Kamis, 07 Desember 2023

Sejarah Bahasa (160): Bahasa Siraya Tainan di Pulau Formasa Taiwan; Pulau Hainan dan Pulau Tainan Nama Sebelum Pulau Formosa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Suku Siraya, merupakan salah satu kelompok populasi asli Taiwan. Mereka menetap di dataran pantai datar di bagian barat daya dan bagian pantai timur Formosa, Taiwan. Pemukiman orang Siraya terkonsentrasi di kota Tainan dan Taitung County. Suku Siraya terdiri dari beberapa kelompok etnis yang memiliki dialek masing-masing, dan dikelompokkan ke dalam kelompok Siraya, yang terdiri dari: Siraya, Mattauw, Pangsoia-Dolatok, Lamai, Soelangh, Baccloangh, Sinckan, Taivoan (Tevorang).


Bahasa Siraya adalah sebuah bahasa atau kelompok dialek dari rumpun Austronesia yang pernah dipertuturkan di bagian barat daya pulau Taiwan hingga akhir abad ke-19 atau awal abad-20.[6] Bahasa ini merupakan satu dari dua bahasa penduduk asli Taiwan (selain bahasa Favorlang) yang digunakan oleh misionaris Belanda dalam menyebarkan agama Kristen selama pendudukan Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) di wilayah Taiwan bagian barat dari tahun 1624 hingga tahun 1661. Usaha menghidupkan kembali penggunaan bahasa Siraya telah dilakukan setidaknya sejak awal milenium kedua dalam berbagai bentuk. Ragam Siraya kemungkinan dulunya dipertuturkan di wilayah pesisir Tainan, sementara ragam Taivuan dipertuturkan di daerah pedalaman Tainan hingga ke utara wilayah ragam Siraya, dan ragam Makatau dipertuturkan di wilayah yang kini menjadi bagian dari Kaohsiung dan Pingtung. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Siraya di Tainan pulau Formasa Taiwan? Seperti disebut di atas bahasa Siraya dituturkan orang Siraya di Tainan. Pulau Hainan dan Tainan nama pulau sebelum Formosa. Lalu bagaimana sejarah bahasa Siraya di Tainan pulau Formasa Taiwan? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.Link   https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Bahasa Siraya di Tainan Pulau Formasa Taiwan; Pulau Hainan dan Pulau Tainan Nama Sebelum Pulau Formosa

Siraya adalah kelompok populasi di pulau Formosa. Namun bahasa asli mereka dianggap telah punah. Mengapa punah? Tergerus dengan kehadiran dari bahasa yang berasal dari daratan Tiongkok (Canton, Hakka dan Amoy) yang menggunakan bahasa Mandarin, Kelompok populasi asli pulau Formosa Siraya berada di pantai barat tengah pulau (secara geografis berdekatan dengan pantai timur Tiongkok).


Dalam studi Erin (1936) bahasa-bahasa yang telah punah di pulau Formosa adalah 1. Ketagalan, 2. Taoka, 3. Papora (sebelah utara pantai barat tengah). 4. Babuza (pantai barat. yang disebut Favorlang dan 5. Siraya (pantai barat tengah). Bahasa-bahasa tersebut secara fonologis, morfologis dan leksikal cukup dengan bahasa-bahasa nusantara yang berimigrasi ke Formosa yang terletak di ujung utara. Artinya bahasa-bahasa asli ini berbeda dengan bahasa-bahasa di daratan Tiongkok (Canton.Hakka dan Amoy).

Apa yang menyebabkan bahasa Siraya punah diduga terkait dengan semakin banyaknya imigran dari daratan Tiongkok ke pulau. Para imigran memang tidak menggunakan bahasa suku sebagai bahasa umum tetapi yang terbentuk sebagai lingua franca adalah bahasa Mandarin. Interaksi yang tinggi antara kelompok populasi Siraya dengan pendatang dari daratan Tiongkok (dan kebutuhan bersama terhadap lingua franca/Mandarin) menyebabkan kedua belah pihak menjadi bilingual. Namun dengan kemajuan yang pesat di wilayah pantai barat pulau Formosa (Taiwan modern), bahasa asli (maupun bahasa asal Tiongkok seperti Hakka) dibelakangkan dan hanya digunakan di tingkat komunitas/keluarga, yang pada akhirnya punah. Jadi bahasa Siraya sejatinya tidak sendiri punah, juga bahasa-bahasa yang dibawa oleh para imigran.


Kepunahan bahasa adalah proses alamiah yang lazim dalam sejarah bahasa-bahasa yang jumlah penuturnya sedikit relative dengan kelompok pendatang yang jumlahnya besar dengan menggunakan bahasa yang berbeda. Bahasa Siraya vs bahasa Mandarin di pantai barat pulau Formosa juga ditemukan di berbagai daerah di Indonesia di masa lampau, terutama di wilayah kepulauan dimana promosi bahasa Melayu sebagai lingua franca. Tentu saja hal itu dapat terjadi di pulau Jawa (bahasa promosi bahasa Jawa) dan di Sumatra (promosi bahasa Batak dan promosi bahasa Minangkabau), hanya saja datanya tidak tersedia pada masa kini. Mungkin contoh paling kontras adalah terbentuknya bahasa baru di pulau Jawa (di wilayah kota besar Batavia yang kini menjadi bahasa Betawi).

Sejak kapan kepunahan bahasa Siraya dimulai tidak diketahui secara pasti. Dalam desertasi Erin (1936) dinyatakan bahasa Siraya sudah punah. Namun keberadaan bahasa Siraya (bahasa orang Siraya tempo doeloe) masih terlestarikan dalam catatan-catatan sejarah lama. Bahkan kamus bahasa Siraya juga sudah ditulis pada masa lampau yang masih dapat dibaca. Tidak hanya kamus, bahasa Siraya juga pernah digunakan untuk menulis terjemahan kitab suci (Injil).


Wikipedia: Menurut Robert Blust, ahli linguistik sejarah Austronesia, bahasa Siraya merupakan bagian dari rumpun bahasa Formosa Timur yang juga mencakup, antara lain, bahasa Amis dan Kavalan. Bahasa Siraya memiliki keragaman dialek yang signifikan. Berdasarkan daftar kosakata yang dikumpulkan pada akhir abad ke-19, beberapa linguis membagi bahasa Siraya ke dalam tiga ragam, yaitu (1) ragam Siraya itu sendiri, (2) ragam Taivuan, dan (3) ragam Makatau. Ragam-ragam ini memiliki perbedaan yang cukup besar dan mungkin dapat diklasifikasikan sebagai tiga bahasa yang berbeda alih-alih dialek dari satu bahasa yang sama. Walaupun begitu, linguis K. Alexander Adelaar berpendapat bahwa pembagian berdasarkan daftar kosakata ini belum tentu berarti bahwa dulunya ada tiga kelompok dialek Siraya dengan batas-batas yang jelas. Kemungkinannya, ketiga ragam ini merupakan bagian dari kesinambungan dialek yang lebih besar. Ragam Siraya kemungkinan dulunya dipertuturkan di wilayah pesisir Tainan, sementara ragam Taivuan dipertuturkan di daerah pedalaman Tainan hingga ke utara wilayah ragam Siraya, dan ragam Makatau dipertuturkan di wilayah yang kini menjadi bagian dari Kaohsiung dan Pingtung.

Bahasa Siraya di pantai barat tengah yang pernah menerjemhakan Injil dari Gravius yakni A Het Heylige / Evangelium / Mattehei / en / Johannis. / ofte / Hagnau / Ka D'llig Matiktik, / ka na sasoulat ti / Matteheus, / tl Johannes appa, / Overgeset inde Formosaansche tale, voor' de Inwoonde:rs van Soulang, / Mattau, Sinckan, Bacloan, Tavokan, en Tevorang. t Amsterdam. 1661 Patar / Ki rna-'msing-an / Ko Christang, / ka / Taukipapatar- Tm .OU sou / Ka Makka S.-De.a, / ot.e , Formuue des / Christendoms. / Met de / Verklaringen van dien, / Inde / biuti Formosaansche Tale. t'Amsterdam 1662. Kamus kosa kata bahasa Siraya dari Utrecht MS yang dicetak di Verh. B. G. XVIII. Woordenlijst der Formosaansche Taal. Volgens een Handschrift in de Bibliotheek der Utrechtsche Academie aanwezig; door C. J. van der Vlis. Namun entrinya banyak yang salah cetak.


Adanya dokumen-dokumen tersebut bahasa bahasa Formosa, yang tidak hanya merupakan bahan yang bagus tentang bahasa mati Siraya, Makatao dll, tetapi juga menunjukkan sebuah bukti bahwa suku pribumi tinggal di distrik (Tainan) pernah eksis peradaban Belanda (oleh para misionaris Belanda) yang dipertahankan selama lebih dari satu abad. Bahasa Belanda dari Formosa ini ditulis dengan aksara Latin.  

Pada tahun 1930 terhdap bahasa Siraya ini sudah ada upaya untuk mengumpulkan bahan dari bahasa-bahasa yang hidup, survei linguistik dengan bantuan pendanaan dari ex-Governor Kamiyama's dann Prof. N. Ogawa bertindak sebagai penulisnya.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pulau Hainan dan Pulau Tainan Nama Sebelum Pulau Formosa: Navigasi Nusantara dan Navigasi Eropa

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar