Rabu, 19 Oktober 2022

Sejarah Lampung (3): Awal Pemerintahan di Lampung Era Hindia Belanda; Satu Distrik di Sumatra Sangat Dekat ke Wilayah Jawa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Lampung di dalam blog ini Klik Disini 

Sudah barang tentu sejarah pemerintahan di Lampung sudah ditulis. Namun sejarah tetaplah sejarah. Semakin banyak yang menulis sejarah di suatu daerah khususnya sejarah pemerintahan, narasi sejarah pemerintahan akan sendirinya semakin baik. Satu sama lain, kontribusi penulis saling memvalidasu fakta dan data sejarah. Hal itulah mengapa penting upaya penggalian data yang secara terus menerus diperlukan dalam rangka peningkatan mutu narasi sejarah Indonesia, tidak terkecuali di Lampung.


Provinsi Lampung lahir pada tanggal 18 Maret 1964 dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 31964 yang kemudian menjadi Undang-undang Nomor 14 tahun 1964. Sebelum itu Provinsi Lampung merupakan Karesidenan yang tergabung dengan Provinsi Sumatera Selatan. Daerah ini jauh sebelum Indonesia merdeka memang telah menunjukkan corak warna kebudayaan tersendiri. Oleh karena itu pada zaman VOC daerah Lampung tidak terlepas dari incaran penjajahan Belanda. Tatkala Banten dibawah pimpinan Sultan Agung Tirtayasa (1651-1683) Banten berhasil menjadi pusat perdagangan yang dapat menyaingi VOC di perairan Jawa, Sumatra dan Maluku. Sultan Agung ini dalam upaya meluaskan wilayah kekuasaan Banten mendapat hambatan karena dihalang-halangi VOC yang bercokol di Batavia. Putra Sultan Agung Tirtayasa yang bernama Sultan Haji diserahi tugas untuk menggantikan kedudukan mahkota kesultanan Banten. Dengan kejayaan Sultan Banten pada saat itu VOC selalu berusaha untuk menguasai kesultanan Banten. Usaha VOC ini berhasil dengan jalan membujuk Sultan Haji sehingga berselisih paham dengan ayahnya Sultan Agung Tirtayasa. Dalam perlawanan menghadapi ayahnya sendiri, Sultan Haji meminta bantuan VOC dan sebagai imbalannya Sultan Haji akan menyerahkan penguasaan atas daerah Lampung kepada VOC. Akhirnya pada tanggal 7 April 1682 Sultan Agung Tirtayasa disingkirkan dan Sultan Hajidinobatkan menjadi Sultan Banten. Dari perundingan-perundingan antara VOC dengan Sultan Haji menghasilkan sebuah piagam dari Sultan Haji tertanggal 27 Agustus 1682 yang isinya antara lain menyebutkan bahwa sejak saat itu pengawasan perdagangan rempah-rempah atas daerah Lampung diserahkan oleh Sultan Banten kepada VOC yang sekaligus memperoleh monopoli perdagangan di daerah Lampung. Demikian seterusnya (https://lampungprov.go.id/)

Lantas bagaimana sejarah awal pemerintahan di Lampung sejak era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti disebut di atas, narasi sejarah adalah penting, namun yang lebih penting sejarah adalah narasi fakta dan data. Hal itulah mengapa upaya penulisan narasi sejarah tidak pernah berhenti. Dalam hubungan ini, penting diketahui, bahwa Lampung adalah salah satu distrik di Sumatra tetapi sangat begitu dekat dengan wilayah (pulau) Jawa. Lalu bagaimana sejarah awal pemerintahan di Lampung sejak era Pemerintah Hindia Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Awal Pemerintahan di Lampung Era Hindia Belanda; Lampung, Distrik di Sumatra Sangat Dekat ke Wilayah Jawa

Nama Lampong Toelangbawang sudah eksis sejak era VOC, dimana Pemerintah VOC mengangkat Residen (VOC) Lampong Toelangbawang yang mana awalnya satu resident ditempatkan di Lampong dan satu residen lainnya ditempatkan di Toelang Bawang. Akan tetapi dalam perkembangannya kedua wilayah disatuakan dengan satu residen. Namun situasi berubah, ketika VOC dibubarkan pada tahun 1799, yang mana wilayah Hindia (eks wilayah VOC) diakuisisi Kerajaan Belanda, lalu dibentuk Pemerintah Hindia Belanda (sebagai salah satu provinsi Kerajaan Belanda).


Pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda, membentuk pemerintahan baru tidak mudah, apalagi seluas Indonesia (baca: Hindia Timur). Para eks pejabat VOC dan orang-orang Indo tetap dilibatkan dalam susunan pemerintahan terutama di tingkat wilayah. Sementara Belanda totok makin lama makin banyak didatangkan. Pada era Gubernur Jenderal Daendels (sejak 1909) mulai tampak kemajuan, tidak hanya dalam penyelenggaraan pemerintahan, juga dalam pembangunan. Salah satu upaya Daendels adalah membangun kota-kota pemerintah dengan membeli lahan-lahan swasta (tanah-tanah partikelir seperti di Batavia dan Buitenzorg). Untuk menghubungkan ibu kota Batavia dengan Buitenzorg dan kota-kota utama seperti Semarang dan Soerabaja lalu dibangun jalan trans-Java dari Batavia ke Panaroekan via Buitenzorg, Bandoeng, Semarang dan Soerabaja, serta Batavia ke Anjer via Banten. Namun, tidak lama kemudian terjadi pendudukan Inggris (1811). Pemerintah Hindia Belanda digantikan Pemerintah Inggris. Meski demikian, sejumlah orang Belanda masih dilibatkan dalam penyelenggaraan pemerintahan untuk tingkat yang lebih rendah dan Sebagian lagi orang-orang Belanda dievakuasi dan dipulangkan ke Belanda. Orang-orang Indo cukup adaptif dengan kehadiran orang-orang Inggris. Akan tetapi pemerintahan pendudukan Inggris ini tidak lama, Kerajaan Belanda menyelenggaraan Pemerintah Hindia Belanda.

Dalam konteks inilah awal cabang Pemerintah Hindia Belanda dibentuk di luar Jawa, namun masih sangat terbatas di Makassar, Palembang dan Bandjarmasin. Pada awal pembentukan cabang pemerintahan Pemerintah Hindia Belanda di Palembang, belum termasuk wilayah (district) Jambi dan district Lampong. Namun, Bangka dan Belitung yang sempat dipisahkan pada era pendudukan Inggris dikembalikan menjadi bagian dari Residenntie Palembang. Saat ini Pemerintah Hindia Belanda juga mulai memperluas cabang pemerintahan ke pantai barat Sumatra.


Segera setelah terjadi pendudukan Inggris di Jawa (1811), di Palembang terjadi kerusuhan dimana Residen Pemerintah Hindia Beland terbunuh (oleh pangeran Palembang dan pengikutnya). Saat mana Inggris datang, situasi dan kondisi dapat diamankan. Kesultanan dilucuti, dan dihilangkan kekuasan sultan. Juga wilayah Bangka dan Belitung dipisahkan dari Palembang dan diserahkan kepada Inggris. Ketika Pemerintah Hindia Belanda dikembalikan, Residentie Palembang termasuk salah satu wilayah di luar Jawa yang diprioritaskan. Namun orang-orang Inggris masih becokol di Bangka dan Belitung, serta di Bengkoelen dan pantai barat Sumatra khususnya di Padang dan sekitar. Oleh karenanya pada tahun 1819 ibu kota (resident pantai barat Sumatra) ditetapkan di Tapanoeli. Pada tahun 1822 ibu kota dipindahkan dari Tapenoeli ke Padang setelah orang-orang Inggris menyingkir ke wilayah sendiri di Bengkoelen. Lalu pada tahun 1824 diadakan perjanjian antara Kerajaan Inggris dan Kerajaan Belanda (traktat London) dimana terjadi tukar guling antara Bengkoelen (Inggris) dengan Malaka (Belanda). Sejak itu wilayah Hindia Belanda menggambarkan batas-batas yang ada hingga sekarang ini. Dalam hal ini wilayah Hindia Belanda minus Borneo Utara (Inggris), pulau Timor tetap bagian Portugis) dan pulau Papua minus Papua Nugini (Jerman).  

Praktis pembentukan cabang-cabang pemerintahan Pemerintah Hindia Belanda hingga ke tingkat yang lebih rendah (yang melibatkan pemimpin local) baru terwujud sejak 1826. Selain cabang-cabang pemerintahan sudah meluas di (pulau) Jawa, cabang-cabang pemerintahan di luar Jawa juga sudah lengkap seperti di Makassar, Palembang dan Padang serta Bengoeloe. Lalu bagaimana dengan wilayah lainnya? Masih banyak yang bersifat indepenen di bawah pemerintahan local seperti kesultanan. Lalu bagaimana di Lampong sendiri? Nah, itu yang akan dipelajari. Lampong saat itu hanya diidentifikasi sebagai suatu district.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Lampung, Distrik di Sumatra Sangat Dekat ke Wilayah Jawa: Peta Geografis, Peta Sosial Budaya dan Peta Pemerintahan

Pada tahun 1828 Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan satu resolusi dimana di wilayah Lampong diterapkan kebijakan bea dan cukai. Berdasarkan Resolusi Pemerintah Hindia Belanda No 12 tahun 1828 penetapan bea dan cukai di Lampong diterapkan sama dengan di Residentie Banten. Tampaknya pemimpiu local di Lampong merespon kebijakan baru ini, yang boleh jadi dianggap memberatkan penduduk Lampong. Dalam konteks inilah Raden Imba Koesoema representative pemimpin di Lampong memberontak.


Pada fase ini di Jawa ekskalasi politik semakin meningkat dengan berlaut-larutnya Perang Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegora. Juka ekskalasi politik meningkat di pantai barat Sumatra (Perang Padri). Pada masa ini di berbagai wilayah konflik (dengan Pemerintah Hindia Belanda) dan wilayah lainnya termasuk wilayah bebas, para pedagang-pedagang Eropa khususnya Belanda masik aktif, namun ada peningkatan jumlah diantara orang-orang Cina dan Arab serta orang-orang Moor. Peningkatan peran orang Arab dan Cina karena banyak pedagang-pedagang pribumi yang mengurangi kegiatan karena terlibat perang dan khawatir selama perang. Orang-orang Arab dan Cina lebih mudah koperatif dengan Pemerintah Hindia Belanda/

Untuk melumpuhkan perlawanan di Lampong, satu ekspedisi militer dikirim ke Lampong pada tahun 1834. Besar dugaan cabang Pemerintah Hindia Belanda di Lampong dimulai segera setelah ekspedisi 1834).  Dalam Almanak 1836 di Lampong sudah ditempatkan seorang Kapiten der Infantri dengan fungsi Civiel en Militair Gezaghebber yang dibantu seorang kommies. Dalam Almanak 1838 jabatan para pemimpin local di Lampong belum ada. Dalam Almanak 1840 di wilayah Lampong struktu pemerintahan Pemerintah Hindia Belanda sudah lengkap dimana pejabat tertinggi berstatus Civeiel en Militair Gezaghebber di Tarabangie.

 

Pada tahun 1840 di pantai barat Sumatra di district Angkola Mandailing telah dibentuk struktur pemerintah Pemerintah Hindia Belanda yang dijadikan sebagai satu afdeeling (dimasukkan ke Residentie Air Bangis). Sebagaimana diketahui sejak 1838 pengaruh Padri di Angkola telah diusir dalam Perang Portibi di Dalu-Dalu (sekitar Padang Lawas, pusat percandian di Sumatra sekarang). Oleh karenanya cabang pemerintahan district Lampong kurang lebih bersamaan pembentukan cabang pemerintahan di district Angkola Mandailing.

Cabang pemerintahan Pemerintah Hindia Belandadi district Lampong ditetapkan ibu kota di Terbanggi. Mengapa bukan di Teluk Betung? Yang jelas dalam struktur pemerintahan berdasarkan Almanak 1840, selain Gezaghebber, juga dibantu seorang asisten. Mengapa Terbanggi yang dijadikan sebagai ibu kota, sebagaimana dulu di pnatai barat Sumatra di Tapanoeli lalu ke Padang, akan dideskripsikan dalam artikel tersendiri.


Berdasarkan Almanak 1840, untuk pemerintahan lokal di district Lampong diangkat Toemenggong Mohamad bi Ali sebagai bupati (regent) yang berkedudukan di Telok Betong. Untuk jabatan yang lebih rendah diangkat Mangkoeboemi Joesoef di Manggala. Selain itu untuk jabatan yang lebih rendah lagi diangkat di beberapa tempat. Ini mengindikasikan bahwa pemerintahan di Lampong terbilang sudah mulai lengkap.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Lampung, Distrik di Sumatra Sangat Dekat ke Wilayah Jawa: Peta Geografis, Peta Sosial Budaya dan Peta Pemerintahan

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar