Rabu, 22 Desember 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (309): Pahlawan Nasional Robert Wolter Mongisidi; Sejarah Negara Indonesia Timur (NIT) 1946-1950

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Robert Wolter Mongisidi adalah pahlawan Indonesia yang telah ditabalkan menjadi Pahlawan Nasional. Ketika banyak pemimpin lokal bergabung dengan kehadiran Belanda (NICA) dan terbentuk Negara Indonesia Timur (NIT), Robert Wolter Monginsidi termasuk salah satu yang kuat menentangnya. Perlawanannya harus dibayar mahal, Robert Wolter Monginsidi dieksekusi oleh KNIL pada tanggal 5 September 1949.

Robert Wolter Mongisidi atau sering salah ditulis sebagai Robert Wolter Monginsidi (14 Februari 1925 – 5 September 1949) adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia sekaligus pahlawan nasional Indonesia. Robert dilahirkan di Malalayang (sekarang bagian dari Manado), anak ke-4 dari Petrus Mongisidi dan Lina Suawa. Dia memulai pendidikannya pada 1931 di sekolah dasar berbahasa Belanda Hollands Inlandsche School atau (HIS) kemudian dilanjutkan sekolah menengah MULO di Frater Don Bosco di Menado. Mongisidi lalu dididik sebagai guru Bahasa Jepang pada sebuah sekolah di Tomohon. Setelah studinya, dia mengajar Bahasa Jepang di Liwutung, Minahasa, dan Luwuk, sebelum ke Makassar, Celebes. Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan saat Mongisidi berada di Makassar. Namun, Belanda berusaha untuk mendapatkan kembali kendali atas Indonesia. Mongisidi yang tidak menerima kedatangan Belanda, menjadi terlibat dalam perjuangan melawan NICA di Makassar. Pada tanggal 17 Juli 1946, Mongisidi dengan Ranggong Daeng Romo dan lainnya membentuk Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS). Dia ditangkap oleh Belanda pada 28 Februari 1947, tetapi berhasil kabur pada 27 Oktober 1947. Belanda menangkapnya kembali dan kali ini Belanda menjatuhkan hukuman mati kepadanya. Mongisidi dieksekusi oleh tim penembak pada 5 September 1949. Makamnya kemudian dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Panaikang Makassar pada 10 November 1950  (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Robert Wolter Monginsidi? Seperti disebut di atas, Robert Wolter Mongisidi adalah salah satu pejuang Indonesia yang menentang kehadiran Belanda (NICA) pada periode 1946-1949. Lalu bagaimana sejarah Robert Wolter Mongisidi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (308): Pahlawan Nasional LN Palar, Sang Diplomat; Sejarah SDAP Partij di Indonesia dan Belanda-NIP

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

LN Palar adalah seorang pahlawan Indonesia yang telah ditabalkan sebagai Pahlawan Nasional. LB Palar tidak terlalu dikenal luas seperti Ratulangi dan Maramis. Hal itu boleh jadi karena sejarah LN Palar sendiri kurang terinformasikan. Sebagai Pahlawan Nasional, tentu saja penulisan sejarah LN Palar masih diperlukan.

Lambertus Nicodemus Palar (5 Juni 1900 – 13 Februari 1981). menjabat sebagai diplomat (dubes) termasuk sebagai perwakilan Indonesia PBB. Ayah Gerrit Palar, penilik sekolah dan ibu Jacoba Lumanauw. Palar telah dianugrahi gelar Pahlawan Nasional pada tanggal 8 November 2013. Palar masuk sekolah MULO di Tondano, kemudian AMS B di Yogyakarta. Di AMS B Yogyakarta menjadi anggota organisasi pemuda Jong Minahasa. Pada tahun 1922, Palar `meneruskan ke THS te Bandoeng namun sekitar satu tahun. karena sakit, Palar menghentikan kuliahnya dan kembali ke Minahasa. Palar bekerja di KPM. Pada tahun 1924 Palar kembali kuliah (di Rechtshoogeschool te Batavia). Pada tahun 1928, Palar pindah ke Belanda. Pada tahun 1930, Palar menjadi anggota Sociaal-Democratische Arbeiders Partij (SDAP). Palar menjabat sebagai sekretaris Komisi Kolonial SDAP dan Nederlands Verbond van Vakverenigingen (NVV) mulai Oktober 1933. Dia juga adalah direktur Persbureau Indonesia di Belanda. Pada tahun 1938, Palar sempat pulang ke tanah air bersama isterinya, Johanna Petronella Volmers yang dinikahi pada tanggal 26 Juni 1935. Selama pendudukan Jerman di Belanda Palar bekerja di laboratorium Van der Waals dan juga bekerja sebagai guru bahasa Melayu dan sebagai gitaris orkestra keroncong. Sementara perang, Palar dan istrinya tergabung dalam gerakan bawah tanah anti-Nazi. Setelah perang, Palar terpilih menjadi anggota Tweede Kamer dari partai Partij van de Arbeid (PvdA), sebuah partai baru yang bermula dari SDAP. Palar kemudian mengundurkan diri sebagai anggota parlemen dan anggota PvdA. Palar bergabung dengan usaha pengakuan internasional kemerdekaan Indonesia dengan menjadi Wakil Indonesia di PBB pada tahun 1947. Posisi ini dijabatnya sampai tahun 1953 (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah LN Palar? Seperti disebut di atas, LN Palar dapat dikatakan salah aktivis SDAP baik di Hindia Belanda (baca: Indonesia) maupun di Belanda. LN Palar pernah menjadi perwakilan pemerintah Indonesia di New York. Lalu bagaimana sejarah LN Palar? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 21 Desember 2021

Sejarah Menjadi Indonesia (307): Pahlawan Nasional Arnold Mononutu; Sekolah Docter Djawaschool, STOVIA hingga GHS Batavia

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Nama Arnold Mononutu tidak seterkenal AA Maramis dan Sam Ratulangi. Namun yang jelas Arnold Mononutu adalah Pahlawan Indonesia yang telah ditabalkan sebagai Pahlawan Nasional. Sudah  barang tentu sejarahnya ditulis. Jadi, mengapa sejarahnya ditulis kembali? Sebagai Pahlawan Nasional, narasi sejarahnya haruslah ditulis selengkap mungkin. Sejarah adalah narasi fakta dan data. Sejauh data baru ditemukan, narasi sejarah Arnold Mononutu haruslah dilengkapi.

Arnoldus Isaac Zacharias Mononutu atau Arnold Mononutu (4 Desember 1896-5 September 1983) adalah pahlawan nasional,  pernah Menteri Penerangan, anggota Majelis Konstituante dan rektor Universitas Hasanuddin serta dubes pertama untuk Tiongkok. Arnoldus Mononutu lahir di Manado, ayah Karel Charles Wilson Mononutu dan ibu Agustina van der Slot. Baik ayah dan kakeknya adalah tokoh terkemuka. Ayahnya seorang pegawai negeri (ambtenaar). Kakeknya bernama Arnold Mononutu adalah orang Minahasa pertama studi di dokter pribumi (STOVIA). Saat Mononutu usia dua tahun, ayahnya ditugaskan ke Gorontalo dan sekolah di ELS Gorontalo yang kemudian dilanjutkan di Manado. Pada tahun 1913, Mononutu melanjutkan studi ke HBS di Batavia dimana ia bertemu dan berteman dengan AA Maramis dan Achmad Subardjo. Pada tahun 1920, Mononutu berangkat studi ke Belanda. Setelah beberapa tahun mengambil kursus persiapan untuk mendaftar di universitas, ia memutuskan untuk mendaftar di Akademi Hukum Internasional Den Haag (Académie de droit internasional de La Haye di Den Haag). Pada awalnya, Mononutu tidak memiliki jiwa nasionalisme, namun, setelah bergabung di Perhimpunan Indonesia (Indische Vereeniging) di Belanda, rasa nasionalisme mulai tumbuh. Dia menjadi lebih terlibat dalam organisasi dan terpilih sebagai wakil ketua pada periode yang sama dimana Mohammad Hatta terpilih sebagai bendahara. Ketika Soekiman Wirjosandjojo menjadi ketua Perhimpunan Indonesia, Mononutu diminta untuk mewakili organisasi hadir dalam forum organisasi-organisasi mahasiswa di Paris. Mononutu kembali ke Indonesia pada bulan September 1927.(Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Pahlawan Nasional Arnold Mononutu? Seperti disebut di atas, Arnold Mononutu berasal dari Minahasa (Manado) dan melanjutkan pendidikan di Jawa (Batavia). Lalu bagaimana sejarah Arnold Mononutu? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Menjadi Indonesia (306): Siapa Saja Pribumi Jadi Warga Negara Belanda; Orang Pribumi Hindia Kewarganegaraan Belanda

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Dalam sejarah Indonesia hanya ada buku berjudul Di Negeri Penjajah: Orang Indonesia di Negeri Belanda 1600-1950 yang diterbitkan Kepustakaan Populer Gramedia, 2008. Judul aslinya yang ditulis Harry A Poeze tidak demikian. Buku bagian pertama yang berisi tentang orang-orang pribumi (baca: Indonesia) di Belanda. Namun sejauh ini belum ada yang menulis tentang siapa saja orang pribumi yang menjadi warga negara Belanda (pada era Hindia Belanda). Ternyata jumlahnya banyak, termasuk Hadji Agoes Salim.

Pada era Pemerintah Hindia Belanda tidak diperbolehkan memiliki dua kewaeganegaraa. Menurut undang-undang Belanda yang berlaku hanya satu. Warga Negara Belanda banyak di Hindia (selain asli orang Belanda juga yang sudah dinaturalisasi dari warga negara Eropa lainnya). Dalam peraturan Pemerintah Hindia Belanda, kelas warga negara dibagi tiga: Eropa/Belanda, Timur asing dan pribumi. Orang Jepang disetarakan dengan Eropa/Belanda. Orang non-Belanda dapat dinaturalisasi menjadi warga negara Belanda, termasuk pribumi. Pribumi yang sudah dinaturalisasi akan disetarakan dengan orang Eropa/Belanda. Proses naturalisasi dilakukan pemerintah (melalui pengadilan). Pada tahun 1898 muncul gagasan orang Kristen (bilangan besar di Tapanoeli, Minahasa dan Ambon) akan disetarakan dengan orang Belanda. Gagasan ini ditentang seorang jurnalis di Padang Radjieoen Harahap gelar Dja Endar Moeda. Dia berpendapat tidak perlu, bagaimana orang sekampongnya di Tapanoeli disetarakan dengan orang Eropa/Belanda semantara sama miskinnya dengan orang Islam (sama-sama makan nasi, ikan asing dan daun singkong). Sejak itu gagasan tersebut meredup. Lalu kemudian yang muncul adalah gagasan menaturalisasi (setara Belanda) terhadap orang-orang terpilih (kesesuaian dua belah pihak; antara pemerintah dan yang calon yang akn dinaturalisasi). Satu kasus di Medan menjadi heboh, Tjong Jong Hiang dirumorkan memiliki dua kewarganegaraan (Belanda dan Tiongkok).

Lantas bagaimana sejarah orang-orang pribumi (Indonesia asli) menjadi warga negara Belanda (naturalisasi)? Seperti disebut di atas, proses naturalisasi banyk dan semakin banyak dari waktu ke waktu. Sebaliknya dwikewarganegaraan akan terkena hukuman pelanggaran. Hampir tidak pernah ditemukan kasus, setelah dinaturalisasi lalu kemudian membatalkannya. Lalu seiapa saja penduduk asli (Inlander) yang menjadi warga negara Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.