Rabu, 07 September 2022

Sejarah Jambi (23): Otoritas Pemerintahan Hindia Belanda, Pemberontakan di Wilayah Jambi; Relasi Sultan dan Pejabat Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini 

Pembentukan otoritas pemerintahan antitesisnya adalah pembubaran otoritas melalui perlawanan yang kerap dilabeli sebagai pemberontakan. Dalam hal ini kita tidak membicarakan antara otoritas pemerintahan local dengan para pemimpin local lainnya, tetapi antara otoritas asing (Pemerintah Hindia Belanda) dengan para pemimpin local termasuk dari kalangan kerajaan sendiri. Bagaimana sejarah di daerah aliran sungai Batanghari.


Sebelum cabang Pemerintah Hindia Belanda dibentuk di (wilayah) Jambi, ada satu masa sebelumnya yakni kehadiran orang Eropa sejak era Portugis. Pada era VOC/Belanda ada dua kekuatan perdagangan Eropa di Jambi yakni Belanda dan Inggris. Pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belanda di Jambi dapat dikatakan kelanjutan kehadiran orang Eropa di daerah aliran sungai Batanghari. Selama kehadiran otoritas/pemerintah Hindia Belanda di Jambi, banyak perselisihan yang timbul, tidak hanya dari kalangan kraton tetapi juga dari pemimpin penduduk lainnya. Puncak dari berbagai peristiwa yang pernah ada di daerah aliran sungai Batanghari adalah berakhirnya masa kesultanan Jambi seiring dengan meninggalnya Sulthan Thaha Saifuddin tanggal 27 April 1904 yang kemudian Jambi ditetapkan sebagai Keresidenan (Keputusan Gubernur Jenderal Belanda No. 20 tanggal 4 Mei 1906). Pemerintahan Hindia Belanda berakhir tanggal 9 Maret 1942 yang digantikan Jepang.

Lantas bagaimana sejarah otoritas Pemerintahan Hindia Belanda dan pemberontakan di wilayah Jambi? Seperti yang disebut di atas, selama kehadiran Belanda ada relasi yang penting antara Sultan dan pejabat-pejabat Belanda. Namun diantara ada peristiwa-peristiwa yang mengusik otoritas Pemerintah Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah otoritas Pemerintahan Hindia Belanda dan pemberontakan di wilayah Jambi? Seperti disebut di atas, dari sejarah candi inilah sejarah Jambi mulai dinarasikan. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jambi (22): Kesultanan Jambi dan Nama Jambi; Kerajaan Jambi Diantara Kerajaan Indragiri dan Kerajaan Palembang


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini  

Kerajaan-kerajaan besar di pantai timur Sumatra berada di daerah aliran sungai. Kerajaan Jambi berada di daerah aliran sungai Batanghari. Di daerah aliran sungai Musi adalah kerajaan Palembang, di daerah aliran sungai Indragiri adalah kerajaan Indragisi. Lalu ke arah utara ada kerajaan Siak, kerajaan Aru, sedangkan di selatan ada kerajaan Tulang Bawang. Bagaimana kerajaan-kerajaan pantai timur Sumatra ini muncul terhubung dengan kerajaan-kerajaan di masa lalu di wilayah yang sama, Catatan sejarah raja-raja di pantai timur Sumatra tertua ditemukan dalam prasasti abad ke-7.


Kesultanan Jambi adalah sebuah kerajaan Melayu Islam yang pernah berdiri di provinsi Jambi. Kesultanan ini sebelumnya bernama kerajaan Melayu Jambi yang didirikan oleh Datuk Paduko Berhalo bersama istrinya, Putri Selaras Pinang Masak di Kota Jambi, pada tahun 1460. Dalam perkembangannya, pada tahun 1615 kerajaan ini resmi menjadi kesultanan setelah Pangeran Kedah naik takhta dan menggunakan gelar Sultan Abdul Kahar. Kesultanan Jambi resmi dibubarkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1906 dengan sultan terakhirnya Sultan Thaha Syaifuddin. Wilayah Jambi dulunya merupakan wilayah Kerajaan Melayu, dan kemudian menjadi bagian dari pendudukan wilayah Sriwijaya yang berpusat di Palembang. Pada akhir abad ke-14 Jambi merupakan vasal Majapahit, dan pengaruh Jawa masih terus mewarnai kesultanan Jambi selama abad ke-17 dan ke-18. Berdirinya kesultanan Jambi bersamaan dengan bangkitnya Islam di wilayah Jambi. Namun kejayaan Jambi tidak berumur panjang. Setelah Istana Tanah Pilih Kota Jambi di hancurkan Belanda, dan Sultan Thaha mundur ke pedalaman Jambi. Oleh kerabat orang kerajaan Jambi dipilih lah Pangeran Singkat Lengan menjadi Sultan menggantikan Thaha dengan gelar Sultan Ahmad Nazaruddin. Masa itu kesultanan Jambi masih mengendalikan Ibukota (Kota Jambi) namun Sultan Ahmad Nazaruddin tinggal di Dusun Tengah, tiga atau empat hari perjalanan dari Ibukota, di sebuah rumah sederhana dari papan. Pada tahun 1903 Pangeran Ratu Martaningrat, keturunan Sultan Thaha, sultan yang terakhir, menyerah Belanda. Kesultanan Jambi resmi dibubarkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1906. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Kesultanan Jambi dan nama Jambi; Kerajaan Jambi diantara Kerajaan Indragiri dan Kerajaan Palembang? Seperti yang disebut di atas, Kerajaan Jambi yang menjadi kesultanan (Islam), adalah simpul peradaban dan kekuasaan di wilayah daerah aliran sungai Batanghari. Lalu bagaimana sejarah Kesultanan Jambi dan nama Jambi; Kerajaan Jambi diantara Kerajaan Indragiri dan Kerajaan Palembang? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 06 September 2022

Sejarah Jambi (21): Orang (Kuala) Tungkal Pantai Timur Sumatra; Kota Kuala Tungkal, Diantara Sungai Indragiri-Sungai Batanghari


 *Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini 

Ada perbedaan pengertian antara orang dan warga. Orang mengindikasikan kepada kelompok populasi, sedangkan warga merujuk pada suatu pemerintahan pada suatu wilayah administrasi. Orang Jambi ada yang menjadi warga Jambi dan juga ada yang menjadi warga Palembang. Namun yang jelas Orang Jambi dibedakan dengan Orang Palembang. Orang Jambi dapat diuraikan sebagai terdiri dari orang Batanghari, Orang Tanjung Jabung dsb. Pada level wilayah administrasi yang lebih rendah ada juga yang menguaraikan diri menjadi orang (kecamatan) ini dan orang )desa) itu.


Ada yang mengaku bukan Orang Bali, orang dari yang mana, tetapi lebih menganggap sebagai Orang Indonesia. Lantas apakah Orang Bali adalah Orang Indonesia? Tentu saja. Yang jelas Orang Jawa bukan Orang Bali (atau sebaliknya). Demikian juga Orang Jambi dibedakan dengan Orang Palembang. Namun Orang Jambi bukan Orang Minangkabau. Lalu apakah ada Orang Mingakabau di wilayah Orang Jambi (provinsi Jambi)? Tentu saja ada. Lalu apakah ada Orang Jambi di wilayah Orang Minangkabau? Tentu pula ada. Dalam hal ini siapa yang menjadi warga Kuala Tungkal di kabupaten Tanjung Jabung Barat? Tentu saja ada Orang Minangkabau, ada Orang Jambi dan ada Orang Riau. Apakah Orang Riau dan Orang Jambi adalah Orang Melayu? Tentu saja. Yang jelas Orang Minangkabau bukan Orang Melayu. Lantas siapa Orang Tungkal? Apakah Orang (Tanjung) Jabung? Seperti disebut di atas, setiap orang dapat mengidentifikasi diri siapa dan berafiliasi dengan kelompok populasi yang mana.

Lantas bagaimana sejarah Orang (Kuala) Tungkal di pesisir pantai timur Sumatra? Seperti yang disebut di atas, setiap orang dapat mengidentifikasi diri dan berafiliasi ke atas (kelompok populasi yang lebih besar), seperti setiap warga negara menebut dirinya Orang Indonesia atau ke bawah (kelompok populasi yang lebih kecil) seperti Orang Jambi dan kelompok populasi yang menjadi bagiannya Orang (Kuala) Tunkal atau Orang Tanjung Jabung Barat. Satu hal yang perlu dihubungkan disini adalah  terbentuknya kota Kuala Tungkal diantara sungai Indragiri dan sungai Batanghari. Lalu bagaimana sejarah Orang (Kuala) Tungkal di pesisir pantai timur Sumatra? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jambi (20): Orang Kerinci Sumatra di Pedalaman Pegunungan Bukit Barisan; Danau Gunung Kerinci - Kota Sungai Penuh

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini 

Seperti Orang Angkola Mandailing dan Orang Agam, Orang Kerinci juga berada di pedalaman Sumatra di pegunungan Bukit Barisan. Kabupaten Kerinci, kini masuk provinsi Jambi, dapat diakatakan satu-satunya di provinsi Jambi yang bernuansa pegunungan. Memang ada Pegunungan 12 dan Pegunungan 30, tetapi yang dimaksud adalah pegunungan Bukit Barisan yang lebih dekat ke pantai barat Sumatra.


Suku Kerinci adalah suku bangsa atau kelompok etnik pribumi Sumatra yang mendiami wilayah Kabupaten Kerinci, Kota Sungai Penuh, Jambi dan daerah lainnya. Bahasa Suku Kerinci termasuk ke dalam rumpun bahasa Austronesia, Melayu Polinesia Barat, keluarga bahasa Melayu dan juga Minangkabau. Berdasarkan bahasa dan adat-istiadat termasuk dalam kategori Melayu proto, dan paling dekat dengan Jambi (Melayu deutro) dan juga Minangkabau (Melayu deutro). Sebagian besar suku Kerinci menggunakan bahasa Kerinci yang merupakan bagian dari bahasa Melayu, bahasa Kerinci memiliki beragam dialek, yang bisa berbeda cukup signifikan antar satu dusun dengan dusun lainnya di dalam wilayah Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh. Untuk berbicara dengan pendatang biasanya digunakan bahasa Melayu lainnya seperti bahasa Melayu dialek Jambi untuk berkomunikasi serta bahasa Minangkabau juga digunakan karena pendatang dari Sumatra Barat juga cukup signifikan, bahasa Minang utamanya dipakai di pasar-pasar wilayah kabupaten kerinci khususnya di kota sungai penuh. Bahasa Indonesia juga digunakan untuk berkomunikasi kepada pendatang dari luar, dan menjadikan bahasa ini menjadi bahasa kedua setelah bahasa daerah disana. Suku Kerinci memiliki aksara yang disebut aksara incung yang merupakan salah satu variasi surat ulu. Sebagian penulis seperti Van Vollenhoven memasukkan Kerinci ke dalam wilayah adat (adatrechtskring) Sumatra Selatan, sedangkan yang lainnya menganggap Kerinci sebagai wilayah rantau Minangkabau. Suku Kerinci merupakan masyarakat matrilineal. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Orang Kerinci di pedalaman Sumatra pegunungan Bukit Barisan? Seperti yang disebut di atas, geografi kabupaten Kerinci adalah khas dan juga masyarakatnya diantara penduduk provinsi Jambi yang dikenal sebagai Orang Kerinci, yang awalnya berpusat di sekitar danau Kerinci. Kota terbesar di kabupaten Kerinci adalah Kota Sungai Penuh. Lalu bagaimana sejarah Orang Kerinci di pedalaman Sumatra pegunungan Bukit Barisan?  Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 05 September 2022

Sejarah Jambi (19): Era Hindia Belanda di Jambi; Pemerintahan Belanda di Hindia Jadi Cikal Bakal Negara Kesatuan Indonesia (RI)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini  

Sejarah zaman kuno adalah dasar pembentukan cabang pemerintahan. Selama era Portugis dan Belanda/VOC secara teknis belum terbentuk cabang pemerintahan, tetapi baru terjadi pada era Hindia Belanda (pasca dibubarkannya VOC tahun 1799). Pembentukan cabang pemerintahan di Jambi dimulai di Palembang dalam rangka pembentukan cabang pemerintahan Hindia Belanda yang berpusat di Palembang (Residentie Palembang). Lalu dalam perkembangannya Jambi menemukan jalan sendiri hingga menjadi suatu provinsi (hingga ini hari).


Dengan berakhirnya masa kesultanan Jambi menyusul gugurnya Sulthan Thaha Saifuddin tanggal 27 April 1904, Jambi ditetapkan sebagai Keresidenan (Keputusan Gubernur Jenderal Belanda No. 20 tanggal 4 Mei 1906). Pemerintahan Hindia Belanda berakhir tanggal 9 Maret 1942 yang digantikan Jepang. Serelah proklamasi Indonesia 17 Agustus 1945, dimana  kemudian Sumatera menjadi satu provinsi (Provinsi Sumatera dan Medan sebagai ibukotanya). Pada tanggal 18 April 1946 Komite Nasional Indonesia Sumatera bersidang di Bukittinggi memutuskan provinsi Sumatera dilikuidasi dengan membentuk tiga provinsi (Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan). Provinsi Sumatera Tengah mencakup keresidenan Sumatra Barat, Riau dan Jambi. Tarik menarik Keresidenan Jambi untuk masuk ke Sumatera Selatan atau Sumatera Tengah ternyata cukup alot dan akhirnya ditetapkan dengan pemungutan suara pada Sidang KNI Sumatera tersebut dan Keresidenan Jambi masuk ke Sumatera Tengah (UU nomor 10 tahun 1948). Dalam UU.No. 22 tahun 1948 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Keresidenan Jambi terdiri dari 2 Kabupaten dan 1 Kota Praja Jambi. Kabupaten-kabupaten tersebut adalah Kabupaten Merangin yang mencakup Kewedanaan Muara Tebo, Muaro Bungo, Bangko dan Batanghari terdiri dari kewedanaan Muara Tembesi, Jambi Luar Kota, dan Kuala Tungkal. Masa terus berjalan, banyak pemuka masyarakat yang ingin keresidenan Jambi untuk menjadi bagian Sumatera Selatan dan dibagian lain ingin tetap bahkan ada yang ingin berdiri sendiri. Kerinci kembali dikehendaki masuk Keresidenan Jambi, karena sejak tanggal 1 Juni 1922 Kerinci, bagian dari Kesultanan Jambi dimasukkan ke keresidenan Sumatera Barat (bagian dari Kabupaten Pesisir Selatan dan Kerinci). Keresidenan Jambi menjadi provinsi seiring dengan pemberontakan PRRI, Keresidenan Jambi secara de facto menjadi provinsi tanggal 9 Agustus 1957 Presiden RI Ir. Soekarno akhirnya menandatangani di Denpasar Bali. UU Darurat No. 19 tahun 1957 tentang Pembentukan Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Jambi. Dengan UU No. 61 tahun 1958 tanggal 25 Juli 1958 UU Darurat No. 19 Tahun 1957 Tentang Pembentukan Daerah Sumatera Tingkat I Sumatera Barat, Djambi dan Riau. (https://jambiprov.go.id/profil-sejarah-jambi)

Lantas bagaimana sejarah era Hindia Belanda di Jambi? Seperti yang disebut di atas, wilayah Jambi masa ini adalah salah satu provinsi di Indonesia. Dalam hal ini era Hindia Belanda adalah era pemerintahan Belanda di Hindia yang menjadi cikal bakal Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Lalu bagaimana sejarah era Hindia Belanda di Jambi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Jambi (18): Jambi Era Portugis dan VOC/Belanda; Simpul Sejarah Zaman Kuno Nusantara dan Sejarah Modern Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini 

Perbedaan waktu adalah unit analisis dalam penyelidikan sejarah. Namun satuan unit analisis waktu ini harus dibedakan dalam skala (interval waktu) ukuran tahun, windu, decade, paruh/abad dan era/zaman. Semakin jauh di masa lampau, ukuran waktu yang digunakan dalam analisis harus ukuran makro, sebaliknya semakin dekat ke masa kini ukuran waktu yang digunakan, bahkan kalua bisa dalam satuan unit waktu tahun/an. Dalam hal ini kita ingin memahami sejarah Jambi dari sudut kurun waktu abad yang sinonim dengan era/zaman, yakni era Portugiis/VOC(Belanda) yang dibedakan dengan era modern (Pemerintah Hindia Belanda).


Dalam penyelidikan sejarah, para penulis narasi sejarah hendaknya bisa menggunakan satu waktu sejarah secara baik dan benar. Kita tidak bisa menggabungkan ukuran waktua abad den tahun dalam satu fikus analisis. Harus dibedakan secara tegas. Secara teknis tidak terlalu dibutuhkan penanggalan yang tepat (dd/mm/yy) pada analisis sejarah dengan ukuran abad (era/zaman kuno), tetapi itu menjadi penting dalam analisis penulisan sejarah yang lebih modern (sejak era Pemerintah Hindia Belanda). Hal ini semata-mata karena faktor ketersediaan data. Sumber data sejarah zaman kuno antara lain teks yang langka (prasasti dan bentuk medium lain seperti kulit kayu/lempengan meta;), sketsa/peta dan dan sumber tertulis lainnya. Ini berbeda dengan era Portugis dan VOC/Belanda (yang dianggap awal narasi sejarah modern) yang sudah tersedia dokumen dalam berbagai jenis dan bentuk teks apakah surat kabar. Jurnal, buku-buku dan jenis dokuman lain seperti plakaat. Oleh karena itu dalam narasi sejarah Jambi, juga wilayah lainnya, ada baiknya dibedakan antara era Portugis/VOC dengan era Hindia Belanda. Era sebelum Portugis/VOC dikategorikan sendiri sebagai era zaman kuno, dan setelah era Hindia Belanda dalam kategoro era Republik Indonesia.

Lantas bagaimana sejarah era Portugis dan VOC/Belanda di Jambi? Seperti yang disebut di atas, wilayah Jambi adalah satu bagian dari sejarah Nusantara dan sejarah Indonesia, Pada artikel ini focus pada era Portugis dan VOC/Belanda. Pada artikel berikut focus pada era Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah era Portugis dan VOC/Belanda di Jambi?. Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.