 (lihat Bataviasche
courant, 19-07-1817). Disebutkan JT Reijnst akan menjual lahan Djasinga en
Bolang. Dalam hal ini, pemilik pertama land Bolang adalah JT Reijnst. Pembeli
land Bolang dan Djasinga adalah Leps. Komoditi utama dari land Djasinga dan Bolang
adalah padi.
Landhuis Bolang dan Sitoe Tjigoedeg (1913) dan Peta 1906 |
Pada tahun 1819 Leps menjual land Djasinga, Bolang
en Tjoeroek Bitoeng (lihat Bataviasche courant, 31-07-1819). Informasi ini mengindikasikan
bahwa Leps sebelumnya telah membeli land Tjoeroek Bitoeng dan menyatukannya
dengan land Djasinga en Bolang.
Landhuis land Djasinga dan kantor demang (Peta 1906) |
Wilayah paling ujung dari tanah-tanah partikelir
ini mulai dikembangkan lebih baik pada tahun 1826 sehubungan dengan pembentukan
district Djasinga. Ibu kota district Djasinga tidak berada di land Bolang
tetapi berada di land (kampong) Djasinga. Meski demikian, satu-satunya pasar di
distrik Djasinga hanya terdapat di Bolang. Pasar ini buka pada hari Sabtu
(lihat Javasche courant, 24-11-1829). Pasar terdekat dari pasar Bolang berada
di land Sading Oost atau Leuwiliang dan di (land) Tjikadoe (kini Tenjo).
Landhuis land Bolang yang lama dan jalan raya (Peta 1906) |
Pada
tahun 1837 diketahui dari iklan berita keluarga di surat kabar bahwa pemilik
land Bolang menyewakan kebun gula aren ke publik (lihat Javasche courant, 02-12-1837).
Pemilik land Bolang, Jan Mulder
dikabarkan meninggal dunia tiba-tiba pada tanggal 21 di perkebunan Koeripan.
JJ van Braam dan E Moormann en Co memberitahukannya ke publik (lihat Javasche
courant, 06-05-1843). Land Bolang milik alm J Mulder akan dijual melalui lelang
di Batavia pada bulan September (lihat Javasche courant, 26-07-1843). Siapa
yang membelinya tidak diketahui secara jelas tetapi telah diiklankan land
Bolang yang menghasilkan padi, gula aren dan lain akan disewakan selama tiga
tahun ke depan (lihat Javasche courant, 04-11-1843).
Landhuis Nanggoeng dan batubara di Parakan Tiga (Peta 1906) |
Dalam perkembangannya, sesuai perubahan spasial,
pemilik land Bolang memindahkan landhuis ke kampong Tjigoedeg di dekat Sitoe
Tjigoedeg (di sisi jalan utama antara Buitenzorg-Djasinga). Pemilik land Bolang
tidak membangun pasar di Tjigoedeg. Pasar Bolang lambat laun ditutup dan kemudian
di land Bolang dibangun pasar yang baru yang disebut Pasar Poeroe (lihat De Tijd
: godsdienstig-staatkundig dagblad, 29-11-1861). Lokasi pasar ini berada di
dekat jembatan di jalan utama Buitenzorg-Djasinga (di Boenar). Sejauh ini di land Djasinga
sendiri tidak ada pasar.
Lanhuis land Bolang baru di kampong Tjigoedeg (Peta 1906) |
Pada tahun 1875 pemilik land Bolang diketahui Mr.
WA Baron Baud, Tidemann dan van Kerchem (lihat Java-bode : nieuws, handels- en
advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 23-06-1875), Kongsi pemilik ini menunjuk
J Micola sebagai Administrateur land Bolang en Janlappa. Dari informasi ini ada
indikasi land Bolang dan land Janlappa sebagai satu kesatuan kepemilikan. Beberapa
bulan kemudian diketahui bahwa di land Bolang akan mulai dilakukan budidaya teh
(lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie,
18-10-1875).
Beberapa
tahun sebelumnya diketahui van Motman telah menjual land kopi Bolang (lihat
Rotterdamsche courant: staats-, handels-, nieuws- en advertentieblad,
13-04-1860). Disebutkan van Motman menjual land Bolang dalam rangka untuk
membeli land Boeboet (Kedong Badak). Sebagaimana diketahui kelaurga van Motman
adalah pemilik land Dramaga.
Namun beberapa tahun kemudian land Janlappa diketahui
telah dijual kepada seorang pengusaha Cina Ong Kioe Poean. Dalam
perkembangannya land Janlappa akan disewakan kepada publik melalui notaris di
Batavia (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 11-10-1879). Tidak diketahui secara jelas apakah land
Bolang masing dimiliki oleh Mr. Baud cs.
Perkebunan teh di land Tjoeroek Bitoeng (Nanggoeng), 1870 |
Nilai NJOP (verponding) land Bolang pada tahun
1886 sebesar f500.000 (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad
voor Nederlandsch-Indie, 13-02-1886). Besarnya pajak yang disetor ke pemerintah
dihitung sebesar nilai persentase tertentu. Nilai verponding land Tjoerek
Bitoeng atau Nanggoeng sebesar f1.047.000. Penilaian ini dilakukan oleh suatu
komite,
Java-bode voor Nederlandsch-Indie, 13-02-1886 |
Tiga
land yang diusahakan oleh keluarga van Motman yakni land Tjiampea,
Tjiboengboelan dan land Panjawoeangan atau Sading dalam periode 1874-1886 masing-masing
sebesar f1.423,000, f273.000 dan f467.000 yang keseluruhan berjumlah f2.163,000
dengan pajak disetor per tahun ke pemerintah sebesar tertentu . Nilai
verponding ketiga land ini telah meningkat di dalam 70 tahun terakhir (lihat
tabel). Pada tahun 1818 nilai verponding land Tjiampea sebesar 550.000; land
Tjiboengboelang sebsar f52.100 dan land Panjawoengan atau Sading sebesar
f47.400. Keluarga van Motman menyewa tiga land tersebut sejak 1882 selama 15
tahun, Keluarga van Motman adalah pemilik land Dramaga. GWC van Motman sebagai
perintis di land Dramaga meninggal pada tahun 1821. Sementara itu diketahui bahwa land Tjikoleang dan
land Sadeng Djamboe tetap dimiliki oleh PC van Motman (lihat Bataviaasch
nieuwsblad, 06-08-1889).
Potensi yang tinggi dari tanah-tanah partikelir
antara ibukota district Leuwiliang dan ibukota district Djasinga tidak selalu
sejalan dengan kondisi moda transportasi yang ada. Pada dekade-dekade terakhir
ini jalur komunikasi melalui jalan raya cukup memprihatinkan. Dewan di
Buitenzorg kurang mempedulikan keluhan-keluhan masyarakat tentang kondisi
jalan. Jalan antara Panjawoengan dengan perbatasan land Bolang (Pasirangin)
sulit dilewati baik oleh pedati maupun kereta. Jalannya sangat berlumpur meski
tidak terlalu sulit untuk mendapatkan bahan kerikil. Masyarakat sekitar telah
mengeluh ke dewan (Raad) tetapi tidak digubris (lihat Bataviaasch handelsblad, 09-09-1889).
Bataviaasch nieuwsblad, 23-11-1898 |
Perkebunan teh di land Tjoeroek Bitoeng (Nanggoeng), 1908 |
Setelah sekian lama wilayah barat Buitenzorg
kesulitan dalam hal komunikasi dengan menggunakan moda transpostasi darat mulai
muncul usulan untuk pembangunan jalur kereta api. Jalur kereta api yang diusulkan oleh dewan yakni
dari Janlapa melalui Djasinga, Bolang ke Paroeng Pandjang. Sebagaimana
diketahui jalur kereta api dari Batavia ke Rangkas Bitoeng sudah terealisasi
melalui Tanah Abang, Palmerah, Serpong, Paroeng Panjang, Tjikadoe (kini Tenjo).
Namun usulan ini pada tingkat konsesi eksploitasi kereta api ditolak (lihat
Bataviaasch nieuwsblad, 23-11-1898). Tidak dijelaskan apa alasan usulan itu
ditolak. Tamat sudah harapan penduduk Bolang untuk mendapatkan moda
transportasi kereta api.
Seorang wanita Eropa berbelanja di pasar Bolang, 1910 |
Pada tahun-tahun terakhir ini perekonomian di
land Bolang dan land Djasinga seakan terisolasi hanya karena faktor buruknya
kondisi moda transportasi. Tentu saja tidak hanya produk perkebunan teh yang
harus menanggung biaya angkut yang lebih mahal tetapi juga produk pertanian
penduduk juga terhambat pemasarannya ke kota seperti Buitenzorg dan Batavia.
Sementara itu harapan untuk pembangun jalur kereta api masih sangat didambakan.
Bataviaasch nieuwsblad, 11-02-1915 |
Sungai Tjidoerian di Bolang, 1913 |
Pada rapat dewan Batavia tahun 1916 disetujui pelaksanaan
pembangunan koneksi telepon yang berjalan secara eksklusif pada land Bolarg dan
land Djasinga untuk keuntungan dan untuk penggunaan Administrator land tersebut
(lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 14-10-1916). Sebelumnya
komunikasi yang sudah ada adalah telegraf di Djasinga.
Bataviaasch nieuwsblad, 13-02-1917 |
Pemilik land Bolang, CC Stoel van Holstein van Vloten (1910) |
Gunung Tela di land Bolang, 1935 |
Sungai Tjidoerian di Djasinga, 1935 |
Perang Kemerdekaan dan Pengakuan Kedaulatan Indonesia
Tunggu deskripsi lengkapnya
Cigudeg, Kota Masa Depan: Kandidat Ibu Kota Kabupaten Bogor Barat
Kampong Tjigoedeg yang sudah dikenal sejak lampau
1713 (era VOC), akan segera menemukan jalan menuju masa depan (era milenial).
Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1826 tidak memperhitungkan kampong
Tjigoedeg (land Bolang) sebagai ibu kota distrik melainkan yang dipilih dan
ditetapkan adalah kampong Djasinga (land Janlapa).
Lanskap Tjigoedeg diantara gunung Tela dan gunung Tenjoleat |
Landhuis land Bolang dipindahkan dari Toge ke Tjigoedeg |
Lokasi kantor kecamatan Cigudeg dan kantor pusat PT PN VIII |
Kota Cigudeg jauh lebih tinggi dari Kota Bogor.
Ketinggian Kota Bogor sekitar 300 meter di atas permukaan laut (dpl). Kota
Bogor tidak sejuk lagi. Tempoe doeloe Bogor dipilih para petinggi VOC sebagai
buitenzorg karena hawanya sejuk. Tapi kini Kota Bogor hawanya terkesan panas
(vegetasi berkurang, tanah permukaan yang tertutup dan polusi yang semakin
tinggi menyebabkan kota Bogor semakin gerah.
Ketinggian area di Bogor Barat (M dpl) |
Cigudeg, kandidat ibu kota kabupaten Bogor Barat |
Wilayah Bogor Barat sejatinya lebih kaya
situs-situs destinasi wisata dibangdingkan daerah Puncak (wilayah Bogor timur).
Wilayah sekitar Cigudeg sangat di Bogor Bnarat berlimpah situs-situs eksotik
bahkan terdapat situs-situs masa lampau tersebar dimana-mana, tidak hanya situs
era Taroemanegara, juga situs-situs kuno seperti gua. Tentu saja situs kuno peninggalan
era VOC (benteng Tjiampea dan benteng Panjawoengan serta benteng Djasinga) dan
peninggal era Hindia Belanda di Nanggung dan tentu saja perkebunan tua di
Cirangsad.
Saya
bisa membayangka suatu ketika di masa nanti Tangerang (Selatan), Cigudeg dan
Pelabuhan Ratu, area Ciletuh dan Sukabumi terhubung dengan jalur kereta api.
Tidak terpikirkan memang tetapi masuk akal dengan terbentuknya jalur lingkar
yang menghubungkan Serpong (Kota Tangerang), Cigudek (ibu kota Bogor Barat) dan
Pelabuhan Ratu (ibu kota Soekabumi). Pada era Hindia Belanda JP Motman
(pengusaha pertanian di Bolang dan Tjoeroek Bitoeng) pernah menggagas jalur
kereta api dari Paroeng Pandjang/Serpong ke Djasinga via Tjigoedek dan juga
Eekhout (pengusaha pertanian di Djampang Keolon) menggagas jalur kereta api
dari Sagaranten/Tjiletoeh ke Leuwiliang via Parakan Salak. Kedua jalur ini
layak tetapi ditolak oleh perusahaan kereta Hindia Belanda.
Thanks for share,.
BalasHapusMantap
BalasHapusSelesai membaca, mantap pak dosen, sy sebagai warga Sading Djamboe (skrg Leuwisadeng, kebetulan iluni UI juga dari FH angkatan 2007. Sehat selalu
BalasHapusSaya dari Dramaga. Kebetulan jaket kuning jg dr antro. Saya menyukai artikel Bapak. Sehat selalu, Pak.
BalasHapusSeru baca tulisannya...Kakek sy dulu pensiunan juru tulis di Kewedanaan Jasinga...sayang dl cerita2nya ga dijadiin buku yah. Sy pernah berkirim surat sm cicit2 tuan tanah Perkebunan Jasinga Hans/Eric terakhir berkirim surat sekitar tahun 1995...dijawab sm ayahnya pakai Bahasa Indonesia logat Belanda. Sayang sy juga ga nyimpen alamatnya.
BalasHapusJika artikel ttg cirangsad ini didedikasikan diantaranya utk sy dan keluarga, maka suatu kehormatan. Terimakasih telah mengingat kami bang akhir...Kami dan kampung ini masih mengingat abang dan terbuka kapanpun abang kembali....hehe
BalasHapusAlhamdulillah, akhirnya kita bertemu kembali setelah 30 tahun. O iya, ini Kang Ato atau Ade? via email saja ya (ada alamatnya di bawah artikel di atas)
HapusAde bang
Hapus