Rabu, 28 Juli 2021

Sejarah Kota Ambon (14): Era Zaman Kuno Kepulauan Maluku Tenggara dan Tradisi Pemujaan Para Leluhur; Kei, Aru, Tanimbar

 

*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Ambon dalam blog ini Klik Disini 

Sejarah zaman kuno diperlukan untuk memberi latar belakang kehidupan yang sekarang. Sejarah zaman kuno terbilang bagian sejarah yang kurang mendapat perhatian. Boleh jadi karena minimnya data yang tersedia. Namun sejarah zaman kuno sebagai bagian sejarah keseluruhan tetaplah menjadi penting. Banyak studi-studi rintisan yang telah dilakukan. Salah satu studi rintisan itu dilakukan oleh Marlon NR Ririmasse dengan judul Pemujaan Leluhur di Kepulauan Maluku Tenggara. Pulau-pulau besar di wilayah Kepulauan Maluku Tenggara ini adalah Kei, Aru dan Tanimbar.

Kepulauan Maluku Tenggarra adalah bagian dari Kepulauan Maluku yang secara geografis wilayahnya berada di sebelah tenggara pulau Seram provinsi Maluku, Wilayah pulau-pulau di tenggaran provinsi Maluku ini pada masa kini terdiri dari beberapa kabupaten/kota yakni kabupaten Seram Bagian Timur (ibu kota Bula), kabupaten Maluku Tenggara (ibu kota Langgur), kabupaten Kepulauan Aru (ibu kotya Dobo), kabupaten Kepulauan Tanimbar (ibu kota Saumlaki) dan Kota Tual. Meski lebih dekat ke (pulau) Timor (provinsi NTT) dalam hal ini dapat dimasukkan kabupaten Maluku Barat Daya (ibu kota Tiakur). Ada aspirasi belakangan ini nama kabupaten Maluku Tenggara diubah menjadi nama baru Kepulauan Kei.

Lantas bagaimana sejarah zaman kuno Kepulauan Maluku Tenggara? Seperti disebut di atas bahwa sejarah zaman kuno kerap terkendala pada minimnya data. Oleh karean itu untuk memahami sejarah zaman kuno dapat dimulai dari data sejarah yang ada dengan menghubungkannya ke belakang (zaman kuno). Dengan demikian dimungkinkan untuk mempertemukan sejarah masa kini dengan sejarah awal (zaman kuno). Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Kepulauan Maluku Tenggara: Kei, Aru, Tanimbar

Pulau-pulau di sebelah tenggara Amboina (kepulauan Maluku tenggara) bukanlah wilayah tanpa sejarah. Pulau-pulau diantara  pulau Seram, pulau Timor dan daratan Australia sudah sejak lama dikenal. Hanya saja data-data sejarahnya masih terpencar-pencar dan belum disatukan. Di antara pelaut-pelaut Eropa yang mencapai kawasan ini adalah pelaut-pelaut Portugis. Ini dapat diperhatikan pada peta-peta Portugis.

Menurut peneliti Belanda, nama pulau Kei merujuk pada nama Portugis sebagai Cayo, yang diartikan sebagai terumbu atau tebing. Nama Pulau Cayo (Pulau Terumbu karang) dalam perjalanan waktu karena pelafalan dirusak oleh bahasa Inggris dan bahasa Belanda menjadi Kei. Untuk nama tambahan besar dan kecil berasal dari bahasa Melayu (lihat Tijdschrift van het Aardrijkskundig Genootschap, 1877).

Pelaut-pelaut Belanda (VOC) diduga kuat kali pertama mengunjungi kawasan laut Arufuru ini pada tahun 1623 yang dipimpin oleh Kaptein Jan Carstenz. Dalam ekspedisi ini peta dibuat yang dilakukan oleh Arent Martensz de Leeuw, Dalam Peta 1623 diidentifikasi Amboina, Banda, Pulau Kei dan Pulau Aru. Dari pulau Aru kemudian melakukan ekspedisi (pertama) ke pantai barat Papua menuju suatu tempat (yang diduga kuat kampong Mimika sekarang). Di selatan kampong ini ditandai (muara) sungai. Ekspedisi ini melakukan navigasi ke arah selatan melewati pulau Frederik Hendrik dan Merauke hingga Pulau Daru. Satu yang penting dalam peta ini pegunungan (puncak) tinggi di pedalaman sudah diidentifikasi (kini puncak Carstenz, sesuai nama komandan ekspedisi). Catatan: Peta kuno ini sempat hilang dan baru ditemukan pada tahun 1866 (lihat Nederlandsche staatscourant, 18-02-1866).

Wilayah yang kini disebut Mimika, pada Peta 1720 ditandai sebagai Caap Nassau. Kawasan ini sudah dilalui oleh kapal-kapal VOC apakah dari Ternate atau dari Banda melalui pulau Kei dan Pulau Aru. Pulau-pulau di utara Pulau Aru dan di barat laut kawasan Caap Nassau ditandai sebagai Moerasch, yang dapat diartikan sebagai kawasan orang-orang Moor. Kawasan ini meliputi pulau Namatota, pulau Lakahia, teluk Triton dan wilayah Kaimana yang sekarang. Orang Moor adalah pelaut-pedagang asal Afrika Selatan beragama Islam yang sudah sejak zaman kuno eksis di Hindia Timur (orang Moor telah lama memperkuat Ternate, dan orang Moor terkonsentrasi di pulau Halamahera yang di era Portugis pada peta ditandai sebagai Terra del Moro. Besar dugaan mereka inilah yang menyebarkan agama Islam di kawasan pantai barat daya Papoea. Berdasarkan Peta 1695 sungai besar di Mimika (Timika) ditandai sebagai Moerschestraar Rivier. Sungai ini adalah jalan menuju pertambangan Grasberg sekarang.

Dari gambaran awal ini terkesan bahwa pulau Aru sudah dikenal lebih dulu, sedangkan pantai barat Papua dikenal melalui pulau Aru. Gambaran qwal ini juga menjelaskan bahwa di pulau Aru sudah ada populasi yang banyak yang menghasilkan produksi yang menjadi sumber perdagangan Eropa (Portugis yang dilanjutkan oleh Belanda). Namun yang menarik untuk dipahami adalah mengapa ada nama-nama Moor di wilayah pantai barat dan pantai selatan Papua. Selain nama Moor yang sisebut di atas (pantai Mimika yang sekarang) nama Moor juga ditemukan di pantai selatan di sebelah timur Merauke yank ni sungai Moreshead dan pelabuhan Port Moresby. Juga ada nama (pulau) Daruba sebagaimana nama Daruba di pulau Morotai.

Kerajaan Aru dan pedagang-pedagang Moor sudah lama terjalin hubungan timbal balik dalam navigasi pelayaran perrdagangan. Kerajaan Aru berada di muara sungai Panai dan sungai Barumun di pantai timur Sumatra dengan ibu kota Binanga, Keberadaan orang-orang Moor di selat Malaka paling tidak diketahui sejak seorang Moor asal Tunisa berkunjung ke selat Malaka dan Tiongkok tahun 1345 M. Komunitas Moor berada di Muar (selatan Malaka) di Semenanjung. Meraka inilah yang melakukan navigasi pelayaran perdagangan dari selat Malaka melalui pantai utara Kalimantan, pulau-pulau Filipina, Semenanjung Sulawesi hinga Maluku dan seterusnya mencapai Papua serta laut Arufuru dan selat Torres. Dari navigas pelayaran perdagangan inilah diduga sebab munculnya nama pulau Aru dan nama laut Arufuru. Nama pulau Saparua awalnya adalah Muar (lihat Negarakertagama, 1365). Nama pulau Saparua dan pulau Haruku diduga kuat berkaitan dengan pedagang-pedagang Kerajaan Aru. Besar dugaan pedagang-pedagang Kerajaan Aru yang beragama Boesha sekte Bhairawa (pemuja leluhur) yang memberikan nama gunung tertinggi di pulau Seram, gunung Binaia (merujuk nama ibu kota Binanga).

Prof Kern (1919) mengidentifikasi nama tempat di dalam teks Negarakertagama 1365 Wwanim dan Seran berada di pantai barat Papua. Sedangkan nama Gurun diidentifikasi berada di pulau Goram (kini disebut pulau Gorong) dan Wandan sebagai Banda. Nama Wwaning yang diinterpretasi Prof Kern sebagai Onin berada di kota Fakfak yang sekarang, sedangkan Seran berada di kota Kaimana (Koiwai atau Kuiwai di Nematota) yang sekarang. Dalam hal ini diduga wilayah Maluku Tenggara ini sudah ramai dengan navigasi pelayaran perdagangan sejak zaman kuno.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Tradisi Pemujaan Para Leluhur Zaman Kuno

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar