Kampung Empang, suatu kampung tua di Bogor. Nama Kampung Empang paling tidak sudah teridentifikasi pada tahun 1825. Ini bermula dari Mr. Cobben memasang iklan untuk menjual rumah dengan taman yang indah di Kampong Empang, Buitenzorg (lihat Bataviasche courant, 14-12-1825). Masih di koran yang sama, Mr. Cobben juga ingin menjual logement (losmen) beserta perabotannya dan kuda, kerbau serta pedatinya. Rumah dan losmen tersebut besar kemungkinan berdekatan, tetapi tidak diketahui persis posisi ‘gps’nya. Inilah awal berita adanya kampong Empang di Bogor.
Kampong Empang, 1867 |
Ini mengindikasikan bahwa Kampong Empang, bukan hanya
tempat orang Eropa, tetapi juga ibukota penduduk pribumi (mengacu pada kediaman
Bupati). Kampong Empang berada di lembah yang dialiri oleh sungai Tjisadane.
Hotel Bellevue, 1867 |
Kampong Empang sebagai ibukota, tempat dimana Bupati
tinggal, kampong Empang juga dinilai sebagai tempat yang strategis yang
menghubungkan Kota Buitenzorg dengan lereng gunung Salak hingga ke Kota Batoe. Yang
dimaksud Kota Buitenzorg adalah lokasi di sekitar Kantor/rumah Asisten Residen
yang berada di depan Istana Buitenzorg (situsnya masih eksis hingga ini hari).
Masjid Kampong Empang
Ibukota Bogor (Bupati) berada
di Kampong Empang paling tidak sudah terdeteksi pada tahun 1843 (Javasche courant, 18-02-1843). Tidak
diketahui kapan Kampong Empang menjadi ibukota. Sementara itu di distrik Buitenzorg
sendiri, selain penduduk pribumi, populasi orang-orang Eropa dan Tionghoa sudah
banyak termasuk landerein Bloeboer dimana Kampong Empang berada. Orang-orang
Arab bahkan hingga pada tahun 1861 belum ditemukan di Buitenzorg.
Sketsa (peta) Bloeboer, 1874 |
Foto Masjid Empang 1880 |
Lantas pertanyaannya:
kapan masjid Empang diketahui keberadaannya? Informasi yang tersedia, gambar
masjid Empang yang paling awal ditemukan pada tahun 1880. Masjid ini terkesan
cukup besar dan cukup megah untuk wujud bangunan pada saat itu. Di depan masjid
Empang ini tampak lapangan yang cukup luas yang diduga menjadi aloon-aloon
kota.
Rumah bupati, masjid dan aloon-aloon
kota adalah tipikal kota-kota yang didiami penduduk lokal di Jawa, termasuk di
Bandoeng dan Buitenzorg. Di Bandoeng lokasi serupa ini berada di area Kaoem. Aloon-aloon
di Buitenzorg diduga terdapat di kampong Empang yang boleh jadi area ini juga
disebut kaoem.
Soerabaijasch handelsblad, 10-06-1908 |
Kampong Empang tidak
hanya memiliki masjid yang besar. Kampong Empang juga semakin terkenal di mata
orang-orang Eropa/Belanda karena di kampong ini tidak hanya terdapat Hotel
Bellevue, juga di kampong Empang juga terdapat rumah pelukis terkenal, Raden
Saleh. Sebagaimana Raden Saleh yang bernama asli Saleh Boestaman sejatinya
adalah pelukis kelahiran Semarang yang cukup lama berkiprah di Eropa yang
memiliki darah Arab dari pihak ayah. Apakah pilihan Raden Saleh bertempat
tinggal di Kampong Empang karena kampong Empang terkenal dengan keindahan
pemandangannya ke arah gunung Salak. Raden Saleh meninggal dunia tahun 1880
yang mana makamnya terdapat di Bondongan.
Foto Masjid Empang 1910. |
Pada tahun 1908 masjid
yang berada di Kampong Empang ini mendapat bantuan dari pemerintah untuk
dilakukan perbaikan. Kampong Empang juga mendapat bantuan untuk dua buah lampu
di sepanjang jalan utama (Soerabaijasch handelsblad, 10-06-1908). Masjid Empang
pada tahun 1910 terlihat sudah berbeda jika dibandingkan dengan foto 1880.
Kampong Empang yang juga
menjadi komunitas orang-orang Arab semakin berkembang. Keberadaan orang-orang
Arab di Kampong Empang juga mempekaya area dengan tumbuhnya pasar Empang. Pasar
ini tampaknya menjadi alternatif bagi warga untuk berdagang maupun berbelanja
selain pasar baroe yang terdapat di kampong Babakan Pasar.
Mengapa Disebut Empang:
Tjipakantjilan vs Tjisadane
Sketsa Michiel Ram en Cornelis Coops, 1701 |
Area yang menjadi Empang/Bondongan (lukisan Js Rach, 1771) |
Foto 1860 |
Peta 1880 |
Peta 1900 |
Ibukota Kabupaten Bogor
Pada tahun 1820 Gubernur
Jenderal van den Bosch mulai menerapkan koffiestelsel, termasuk di Buitenzorg
dan Preanger. Kofficultuur selama ini (sejak era VOC), sentra produksi hanya
terbatas di Megamendoeng dan Tjiboengboelan. Dengan perubahan status menjadi koffiestelsel,
sentra produksi kopi diperluas ke lereng gunung Salak. Untuk mengefektifkan
kinerja koffiestelsel, para Bupati digaji tinggi, tetapi volume produksi kopi
harus terus meningkat.
Untuk meningkatkan
efektivitas di dalam pemerintahan (kerjasama Pemerintah Hindia Belanda dan
Pemerintah lokal (dalam hal ini yang dipimpin Bupati) dengan sistem
koffistelsel maka ibukota kabupaten (Bupati) terpaksa dipindah. Bupati Bandoeng
pindah dari ibukota lama (kemudian disebut Dajeuh Kolot) ke ibukota baru (Bandoeng). Hal ini juga tampaknya yang berlaku bagi
Bupati Bogor dipindahkan ke Kampong Empang. Why? Lantas dimana ibukota kabupaten (Bupati) selama ini? Perlu penelusuran lebih lanjut.
Kampong Empang adalah area yang
sudah mulai berkembang dan dekat ke ibukota Buitenzorg. Sementara sentra-sentra
produksi di lerang-lereng gunung Salak (yang masuk wilayah Pantjasan, Tjiomas,
Dramaga dan lainnya) melalui Kampong Empang. Sebab segera Bupati Bogor pindah
ke Empang tidak lama kemudian jembatan di atas sungai Tjisadane diperbarui
berdasarkan berita tahun 1843 (sedangkan jembatan di atas sungai Tjisadane di
Panaragan (terusan Jembatan Merah) baru diperbarui (dari jembatan bambu menjadi
jembatan permanen) berdasarkan berita tahun 1894.
Kampung Empang, 1910 |
Untuk sekadar menambahkan: Pada
tahun 1932 Hotel Bellevue dilikuidasi oleh pemerintah (dalam hal ini Perusahaan
Negara Kereta Api). Lalu gedung (eks hotel Bellevue) dialihkan sebagai gedung rapat
untuk Regetschappenraad (dewan kabupaten). Sedangkan kantor Landraad yang sudah
ada sejak lama berada disamping Hotel Bellevue. Lahan eks gedung kabupaten ini
kelak menjadi lokasi Bioskop Ramayana.
*Dikompilasi oleh Akhir Matua Harahap berdasarkan
sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang digunakan lebih pada ‘sumber
primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya
digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga
merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam setiap
penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di
artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber
ang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini
hanya untuk lebih menekankan saja.
Masjid yang anda sertakan dalam pos ini adalah dua masjid yang berbeda. Masjid yang nampak dalam dalam foto tahun 1880 adalah eks masjid kabupaten yang sekarang jadi Masjid Agung at-Thohiriyah. Sedangkan masjid dalam foto 1908 adalah masjid milik habib Abdullah Alatas, kini bernama masjid An-Nur atau masjid Kramat Empang. Semoga jadi koreksi.
BalasHapusBoleh jadi Anda benar. Foto tahun 1880 masjid memiliki halaman/pekarangan yang luas di depan, masjid pada foto 1910 berada di pinggir jalan.
HapusSaya penasaran dengan lokasi Ibukota Kabupaten sebelum pindah ke Empang.
BalasHapusLalu, saat pindah ke Empang, kantor/rumbah Bupati lokasinya sebelah mana ya?
Pada era VOC pemimpin lokal rumahnya di Kampong Baroe. Disebut kampong Baroe diduga karena dibangun baru. Para tahun 1699 gunung Salak meletus dan sekian lama tidak ada penghuni dan kemudian terbentuk kampong baru tersebut (di area istana Bogor yang sekarang). Pada masa Gub. Jenderal van Imhoff 1740an wilayah kampong baru ini dibeli dan namanya menjadi land Bloeboer. Di land ini van Imhoff membangun villa (cikal bakal istana). Sang pemimpin lokal direlokasi ke Kedong Halang. Pada era Pemerintah Hindia Belanda, Daendels membangun kota Buitenzorg dengan membeli land Bloeboer. Ketika kota Buitenzorg makin ramai pasca pendudukan Inggris (1811-1816)tata kota mulai diarahkan yang mana area sekitar istana dan kampong Paledang sebagai area orang Eropa dan area kampong Babakan Pasar untuk area Tionghoa. Untuk area penduduk pribumi diarahkan di sekitar Bondongan dan Empang. Setelah tiga area ini terbentuk, pemerintah memformalkan rumah/kantor dengan membangun rumah/kantor Bupati di Empang (sekitar tahun 1820an). Rumah/kantor Bupati di Empang ini lokasinya di belakang alun-alun sekarang. Berdasarkan Peta 1880 sebelah barat alun-alun adalah lokasi masjid, sebelah utara jalan raya (kini jalan Pahlawan); sebelah selatan atau belakang alun-alun tempat rumah/kantor Bupati. Dengan kata lain alun-alun ini adalah halaman rumah/kantor Bupati dimana masjid juga berada di sisi lain alun-alun. Mungkin kira-kira diantara jalan Empang/masjid dengan jalan Krupuk. Demikian, semoga terbantu.
HapusMohon izin untuk reproduksi foto Masjidnya pak. Kalau diizinkan saya juga minta sumber fotonya. Terima kasih sebelumnya.
BalasHapusSilahkan semoga bermanfaat. Sumbernya KITLV.nl (tampaknya situs tersebut sudah ditutup sekitar dua tahun lalu). Tks
HapusSiap. Terima kasih banyak pak
BalasHapusKalau tentang sepakbola nya buitenzorg ada yg bisa di baca ga pak?
BalasHapusMasih ada sejumlah artikel serial Sejarah Bogor yang belum dipublish, termasuk sejarah sepak bola. Suatu waktu akan kembali ke serial Sejarah Bogor. Sekarang masih fokus pada serial Sejarah Menjadi Indoneisia.
Hapus