Sabtu, 21 Januari 2023

Sejarah Surakarta (49): Lapangan Terbang di Surakarta Bermula 1938;Mengapa Lapangan Terbang di Soerakarta Telat Dibangun?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Jauh sebelum ada lapangan terbang dibangun di (wilayah) Soerakarta, Soesoehoenan sudah pernah naik pesawat, tetapi di tempat lain. Lapangan terbang fase awal dibangun di wilayah Jawa berada di Tjililitan, Kalidjati dan Andir. Setelah itu baru diperluas ke Semarang dan Gresik. Lantas mengapa tidak ada gagasan yang muncul untuk membangunnya di Soerakarta? 


Bandar Udara Internasional Adisumarmo adalah bandar udara yang terletak di kabupaten Boyolali. Bandar udara ini berlokasi sekitar 14 km di utara Kota Surakarta. Bandara ini dulu bernama Pangkalan Udara (Lanud) Panasan, karena terletak di kawasan Panasan. Bandara ini dibangun pertama kali pada tahun 1940 oleh Pemerintah Belanda sebagai lapangan terbang darurat. Ketika bala tentara Jepang masuk ke Indonesia bandara tersebut sempat dihancurkan oleh Belanda namun dibangun lagi oleh Pemerintah Jepang pada tahun 1942 sebagai basis militer penerbangan angkatan laut (Kaigun Bokusha). Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia penyelenggaraan bandara dilaksanakan oleh “Penerbangan Surakarta” yang diresmikan pada tanggal 6 Februari 1946. Pada tanggal 1 Mei 1946, Penerbangan Surakarta sejak berubah menjadi “Pangkalan Udara Panasan” yang hanya diperuntukkan penerbangan militer. Pangkalan udara tersebut pertama kali digunakan secara resmi untuk penerbangan komersial pada tanggal 23 April 1974 yang dilayani oleh Garuda Indonesia dengan rute Jakarta-Kemayoran-Solo & Solo-Jakarta-Kemayoran dengan frekuensi 3-kali seminggu. Pada tanggal 25 Juli 1977, “Pangkalan Udara Panasan” berubah nama menjadi “Pangkalan Udara Utama Adi Sumarmo” yang diambil dari nama Adisumarmo Wiryokusumo, adik dari Agustinus Adisucipto (Wikipedia). 

Lantas bagaimana sejarah lapangan terbang di Soerakarta, bermula 1938? Seperti disebut di atas, lapangan terdekat dari wilayah Soerakarta bermula di Semarang. Namun pada akhirnya dibangun di Jogjakarta di Magoewo. Bagaimana dengan di Soerakarta? Lalu bagaimana sejarah lapangan terbang di Soerakarta, bermula 1938? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Lapangan Terbang di Soerakarta, Bermula 1938; Mengapa Lapangan Terbang di Soerakarta Telat Dibangun?

Harapan adanya lapangan terbang di Soerakarta sudah sejak lama ada. Sudah sejak lama ada lapangan terbang di Semarang. Lapangan terbang terdekat dari Soerakarta berada di Jogjakarta dan di Tidar, Magelang. Apa yang salah dengan itu? Lapangan terbang di Magelang dapat dimaklumi karena terdapat garnisun militer kelas satu. Para petinggi militer tampaknya kerap menggunakannya. Lapangan terbang di Semarang dan Jogjakarta sudah dimungkinkan pendaratan pesawat sipil. Namun keinginan itu mulai dibicarakan pada tahun 1938 (lihat De locomotief, 09-06-1938).


Disebutkan dalam rangka memperingati dua abad kraton dan kota Soerakarta pada bulan Maret 1939, Soesoehoenan dan petinggi militer telah membuka pembicaraan untuk pembangungan lapangan terbang di Soerakarta. Hal ini juga dikaitkan dalam perayaan itu akan dimeriahkan oleh demonstrasi terbang dari angkatan udara Pemerintah Hindia Belanda. Dalam hal inilah dibutuhkan lapangan pendaratan, yang akan menjadi cikal bakal lapangan terbang di Soerakarta. Lokasi yang sesuai dengan itu sudah dilakukan survei dan ditemukan di sekitar Palur (sisi selatan jembatan sungai Bengawan Solo di area yang lebih tinggi, dekat dengan jalan kea rah Sragen). Area tersebut berada di sebelah kanan jalan mengarah ke Kawasan persawahan penduduk, yang berukuran 2.500x1.700 M dan dimana lapangan dibangun sekitar 1.000z800 M. Besarnya nilai pembebasan lahan 2 hingga 3 sen per meter persegi. Pembebasannya dibebankan kepada kerajaan (Soerakarta). Namun ada kelemahannya, tanahnya adalah tanah lempung.

Realisasi rencana pembangunan lapangan terbang Soerakarta, ternyata tidak mudah. Satu yang pasti secara navigasi areanya sudah sesuai di kawasan Palur (hasil pengamatan dari udara). Namun untuk memastikan kesesuaian tanah dengan pembangunan lapangan, karena kondisi persawahan (berair) harus dilakukan penyelidikan geogologi terlebih dahulu oleh Jawatan Geologi di Bandoeng. Hasilnya sudah diketahui dan tidak masalah secara geologis (lihat Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, 09-02-1939). Kini, permasalahan yang tersisa adalah soal biaya pembangunannya yang membutuhkan anggaran sebesar f15.000 untuk kegiatan pertama. Sekarang dalam pertimbangan. Apakah target sesuai dengan rencana peringartan dua abad krato yang tinggal sebulan lagi? Kini yang menjadi perhatian di Soerakarta, Soesoehoenan sedang sakit.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Mengapa Lapangan Terbang di Soerakarta Telat Dibangun? Antara Semarang dan Jogjakarta

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar