Minggu, 22 Januari 2023

Sejarah Surakarta (51): Riwayat Susuhunan Surakarta, Lahir di Solo 1866 - Meninggal di Soerakarta 1939;Siapa Pakoeboewono X?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Soesoehoenan Soerakarta yang sekarang adalah yang ke-13, tetapi yang akan dibicarakan adalah Soesoehoenan Soerakarta yang ke-9 yakni Pakoeboewono X. Konon, Pakoeboewono X adalah Putra Mahkota termuda dan Soesoehoenan terlama. Siapa Pakoeboewono X? Yang jelas kini Namanya ditabalkan sebagai Pahlawan Nasional Indonsia. 


Letnan Jenderal (Tit.) Sri Susuhunan Pakubuwana X (sering disingkat sebagai PB X; 29 November 1866 – 20 Februari 1939) adalah susuhunan kesembilan dari Kesunanan Surakarta. Ia memerintah dari tahun 1893 – 1939, menjadikannya sebagai susuhunan yang paling lama memerintah dalam sejarah Surakarta. Pakubuwana X menggantikan ayahnya, Pakubuwana IX sebagai susuhunan Surakarta ketika Pakubuwana IX meninggal pada 16 Maret 1893. Dua minggu setelahnya Pakubuwana X resmi dilantik sebagai Susuhunan pada 30 Maret 1893. Pakubuwana X ditetapkan sebagai pahlawan nasional Indonesia, atas jasa dan peran aktif dalam perjuangan pergerakan nasional, pelopor pembangunan sosial-ekonomi, pendidikan rakyat, pembentukan jati diri bangsa dan integrasi nasional. Dalam pergerakan nasional, Pakubuwana X mendukung para pelopor perjuangan nasional melalui pemberian fasilitas, materi, keuangan dan moral. Selain itu, ia berperan serta membantu pergerakan Boedi Oetomo dan pendirian Sarekat Dagang Islam. Pakubuwana X memiliki nama lahir (asma timur) sebagai Gusti Raden Mas Sayyidin Malikul Kusna, putra Pakubuwana IX yang lahir pada tanggal 29 November 1866, dari permaisuri Kanjeng Raden Ayu (KRAy.) Kustiyah, kemudian bergelar GKR. Pakubuwana. Pada usia 3 tahun ia telah ditetapkan sebagai putra mahkota bergelar Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (KGPAA) Amangkunagara Sudibya Rajaputra Narendra ing Mataram VI (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Soesoehoenan Soerakarta, lahir di Solo 1866, meninggal dunia di Soerakarta 1939? Seperti disebut di atas; lahir di Solo 1866, meninggal dunia di Soerakarta 1939. Artinya usia hidupnya selama 73 tahun dan menjadi raja (Soesoehoenan) selama 46 tahun (lebih dari separuh hidupnya). Hal itulah mengapa penting dan dalam hal ini siapa Pakoeboewono X? Yang jelas kini ditabalkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia. Lalu bagaimana sejarah Soesoehoenan Soerakarta, lahir di Solo 1866, meninggal dunia di Soerakarta 1939? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Soesoehoenan Soerakarta, Lahir di Solo 1866 Meninggal Dunia di Soerakarta 1939; Siapa Pakoeboewono X?

Sebelum Soesoehoenan Soerakarta lahir di Solo 1866, Pakoeboewoeno IX memiliki banyak kebahagian. Salah satunya Pakoeboewono Senapati Ingalogo Ngabdoer Rachman Saidin Panotogomo IX menerima bintang dari Kerajaan Belanda (lihat De Tijd: godsdienstig-staatkundig dagblad, 30-08-1865). Bintang tersebut adalah Kommandeur der orde van den Nederland Leeuw berdasarkan besli Koningklijk 28 Juli 1865. Bintang itu kemudian diserahkan dalam satu perayaan di rumah residen yang baru diangkat (Lammers) di Soerakarta (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 27-11-1865).


Pada tahun 1864 Residen Soeracarta FN Nieuwenhuijzen mendapat cuti dua tahun ke Eropa (lihat  De Oostpost : letterkundig, wetenschappelijk en commercieel nieuws- en advertentieblad, 01-06-1864). Cuti dua tahun ke Eropa biasanya diberikan kepada pejabat pemerintah yang telah melakukan tugas sekitar delapan tahun. Pada tanggal 18 Juni di Solo diadakan perpisahan dengan Residen. Dilakukan persta beberapa kali. Sangat meriah dan banyak yang menangisi (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 25-06-1864). Ini menunjukkan FN Nieuwenhuijzen sangat diterima di Solo. Frederik Nicolaas Nieuwenhuijzen pada usia 39 tahun menjadi Residen Soeracarta sejak tahun 1858. Keberangkatan FN Nieuwenhuijzen dan keluarga ke Belanda (1864) turut seorang pemuda yang lahir di Jogjakarta tahun 1850 yang terbilang sebagai cucu dari Soeltan Djocjacarta. Pemuda ini kelak dikenal sebagai Ismangoen Danoe Winoto. Rombongan (termasuk yang mangantar hingga ke pos pertama) berangkat dari Solo tanggal 21 menuju Semarang lalu menuju Batavia. Pada tanggal 24 Juni 1864 FN Nieuwenhuijzen dan keluarga serta Ismangoen Danoe Winoto berangkat dari Batavia dengan kapal uap ss Java menuju Belanda via Singapoera (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 29-06-1864). Hal serupa ini juga pernah dilakukan Asisten Residen Angkola Mandailing, Residentie Tapanoeli AP Godon pada tahun 1857 dengan membawa Sati Nasoetion. Tujuannya adalah untuk studi. Sati Nasoetion dan Ismangoen adalah dua pribumi pertama studi ke Belanda.

Pakoeboewono IX kembali menerima kebahagian tahun 1966 (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 03-12-1866). Disebutkan berdasarkan korespondensi terakhir dari Djoeromartani, dimana berita sebagai berikut: Pada hari Kamis tanggal 21 Redjep tahun Alip 1795 (29 November 1866) pada jam setengah tujuh pagi, Ratoe Pakoebokwono dengan sehat sejahtera melahirkan seorang putra, yang diberi nama Bendoro Radhen Mas Goesti Sajidin Malihoel Koesna.


Sebagaimana siklus hidup berjalan, ada yang datang dan ada yang pergi. Tahun 1866 telah datang calon Soesoehoenan baru. Mengapa? Yang jelas setahun sebelumnya pada tahun 1866 seorang ratu meninggal dunia (lihat Nieuwe Rotterdamsche courant: staats-, handels, nieuws- en advertentieblad, 27-01-1866). Disebutkan menurut laporan residen Soerakarta, Ratoe, janda Soesoehoenan Pakoe Boewono VII, seorang putri dari Madoera meninggal dunia pada tanggal 3 Desember 1865.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Siapa Pakoeboewono X? Putra Mahkota Sejak Usia Tiga Tahun

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar