Rabu, 01 Februari 2023

Sejarah Surakarta (72): Serangan Umum di Soerakarta, Bagaimana? Serangan Umum di Jogjakarta, Apa Ada Lagi di Tempat Lain?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Dalam masa perang kemerdekaan Indonesia, ada yang disebut tindakan bumi hangus dan ada yang disebut serangan dengan taktik gerilya. Di Jogjakarta dilakukan serangan gerilya yang melibatkan berbagai pihak. Serangan ini pada masa kini disebut Serangan Umum. Dalam narasi sejarah masa kini juga ada serangan umum yang dilakukan dikenal sebagai serangan umum Soerakarta. Dalam hubungan ini apakah ada serangan umum yang lain di tempat lain? .


Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah serangan yang terjadi pada tanggal 1 Maret 1949 di Yogyakarta. Ini bermula setelah Agresi Militer Belanda II (Desember 1948), TNI mulai menyusun strategi pukulan balik. Awal Februari 1948, Letkol. dr. Wiliater Hutagalung perwira teritorial sejak September 1948 ditugaskan membentuk jaringan persiapan gerilya di wilayah Divisi II dan III. Ia bertemu dengan Panglima Besar Sudirman dan menginstruksikan memikirkan langkah-langkah harus diambil. Hutagalung menjadi penghubung antara Panglima Sudirman dengan Panglima Divisi II, Kolonel Gatot Subroto dan Panglima Divisi III, Kol. Bambang Sugeng. Rapat Pimpinan Tertinggi Militer dan Sipil di wilayah Gubernur Militer III, 18 Februari 1949 juga dihadiri Gubernur Militer/Panglima Divisi III Kol. Bambang Sugeng dan Letkol Wiliater Hutagalung, Komandan Wehrkreis II, Letkol. Sarbini Martodiharjo, dan pucuk pimpinan pemerintahan sipil. Letkol Wiliater Hutagalung sebagai penasihat Gubernur Militer III menyampaikan gagasan yang telah disetujui oleh Panglima Besar Sudirman, dan kemudian dibahas bersama-sama. Dalam menyebarluaskan berita ini ke dunia internasional dibantu Kol. TB Simatupang. Sebagaimana telah digariskan dalam pedoman pengiriman berita dan pemberian perintah, perintah yang sangat penting dan rahasia, harus disampaikan langsung oleh atasan kepada komandan pasukan yang bersangkutan. Rencana penyerangan atas Yogyakarta yang ada di wilayah Wehrkreise I di bawah pimpinan Letkol. Suharto, akan disampaikan langsung Kolonel Bambang Sugeng. Setelah semua persiapan matang (keputusan diambil tanggal 24 atau 25 Februari), serangan akan dilancarkan tanggal 1 Maret 1949, pukul 06.00. Puncak serangan dilakukan terhadap kota Yogyakarta (ibu kota negara) 1 Maret 1949, dibawah pimpinan Letnan Kolonel Suharto, Komandan Brigade 10 daerah Wehrkreise III (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Serangan Umum di Surakarta, bagaimana terjadinya? Seperti disebut di atas, Serangan Umum yang terkenal terjadi di Jogjakarta. Tentu saja juga disebut ada serangan umum di Soerakarta. Apakah ada serangan umum di tempat lain? Lalu bagaimana sejarah Serangan Umum di Surakarta, bagaimana terjadinya? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Serangan Umum di Surakarta, Bagaimana? Serangan Umum di Jogjakarta, Apa Ada di Tempat Lain? 

Serangan Umum di Jogjakarta sudah lama berlalu (Maret 1949). Tentu saja aksi bumi hangus di Bandoeng, yang kini dikenal Bandoeng Lautan Api, sudah lama terlupakan (Maret 1946). Seperti di Bandoeng, aksi terbaru, dengan tindakan bumi hangus pada bulan Mei 1949 di kota Padang Sidempoean (kampong halaman Mayor Jenderal Abdoel Haris Nasoetion), Lantas bagaimana dengan di Soerakarta? Bukankah sejak 3 Agustus telah dilakukan gencatan senjata antara pihak Belanda/NICA dengan pihak Republiken (Indonesia). Situasi dan kondisi, di berbagai tempat tengah dilakukan persiapan ke KMB di Den Haag (Belanda). 


Seperti dikutip di atas, Serangan Umum Surakarta juga disebut Serangan Umum Empat Hari berlangsung pada tanggal 7 -10 Agustus 1949 secara gerilya oleh para pejuang, pelajar, dan mahasiswa. Mereka berhasil membumihanguskan dan menduduki markas-maskas Belanda di Surakarta dan sekitarnya. Mereka yang melakukan serangan bergabung dalam Detasemen II Brigade 17 Surakarta yang dipimpin Mayor Achmadi Hadisoemarto. Untuk menggempur markas penjajah, serangan dilakukan dari empat penjuru kota Surakarta. Menjelang pertengahan pertempuran Slamet Riyadi dengan pasukan Brigade V/Panembahan Senopati turut serta dan menjadi tokoh kunci dalam menentukan jalannya pertempuran. Kegagalan Tentara Kerajaan Belanda mempertahan Kota Surakarta menggoyahkan keyakinan Parlemen Belanda atas kinerja tentaranya. Sehingga memaksa Perdana Menteri Drees terpaksa mengakomodasi tuntutan delegasi Indonesia sebagai syarat sebelum mereka bersedia menghadiri Konferensi Meja Bundar.

Pada tanggal 7 Agustus 1949 diberitakan ada serangan sekelompok orang (benden) di Soerakarata (lihat Twentsch dagblad Tubantia en Enschedesche courant en Vrije Twentsche courant, 09-08-1949). Disebutkan sepanjang hari Minggu, benden menyerang kota Soerakarta. Tidak ada rincian tentang hal ini, tetapi pasukan Belanda sepenuhnya menguasai situasi. Konvoi dari Semarang yang dalam perjalanan ke Soerakarta pada hari Minggu harus kembali ke Semarang setelah menunggu beberapa jam di Solo karena kejadian tersebut. Mengapa tidak ada rincian? Mungkin belum. Namun secara umum, TNI, atas komando dari atas disiplin menjalankan perintah gencatan senjata.


Rangkaian peristiwa di Jogjakarta bermula agresi militer Belanda di Jogjakarta pada tanggal 19 Desember 1948. Pada tanggal ini, Ketika pasukan KNIL menyisir kota, tahanan Republik sudah dikosongkan. Salah satu tahanan utama di penjara adalah Mr Amir Sjarifoeddin Harahap. Sebagaimana diketahui kemudian Mt Amir telah dibunuh oleh orang bangsa sendiri. Lalu berikutnya, seperti disebut di atas, terjadi Serangan Umum di Jogjakarta (Maret 1949). Lalu kemudian diadakan perundingan Roem Royen (dimulai 17 April 1949; perjanjian ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949). Pasca Perjanjian Roem Royen, hasil ini harus ada tindak lanjutnya. Dua subkomite, masing-masing subkomite untuk pemulihan dan kepulangan pemimpin ke Djokja dan sub komite untuk gencatan senjata (lihat Trouw, 13-06-1949). Disebutkan pihak Belanda menginginkan pernyataan dari para pemimpin republik tentang gencatan senjata, sebagaimana disepakati dalam kesepakatan tanggal 7 Mei di Djokja. Juga disebutkan surat yang dikirim Mohamad Hatta (dari pengasingan di Bangka) untuk Jenderal Soedirman dan Kolonel TB Simatoepang tidak ditanggapi. Soeltan Djogjakarta mulai bingung karena para pemeimpin RI akan segera ke Yogjakarta sementara urusan pengamanaan saat mana pasukan Belanda mengosongkan kota (evakuasi keluar) lalu mengutus tim ke berbagai wilayah gerilya untuk mencari Jenderal Soedirman dan Kolonel TB Simatoepang. Namun rumor yang ada komandan militer terdekat hanya di selatan Kediri (Jenderal Soerdirman) dan TB Simatoepang di Banaran (selatan Semarang) dan sementara Abdoel Haris Nasution jauh di Soekaboemi selatan, Jawa Barat. Hanya tiga komandan ini yang sangat dipercaya Soeltan. Mengapa?  Akhirnya TB Simatoepang ditemukan di wilayah Banaran di selatan Semarang dan segera dengan pasukannya ke Djogjakarta. Soeltan Hamengkoeboewono IX di Djogjakarta sangat lega. Tampaknya nama Soeltan menjadi jaminan mutu dibandingkan surat Mohamad Hatta untuk menindaklanjuti hasil perjanjian Roem Royen. Dalam hal inilah arti perkawanan sejati antara Kolonel TB Simatupang dan Jenderal Soedirman. Sejumlah pemimpin Indonesia sudah ada yang berada di Batavia, namun belum bisa ke Djogjakarta (karena masih ada militer Belanda/KNIL). Sementara itu Ir Soekarno dkk dari Parapat di relokasi ke Bangka dimana Mohamad Hatta dkk berada. Pemimpin Indonesia lainnya berada di Bukittinggi (para pejabat PDRI). Akhirnya di Djogjakarta diketahui divisi terakhir militer Belanda (KNIL) hari Kamis pukul satu telah dievakuasi yang dipimpin Kolonel van Langen (lihat Nieuwe courant, 01-07-1949). Lalu segera radio Indonesia di Jogjakarta melakukan siaran Kembali. Dengan demikian, kendali wulayah Djogjakarta kembali kepada Soeltan Hamengkoeboewono yang didampingi oleh Kolonel TB Simatoepang. Lalu beberapa hari kemudian tim ini (rombongan) akan kembali hari Rabu dari Bangka langsung menuju Djogjakarta (lihat Arnhemsche courant, 05-07-1949). Soekarno, Mohamad Hatta dan lainnya akhirnya kembali ke Djogjakarta tanggal 6 Juli 1949. Rombongan terakhir, yakni Sjafroeddin Prawiranegara dkk akhirnya tiba di Djogjakarta (lihat Nieuwe courant, 11-07-1949). Foto: Soeltan Jogja dan Kolonel TB Simatoepan Menunggu Pemimpin RI di Jogjakarta.

Serangan yang terjadi di Soerakarta 7 Agustus 1949, satu bulan setelah Pemerintah RI dipulihkan di Jogjakarta. Dalam hal ini bagaimana sebenarnya situasi dan kondisi di Soerakarta, yang tidak begitu jauh dari Jogjakarta hingga terjadinya serangan? Satu yang jelas seperti disebut di atas bahwa sepanjang hari Minggu, benden menyerang kota Soerakarta, tetapi pasukan Belanda sepenuhnya menguasai situasi. Konvoi dari Semarang yang dalam perjalanan ke Soerakarta pada hari Minggu harus kembali ke Semarang setelah menunggu beberapa jam di Solo karena kejadian tersebut.


Setelah militer Belanda evakuasi dari Jogjakarta, di bawah pengamanan yang dipimpin oleh Kolonel TB Simatoepang praktis aman. Sementara itu, di Soerakarta tidak ada militer Belanda. Posisi militer Belanda terdekat hanya terdapat di Salatiga (50 Km dari Soerakarta). Tampaknya serangan dari para Republiken di Soerakarta yang menyusup ke kota sehubungan dengan kedatangan konvoi militer Belanda dari Semarang ke Soerakarta. Lantas ada apa konvoi militer Belanda datang dari Semarang ke Soerakarta? Apa sebenarnya yang terjadi sehingga para Republiken menyusup ke kota yang menjadi sebab terjadi serangan ke pihak militer Belanda yang akan ke Soerakarta dan terjadi baku tembak (namun akhirnya militer Belanda yang tidak mencapai kota harus kembali ke Semarang).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Serangan Umum di Jogjakarta, Apa Ada di Tempat Lain? Ada Namanya Perang Bumi Hangus

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar