Selasa, 08 Agustus 2023

Sejarah Mahasiswa (6): Abdoel Rivai Lulus di Docter Djawa School, Studi ke Belanda Berjuang Jadi Doktor; Pers Bahasa Melayu


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Mahasiswa dalam blog ini Klik Disini

Pada awal perkembangan Pendidikan pribumi, sekolah guru dan sekolah kedokteran adalah sekolah-sekolah tertinggi bagi pribumi di Indonesia (baca: Hindia Belanda). Para guru dan dokter juga aktif dalam perkembangan jurnalistik pribumi. Seorang pensiunan guru, Hadji Saleh gelar Dja Endar Moeda (1897) pernah menyatakan ketika jurnalis Belanda bertanya: “pendidikan dan jurnalis sama pentingnya, sama-sama mencerdaskan bangsa”. 


Abdoel Rivai (lahir 13 Agustus 1871 adalah dokter dan wartawan Indonesia. Ia merupakan orang Indonesia pertama yang menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu dari luar negeri (Eropa), juga pribumi Indonesia pertama yang meraih gelar doktor dari Universitas Gent, Belgia. Ayahnya, Abdoel Karim bekerja sebagai guru di sekolah Melayu. Pada tahun 1886, di saat masih berusia 15 tahun dia diterima bersekolah di STOVIA. Setamat tahun 1894, ia ditugaskan menjadi dokter di Medan. Penghujung tahun 1899, Rivai melanjutkan pendidikan ke Belanda sambil membantu berbagai surat kabar di Indonesia. Rivai merupakan orang Hindia Belanda pertama yang bersekolah kedokteran di Belanda, dan berhasil menyelesaikan pendidikan kedokterannya pada tahun 1907. Ia kemudian melanjutkan studi doktoralnya di Universitas Gent, Belgia, melalui ujian terbuka dan dinyatakan lulus pada 23 Juli 1908, sekaligus mencatatkan namanya sebagai pribumi Indonesia pertama yang meraih gelar doktor di Eropa. Pada awal abad ke-20 Rivai terlibat perdebatan dengan A.A Fokker, pejabat Belanda yang mengklaim lebih fasih berbahasa Melayu ketimbang orang Melayu itu sendiri. Dalam perdebatan ini, Fokker berang karena ada orang inlander yang berani menantangnya. Akibat kegemilangannya dalam berdebat, Rivai diperbolehkan sekolah di Utrecht. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Abdoel Rivai, lulusan Docter Djawa School dan studi kedokteran di Belanda? Seperti disebut di atas, Abdoel Rivai setelah lulus Docter Djawa School dan berdinas di pemerintah kemudian bekerja di bidang jurnalistik sebelum melanjutkan studi kedokteran di Belanda. Dr Abdoel Rivai pejuang di bidang kedokteran. Lalu bagaimana sejarah Abdoel Rivai, lulusan Docter Djawa School dan studi kedokteran di Belanda? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Abdoel Rivai, Lulusan Docter Djawa School dan Studi Kedokteran di Belanda; Pejuang Bidang Kedokteran

Di Indonesia (baca: Hindia Belanda) hanya ada dua sekolah tinggi bagi pribumi, sekolah yang lebih tinggi di atas sekolah dasar, yakni sekolah guru (kweekschool) dan sekolah kedokteran (docter djawa school). Pada tahun 1895 di Docter Djawa School di Batavia mengadakan ujian akhir, dikuti tujuh siswa dan lulus semua termasuk Abdoel Rivai (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 13-03-1895).


Pada tahun 1895 ini, di Padang Sidempoean, seorang guru bernama Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan sudah lama mengajar dan merangkap sebagai kepala sekolah di satu sekolah terpencil di lereng gunung Lubuk Raya, kampong Simapil-apil. Apakah dia banyak cita-cita di tempat kesepian, tidak ada yang mengetahui. Soetan Casajangan, lulus di sekolah guru (kweekschool) Padang Sidempoean pada tahun 1887 (adik kelas Dja Endar Moeda yang lulus tahun 1884). Sejak 1887 Soetan Casajangan tetap menjadi guru di sekolah dasar Simapil-apil.

Setelah lulus, Abdoel Rivai ditempatkan sebagai dokter pemerintah di Medan (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 19-03-1895). Pada saat ini Medan belumlah kota besar, namun populasi orang Eropa/Belanda dari waktu ke waktu meningkat pesat, seiring dengan pertumbuhan kota yang pesat. Kampong Medan pada tahun 1875 dijadikan sebagai ibu kota onderafdeeling Medan (ibu kota afdeeling di Laboehan). Pada tahun 1878 Medan ditingkatkan sebagai ibu kota afdeeling Delu (tukar posisi dengan Laboehan). Pada tahun 1887 Medan ditingkatkan sebagai ibu kota residentie Oostkut van Sumatra.


Di Medan diketahui Abdoel Rivai telah menikah dengan seorang wanita dengan satu anak (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 28-08-1895). Setahun kemudian Abdoel Rivai akan dipindahkan dari Medan ke Moko-moko di Bengkoelen (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 20-05-1896).

Namun dalam perkembangannya pemindahan Abdoel Rivai ke Moko-moko dibatalkan (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 05-08-1896). Disebutkan Dr Abdoel Rivai dari Medan dipindahkan ke Tandjoeng Balai. Dalam berita ini juga disebutkan Dr Madjilis dipindahkan dari Tandjoeng Balai ke Moko-moko. Dalam hal ini posisi yang ditinggalkan oleh Dr. Madjilis ditempati oleh Dr. Abdoel Rivai. Moko-moko pada dasarnya adalah tempat kelahiran Dr Abdoel Rivai.


Dr Madjilis lulus docter djawa school tahun 1886 (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 30-06-1886). Dr, Madjilis adalah dokter pribumi lulusan terbaik. Dr Madjilis berasal dari Afdeeling Angkola Mandailing. Dr. Madjilis setelah beberapa kali pindah dipindahkan kembali ke Tandjong Balai. Dr. Madjilis dari Tandjong Balai terakhir dipindahkan ke Padang Sidempoean (Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, 21-02-1906). Setelah mengabdi selama dua dasawarsa, Dr. Madjilis akhirnya meminta pensiun dini dikampungnya di Padang Sidempoean terhitung tanggal 6 November 1906 (Bataviaasch nieuwsblad, 06-11-1906). Pada tahun 1907 keluar beslit Dr, Madjilis yang mengizinkan membuka praktik untuk kedokteran, operasi dan farmasi (Bataviaasch nieuwsblad, 06-07-1907). Setelah itu, Dr. Madjiis kerap bolak-balik ke Tandjong Balai. Nama, Dr. Madjilis terdeteksi terakhir sebagai dokter di perusahaan perkebunan yang berkantor di Tandjong Balai (De Sumatra post, 07-08-1917).

Pada bulan Oktober 1896 Dr Abdoel Rivai dipindahkan ke Laboehan Deli (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 27-10-1896). Dalam berita ini juga disebutkan Dr Madjilis kembali ditempatkan di Tandjoeng Balai. Setahun kemudian Dr Abdoel Rivai dipindahkan dari Laboehan Deli ke Bindjai (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 26-05-1897). Pada tahun 1899 Dr Abdoel Rivai dari Bindjai dipindahkan ke Tebingtinggi (lihat De Preanger-bode, 31-07-1899). Beberapa waktu kemudian diketahui Dr Abdoel Rivai berangkat ke Batavia dengan kapal ss Riebeeck (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 06-09-1899). Ada apa?


Tidak diketahui apa alasan Dr Abdoel Rivai ke Batavia. Apakah Dr Abdoel Rivai telah mengundurkan diri atau dipecat dari dinas pemerintah? Yang jelas istri Abdoel Rivai dan seorang anak telah berangkat dari Medan ke Batavia. Istri dan anak tersebut saat ini sudah di Belanda.

Pada bulan September 1899 diketahui Dr Abdoel Rivai berangkat ke Belanda (lihat Bataviaasch nieuwsblad, 26-09-1899). Disebutkan besok kapal ss Gede akan berangkat dari Batavia dengan tujuan akhir Nederland dimana salah satu penumpang adalah Abdoel Rivai. Dari semua penumpang hanya nama Abdoel Rivai yang non Eropa/Belanda. Dalam manifes kapal tercatat Abdoel Rivai seorang diri (tidak ada istri dan anak).


Di Belanda sudah terdapat pribumi. Salah satu diantaranya adalah Raden Kartono yang setelah lulus HBS Semarang berangkat studi ke Belanda pada tahun 1896. Raden Kartono adalah abang dari RA Kartini. Bataviaasch nieuwsblad, 28-09-1899 memberitakan bahwa Dr Abdoel Rivai diberhentikan dengan hormat. Ini mengindikasikan Dr Abdoel Rivai mengajukan pengunduran diri dari dinas pemerintah.

Apa yang menjadi alasan Dr Abdoel Rivai mengundurkan diri dari dinas pemerintah dan berangkat ke Belanda tidak terinformasikan. Yang jelas Abdoel Rivai diketahui kemudian telah menerbitkan surat kabar berbahasa Melayu di Amsterdam (lihat Het nieuws van den dag: kleine courant, 19-06-1900). Disebutkan Abdoel Rivai akan menjadi editor majalah berbahasa Melayu Pewarta Wolanda yang akan terbit setiap dua minggu sekali. Disebutkan Abdoel Rivai bekerjasama dengan Strikwerda. Surat kabar ini akan terbit pertama pada tanggal 1 Juli.


Strikwerda adalah pensiunan Asisten Residen yang menjadi penerjemah bahasa Melayu di Amsterdam (lihat De Maasbode, 08-07-1900). Y Strikwerda paling tidak diketahui tahun 1851 sebagai pejabat pemerintah di Westerafdeeling van Borneo (lihat Samarangsch advertentie-blad, 28-06-1861). Pada tahun 1871 Strikwerda diketahui sebagai Asisten Residen di Sintang (lihat Makassaarsch handels-blad, 22-03-1871). Pada tahun 1873 Strikwerda sebagai asisten residen di Koeningan (lihat  Bataviaasch handelsblad, 06-06-1873). Pada tahun 1879 Strikwerda pensiun sebagai asisten residen Koeningan (lihat Java-bode : nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 17-04-1879). Setelah pensiun Strikwerda kembali ke Belanda. Pada tahun 1881 Strikwerda diangkat menjadi dosen di perguruan tinggi perikanan laut Nederlandsche staatscourant, 02-11-1881). Pada tahun 1890 Y Strikwerda menerbitkan buku praktek bahasa Melayu dalam aksara Arab (lihat Algemeen Handelsblad, 30-05-1890). Disebutkan Strikwerda sebagai dosen bahasa Melayu dan pertanian di Amsterdam. Pada tahun 1891 Strikwerda menerbitkan majalah berita berbahasa Melayu yang diberinama Pewarta Boemi (lihat Arnhemsche courant, 24-04-1891). Disebutkan terbit dua minggu sekali. Sasarannya adalah orang Cina, Arab dan pribumi di Hindia. Surat kabar ini diterbitkan oleh Van Der Weide en Pijttersen. Surat kabar ini adalah satu-satunya di Belanda yang berbahasa Melayu. Terhitung sejak tanggal 1 Desember 1898 Y Strikwerda digantikan oleh Dr AA Fokker (lihat De locomotief : Samarangsch handels- en advertentie-blad, 12-01-1898). Disebutkan Dr AA Fokker adalah editor linguistik ternama di Den Haag, guru bahasa Melayu di Handelsschool di Amsterdam.

Y Strikwerda adalah orang yang sudah berpengalaman dalam penerbitan surat kabar berbahasa Melayu. Sementara itu, Abdoel Rivai baru di Belanda ini menjadi terlibat dalam dunia jurnalistik. Setelah Abdoel Rivai lulus di Docter Djawa Schoohun1895 tidak terdetekasi pernah aktif dalam dunia jurnalistik. Dalam hal ini Dr Abdoel Rivai akan mendapat bimbingan dari Y Strikwerda.


Pada tahun 1895, sebelum Abdoel Rivai lulus dari Docter Djawa School di Batavia, seorang pensiunan guru pemerintah dan pemilik sekolah swasta di Padang (Dja Endar Moeda) menjadi pemimpin redaksi surat kabar berbahasa Melayu, Pertja Barat. Pada tahun 1900 Dja Endar Moeda di Padang mengakuisi surat kabar Pertja Barat termasuk percetakannya. Dja Endar Moeda dalam hal ini adalah pribumi pertama yang memiliki surat kabar. Saat jurnalis Belanda menanyakan Dja Endar Moeda tahun 1897 mengapa terjun kedua jurnalistik, Dja Endar Moeda menjawab singkat: ‘pendidikan dan jurnalistik sama pentingnya, sama-sama mencerdaskan bangsa’.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pejuang Bidang Kedokteran: Docter Djawa School, STOVIA hingga Geneeskundige Hioogeschool (GHS)

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar