Jumat, 31 Maret 2023

Sejarah Banyumas (13): Benteng-Benteng di Banyumas, Bemula di Banyumas; Benteng Nusa Kambangan- Benteng Pendem Cilacap


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyumas dalam blog ini Klik Disini

Benteng di wilayah Banyumas bemula di kota Banyumas. Pada awal Pemerintah Hindia Belanda dibangun bentang lainnya di wilayah district Banjoemas di pulau Nusa Kambangan (benteng Karangbolong). Selanjutnya setelah terbentuknya Residentie Banjoemas benteng baru dibangun di wilayah pesisir Cilacap yang kini dikenal sebagai benteng Pendem.


Benteng Pendem Cilacap (Kustbatterij op de Landtong te Tjilatjap) benteng pertahanan peninggalan Pemerintah Hindia Belanda terletak di tepi pantai Cilacap. Benteng dibangun tahun 1861 dan selesai 1879 dengan luas 10,5 Ha. Benteng ini mulai digali pemerintah Cilacap tahun 1986. Saat ini, pemerintah kabupaten Cilacap menjadikan benteng ini sebagai tempat wisata sejarah. Sebelum benteng dibangun, sebuah kapal Inggris Royal George pernah singgah di pulau Nusakambangan hanya untuk mengambil air, hal ini membuat Belanda khawatir jika sewaktu-waktu ada serangan musuh. Pemerintah Hindia Belanda membangun markas di tepi pantai Cilacap. Selain itu juga, untuk menangkal pihak-pihak lain yang berusaha menguasai kota Cilacap, Benteng Pendem dibangun karena menurut pemerintah Hindia Belanda, kota Cilacap memiliki letak geografis yang strategis dan cocok untuk dijadikan kota pelabuhan. Di mana menjadi sebuah kota pelabuhan sebagai pintu gerbang jalur perekonomian dari wilayah Banyumas ke Kerajaan Belanda. Pada masa pendudukan Jepang menggunakannya sebagai markas pertahanan Tentara Jepang. Selama Jepang menduduki Benteng Pendem, Jepang membangun sarana berupa bunker yang terletak di bagian atas benteng, dengan menggunakan system konstruksi dari beton dan kerangka besi yang berjumlah 4 buah. Pasca kemerdekaan, Tentara Sekutu menjadikan Benteng Pendem Cilacap sebagai markas pertahanan Tentara Sekutu sampai tahun 1949 (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah benteng-benteng di wilayah Banyumas, bemula di Banyumas? Seperti disebut di atas benteng di wilayah Banyumas bermula di kota Banyimas pada era VOC. Pada masa Pemerintah Hindia Belanda dibangun benteng-benteng baru seperti di pulau Nusa Kambangan dan benteng di Cilacap (benteng Pendem). Lalu bagaimana sejarah benteng-benteng di wilayah Banyumas, bemula di Banyumas? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Benteng-Benteng di Banyumas, Bemula di Banyumas; Benteng Pulau Nusa Kambangan dan Benteng Pendem Cilacap

Setelah penyerahan sejumlah wilayah di (pulau) Jawa oleh Soesoehoenan Kartosoera kepada Pemerintah VOC, maka militer VOC mulai membangun benteng sebagai pertahanan di sejumlah tempat termasuk di Tegal (benteng Missier) dan tahun 1687 di Buitenzorg (fort Padjadjaran). Lalu kemudian militer VOC membangun benteng di Seramarang dan di Soerabaja yang keduanya mulai dibangun pada tahun 1700. Lalu pada tahun 1706 Raden Parwita Sari penguasa wilayah (district) Banjoemas ditangkap dan dihukum.


Pada tahun 1706 ini militer VOC yang dibantu pasukan pribumi (dari Maluku) mulai membangun benteng di district Banjoemas. Letak benteng ini tepat berada di sisi sebelah utara sungai Cartanegara (dari arah Tegal). Di area benteng dua bastion tersebut diduga kuat kemudian terbentuk kota Banyumas (kota Banyumas yang sekarang) dan sungai Cartanegara tersebut kelak disebut sungai Serayu. Benteng Banjoemas inilah, benteng pertama di wilayah Banjoemas (yang dimulai pada era VOC).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Benteng Pulau Nusa Kambangan dan Benteng Pendem Cilacap: Dari Benteng Menjadi Garnisun Militer

Segera berakhirnya Perang Jawa (1825-1830), Pemerintah Hindia Belanda membentuk residentie Banjoemas, dimana pejabat setingkat resident ditempatkan di Benjoemas (1831). Untuk mengefektifkan perdagangan, di wilayah Banjoemas diangkat seorang pakhuis yang ditempatkan di Tjilatjap (Javasche courant, 25-09-1833). Sebagai wilayah pertama perdagangan di pantai selatan Jawa, Pemerintah Hindia Belanda kemudian membangun batterij di Banting-matti, Karangbolong di pulau Noessa Kambangan.


Tujuannya adalah untuk mengamankan kapal-kapal dagang berbendera Hindia Belanda. Seiring dengan perkembangan perdagangann di kawasan, yang dalam perkembangannya dianggap tidak cukup hanya satu beterai lalu dibangun lagi baterai di pulau Noesa Kambangan yang ditempatkan di Banjoe Njappu Pertimbangan lainnya diduga terkait dengan Perang Bali (1849) yang dapat menimbulkan ancaman dalam bentuk perlawanan baru di Jawa khususnya pantai selatan. 

Sehubungan dengan eskalasi politik yang baru, terutama di wilayah luas Jawa seperti di Lampoeng, Bali dan Makassar dan Borneo barat, Pemerintah Hindia Belanda memandang perlu memperkuat pertahanan di (pulau) Jawa (lihat Javasche courant, 16-04-1853). Disebutkan berdasarkan beslit tanggal 13 April 1853 No. 13 (Staatsblad No. 27) ditetapkan status pertahanan di berbagai wilayah di Jawa dan Madoera yang dipusatkan di tempat tertentu yang telah terbentuk benteng dan fungsi pertahanan lainnya, termasuk di wilayah Banjoemas.


Pertahanan kelas satu dipusatkan di benteng Willem I di Ambarawa dan benteng di Soerabaja. Benteng kelas kedua di Batavia (benteng Prins Hendrik), di Semarang, di Gombong dan di Ngawi. Untuk kelas ketiga antara lain benteng di sungai Antjol dan baterai di muara sunbgai Antjol; di Semarang, baterai di Karangbolong dan baterai di Banjoe Njappu Noesad Kambangan serta benteng di Banjoewangi. Untuk kelas empat antara lain di benteng-benteng di Soerakarta, Klaten, Djogjakarta, Sentolo, Magelang, Poerworedjo, Wonosobo, Banjoemas, Bandjarnegara, Patjitan dan beterai Banting Matti di Noesa Kambangan (sebelah barat). Catatan: Banting Matti adalah benteng tua yang tidak ada bongkar muat perdagangan lagi, karena pendangkalan dan semua perdagangan kini bernmuara ke Tjilatjap (yang karena itu dua baterai baru telah didirikan).

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar