Senin, 16 Oktober 2023

Sejarah Bahasa (82): Bahasa Pasemah di Wilayah Sumatra Bagian Selatan; Bahasa Bahasa di Palembang, Bengkulu, Lampung


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku Basemah atau juga disebut Melayu Besemah, Besemah, Pasemah atau Pesemah adalah suku di wilayah si Pagaralam, Empat Lawang, Lahat, Ogan Komering Ulu Selatan, dan Muara Enim. Suku ini secara umum bermukim di sekitar kawasan gunung Dempo. Suku Pasemah di Bengkulu dibedakan atas dua kelompok. Suku Pasemah Kedurang berasal dari Pasemah Lehar di Sumatera Selatan di wilayah Manna. Orang Pasemah Padang Guci berasal dari Lahat danTanjung Enim di Sumatera Selatan di Manna dan Kaur.


Bahasa Basemah atau Melayu Basemah adalah sebuah bahasa dari rumpun Melayu Tengah. Bahasa ini dipertuturkan oleh setidaknya 400.000 orang di dataran tinggi barat daya Sumatra, terutama di provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu. Bahasa Basemah dianggap sebagai bagian dari kelompok isolek Melayik yang dipertuturkan di separuh selatan Bengkulu serta dataran tinggi di bagian barat Sumatera Selatan, secara tradisional disebut sebagai kelompok bahasa Melayu Tengah. Secara sosiolinguistik, bahasa Basemah dapat pula dikelompokkan sebagai bahasa Melayu vernakular, karena bahasa ini merupakan bagian dari ragam cakapan tradisional orang-orang Melayik, bukan ragam Melayu Kreol seperti bahasa Melayu Ambon. Suku Basemah yang hidup di sekitar Gunung Patah di wilayah Sumatera Selatan, memiliki dua tradisi yakni matrilineal dan patrilineal. Tradisi matrilineal berlaku pada marga Semende daghat (darat) (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Pasemah di wilayah Sumatra Bagian Selatan? Seperti disebut di atas bahasa Pasemah di pedalaman Sumatra Selatan dan di pesisir Bengkulu. Bahasa bahasa di Palembang, Bengkulu dan Lampung. Lalu bagaimana sejarah bahasa Pasemah di wilayah Sumatra Bagian Selatan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bahasa (81): Bahasa Serawai di Wilayah Sumatra Bagian Selatan; Bahasa Bahasa di Palembang, Bengkulu, Lampung


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku Serawai populasi terbesar kedua di daerah Bengkulu. Sebagian besar di kabupaten Bengkulu Selatan. Suku Serawai mempunyai mobilitas yang cukup tinggi, saat ini banyak dari mereka yang merantau ke daerah-daerah lain untuk mencari penghidupan baru, seperti ke Kepahiang, Rejang Lebong, Bengkulu Utara. Asal usul suku Serawai masih belum bisa dirumuskan secara ilmiah, baik dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk-bentuk publikasi lainnya.

 

Bahasa Serawai digolongkan ke dalam kelompok bahasa Melayu Tengah, yang merupakan terjemahan dari ‘Midden-Maleisch’ oleh Helfrich (1904). Istilah Melayu Tengah menunjuk kepada bahasa yang wilayah pakainya meliputi daerah-daerah di pedalaman Palembang dan Bengkulu. Khusus untuk Bengkulu bahasa Serawai dipakai di beberapa kecamatan: Seluma, Talo, Pino dan Manna. Marga yang memakai bahasa Serawai ini antara lain: Andelas, Air Perikan, Ngalam, Seluma, Ulu Talo, Ilir Talo, Semindang Alas, Ulu Manna Ulu, Ulu Manna Ilir, Tanjung Raya, Anak Gumay, Pasar Manna, Tujuh Pancuran, Anak Lubuk Sirih, Anak Dusun Tinggi. Dalam bahasa Serawai ada dua macam dialek, yaitu dialek ‘o’ dan dialek ‘au’. Yang dikmaksud dengan dialek o ialah kata-kata yang pada umumnya berakhiran dengan o seperti kemano (kemana), tuapo (apa), dan sapo (siapa). Dialek o ini dipakai dalam wilayah Seluma dan Talo. Dialek ‘au’ kata-kata berakhiran ‘au’, seperti kemanau (kemana), tuapau (apa), dan sapau (siapa) dipakai dalam wilayah Pino dan Manna. (https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Serawai di wilayah Sumatra Bagian Selatan? Seperti disebut di atas bahasa Serawai umumnnya dituturtkan di wilayah Bengkulu Selatan. Bahasa bahasa di wilayah Palembang, Bengkulu, dan Lampung. Lalu bagaimana sejarah bahasa Serawai di wilayah Sumatra Bagian Selatan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 15 Oktober 2023

Sejarah Bahasa (80): Bahasa Bengkulu Kota Bengkulu Dialek Melayu; Mukomuko Pekal Serawai Pasemah Lembak Rejang dan Kaur


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku Melayu Bengkulu adalah kelompok etnis rumpun Melayu yang mendiami Provinsi Bengkulu. Suku ini tersebar di wilayah Kota Bengkulu dan sekitarnya (terutama di wilayah pesisir). Suku Melayu Bengkulu merupakan kelompok etnis terbesar kelima di provinsi Bengkulu. Pada umumnya, masyarakat Melayu Bengkulu bermukim di Kota Bengkulu.


Bahasa Melayu Bengkulu atau Baso Bengkulu adalah salah satu bahasa atau isolek dalam Melayu Tengah yang dituturkan oleh masyarakat di Provinsi Bengkulu khususnya masyarakat di Kota Bengkulu. Bahasa ini juga merupakan salah satu dari sembilan bahasa asli Provinsi Bengkulu bersama dengan bahasa Mukomuko, Pekal, Serawai, Pasemah, Enggano, Lembak, Rejang, dan Kaur (Mulak). Secara khusus bahasa ini merupakan bahasa asli yang dituturkan oleh etnis Melayu Bengkulu yang menghuni Kota Bengkulu. Namun bahasa ini telah menjadi lingua franca atau bahasa pengantar di antara etnis yang beragam di Provinsi Bengkulu, selain bahasa Indonesia, sehingga bahasa ini telah menjadi identitas bagi Provinsi Bengkulu. Bahasa ini mempunyai kemiripan dengan bahasa di sekitarnya, seperti dengan Bahasa Melayu Palembang dan Bahasa Melayu Jambi karena banyaknya kosakata yang diakhiri dengan huruf vokal "o". Bahasa ini juga mempunyai kemiripan dengan dialek Negeri Sembilan di Malaysia, yang sama-sama mendapat pengaruh dari Minangkabau. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Bengkulu, dialek Melayu di Kota Bengkulu? Seperti disebut bahasa Bengkulu dituturkan di kota Bengkulu. Mukomuko Pekal Serawai Pasemah Lembak Rejang Kaur. Lalu bagaimana sejarah bahasa Bengkulu, dialek Melayu di Kota Bengkulu? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bahasa (79): Bahasa Redjang di Rejang Pedalaman Sumatra: Aksara Redjang dan Penduduk Asli di Wilayah Bengkulu


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku Rejang adalah kelompok etnis yang berasal dari Tanah Rejang di wilayah barat daya Sumatra. Catatan mengenai mereka yang cukup lengkap salah satunya berasal dari The History of Sumatra, buku karya William Marsden yang terbit pada tahun 1783. Marsden menyebutkan bahwa selain suku Melayu (Malays), Sumatra dihuni pula oleh kelompok etnis lain yang dibedakan dari Melayu. Suku Rejang diakui sebagai salah satu penduduk asli Bengkulu dan dianggap sebagai penghuni pertama atau suku tertua.


Bahasa Rejang adalah sebuah bahasa yang dituturkan oleh suku Rejang yang mendiami wilayah bagian barat daya Pulau Sumatra, tepatnya di wilayah pegunungan Bukit Barisan (secara lokal dikenal sebagai Têbo Bêderet) hingga ke dataran rendah sungai Rawas di sebelah timur dan daerah pesisir di Bengkulu Tengah dan Bengkulu Utara di sebelah barat. Bahasa non-Melayik ini terbagi ke dalam lima dialek: Lebong, Musi/Curup, Kebanagung, Pesisir, dan Rawas. Dialek Rawas dituturkan di Ulu Rawas, Sumatera Selatan. Sementara dialek-dialek lain dituturkan di Provinsi Bengkulu. Selain dialek Pesisir yang sesuai namanya dituturkan di pesisir, dialek bahasa Rejang lainnya dituturkan di kawasan pedalaman. Bahasa Rejang adalah satu dari sembilan bahasa pribumi Bengkulu selain bahasa Enggano, Kaur, Lembak, Melayu, Mukomuko, Nasal, Pekal, dan Serawai. Bahasa ini merupakan bahasa asli bagi di lima dari sepuluh kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Redjang di wilayah Rejang pedalaman Sumatra? Seperti disebut di atas bahasa Rejang dituturkan orang Rejang di wilayah Rejang. Aksara Redjang dan penduduk asli di wilayah Bengkulu. Lalu bagaimana sejarah bahasa Redjang di wilayah Rejang pedalaman Sumatra? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sabtu, 14 Oktober 2023

Sejarah Bahasa (78): Bahasa Kerinci Danau Kerinci Pedalaman Sumatra; Bahasa Rejang, Bahasa Melayu dan Bahasa Minangkabau


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku Kerinci atau disebut Uhang Kinci atau Uhang Kincai dalam bahasa Kerinci (bahasa Kerinci: Kincai atau Kinci; ejaan lama: Kerintji atau Kerinchi) adalah suku bangsa atau kelompok etnik pribumi Sumatra yang mendiami wilayah Dataran Tinggi Kerinci dan sekitarnya. Secara administratif saat ini berada di wilayah kota Sungai Penuh, kabupaten Kerinci, Merangin dan Bungo.


Bahasa Kerinci adalah bahasa Austronesia yang utamanya dituturkan oleh penduduk bersuku Kerinci di kota Sungai Penuh, kabupaten Kerinci serta sebagian Merangin dan Bungo, Jambi. Jumlah total penutur bahasa Kerinci diperkirakan mencapai sekitar 300 ribu (2004). Sebagai bahasa Austronesia dari sub-kelompok Melayu-Polinesia, bahasa Kerinci juga berkerabat dekat dengan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu Jambi. Bahasa Kerinci memiliki keragaman yang sangat tinggi; diperkirakan terdapat 130 sub-dialek dan 7 dialek utama, yaitu dialek Gunung Raya, dialek Danau Kerinci, dialek Sitinjau Laut, dialek Sungai Penuh, dialek Pembantu Sungai Tutung, dialek Belui Air Hangat, dan dialek Gunung Kerinci. Berdasarkan penghitungan dialektometri, persentase perbedaan ketujuh dialek tersebut berkisar 51%-65,50%. Sedangkan bahasa Kerinci memiliki persentase perbedaan berkisar 81%-100% jika dibandingkan dengan bahasa Bengkulu dan Minangkabau. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Kerinci di wilayah danau Kerinci di pedalaman Sumatra? Seperti disebut di atas, penutur bahasa Kerinci di wilayah danau Kerinci. Bahasa Melayu, bahasa Minangkabau dan bahasa Rejang. Lalu bagaimana sejarah bahasa Kerinci di wilayah danau Kerinci di pedalaman Sumatra? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Bahasa (77): Bahasa Melayu Lingga Origin Bahasa? Dialek Bahasa Melayu Riau di Daratan (Sumatra) dan di Riau Kepulauan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Dialek bahasa Melayu Riau terbagi dua: dialek Riau daratan dan dialek kepulauan Riau. Bahasa Melayu yang dituturkan di daerah Riau daratan terdiri atas satu dialek yaitu dialek Pesisir. Sementara wilayah kepulauan yang kini jadi provinsi sendiri bahkan mencapai 24 dialek. Di pulau/kepulauan Linggfa mengapa banyak dialek?


Ada 15 Dialek Bahasa Melayu di Kepri. Dedi Arman. 2018: Berdasarkan peta bahasa Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbud, ada 15 dialek bahasa Melayu di Kepri: Dialek Pesisir, Dialek Kundur (Kundur, Karimun), Dialek Bintan-Karimun (Bintan dan Karimun). Dialek Pecong (Kelurahan Pecong, Kota Batam). Dialek Karas Pulau Abang (Pulau Abang Karas, Batam). Dialek Malang Rapat-Kelong (Desa Malang Rapat, Bintan dan Desa Kelong, Bintan). Ada pula Dialek Mantang Lama (Mantang Lama, Bintan). Dialek Rejai (Desa Rejai, Lingga). Dialek Posek (Posek, Lingga), Dialek Merawang (Merawang, Lingga). Dialek Berindat Sebelah (Desa Berindat, Lingga). Dialek Arung Ayam (Natuna). Ada lagi Dialek Kampung Hilir, Dialek Pulau Laut, keduanya di Natuna. Dialek Ceruk (Bunguran, Natuna). Sementara itu, di Indonesia, bahasa Melayu ada 87 dialek. Di Sumatera Utara ada 11 dialek, Kepri ada 15 dialek, Jambi ada delapan dialek, Riau hanya satu dialek, yakni Dialek Pesisir. Di Sumsel ada sembilan dialek Bahasa Melayu. Dialek Bahasa Melayu lainnya ada di DKI Jakarta terdiri dua dialek, Kalimantan Timur tujuh dialek, NTB satu dialek. (https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/) 

Lantas bagaimana sejarah bahasa Melayu di Lingga origin bahasa? Seperti disebut di atas, cukup banyak dialek bahasa Melayu, di Lingga ada cukup banyak. Mengapa? Bahasa sialek bahasa Melayu di Riau Daratan dan di Riau Kepulauan. Lalu bagaimana sejarah bahasa Melayu di Lingga origin bahasa? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.