Selasa, 23 Mei 2023

Sejarah Banyuwangi (7): Dulu Semenanjung Blambangan dan Kini Taman Nasional Alas Purwo; Pulau Proa Doeloe, P. Jawa Meluas


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyuwangi dalam blog ini Klik Disini

Semenanjung Blambangan termasuk di dalamnya wilayah Taman Nasional Alas Purwo. Tempo doeloe hanya ada nama satu kampong di kawasan, kampong Proa. Apakah nama Proa kemudian menjadi Poerwo? Yang jelas nama semenanjung mengikuti nama ibu kota kerajaan Balambangan. Besar dugaan pulau Proa menyatu dengan daratan Jawa yang kemudian kini dikenal sebagai Semenanjung Blambangan.


Taman Nasional Alas Purwo terletak di Kecamatan Tegaldlimo dan Kecamatan Purwoharjo, kabupaten Banyuwangi, di ujung paling timur Pulau Jawa, termasuk pesisir pantai selatan. Sebagai taman nasional berdasarkan SK Menteri Kehutanan 1992, seluas 43.320 ha, masuk dalam Semenanjung Blambangan. Ekosistem hutan hujan tropika hutan bambu, hutan pantai, hutan bakau, hutan tanaman, hutan alam, dan padang rumput. Taman Nasional Alam Purwo tempat ritual Pagerwesi umat Hindu, berbatasan dengan Pulau Bali. Di dalamnya ada Pura Luhur Giri Salaka. Keanekaragaman hayati di Taman Nasional Alas Purwo sangat tinggi. Juga terdapat jenis hewan banteng, kijang, rusa, lutung, kancil, macan tutul, anjing hutan dan kucing hutan. Di pesisir pantai dapat ditemukan empat jenis penyu. TN Alas Purwo beberapa zonasi: Inti; Rimba; Pemanfaatan; Penyangga. Wilayah sebelah barat curah hujan lebih tinggi. Secara umum kawasan topografi datar, bergelombang ringan sampai barat dengan puncak tertinggi gunung Lingga Manis (322 M). Hampir keseluruhan jenis tanah liat berpasir. Sungai di kawasan umumnya dangkal dan pendek, yang mengalir sepanjang tahun di bagian barat sungai Segoro Anak dan Sunglon Ombo. Mata air banyak terdapat di daerah Gunung Kuncur, Gunung Kunci, Goa Basori, dan Sendang Srengenge. Masyarakat di sekitar kawasan bertani, buruh tani, dan nelayan (tinggal di wilayah Muncar), yang merupakan salah satu pelabuhan ikan terbesar di Jawa, dan di wilayah Grajagan. Mayoritas penduduk agama Islam, beragama Hindu terutama di desa Kedungasri dan desa Kalipait. Secara umum masyarakat sekitar TN Alas Purwo digolongkan sebagai masyarakat Jawa tradisional. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Semananjung Blambangan dan Taman Nasional Alas Purwo? Seperti disebut di atas taman nasional Alas Purwo kini kawasan yang menjadi ujung dari Semenanjung Blambangan. Suatu pulau Proa tempo doeloe yang menjadi satu bagian pulau Jawa semakin meluas. Lalu bagaimana sejarah Semananjung Blambangan dan Taman Nasional Alas Purwo? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Semananjung Blambangan dan Taman Nasional Alas Purwo; Pulau Proa Tempo Doeloe, Pulau Jawa Meluas

Peta tertua pulau Jawa, dibuat oleh ahli/kartografi Portugis berdasarkan laporan-laporan navigasi pada pelaut Portugis. Dalam peta pulau Jawa (Iava Minor) ini sejumlah pelabuhan/kerajaan penting di pesisir pantai Jawa diidentifikasi Aurbam (diduga Banten), Japara, Mandalika, Tuvam (Tuban) dan Agaci. Pelabuhan/kerajaan Agaci ini berada di pantai timur pulau Jawa. Nama Agaci ini diduga kuat kemudian nama Balambangan.


Disebut demikian, karena Agaci berada di suatu teluk di pantai timur/tenggara pulau Jawa. Sejauh yang diketahui hanya kerajaan Balambangan yang paling terkenal di wilayah tersebut. Sementara di pantai selayan Jawa diidentifikasi dua pelabuhan (kecil) yang diduga adalah kampong Proa dan kampong Gragiagan. Hal ini diperkuat dengan adanya suatu pulau di sebelah barat yang diduga pulau Noesa Baroeng (satu-satunya pulau besar di pantai selatan Jawa). Antara pelabuhan/kerajaan Balambangan dengan di timur dan kampong Proa di selatan dipsahkan oleh suatu tanjung, yang diduga kuat Tanjung Proa. Peta 1561

Semenanjung Proa (semenanjung Balambangan) menjadi penting dalam navigasi pelayaran perdagangan tempo doeloe hingga era Portugis. Penting karena posisi menonjol di huk dimana tanjung tersebut (tanjung Proa) memisahkan pantai timur dan pantai selatan Jawa. Di dua pantai tersebut terdapat pelabuhan-pelabuhan. Nama Balambangan sendiri sudah dicatat dalam teks Negarakertagama (1365). Besar dugaan pelabuhan/kerajaan Balambangan pada saat itu masih berada di pantai (muara sungai: kini sungai Setail).


Pada peta awal pulau Jawa era Portugis ini, kota pelabuhan Japara dipisahkan oleh perairan dari daratan (Jawa). Ada semacam teluk yang masuk ke dalam di sisi barat, sementara di sisi timur juga ada teluk yang masuk ke dalam. Kedua teluk dari arah berbeda yang masuk ke daratan ini diduga dipisahkan oleh daratan Pati/Kudus. Secara geomorfologis daratan yang terbentuk itu (Pati/Kudus) yang menyatukan daratan Jawa dengan daratan Japara akibat proses sedimentasi jangka panjang. Ini seakan menjelaskan bahwa pelabuhan/kerajaan Japara sebelumnya adalah pulau yang terpisah dari pulau Jawa. Pulau Japara ini dengan puncak tertinggi disebut gunung Muria. Di pantai barat Jawa juga ada diidentifikasi pulau, pulau ini diduga yang kemudian mernyatu dengan daratan Jawa (menjadi semenanjung Ujung Kulon). Bagaimana dengan Semenanjung Balambangan/semenanjung Proa? Apakah awalnya suatu pulau yang kemudian menyatu dengan daratan Jawa?

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pulau Proa Tempo Doeloe, Pulau Jawa Meluas: Terbentuknya Semenanjung Blambangan

Sebelum mendeskripsikan terbentuknya semenanjung Blambangan, ada baiknya memperhatikan peta-peta navigasi pelayaran di sekitar sejak era Portugis dan Belanda/VOC. Sebagaimana halnya terbentuknya (wilayah) geografi, dalam navigasi juga mengikuti hukum alam. Dengan kata lain peta navigasi dibuat dengan memperhatikan situasi dan kondisi alam, yang dalam pengalaman navigasi kemudian diidentifikasi ke dalam peta (pemetaan).


Dalam pengalaman navigasi di lautan oleh para pelaut-pelat (terdahulu) bergerak menuju tujuan dengan jalan (arah) navigasi yang paling cepat dan aman. Dalam hal ini berlayar dengan mengikuti hukum alam (arah, angin dan arus laut/ombak). Untuk mencapai tujuan denga naman harus menghindari resiko/bahaya di perairan/laut. Bahay aitu antara lain badai, arus laut yang keras, tebing daratan yang keras, pulau/karang laut, dan gumuk (pulau pasir di tengah laut yang hilang pada saat pasang). Perhatikan Peta 1724, peta kumulatif yang dibuat ahli peta/kartografi berdasarkan laporan navigasi pelaut. Dalam peta, pulau/daratan secara acuan dimana arah/garis navigasi ditandai dalam peta. Arah/garis navigasi tersebut ditandai dengan garis, kedalaman laut plus nama-nama geografi di sekitar garis navigasi.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar