Minggu, 17 Mei 2020

Sejarah Bogor (61): Sejarah Cigombong di Land Srogol; Sungai Tjiletoeh Dibendung Kini Menjadi Danau Tjigombong (LIDO)


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bogor dalam blog ini Klik Disini

Wilayah perbatasan adakalanya dipandang sebelah mata dan dianggap pintu belakang. Sejatinya wilayah-wilayah perbatasan Bogor (Buitenzorg) yang dialui jalan raya adalah pintu gerbang. Namun itu tidak cukup. Wilayah-wilayah perbatasan seakan terpinggirkan dan hanya ada dalam hati: Jauh di mata, dekat di hati. Itulah tentang riwayat Cigombong nun disana di perbatasan antara wilayah Bogor dan wilayah Sukabumi.

[Tji]gombong (Peta 1901)
Wilayah perbatasan Bogor yang dianggap sebagai pintu gerbang tidak hanya satu dua buah, tetapi tiga buah atau lebih. Selain Cigombong, juga Cisarua, Djasinga, Cibinong, Bojong Gede, Cilengsi, Gunung Sindur dan lainnya. Oleh karena wilayah perbatasan adalah area terjauh dari pusat (Bogor) adakalanya area tersebut dianggap sebagai remote area (kurang terperhatikan). Idem dito dengan area di sebelahnya yang juga kurang terperhatikan.

Sebagaai wilayah perbatasan, apakah Cigombong memiliki sejarah? Seperti halnya Jasinga dan Cisarua, sejarah Cigombong sangat mempesona. Banyak situs penting di Cigombong. Kampung Tjigombong sejak tempo doeloe dilalui jalan besar; juga dilalui jalur kereta api dengan stasion pemberhetian; dan kawasan Tjigombong adalah kawasan perkebunan. Tentu saja tidak hanya itu, di kampong Tjigombong tempo doeloe sungai Tjiletoeh dibendung yang kemudian menjadi danau Tjigombong (Lido). Untuk itu dan untuk menambah pengetahuan, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Cigombong (Now)
Sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.  

Nama Kampong Tjigombong di Land Srogol

Kampong Gombong di sungai Tjigombong. Dalam penulisan oleh orang Eropa-Belanda tidak menulisnya dengan kampong Tjigombong. Sungai Tjigombong bermuara ke sungai Tjisadane di arah utara (hilir) kampong Gombong. Mengapa disebut kampong Gombong? Lantas mengapa ada nama-nama kampong di dekatnya seperti kampong Srogol, kampong Tangkil, kampong Tengek dan kampong Tapos.

Setelah tahun 1701, selain benteng Padjadjaran di hulu sungai Tjiliwong (areanya di Istana Bogor yang sekarang), VOC membangun sejumlah benteng baru di wilayah hulu seperti benteng Tjiampea (1710), benteng Tandjoeng Poera (Karawang) dan benteng Goenoeng Parang (Soekaboemi) yang didukung oleh sejumlah pos militer di Bantar Pete (kemudian dipindahkan ke Gadok), Tjisaroea (1715), Tjipanas dan Tjitjoeroek serta Djasinga. Benteng-benteng dan pos-pos militer ini dijaga oleh pasukan pribumi pendukung militer VOC yang dipimpin oleh Kopraal atau Sergenat Eropa-Belanda.

Batas Buitenzorg-Tjiandjoer (Peta 1840)
Batas-batas wilayah Buitenzorg dan wilayah Tjiandjoer sudah lama. Pembagian wilayah ini diduga sudah terjadi sejak era VOC, sejak kehadiran orang Eropa-Belanda di hulu sungai Tjiliwong dan hulu sungai Tjisadane. Penarikan batas yang tegas diduga dilakukan pada era Gubernur Jenderal Abraham van Riebeeck (1709-1713). Hal ini didasarkan kunjungan van Riebeeck ke Tjiandjoer pada masa menjabat sebagai Gubernur Jenderal. Penarikan batas ini ditandai pada perbedaan ketinggian geografis kemana arah air mengalir. Batas Tjisaroea-Tjipanas di gunung Megamendung yang mana air mengalir ke sisi barat menuju sungai Tjiliwong; sedangkan batas Buitenzorg-Tjitjoeroek di Tji(Gombong) air engalir ke sisi utara menuju sungai Tjisadane.

Para penjaga benteng dan pos militer, untuk mendukung kehidupan mereka (di luar gaji) umumnya mereka bertani dengan membuka lahan di area-area yang masih belum berpenghuni. Setelah pensiun banyak diantara mereka tidak kembali dan menetap atau lahan-lahan yang sudah dibuka dilanjutkan oleh generasi berikutnya. Nama kampong Gombong diduga adalah salah satu kampong eks pendukung militer VOC.

Land-land di perbatasan Buitenzorg
Batas-batas antara Buitenzorg dengan Tjiandjoer di Tjigombong semakin dipertegas kembali pada era Gubenur Jenderal Jeremias van Riemsdijk (1775-1777). Hal ini diduga kuat sehubungan dengan upaya memperluas tanah-tanah partikelir (land) dari Buitenzorg hingga batas-batas yang berdampingan dengan wilayah Tjiandjoer. Land-land baru ini termasuk land Tjisaroea, land Tjidjeroek dan land Tjikoppo. Pada kunjungan Radermache pada tahun 1777, land Pondok Gede sudah terbentuk (pemekaran dari land Tjikoppo). Dalam perkembangannya diketahui dibentuk land Tjiawi dan lan Srogol.

Tunggu deskripsi lengkapnya


*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar