Jumat, 15 September 2023

Sejarah Bahasa (21): Bahasa Bada di Tanah Bada Jantung Pedalaman Sulawesi Tengah; Etnik Besoa, Etnik Bada dan Alb Ch Kruijt


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Ada tiga bentang alam (lanskap) di jantung pedalaman Sulawesi Tengah merupakan satu kesatuan: Napoe, Besoa dan Bada. To Besoa dan To Bada sangat erat kekerabatannya. Kedua suku tersebut berbicara dalam bahasa yang hampir sama, tiara. Hanya etnik Bada yang mempunyai hubungan dengan pihak selatan, namun sebaliknya masyarakat dari Bada pindah ke Paloe atau Poso untuk kepentingan perdagangan. Jarak geografis Bada dan Besoa melalui jalan 15 pal. Orang Eropa/Belanda pertama ke Tanah Bada adalah Alb Ch Kruijt?


Bahasa Bada adalah sebuah bahasa daerah yang digunakan oleh etnis Lore di Sulawesi Tengah. Daerah dengan penutur yang signifikan bahasa ini dituturkan di daerah sebagai berikut: 14 desa di kecamatan Lore Selatan; 2 desa campuran di kecamatan Pamona Selatan; 4 desa campuran di kecamatan Poso Pesisir, desa Lemusa di kecamatan Parigi Selatan; kecamatan Ampibabo, desa Ako di kecamatan Pasangkayu, kabupaten Mamuju Utara. Pemudaran kosakata asli: anggota dari kelompok etnis di Sulawesi Selatan, seperti di hulu Sungai Budong-Budong di kecamatan Budong-Budong, kabupaten Mamuju, tidak lagi berbicara bahasa ini. Salah satu pembicara berbicara beberapa kosakata bahasa ini dengan pengaruh dari bahasa lain. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Bada di Tanah Bada di jantung pedalaman Sulawesi Tengah? Seperti disebut di atas, etnik Bada berkerabat dengan etnik Besoa. Etnik Besoa dan etnik Bada menurut Alb Ch Kruijt. Lalu bagaimana sejarah bahasa Bada di Tanah Bada di jantung edalaman Sulawesi Tengah? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bahasa (20):Bahasa Pamona di Poso Sulawesi Tengah; Adriani dan Kruijt, Orang Napu dan Orang Toradja di Danau Poso


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku To Napoe menganggap diri mereka sebagian berasal dari Pamona. Pamona konon merupakan desa utama suku Toraja di danau Posso. Setelah desa ini direbut oleh orang Loewoean (penduduk Wotoe), dan kepala suku, datu orang Toradja ditawan, orang Toraja menyebar ke Sulawesi Tengah, dan untuk mengenang fakta ini menanam 7 batu di Pamona di depan batang pohon ek. Meskipun tradisi ini hanya berlaku bagi suku Toradja yang berbahasa Bareë, suku To Napoe mengklaim bahwa salah satu dari tujuh batu ini ditanam oleh mereka; batu itu menyandang nama watoe ngkonae (lihat MNZG XLII, 1898).


Bahasa Pamona, juga dikenal sebagai Bahasa Poso adalah sebuah bahasa daerah yang digunakan oleh sekitar 200.000 orang dari suku Pamona di Sulawesi Tengah. Keunikan bahasa Pamona terletak pada huruf terakhir setiap katanya yang pasti diakhiri dengan huruf vokal. Bahasa Pamona memiliki kotak fonem sebagai berikut. Fonem yang dilambangkan menggunakan transkripsi fonetik Alfabet Fonetik Internasional. Berikut ini contoh kata tanya dalam bahasa Pamona beserta terjemahannya dalam bahasa Indonesia: Nja (apa); Rimbe'i (dimana); Ncema (siapa); Mokuja (mengapa); Mpia (kapan); Wambe'i (bagaimana). Bilangan: 1 Samba'a, 2 Radua, 3 Tatogo, 4 Aopo, 5 Alima, 6 Aono, 7 Papitu, 8 Uayu, 9 Sasio, 10 Sampuyu, 11 Sampuyu samba'a (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Pamona di wilayah Poso, Sulawesi Tengah? Seperti disebut di atas bahasa Pamona di wilayah Poso dihubungkan dengan nama ahli bahasa N Adriani dan misionaris Kruijt, Orang Napu dan Orang Toradja di danau Poso. Lalu bagaimana sejarah bahasa Pamona di wilayah Poso, Sulawesi Tengah? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Kamis, 14 September 2023

Sejarah Bahasa (19): Bahasa Bare’e; Bugis, Makassar dan Bungku-Tolaki Muna-Buton Saluan-Banggai Tomini-Tolitoli Wotu-Wolio


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku Bare'e (To Bare'e, Tau Bare'e, atau Orang Bare'e) ialah nama suatu suku di Sulawesi. Asal usul Suku Bare'e iaitu berasal dari sejarah berdirinya Kerajaan Tojo tahun 1770 dengan raja pertama Kerajaan Tojo iaitu Pilewiti. Awal sejarah terbentuknya Kerajaan Tojo bermula dari penjemputan bakal raja Pilewiti setelah mendapatkan ijin dari Tinja Pata Sulapa oleh orang yang bernama Talamoa iaitu orang dari langit (To lamoa) dari Sausu menuju Tanjung Pati-pati, Tinja Pata Sulapa (Tiang Empat Sudut) ialah penguasa di wilayah Sausu sampai Pati-pati.


Bahasa Bare'e adalah bahasa yang dituturkan di bagian tengah provinsi Sulawesi Tengah. Bahasa Bare'e (Bare'e-Taal) adalah bahasa yang digunakan oleh Suku Bare'e (Bare'e-Stammen) di wilayah tempat tinggal suku bare'e (TanaNto Bare'e). Bahasa Bare'e adalah asal usul induk bahasa dari terbentuknya semua rumpun bahasa-bahasa Makassar, Bugis, Bungku-Tolaki, Muna-Buton, Saluan-Banggai, Tomini-Tolitoli, Wotu-Wolio, dan kemudian dimasukkan dalam rumpun bahasa Celebik. Ciri khas dari Bahasa Bare'e adalah setiap katanya pasti diakhiri oleh salah satu huruf a, i, u, e, o. Menurut "Ada" (adat Bare'e) sebenarnya ada 3 bahasa yang dipakai di Tana Nto Bare'e (wilayah suku Bare'e) yaitu bahasa Bare'e, Bahasa Taa, dan Bahasa Onda'e, yang mana Bahasa Taa, dan Bahasa Onda'e tersebut asal usul bahasanya adalah berasal dari Bahasa Bare'e sebagai induk dari Bahasanya Suku Bare'e, sementara Luwu Timur dan juga Wotu di provinsi Sulawesi Selatan bukan berbahasa Bare'e. Bahasa Bare'e dipakai di wilayah Tojo sampai sebelum Marowo, To Tora'u, To Lage (semua wilayah Kabupaten Poso yang sekarang kecuali Napu), dan Sausu. Bahasa Taa dipakai di wilayah Marowo, To Rato, Lipu kamudo, Sumara, dan Bongka, sampai Pati-Pati. Bahasa Onda'e dipakai di wilayah To Lalaeyo, yang mana Bahasa Onda'e terbentuk dari Bahasa Bare'e yang Bahasa Bare'e tersebut (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah bahasa Bare’e? Seperti disebut di atas, penutur bahasa Bare’e adalah Orang (Etnik) Bare’e. Bagaimana dengan bahasa-bahasa Makassar, Bugis, Bungku-Tolaki, Muna-Buton, Saluan-Banggai, Tomini-Tolitoli, Wotu-Wolio? Lalu bagaimana sejarah bahasa Bare’e? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Hari (1): Hari Perpustakaan dan Hari Kunjungan Perpustakaan di Indonesia; Hari Buku dan Hari Perpustakaan Nasional


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Hari dalam blog ini Klik Disini

Hari Ulang Tahun Perpustakaan Nasional diperingati pada tanggal 17 Mei setiap tahunnya. Hari Perpustakaan Nasional pada 17 Mei, bertepatan dengan peringatan Hari Buku Nasional. Sejarah berdirinya Perpustakaan Nasional RI memiliki keterkaitan erat dengan Museum Nasional. Koleksi buku dan terbitan langka milik Perpusnas dahulunya merupakan koleksi hibah dari Perpustakaan Museum Nasional yang kala itu bernama Lembaga Kebudayaan Indonesia (hasil ubahan nama dari Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen).


Hari Kunjung Perpustakaan Nasional diperingati setiap tahunnya pada 14 September di seluruh Indonesia. Hari ini tidak hanya memperingati keberadaan perpustakaan nasional, tetapi juga menyoroti pentingnya literasi dan peningkatan minat baca di tengah masyarakat. Sejarah Hari Kunjung Perpustakaan dimulai tanggal 14 September 1995. Inisiatif ini diinisiasi Perpustakaan Nasional. Peringatan Hari Kunjung Perpustakaan memiliki beberapa tujuan: (1) Meningkatkan Minat Baca: Dengan mengunjungi perpustakaan, diharapkan masyarakat akan lebih termotivasi untuk membaca buku dan mengakses berbagai sumber pengetahuan; (2) Menghargai Peran Perpustakaan: Perpustakaan tidak hanya tempat penyimpanan buku, tetapi juga tempat untuk belajar, penelitian, dan pengembangan diri; (3) Promosi Perpustakaan: Peringatan Hari Kunjung Perpustakaan Nasional juga menjadi momen penting untuk mempromosikan perpustakaan sebagai tempat yang relevan dan bermanfaat bagi masyarakat; (4) Peningkatan Kesadaran Literasi: dengan diperingatinya hari ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran literasi di tengah masyarakat. Literasi adalah kunci utama untuk perkembangan individu dan kemajuan bangsa. (https://news.detik.com/)

Lantas bagaimana sejarah Hari Perpustakaan, Hari Kunjungan Perpustakaan di Indonesia? Seperti disebut di atas adalah dua hari yang berbeda. Hari Buku dan Hari Perpustakaan Nasional satu hari yang sama. Lalu bagaimana sejarah Hari Perpustakaan, Hari Kunjungan Perpustakaan di Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 13 September 2023

Sejarah Bahasa (18): Bahasa Tolaki Wilayah Kolaka dan Wilayah Konawe di Sulawesi Tenggara; Semenanjung Tenggara Sulawesi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku Tolaki adalah etnis terbesar yang berada di provinsi Sulawesi Tenggara. Suku Tolaki merupakan etnis yang berdiam di jazirah tenggara pulau Sulawesi. Suku Tolaki tersebar di wilayah Konawe dan di wilayah Kolaka. Berdasarkan oral tradition atau tradisi lisan masyarakat Tolaki jauh sebelum kerajaan Konawe terbentuk, telah berdiri beberapa kerajaan kecil yang kemudian berintegrasi menjadi satu federasi kerajaan Konawe.


Bahasa Tolaki adalah sebuah bahasa yang dipertuturkan di daerah pegunungan Mekongga, daratan Konawe Raya dan di sekitar pegunungan Pariama. Bahasa Tolaki merupakan rumpun bahasa Autronesia dan merupakan subkelompok bahasa Bungku-Tolaki. Bahasa Tolaki memiliki enam dialek yaitu sebagai berikut: (1) Mekongga (desa Patikala, Tolala, Kolaka Utara; kelurahan Mangolo, Latambaga, Kolaka; desa Sanggona, Konawe, Konawe; desa Puundoho, Andoolo, Konawe Selatan; dan kelurahan Poli-Polia, Poli Polia, Kolaka Timur); (2) Rahambuu (desa Lelewawo, Batu Putih, Kolaka Utara); (3) Kodeoha (desa Lametuna, Kodeoha, Kolaka Utara); (4) Konawe (kabupaten Konawe Selatan (desa Roraya, Tinanggea; desa Sabulakoa, Landono; desa Laeya, Laeya; dan desa Tambolosu, Laonti; desa Pudambu, Angata); di bagian selatan Kabupaten Konawe (desa Lolanggasumeeto, desa Walay, dan kelurahan Tawanga); di kabupaten Konawe Utara (kelurahan Wanggudu, Asera; desa Mopute dan desa Tadoloiyo, Oheo; dan kelurahan Molawe, Molawe); (5) Lalomerui (desa Tadoloiyo, Oheo, Konawe Utara; desa Lalomerui, Routa, Konawe); dan (6) Waru dituturkan di desa Mopute, Oheo, Konawe Utara; desa Mopute, Routa, Konawe). (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Tolaki di wilayah Kolaka dan wilayah Konawe provinsi Sulawesi Tenggara? Seperti disebut di atas bahwa penutur bahasa Tolaki di semenanjung tenggara Sulawesi antara teluk Bone di barat dan teluk Kendari di timur. Lalu bagaimana sejarah bahasa Tolaki di wilayah Kolaka dan wilayah Konawe provinsi Sulawesi Tenggara? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bahasa (17): Bahasa Bungku Pesisir Wilayah Morowali; Bahasa Mori di Utara D Matano, Bahasa Tolaki di Selatan D Towuti


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku Bungku To Bungku, To Bunggu) adalah kelompok etnis yang mayoritas mendiami wilayah Bungku Utara di Kabupaten Morowali Utara, Bungku Selatan, dan Bungku Tengah, dan Menui di Kabupaten Morowali di Sulawesi Tengah. Suku Bungku terbagi menjadi beberapa sub-suku, yaitu Lambatu, Epe, Ro'tua, Reta, dan Wowoni. Tetangga bahasa Bungku di sekitar danau Matano adalah bahasa Mori dan di sekitar danau Towuti adalah bahasa Tolaki.


Bahasa Bungku adalah salah satu bahasa yang dipertuturkan di daerah Kabupaten Morowali. Bahasa Bungku memiliki beberapa dialek, antara lain: Bun, Routa, Tulambatu, Torete (To Rete), Landawe dan Waia. Masyarakat suku Bungku berbicara dalam bahasa Bungku, yang merupakan salah satu identitas diri dan alat komunikasi antar keluarga mereka. Suku Bungku umumnya memeluk agama Islam. Masyarakat Bungku pernah membentuk kerajaan, yaitu Kerajaan Bungku yang dalam literatur Belanda disebut pula dengan nama Kerajaan Tambuku atau Tombuku. Kerajaan Bungku, bersama kerajaan-kerajaan kecil di daerah pesisir timur Sulawesi Tengah lainnya, ditaklukan oleh Kolonial Belanda pada pertengahan abad ke-19. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Bungku di wilayah pantai Morowali? Seperti disebut di atas penutur bahasa Bungku di wilayah pesisir Morawali. Tetangga bahasa Bungku adalah bahasa Mori di utara danau Matano dan bahasa Tolaki di selatan danau Towuti. Lal bagaimana sejarah bahasa Bungku di wilayah pantai Morowali? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.