Selasa, 24 Januari 2023

Sejarah Surakarta (56): Hiburan - Rekreasi; Balapan, Klub, Hotel, Situs-Situs Eksotik, Sepakbola, Kolam Renang, Teater, Bioskop


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Hiburan dsan rekreasi tempoe doeloe tentu saja dapat berberda dengan masa kini. Kebutuhan hiburan dan rekreasi semasa Pemerintah Hindia Belanda sudah ada namun masih sangat terbatas. Akan tetapi hiburan dan rekreasi tempo doeloe memiliki garis continuum ke masa kini. Balapan (race) dan (berbagai kegiatan di) klub serta ketersediaan penginapan (pesanggrahan/logement/hotel) adalah sarana pertama hiburan dan rekreasi, baik orang Eropa/Belanda, Cina maupun pribumi. Keberadaan situs-situs eksotik mengundang minat para wisatawan. Permainan sepakbola dan ketersediaan kolam renang semakin menambah variasi hibiran dan rekreasi yang kemudian berkembang teater dan bioskop.


Tujuh Destinasi Wisata Sejarah di Solo yang Wajib Dikunjungi. 7 Desember 2021. SoloposFM.com. Kota Solo kental tradisi dan budaya Jawa. Kota penuh sejarah dan dulunya merupakan pusat kerajaan Mataram. Berikut 7 tempat wisata sejarah di Solo. (1) Keraton Surakarta Hadiningrat, di Baluwarti, Pasar Kliwon, menyimpan banyak sejarah. Terdapat museum koleksi peninggalan Kasunanan, seperti benda antic, senjata pusaka, gamelan, hingga perlengkapan kraton. (2) Benteng Vasternburg, di kawasan Gladak, peninggalan Belanda, arsitekturnya dengan nuansa Eropa, dulu merupakan garnisun pasukan Belanda. (3) Museum Keris Nusantara, di Laweyan, kental nuansa Jawa dan memiliki koleksi lebih dari 400 keris, selain keris, juga memamerkan senjata tradisional, dari berbagai daerah di Indonesia. (4) Taman Sriwedari, di jalan Slamet Riyadi, Sriwedari, Laweyan, taman hiburan rakyat sudah ada sejak puluhan tahun lalu, dulu kawasan tempat diselenggarakannya tradisi hiburan malam Selikuran sejak era Pakubuwono X. (5) Museum Radya Pustaka, memiliki koleksi berbagai arca, pusaka adat, wayang kulit, alat tenun tradisional, gamelan dan berbagai buku kuno. Museum berlokasi tidak jauh dari Sriwedari. (6) Monumen Pers Nasional, didirikan 1978, bangunan induknya di jalan Gajah Mada, Timuran, Banjarsari, mengoleksi berbagai teknologi komunikasi dan reportase, seperti penerbangan, mesin ketik, pemancar, telepon dan lebih dari 1 juta koran dan majalah, berbagai benda terkait dengan pers Indonesia. (7) Kampung Wisata Batik Kauman terletak di dekat pasar Klewer, pengunjung bisa mempelajari sejarah batik, motif-motif hingga cara pembuatannya (https://www.soloposfm.com/)

Lantas bagaimana sejarah hiburan dan rekreasi di Soerakarta? Seperti disebut di atas, sudah ada hiburan dan rekreasi di Soerakarta, meski berbeda dengan masa kini, pada masa ini antara lain balapan (pacuan kuda), berbagai kegiatan di Club, penginapan (pesanggrahan. Logement, hotel), situs-situs eksotik dan climbing, sepakbola, taman dan kolam renang, teater dan bioskop. Lalu bagaimana sejarah hiburan dan rekreasi di Soerakarta? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (55): Tata Kota Surakarta, Pusat Pemerintahan hingga Fasilitas Umum; Sekolah, Rumah Sakit, Pasar, Stasion, Bank


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Kota-kota di Indonesia masa kini, umumnya tumbuh dan berkembang sejak masa lampau. Banyak kota-kota yang dimulai dari nol seperti Batavia, Semarang, Soerabaja, Palembang, Padang, Bandoeng dan Medan. Namun sedikit berbeda dengan kota Jogjakarta dan kota Soerakarta. Dalam hal ini kota Soerakarta bermula dari keberadaan area kraton dan area benteng VOC. Pada era Pemerintah Hindia Belanda dua area ini menjadi cikal bakal kota Soerakarta yang sekarang. Dari sinilah tata kota Soerakarta dikembangkan yang pada gilirannya terbetuk fasilitas-fasilitas umum.    


Pola Struktur Kota Surakarta dalam Lingkup Pengaruh Pembangunan Masjid Agung pada Masa Kerajaan Mataram Islam. Junianto. Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Merdeka Malang. Abstrak. Kota Surakarta berawal terbentuk seiring dengan berdirinya kerajaan Mataram Islam, yang mengalami perpindahan dari Kartasura. Struktur inti kota Surakarta, berupa Kraton, Alunalun dan Masjid. Struktur kota semacam ini, merupakan prototype kota kerajaan Mataram Islam. Keberadaan Masjid memiliki makna simbol bahwa raja selain menjadi pemimpin (pusat orientasi) budaya, juga pemimpin keagamaan. Bentuk masjid Agung Surakarta meniru bangunan masjid Demak, sebagai simbol kedudukan raja yang setara sebagai pusat orientasi keagamaan tersebut. Masjid Agung Surakarta dalam struktur kota, terkait secara diakronik dalam perkembangan unsur-unsur kota lain, mewarnai pola tata ruang kota. Terjadi poros Timur-Barat, membentang antara Kampung Arab, masjid Agung, hingga Laweyan, secara sinkronik cukup kuat mewarnai kultur ke-Islaman. Keberadaan masjid Agung Surakarta dalam struktur kota kerajaan Mataram Islam, dikaji dalam pendekatan diakronik-sinkronik terhadap unsur-unsur kota lainnya. Masing-masing unsur, signifikan mempengaruhi berdirinya fasilitas-fasilitas dan kawasan baru, sebagai unsur-unsur kota. Penggambaran masjid Agung dalam konteks struktur kota Surakarta, dilihat secara morfologis pembentukan, dalam interrelasi unsur-unsur kota lainnya. Telaah morfologis tersebut, dilakukan dengan pendekatan interpretasi artefak fisik (arsitektural), mengkaitkan latar sejarah pembentukan kota Surakarta beserta unsur-unsur kotanya. Sebagai temuan, masjid Agung Surakarta ternyata menjadi penyebab terjadinya poros Timur – Barat, yang seolah membelah kota Surakarta. Poros tersebut selanjutnya menjadi ciri yang berlatar keIslaman. Disisi lain, unsur-unsur kota yang berlatar budaya Jawa, tersusun dalam poros Utara-Selatan, mulai Pasar Gede, Kraton, hingga Pasar Gading (https://publikasiilmiah.ums.ac.id)  

Lantas bagaimana sejarah tata kota Surakarta, pusat pemerintahan hingga layanan umum? Seperti disebut di atas, tata kota Soerakarta bermula dari area kraton dan area benteng pada era VOC dan berlanjut pada era Pemerintah Hindia Belanda. Dalam penataan kota ini terbentuk berbagai fasilitas umum seperti sekolah, rumah sakit, pasar, stasion dan bank. Lalu bagaimana sejarah tata kota Surakarta, pusat pemerintahan hingga layanan umum? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 23 Januari 2023

Sejarah Surakarta (54): Nama Jalan di Kota Soerakarta Doeloe, Belanda, Cina, Pribumi; Mengapa Ada Perbedaan Nama Sekarang?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Sejarah jalan adalah satu hal, sejarah penamaan jalan adalah hal lain lagi. Seperti di kota-kota lainnya, di kota Surakarta juga memiliki dinamika penamaan jalan tersendiri. Jika nama jalan pertama di Jogjakarta dalah jalan Malioboro, lantas nama jalan apa yang pertama di Soerakarta? Mungkin pertanyaan ini tidak penting-penting amat, tetapi sejarah tetaplah sejarah, sejarah tentang penamaan jalan di Kota Surakarta. 


Daftar jalan di Kota Surakarta. Berikut ini adalah daftar jalan di Kota Surakarta berdasarkan klasifikasi jalan di Indonesia: Jalan arteri (Ahmad Yani, Slamet Riyadi, Solo-Yogya); Jalan lokal (Agus Salim, Bhayangkara, Gajah Mada, Honggowongso, Cokroaminoto, Juanda, Katamso, MT Haryono, Monginsidi, Mulyadi, Muwardi, Panjaitan, RM Said, Rajiman, Ronggowarsito, S. Parman, Sudiarto, Sugiono, Sumpah Pemuda, Sutami, Sutan Syahrir, Sutarto, Sutoyo, Tentara Pelajar, Urip Sumoharjo, Veteran, Kyai Mojo, Wahidin Sudirohusodo, Yos Sudarso; Jalan lingkungan (Abdul Muis, Abdul Rahmat, Adisucipto, Adisumarmo, Ahmad Dahlan, Arifin, Cokroaminoto, Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, Diponegoro, Gatot Subroto , Gotong Royong, Gremet, Hasanuddin, Imam Bonjol, Jayawijaya, KH Maskur, Karel S. Tubun, Kartini, Kebangkitan Nasional, Ketandan, Ki Hajar Dewantara, Krakatau, Kusmanto, Kyai Gede, Lumban Tobing, Moch. Yamin, Pattimura, Perintis Kemerdekaan, RE Martadinata, Raden Saleh, Reksoninten, Sam Ratulangi, Samanhudi, Sampangan, Setia Budi, Sugiyopranoto, Suharso, Sunaryo, Supomo, Supono, Suprapto, Suryo, Suryo Pranoto, Sutarjo, Tangkuban Perahu, Teuku Umar, Thamrin, Untung Suropati, Wahid Hasyim, Wora Wari, Yohanes, Yosodipuro. Jalan terkenal dan jalan penting (Sudirman, pusat pemerintahan; Yap Tjwan Bing, nama jalan pertama di Indonesia yang dinamakan berdasarkan tokoh Tionghoa) (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah nama jalan di Kota Surakarta, nama Belanda, Cina dan pribumi? Seperti disebut di atas, Ketika jalan belum berkembang seperti masa ini, di Surakarta tempo doeloe sudah diberi nama jalan. Mengapa ada perbedaan dengan nama Sekarang? Lalu bagaimana sejarah nama jalan di Kota Surakarta, nama Belanda, Cina dan pribumi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (53): Industri Manufaktur di Surakarta, Gilingan Padi, Batik, Fabriek; Sandang, Pangan, Papan, Barang Kerajinan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini  

Sebelum berkembang industri jasa, sudah sejak lama berkembang berbagai industry seperti gilingan padi, pengolahan kopi, besi dan kerajinan barang logam dan batik, penganan dan minuman termasuk jamu dan sebagainya. Industri manufaktur tradisional ini semakin diperkaya dengan kehaadiran pengusahan Eropa/Belanda yang bergerak di bidang industry manufaktur dan tumbuhnya pabrik-pabrik.   

Pusat Batik Surakarta Hadiningrat di Laweyan Surakarta. Sari Saraswati Anisah dan Agus Dharma Tohjiwa. Universitas Gunadarma. Abstrak. Kota Surakata merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang dikenal sebagai kota budaya dan sejarah bahkan mendapat predikat “Spirit of Java”. Salah satunya yaitu kawasan kampung Laweyan yang menjadi kampung industri batik pertama di Indonesia yang memiliki unsur-unsur etnik pada penataan kampungnya sebagai peninggalan sejarah. Namun, yang terjadi sekarang adalah bangunan di Kampung Laweyan yang mencirikan Kampung Batik pada zaman dahulu telah luntur, tergusur oleh bangunan baru bergaya modern yang saling tumpang tindih tidak terkontrol. Eksistensi kampung Laweyan sebagai kampung industri batik sekaligus sebagai destinasi wisata pun terganggu. Untuk itu, perancangan Pusat Batik Surakarta Hadiningrat di Laweyan Surakarta ini bertujuan sebagai upaya peningkatan kembali eksistensi kampung Laweyan sebagai kampung industri batik dan kampung wisata. Pada perancangan Pusat Batik ini dibuat wadah kegiatan seperti pusat edukasi batik, pusat produksi dan produk jual batik dan dilengkapi dengan pusat pagelaran untuk lebih menarik pengunjung serta membangkitkan lagi suasana yang khas di Laweyan (https://ejournal.gunadarma.ac.id)

Lantas bagaimana sejarah industri manufaktur di Surakarta, gilingan padi, kopi, batik hingga fabriek modern? Seperti disebut di atas, sebelum kehadiran pengasuha Eropa/Belanda sudah ada industry manufaktur tradisional seperti gilingan padi dan kerajian penduduk. Ini seiring dengan kertersediaan dan kebutuhan panduduk dalam sandang, pangan, papan, barang kerajinan. Lalu bagaimana sejarah industri manufaktur di Surakarta, gilingan padi, kopi, batik hingga fabriek modern? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 22 Januari 2023

Sejarah Surakarta (52): Parada Harahap dan Surakarta, The King of Java Press; Poenalie Sanctie di Deli - Menjadi Indonesia di Solo


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Parada Harahap bukan ‘wong Solo’, tetapi lahir di Padang Sidempoean ‘halak hita’. Akan tetapi Parada Harahap memiliki kaitan erat dengan di Solo. Selama perjuangannya demi bangsa, sering ke Soerakarta, umumnya terkait urusan perjuangan. Mulai dari kebangkitan pers pribumi hingga detik-detik menjadi Indonesia. Parada Harahap bukan ‘halak Soerakarta’ tetapi ‘wong hita di Solo’, akan tetapi pers di Jepang menjuluki Parada Harahap sebagai The King of Java Press. Mengapa?  Dr Soetomo mengetahui persis yang membongkar kasus Poenalie Sanctie di Deli tahun 1918 adalah Parada Harahap.   


Parada Harahap (15 Desember 1899-11 Mei 1959) adalah seorang jurnalis Indonesia. Ia dijuluki King of the Java Press. Kemauannya yang keras dan semangat belajarnya yang tinggi, dilakukan secara otodidak maupun mengikuti kursus-kursus. Sejak bulan Juli 1914, ia bekerja sebagai leerling schryver pada Rubber Cultur Mij Amsterdam di Sungai Karang, Asahan. Kecerdasan dan daya ingat sangat baik Parada Harahap dapat menggantikan juru buku berkebangsaan Jerman. Selama bekerja di perkebunan belajar bahasa Belanda dan membaca surat kabar Sumatra Post dan surat kabar Benih Merdeka dan Pewarta Deli yang terbit di Medan. Pada tahun 1917 dan 1918 Parada Harahap membongkar kekejaman Poenale sanctie dan perlakuan di luar batas perikemanusiaan terhadap kuli-kuli kontrak asal Jawa yang dilakukan oleh tuan kebun. Karier jurnalisnya staf redaksi surat kabar Benih Merdeka. Kembali ke kampung halamannya dan memimpin surat kabar Sinar Merdeka (1919) dan majalah Poestaha. Surat kabarnya sebagian besar mengkritik kebijakan pemerintahan kolonial Belanda. Selama dua tahun di Padangsidempuan, telah 12 kali terkena delik pers serta berulangkali keluar masuk penjara. Pada tahun 1922 pindah ke Jakarta menerbitkan mingguan Bintang Hindia, Bintang Timur dan Sinar Pasundan. Parada Harahap adalah satu-satunya orang pertama yang mendirikan Akademi Wartawan di Jakarta. Pada masa pendudukan Jepang, dia dipercaya menjadi pemimpin redaksi surat kabar Sinar Baroe. Menjelang masa kemerdekaan pada tahun 1945 anggota BPUPKI, satu-satunya anggota BPUPKI berasal dari etnis Batak (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Parada Harahap dan Soerakarta, The King of Java Press? Seperti disebut di atas, selain De beste Inlandsch Jurnalietiek pada era Pemerintah Hindia Belanda, dan dijuluki pers di Jepang sebagai The King of Java Press, Parada Harahap adalah orang yang berani membongkar kasus Poenalie Sanctie di Deli. Kedekatannya dengan Solo sejak Kongres Pers Pribumi di Soerakarta hingga Gerakan Menjadi Indonesia di Solo. Lalu bagaimana sejarah Parada Harahap dan Soerakarta, The King of Java Press? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (51): Riwayat Susuhunan Surakarta, Lahir di Solo 1866 - Meninggal di Soerakarta 1939;Siapa Pakoeboewono X?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Soesoehoenan Soerakarta yang sekarang adalah yang ke-13, tetapi yang akan dibicarakan adalah Soesoehoenan Soerakarta yang ke-9 yakni Pakoeboewono X. Konon, Pakoeboewono X adalah Putra Mahkota termuda dan Soesoehoenan terlama. Siapa Pakoeboewono X? Yang jelas kini Namanya ditabalkan sebagai Pahlawan Nasional Indonsia. 


Letnan Jenderal (Tit.) Sri Susuhunan Pakubuwana X (sering disingkat sebagai PB X; 29 November 1866 – 20 Februari 1939) adalah susuhunan kesembilan dari Kesunanan Surakarta. Ia memerintah dari tahun 1893 – 1939, menjadikannya sebagai susuhunan yang paling lama memerintah dalam sejarah Surakarta. Pakubuwana X menggantikan ayahnya, Pakubuwana IX sebagai susuhunan Surakarta ketika Pakubuwana IX meninggal pada 16 Maret 1893. Dua minggu setelahnya Pakubuwana X resmi dilantik sebagai Susuhunan pada 30 Maret 1893. Pakubuwana X ditetapkan sebagai pahlawan nasional Indonesia, atas jasa dan peran aktif dalam perjuangan pergerakan nasional, pelopor pembangunan sosial-ekonomi, pendidikan rakyat, pembentukan jati diri bangsa dan integrasi nasional. Dalam pergerakan nasional, Pakubuwana X mendukung para pelopor perjuangan nasional melalui pemberian fasilitas, materi, keuangan dan moral. Selain itu, ia berperan serta membantu pergerakan Boedi Oetomo dan pendirian Sarekat Dagang Islam. Pakubuwana X memiliki nama lahir (asma timur) sebagai Gusti Raden Mas Sayyidin Malikul Kusna, putra Pakubuwana IX yang lahir pada tanggal 29 November 1866, dari permaisuri Kanjeng Raden Ayu (KRAy.) Kustiyah, kemudian bergelar GKR. Pakubuwana. Pada usia 3 tahun ia telah ditetapkan sebagai putra mahkota bergelar Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (KGPAA) Amangkunagara Sudibya Rajaputra Narendra ing Mataram VI (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Soesoehoenan Soerakarta, lahir di Solo 1866, meninggal dunia di Soerakarta 1939? Seperti disebut di atas; lahir di Solo 1866, meninggal dunia di Soerakarta 1939. Artinya usia hidupnya selama 73 tahun dan menjadi raja (Soesoehoenan) selama 46 tahun (lebih dari separuh hidupnya). Hal itulah mengapa penting dan dalam hal ini siapa Pakoeboewono X? Yang jelas kini ditabalkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia. Lalu bagaimana sejarah Soesoehoenan Soerakarta, lahir di Solo 1866, meninggal dunia di Soerakarta 1939? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.