Jumat, 24 Januari 2020

Sejarah Kota Sibolga (6): Pemerintahan di Kota Sibolga; Onderafdeeling Angkola en Sipirok (Afdeeling Padang Sidempoean)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Sibolga dalam blog ini Klik Disini

Kota Sibolga dan Kota Padang Sidempuan adalah kota kembar. Dua kota ini dibangun bersamaan (1843). Oleh karena itu banyak kesamaan antara Kota Sibolga dengan Kota Padang Sidempuan. Namun demikian ada juga perbedaannya. Pada era kolonial Belanda, dua kota ini pernah menjadi ibu kota Residentie Tapanoeli dan tidak pernah menjadi status Kota (Gemeente). Perbedaannya antara lain Sibolga tidak pernah memiliki dewan (raad), tetapi Padang Sidempoean pernah memiliki dewan (raad). Dalam hal ini, kota Padang Sidempoean diatur oleh suatu dewan: Onderafdeelingraad Angkola en Sipirok.

Kota Sibolga mendapat status Kota (gemeente) pada tahun 1946 (era kemerdekaan Indonesia). Wali Kota (Burgemeester) pertama adalah AM Djalaloedin dan digantikan Mangaradja Sorimoeda Siregar (1947-1952). Sebelum kota Sibolga ditingkatkan statusnya menjadi Kota (Gemeente). Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kabupaten Tapanuli Selatan sudah terbentuk. Bupati pertama Tapanuli Tengah adalah Zainal Abidin gelar Soetan Komala Pontas (1945-1946), lalu kemudian digantikan oleh Prof. Mr. M. Hazairin [Harahap] (1946-1946), AM Djalaloeddin (1946-1947) dan Mangaradja Sorimoeda Siregar (1947-1952). Dalam hal ini dicatat pada periode 1947-1952 jabatan Wali Kota Sibolga dan Bupati Tapanuli Tengah dijabat oleh Mangaradja Sorimoeda Siregar. Ketika Provinsi Sumatra Utara dibentuk secara definitif pada tahun 1951 yang terdiri dari tiga residen (Atjeh, Sumatra Timur dan Tapanoeli), Gubernur pertama adalah Abdul Hakim Harahap (mantan Residen Tapanoeli pada era perang kemerdekaan). Sebagai Residen Sumatra Timur diangkat Moeda Siregar dan residen Tapanoeli Binanga Siregar serta Wali Kota Medan diangkat AM Djalaloedin. Pada tahun 1952 Mangaradja Sorimoeda Siregar diangkat sebagai Asisten Gubernur. Gubenur Abdul Hakim Harahap yang dipromosilkan menjadi Menteri penggantinya adalah Soetan Mohammad Amin Nasution (1953-1956) dan dilanjutkan Soetan Komala Pontas (mantan Wali Kota Sibolga pertama). Dari pergeseran-pergeseran ini tampak para pemimpin dari Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan dan Kota Sibolga berpindah tempat ke Kota Medan. Mereka ini semua adalah Republiken, pemimpin RI di wilayah Tapanoeli.

Lantas apakah faktor adanya dewan di Onderafdeeling Angkola en Sipirok (Afdeeling Padang Sidempoean) yang menyebabkan para pemimpin pertama pasca kemerdekaan RI di Sibolga dan Tapanuli Tengah berasal dari Padang Sidempoean? Pasca kemerdekaan, orang Padang Sidempoean juga menjadi Wali Kota di Medan, di Padang dan di Surabaya. Tentu semua itu menarik untuk diperhatikan. Mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Onderafdeeling Angkola en Sipirok (Afdeeling Padang Sidempoean)

Pada era kolonial, hanya satu wilayah di Hindia Belanda (baca: Indonesia) dimana Pemerintah Hindia Belanda di dalam struktur pemerintahan tidak melibatkan pemimpin pribumi yakni di Residentie Tapanoeli. Apakah Pemerintah Hindia Belanda khawatir? Koeria (di Afdeeling Sibolga dan di Afdeeling Mandailing en Angkola) dan Kepala Negeri (di Afdeeling Silindoeng dan Toba) bukanlah pemerintah tetapi pemimpin adat. Tidak ada Bupati atau Patih. Pejabat pemerintah yang berasal dari orang-orang Belanda sendiri langsung memimpin penduduk.

Di Sibolga terdapat Residen, pejabat tertinggi di Residentie Tapanoeli sejak 1845. Residen Tapanoeli dibantu satu Asisten Residen di Padang Sidempoean. Residen dan Asisten Residen membawahi dua tiga orang Controleur. Pada tahun 1875 terjadi tukar tempat: Residen di Padang Sidempoean dan Asisten Residen di Sibolga. Pada tahun 1898 satu asisten residen ditambah di Afdeeling Silindoeng en Toba (berkedudukan di Taroetoeng). Pada tahun 1908 Residen Tapanoeli kembali berkedudukan di Sibolga dan dibantu dua asisten residen di Padang Sidempoean dan Taroetoeng. Hal ini bermula ketika tahun 1905 Residentie Tapanoeli dipisahkan dari Province Sumatra’s Westkust. Pada tahun 1907 Residentie dibagi ke dalam empat wilayah: Afdeeling Simbolga; Afdeeling Padang Sidempoean, Afdeeling Taroetoeng dan Afdeeling Nias. Afdeeling Padang Sidempoean terdiri dari tiga ondersfadeeling, yakni: onderfadeeling Angkole en Sipirok, onderafdeeling Groot en Klein Mandailing, Oloe en Pakantan; dan onderafdeeling Padang Lawas. Sehubungan dengan Residen dipindahkan ke Sibolga, di Padang Sidempoean ditempatkan Asisten Residen.

Pada tahun 1903 mulai dibentuk wilayah otonom yang disebut Gemeente (semacam Kota pada masa ini). Ini dilakukan sebagai wujud dari politik etik dan bentuk desentralisatie. Gemeente pertama yang dibentuk adalah Batavia lalu disusul Soerabaja dua tahun kemudian. Kota Medan baru tahun 1909 dibentuk menjadi Gemeente. Ketika Volksraad (dewan pusat) dibentuk tahun 1918, sistem rekrutmen anggota dewan dilakukan dengan metode pemilihan (sistem demokrasi).

Setelah kota Medan dijadikan Gemeente (Kota) pada tahun 1909 sejumlah kota di Province Oost Sumatra menyusul dijadikan gemeente pada tahun 1917, yakni: Pematang Siantar; Tandjoengbalei, Bindjei dan Tebingtinggi. Di Residentie Tapanoeli tidak satu pun kota yang dibentuk menjadi gemeente. Mengapa?

Dari lima gemeente di Province Oost Sumatra (Sumatra Timur), hampir semua anggota dewan kota (gemeenteraad) mewakili pribumi melalui metode pemilihan dimenangkan oleh orang-orang yang berasal dari Padang Sidempoean. Pada tahun 1918 di Medan dimenangkan oleh Kajamoedin Harahap gelar Radja Goenong; di Tandjoengbalei adalah Abdul Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon; Pematang Siantar adalah Dr. Mohamad Hamzah Harahap (lulus STOVIA, 1902); Tebingtinggi adalah Soetan Batang Taris. Mereka ini semua adalah kelahiran Padang Sidempoean. Satu lagi kelahiran Padang Sidempoean adalah Dr. Abdul Hakim Nasution (lulus STOVIA 1905) pada tahun 1918 terpilih sebagai anggota dewan kota (gemeenteraad) Padang.

De Sumatra post, 23-06-1920
Di Padang Sidempoean pada tahun 1920 muncul desakan kepada pemerintah untuk membentuk dewan. Oleh karena Padang Sidempoean bukan Kota (Gemeente), maka dewan yang dibentuk bukan gemeenteraad. Juga bukan dewan kabupaten/Afdeeling (Gewest), akan tetapi dewan onderafdeeling: Angkola en Sipirok. Dewan yang dibentuk baru ini efektif berlaku sejak tanggal 1 Juni 1920 (lihat De Sumatra post, 23-06-1920). Disebutkan anggota dewan ini diantara Abdul Manap, mantan guru di Padang Sidempoesn; Mangaradja Goenoeng, administrator majalah mingguan Poestaka dan Sinar Merdeka di Padang Sidempoean; Soetan Josia Diapari, kepala kampong di Sipirok; Ali Akip gelar Dja Saridin, pedagang di Batang Toroe; Malim Soetan, pedagang di Padang Sidempoean; JH de Groot, kepala administrator perkebunan Sumatra-Caoutchouc Maaschapij di Batang Toroe; H. Radersma, wd. Kepala Pejabat Administrasi, Rotterdam Tapanoeli Cultuur Maatschappij di Batang Toroe, dan Tjai Tjeng Liong, pedagang di Padang Sidempoean.

Dibentuknya Plaatselijke Raad Angkola en Sipirok ini diduga terkait dengan pembentukan Bataksche Bond di Batavia tahun 1919 yang dimotori oleh Dr. Abdul Rasjid Siregar. Sebagai ketua Bataksche Bond, Dr. Abdul Rasjid Siregar kelahiran Padang Sidempoean ingin menaungi para pemuda Batak yang beragama Kristen yang kurang berterima di Sumatranen Bond tetapi tetap menjalin hubungan baik dengan Sumatranen Bond. Dr. Abdul Rasjid Siregar adalah adik dari Mangaradja Soeangkoepon, alumni Belanda yang menjadi anggota dewan di Tandjoeng Balai. Pada tahun 1919 Parada Harahap mendirikan surat kabar Sinar Merdeka di Padang Sidempoean. Pada tahun 1920 di Pematang Siantar didirikan Bataksche Bank oleh Dr. Mohamad Hamzah Harahap, Dr. Alimoesa Harahap dan Soetan Hasoendoetan. Bataksche Bank adalah bank pribumi pertama. Masih pada tahun 1920 Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan diundang asosiasi peminat/ahli Hindia di Belanda (Oost en West) untuk berpidato di hadapan para anggotanya. Catatan: Soetan Casajangan adalah pendiri perhimpunan mahasiswa pribumi di Belanda tahun 1908. Sejak 1919 Soetan Casajangan adalah direktur sekolah guru Normaalschool di Batavia (pendiri majalah Poestaha di Padang Sidempoean pada tahun 1915).

Onderafdeeling Angkola en Sipirok adalah satu-satunya onderafdeeling di Hindia Belanda yang dibentuk dewan. Dari daftar dewan yang ada pada tahun 1921 terdapat 53 daerah otonom (memiliki dewan). Hampir semuanya wilayah Kota (gemeente) dan Kabupaten (gewest) kecuali dua wilayah otonom yakni Afdeeling Minahasa dan Onderafdeeling Angkola en Sipirok. Dari daftar teridentifikasi jumlah anggota dewan pribumi telah ditambah sehubungan ditambahnya jatah untuk non-Eropa. Kota Pematang Siantar mendapat jatah untuk anggota dewan non Eropa sebanyak 8 orang, Kota Tandjong Balai (6), Kota Medan (10), Kota Bindjei (6) dan Kota Tebing Tinggi (9). Untuk anggota dewan pribumi di Onderafdeeling Angkola en Sipirok sebanyak 23 orang. Anggota dewan non Eropa ini dipecah dibagi an tara golongan pribumi dan golongan Timur Asing (terutama Tionghoa dan Arab).

Dewan di daerah otonom inilah yang membuat peraturan dan perundang-undangan di wilayah otonom setempat dalam bentuk peraturan daerah yang akan dijalankan oleh Wali Kota atau Residen/Asisten Residen. Hingga berakhirnya era kolonial Belanda, dewan Tapanoeli (Tapanoeliraad) tidak pernah terbentuk. Meski demikian, orang-orang yang berasal dari Padang Sidempoean juga melakukan persaingan dan memenangkan anggota dewan di tempat lain seperti di Padang, Batavia dan Soerabaja. Juga orang berasal dari Padang Sidempoean mendapat satu kursi ketika tahun 1938 dibentuk Minangkabauraad. Gubernur Sumatra Utara yang pertama Abdul Hakim Harahap pernah menjadi anggota dewan kota (gemeenteraad) Medan selama delapan tahun (1930-1938).

Untuk anggota dewan pusat (Volksradd) sejak 1927 dibagi ke dalam empat dapil masing-masing satu kursi, yakni:  West Sumatra, Zuid Sumatra, Oost Sumatra dan Noord Sumatra. Dapil Oost Sumara meliputi seluruh wilayah Province Oost Sumatra, sedangkan dapil Noord Sumatra terdiri dari Residentie Atjeh dan Residentie Tapanoeli. Pada pemilihan Volksraad tahun 1927 yang terpilih dari dapil Noord Sumatra adalh Dr. Alimoesa Harahap dan yang terpilih dari dapil Oost Sumatra adalah Abdul Firman Siregar gelar Mangaradja Soangkoepon. Di dua dapil ini hingga berakhirnya era kolonial Belanda selalu dimenangkan kandidat yang berasal dari Padang Sidempoean. Mangaradja Soangkoepon selalu menang di dapil Oost Sumatra dan di dapil Noord Sumatra, Dr.Ali Moesa dikalahkan oleh Dr. Abdul Rasjid Siregar. Dua lagi anggota Volksraad yang berasal dari Padang Sidempoean adalah Dr. Radjamin Nasution (dari dapil Oost Java) dan Mr. Soetan Goenoeng Moelia, Ph.D dari golongan pendidikan.   

Pemerintahan di Kota Sibolga dari Era Kolonial Belanda hingga Era Kemerdekaan Indonesia

Sejak 1845 status wailayah Tapanoeli menjadi Residentie. Residen pertama (Luit. Col. Alezander van der Hart) ditempatkan di kota Sibolga (kota yang belum lama dibangun). Sehubungan dengan penempatan Residen di Sibolga, juga di Sibolga ditempatkan seorang Controleur (Afdeeling Sibolga). Sebelumnya, di wilayah Angkola Mandailing sudah diangkat Asisten Residen (TJ Willer) berkedudukan di Panjaboengan. Pada saat permulaan Residentie Tapanoeli ini baru terdiri dari tiga afdeeling: Afdeeling Mandailin en Angkola; Afdeeling Natal dan Afdeeling Sibolga.

Afdeeling Mandailing en Angkola terdiri dua onderafdeeling, yakni onderfadeeling Mandailing beribukota di Panjaboengan dan onderafdeeling beribukota di Padang Sidempoean. Pada tahun 1846 Gubernur Sumatra’s Westkust (AV Michiiels) unuk kali pertama berkunjung ke wilayah Tapanoeli di Panjaboengan (1 hari), Padang Sidempoean (4 hari)  dan Sibolga (1 hari). Pada saat itu Afdeeling Padang Lawas masih sebuah rintisan dengan pejabat tertinggi Jung Huhn. Wilayah Silindoeng dan Toba serta Nias masih independen (belum ada penmerintahan/pejabat sipil). Bersamaan dengan rintisan pemerintaan di Afdeeling Padang Lawas, sudah mulai dilakukan penyelidikan di Baroes (persiapan afdeeling).

Koffiecultuur di Afdeeling Mandailing en Angkola yang dimulai sejak 1840 telah membuahkan hasil. Produksi kopi di Angkola dianggap terlalu jauh diangkut ke (pelabuhan) Natal, lalu Controleut Godin di Padang Sidempoean mulai meningkatkan kualitas jalan hingga ke Loemoet. Kopi dari Angkola kemudian dikumpulkan di Loemoet (dibangun pelabuhan sungai Loemoet). Dari gudang di Loemoet kemudian diteruskan ke pelabuhan Sibolga. Namun dalam perkembanganya karena terlalu jauh ke (pelabuhan) Sibolga, dibangun gudang kopi di Djaga-Djaga (untuk diangkut langsung ke (pelabuhan) Padang. Pelabuhan Djaga-Djaga menjadi lebih sibuk daripada pelabuhan Sibolga.

Pelabuhan Djaga-Djaga masuk wilayah yurisdiksi Controleur dari Afdeeling Sibolga. Sementara (pelabuhan feeder) Loemoet (yang masuk wilayah yurisdiksi Controleur onderfadeeling Angkola) ditingkatkan menjadi tempat kedudukan Controleur Angkola (ibu kota onderfadeeling Angkola dipindahkan dari Padang Sidempoean ke Loemoet, sementara garnisun militer tetap berada di Padang Sidempoean).

Afdeeling Padang Lawas tidak diteruskan dalam pembentukan pemerintahan. Sebaliknya, pemerintahan yang baru dibentuk di Afdeeling Baroes dengan menempatkan Controleur di Baroes dan Afdeeling Singkel dengan menempatkan Controelur di Singkel. Controelur Singkil yang pertama adalah AP Godon. Namun tidak lama, pada tahun 1848 AP Godon dipromosikan menjadi Asisten Rasiden Mandailing en Angkola.

Pada awal tahun 1850an, ibukota Angkola dipindahkan kembali ke Padang Sidempoean. Wilayah Loemoet dimasukkan menjadi bagian dari Afdeeling Sibolga. Ini bersamaan dengan mulai ditempatkannya pejabat pemerintah di Sipirok. Produksi kopi yang terus meningkat (dari Angkola dan Sipirok) mutu jalan dan jembatan dari Padang Sidempoean ke Sibolga ditingkatkan. Jembatan rotan di atas sungai Batang Toroe ditingkatkan dengan jembatan kabel telegraf (dapat dilalui pedati). Sementara pelabuhan komodiri Djaga-Djaga terus meningkat, pelabuhan Sibolga terus ditingkatkan sebagai pelabuhan penumpang (sehubungan dengan semakin intensnya lalu lintas antara Padang Sidempoean dan Sibolga melalui jalan yang baru ditingkatkan). Peningkatan ruas jalan antara Loemoet dan Sibolga juga memudahkan komunikasi Controluer Sibolga dari Sibolga ke Loemoet (yang telah menjadi wilayah yursdiksinya yang baru). Peningkatan mutu jalan juga dilakukan ke Baroes. Dengan semakin mudahnya komunikasi ke Baros, Afdeeling Baroes dilikuidasi sebagian wilayahnya dimasukkan ke Afdeeling Singkel dan sebagian ke afdeeling Sibolga. Wilayah yurisdiksi Controleur Sibolga semakin luas (ke Loemoet dna Baroes) sehingga nama afdeeling Sibolga direvisi menjadi Afdeeling Sibolga en Omstreken (Sibolga dan sekitar).  

Pada awal tahun 1860an Nommensen sudah mulai beraktivitas di Siliendoeng. Namun pos misi Nommensen masih berada di Sipirok. Beberapa tahun sebelumnya pemerintahan sipil sudah efektif di Sipirok (sebagai bagian dari onderfadeeling Angkola). Sebagai Controleur Angkola adalah Mr. WA Hennij. Pada tahun 1863,Mr, WA Hennis mulai merintis pemerintahan di Silindoeng dengan melakukan perjalanan ekspedisi ke Silindoeng dari Sibolga ke Silindoeng dan kembalinya dari Sipirok ke Padang Sidempoean. Sukses ekspedisi ke Silindoeng ini, menjadi paspor bagi Mr. Hennij untuk diangkat menjadi Asisten Residen Mandailing en Angkola.

Sementara Afdeeling Sibolga en Omstreken terus berbenah, Asisten Residen Mandailing en Angkola dipromosikan menjadi sekeretaris Gubernur (semacam sekda provinsi) di Padang. Karir Mr. WA Hennij ini terbilang cepat. Di satu sisi WA Hennij bergelar sarjana (jarang sarjana memulai karir sebagai Controleur), di sisi lain kemampuannya dan hasil ekspedisinya ek Silindoeng sangat dibutuhkan pemerintah pusat di Batavia untuk membantu Gubernur dalam merancang perluasan wilayah pemerintahan ke Silindoeng dan Toba.

Pada awal 1870 ibu kota Afdeeling Mandailing en Angkola dipindahkan dari Panjaboengan ke Padang Sidempoean. Pemindahan ini termasuk rekomendasi dari Mr. WA Hennij untuk mendekatkan diri pemerintah (Asisten Residen) dalam membantu perluasan wilayah ke Silindoeng dan Toba. Namun dalam perkembangannya muncul reaksi keras dari Sisingamangaradja XII (nilah awal Batak Oorlog). Nommensen yang berpusat di Silindoeng mulai mendapat tekanan dari (pengikut) Sisingamangarajka. Di Sipirok juga mulai ada perlawanan terhadap pemerintah yang dimotori oleh Radja Baringin dan Radja Sialagoendi (namun perlawanan ini mudah dipadamkan oleh militer yang bermarkas di garnisun militer di Padang Sidempoean).

Controleur Baron van Hoevell yang belum lama ditempatkan di Silindoeng mendapat tekanan keras dari (pengikut) Sisingamangaradja. Sehubungan dengan itu, Controleur van Hoevel tidak pernah efektif bekerja dalam menjalankan pemerintahan. Sehubungan dengan permasalahan ini pemerintah pusat memberi instruksi untuk dilakukan ekspedisi militer ke Silindoeng dan Toba pada tahun 1875.

Untuk memperkuat administrasi pemerintah dalam hubungan dengan ekspedisi militer ke Silindoeng dan Toba pemerintah pusat memekarkan Onderafdeeling Angkola dengan membentuk onderafdeeling Sipirok dan menempatkan Controleur di Sipirok pada tahun 1875. Sementara status Controleur di Sibolga ditingkatkan menjadi Asisten Residen (untuk mengefektifkan pemerintahan antara Sibolga dan Singkel). Dalam perang yang mulai berkobar di Silindoeng, seorang pejabat pemerintah (yang membantu van Hoevel) terbunuh di Taroetoeng. Para hulubalang dari Padang Lawas juga bergerak membantu (pengikut) Sisingamangaradja dari arah timur. Karena alasan inilah pada tahun 1875 pemerintahan diaktifkan kembali di Afdeeling Padang Lawas dengan menempatkan Controleur di Gonoeng Toea). Dalam hal ini sudah ada empat Controleur di wilayah demarkasi (Singkel, Silindoeng, Sipirok dan Padang Lawas).

Dari arah utara juga, pada tahun 1875 pemerintah memekarkan Afdeeling Deli dengan membentuk onderfadeeling Medan dengan menempatkan Controleur di Medan (dan bersamaan dengan meningkatkan status Controelur Deli di Labohan Deli menjadi Asisten Resiiden). Dengan demikian bertambah lagi satu Controleur di wilayah demarkasi. Sehubungan dengan situasi politik di Silindoeng en Toba tahun 1875 juga ibu kota Residen Tapanoeli dipindahkan dari Sibolga ke Padang Sidempoean. Residen berkedudukan di Padang Sidempoean.

Saat mulai reda di Silindoeng, status DOM di Silindoeng diubah lagi menjadi pemerintahan sipil dengan menempatkan controleur yang baru pada tahun 1880 yakni Welsink. Pada tahun 1882 juga makin kondusif di Toba sehingga wilayah Silindoeng dan wilayah Toba disatukan dengan nama baru Afdeelung Silindoeng en Toba. Pada tahun 1883 Welsink berkedudukan di Balige (rekannya Van Dijk sebagai Controleur Silindoeng menggantikannya di Taroetoeng). Sementara ibu kota Residen Tapanoeli tetap di Padang Sidempoean (pada tahun 1883 ini jembatan Batang Toroe selesai dibangun).

Controelur Welsink di Balige dikepung oleh (pengikut) Sisingamangaradka. Situasi darurat kembali terjadi, Controleur Welsink di Balige hanya dilengkapi oleh satu detasemen yang dipimpin oleh seorang letnan Belanda dan 20 prajurit Jawa. Dalam posisi terkepung Welsink mengirim kurir ke Taroetoeng (rekannya Van Dijk), namun di tengah jalan antara Balige dan Taroetoeng dua kurir yang dikirim dibunuh. Satu detasemen di Lagoeboti yang dipimpin oleh Letnan Spandaw (dari garnisun militer di Medan) kewalahan menghadapi serangan (pengikut) Sisingamangaradja yang datang dari arah danau. Welsink pada akhirnya dapat selamat. Wesink mendapat pujian dari pemrintah pusat dengan bintang. Prestasi ini pada nantinya menjadi paspor Welsink untuk menjadi Asisten Residen. Pahlawan Belanda (dari sipil) dalam menguasai Silindoeng dan Toba adalah Mr. WA Hennij dan Welsink.

Pada tahun 1890 Welsink dipromosikan untuk menjadi Asisten Residen pertama Afdeeling Silindoeng en Toba). Uniknya meski telah menjadi Asisten Residen, Welsink tetap tinggal di Balige (bukan di ibu kota Taroetoeng). Meski demikian, Welsink tetap menjadi penanggung jawab di Silindoeng (sementara rekannya Cotroleur Van Dijk bertanggungjawab untuk Toba. Tampaknya bintang yang diperolehnya di Balige membuat Welsink jatuh cinta pada Toba khususnya Balige. Welsink sangat dekat dengan orang-orang Toba (tempo doeloe AP Godong sangat dekat dengan penduduk Mandailing).

Pejabat Belanda yang setia pada Toba, pada tanggal 24 Oktober 1898 Welsink diangkat menjadi Residen Tapenoeli yang berkedudukan di Padang Sidempoean. Namun, sekali lagi, meski kedudukannya di Padang Sidempoean (sebagai Residen) tapi waktunya lebih banyak di Toba (hanya sembilan anak perempuan plus satu anak laki-laki yang tetap berada di Padang Sidempoean, sebab sudah ada sekolah Eropa di Padang Sidempoean). Istrinya sudah lama tiada dan untuk mengatur anak-anaknya adalah putrinya yang sulung. Welsink, aneh memang.

Pada taangga 1 Januari 1907 ibu kota Residentie Tapanoeli kembali dipindahkan ke Sibolga. Ini sehubungan dengan dipisahkannya Residentie Tapanoeli dari Province Sumatra’s Westkust pada tahun 1905. Disamping itu, pembangunan jalan sudah terlaksana dari Sibolga ke Taroetoeng dan Toba. Pindahnya Residen ke Sibolga, status Asisten Residen di Sibolga dihapus dan diangkat Asisten Residen baru di Padang Sidempoean.

Resident Welsink diberhentikan dengan hormat dari dinas negara pada tanggal 6 Juni 1908. Pada tanggal 9 Welsink dan keluarganya denga kapal Maetsuyker dari KPM di Sibolga berangkat menuju Padang. Namun di tengah jalan sekitar Ajer Bangis, Welsink sakit dan meninggal sehingga hanya jenazahnya yang bisa sampai di Padang. Welsikn dimakamkan di Padang tanggal 11 Juni. Welsink menjabat Residen selama 10 tahun. Orang Belanda menyebut Welsink, pnerima bintang Ridder in de orde van den Nederlandschen Leeuw. sebagai ‘Vader der Batak’.

Selama ibu kota Residentie Tapanoeli di Padang Sidempoean, peran pemerintahan di Sibolga tidak terlalu terlihat. Pejabat pemerintah hanya terkonsentrasi dii Padang Sidempoean, Taroetoeng dan Balige. Meski begitu, sejumlah hal penting yang terjadi di Sibolga dapat didaftarkan sebagai berikut.

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tabel-1. Jumlah anggota dewan pribumi/timur asing (non-Eropa)
di Hindia Belanda
No
Nama Daerah
Bentuk administrasi
Jumlah anggota dewan pribumi
(non-Eropa)
1
Angkola en Sipirok
( afd. Padang Sidempoean)
Onder-afdeeling
23
2
Bandjermasin
Gemeente
12
3
Bandoeng
Gemeente
13
4
Bantam (Banten)
Gewest
12
5
Banjoemas
Gewest
13
6
Basoeki
Gewest
15
7
Batavia
Gemeente
17
8
Batavia
Gewest
22
9
Bindjei
Gemeente
6
10
Blitar
Gemeente
9
11
Buitenzorg (Bogor)
Gemeente
14
12
Cheribon (Cirebon)
Gemeente
7
13
Cheribon (Cirebon)
Gewest
16
14
Fort de Kock (Bukittinggi)
Gemeente
7
15
Kediri
Gemeente
9
16
Kediri
Gewest
19
17
Kedoe
Gewest
26
18
Komering Ilir
Gewest
17
19
Lematang Ilir
Gewest
17
20
Madioen
Gemeente
11
21
Madioen
Gewest
13
22
Madura
Gewest
12
23
Magelang
Gemeente
11
24
Makasser
Gemeente
12
25
Malang
Gemeente
12
26
Medan
Gemeente
10
27
Menado
Gemeente
9
28
Minahasa
Afdeeling
37
29
Mr. Cornelis (Jatinegara)
Gemeente
12
30
Modjokerto
Gemeente
8
31
Ogan Ilir
Gewest
23
32
Oostkust Sumatra
(Sumtra Timur)
Gewest
21
33
Padang
Gemeente
15
34
Padang Pandjang
Gewest
20
35
Palembang
Gemeente
12
36
Pasoeroean
Gemeente
9
37
Pasoeroean
Gewest
25
38
Pekalongan
Gemeente
12
39
Pekalongan
Gewest
11
40
Pematang Siantar
Gemeente
8
41
Preanger Regentschappen
Gewest
28
42
Probolinggo
Gemeente
12
43
Rembang
Gewest
16
44
Salatiga
Gemeente
8
45
Sawah Loento
Gemeente
5
46
Semarang
Gemeente
16
47
Semarang
Gewest
27
48
Soekaboemi
Gemeente
10
49
Soerabaja
Gemeente
19
50
Soerabaja
Gewest
24
51
Tandjong Balei
Gemeente
6
52
Tebing Tinggi
Gemeente
9
53
Tegal
Gemeente
10
Total
767
Catatan:
-Koefisien Pemilu adalah 50
-Gemeente=kota
-Gewest=Terdiri dari beberapa afdeeling
-Afdeeling=Terdiri dari beberapa onder-afdeeling
Sumber: De Preanger-bode, 01-02-1921


Tidak ada komentar:

Posting Komentar