Minggu, 23 Mei 2021

Sejarah Kota Palembang (5): Sejarah Candi di Daerah Aliran Sungai Musi; Apakah Ada Hubungan Candi di Sungai Batanghari?

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Palembang dalam blog ini Klik Disini

Seperti halnya di daerah aliran sungai Baraumun, Padang Lawas (Tapanuli), jumlah candi di daerah aliran sungai Musi (Pelembang atau Sumatera Selatan) juga cukup banyak. Paling tidak candi-candi yang sudah dikenal luas di daerah aliran sungai Musi antara lain candi Bumi Ayu di Muara Enim (diduga candi Hindoe yang mirip di Jawa), candi Lesung Batu dan candi Gapura Sriwijaya. Lalu apakah ada hubungan candi di daerah aliran sungai Musi dengan candi di daerah aliran sungai Batanghari (Jambi)?

Candi Bumiayu termasuk komplek percandian yang luas yang diperkirakan seluas 75 Ha. Candi ini diduga peninggalan Hindoe. Pada masa ini candi Bumi Ayu berada di desa Bumiayu, kecamatan Tanah Abang, kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (Muara Enim). Candi ini dapat dikatakan satu-satunya komplek percandian di daerah alirang sungai Musi yang terdiri dari sembilan buah bangunan candi yang diantaranya telah ada yang dipugar. Ada yang memperkirakan bahwa candi ini dibangun pada tahun 897 M (tidak lama setelah tahun prasasti Kedukan Bukit. Di area candi ini ditemukan sejumlah fragmen seperti kepala arca yang berwajah raksasa, arca perempuan sedang memegang ular serta arca perempuan yang mengenakan kalung dari untaian tengkorak serta arca-arca binatang. Lokasi Candi Bumi Ayu berjarak 85 kilometer dari Kota Muara Enim.

Bagaimana sejarah candi-candi di daerah aliran sungai Musi? Seperti disebut di atas salah satu candi yang terbilang luas adalah candi Hindoe Bumi Ayu. Lantas bagaimana kaitannya dengan Sriwijaya di Palembang yang dihubungkan dengan Boedha? Lalu apakah ada kaitan keberadaan candi di daerah aliran sungai Musi dengan candi di daerah aliran sungai Batanghari? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Sebaran Candi di Daerah Aliran Sungai Musi

Kapan situs candi ditemukan di daerah aliran sungai Musi? Kita lihat nanti. Keterangan yang sudah ada adalah CJ Batenburg pada tanggal 29 November 1920 di suatu tempat yang kemudian disebut Kedukan Boekit (kini di kampung Kedukan Bukit, kelurahan 35 Ilir, Kota Palembang)  di tepi sungai Tatang yang bermuara ke sungai Musi, ditemukan prasasti berbentuk batu kecil berukuran 45x80cm yang bertulis aksara Pallawa dalam bahasa Sanskerta (Melayu Kuno). Prasasti ini kini dikenal sebagao Prasasti Kedukan Bukit. Dalam perkembangannya diketahui bahwa tarih prasasti adalah 684 M.

Tentu saja di tempat ditemukan prasasti itu di Kedukan Bukit tidak ada candi. Sebab tempat itu pada 1200 tahun yang lalu bukanlah daratan tetapi perairan laut atau rawa-rawa yang dalam perkembangannya karena adanya proses sedimentasi terbentuk rawa dan akhirnya menjadi daratan. Lantas dimana awal prasasti itu berada? Tidak ada yang mengetahuinya, bahkan ini hari.

Candi kuno di wilayah daerah aliran sungai Musi, jika ada, haruslah berada lebih jauh ke arah hulu daerah aliran sungai Musi. Jika ada candi yang dibangun di wilayah kota Palembang yang sekarang haruslah dianggap sebagai bangunan candi yang dibangun baru (bukan candi kuno). Candi kuno adalah candi yang dibangun pada era Hindoe Boedha.

Pada tahun 1935 FM Schnitger menemukan lima prasasti di (kota) Palembang (lihat Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 08-03-1935). Disebutkan bahwa prasasti-prasasti tersebut yang ditemukan di Telaga Batoe (Ilir 2) kurang lebih sama dengan Prasasti Kedukan Bukit aksara Pallawa dengan bahasa Sanskerta yang diduga seumur dengan Prasasti Kedukang Bukit. Dalam berita itu juga disebutkan bahwa Dr. WJ Stutterheim, seorang ahli kepurbakalaan di Djokjakarta berpendapat ada banyak bukti bahwa Shriwidjaja tidak benar-benar terletak di Palembang, meskipun wilayah itu cepat atau lambat menjadi milik kekaisaran itu. WJ Stutterheim menduga itu di Indragiri.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Apakah Ada Koneksi dengan Candi di Sungai Batanghari?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar