Kamis, 04 Januari 2024

Sejarah Bahasa (217): Bahasa Emar Bahasa Kesui di Pulau Kesui Kepulauan Watubela; Apakah Bahasa Emar Dikhawatirkan Punah


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Kesui juga Kasiui adalah pulau terbesar di kepulauan Watubela (lainnya pulau Teor dan Watubela). Di pulau Kesui desa Utta (Utah, Uta, Oeta) di timur utara, Tamher Timur (Temeer) di selatan, Tamher Barat di barat daya, Kelangan (Kalangan) di tenggara dan Amar Laut (Amarlaut). Pulau Kasiui termasuk kecamatan Wakte kabupaten Seram Timur. Terdapat terumbu karang dan padang lamun di sekitar pulau ciri keanekaragaman hayati tinggi. ​


Sebanyak 62 bahasa asli di Maluku terancam punah. Hal tersebut diungkapkan Harlin Turiah, dari Kantor Bahasa Provinsi Maluku. Hanya ada satu penutur bahasa tersebut usia 80 tahun. Jika penutur asli tak segera ditransfer maka akan benar-benar punah seperti bahasa Lowon (bahasa dari desa Latea, kecamatan Seram Utara Barat, kabupaten Maluku Tengah). Ada 62 bahasa asli daerah Maluku yang terdata di Peta Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, diantaranya bahasa Alune, Ambalau, Asilulu, Balkewan, Banda, Barakay, Batulei, Bobar, Boing, Buru, Damar Timur dan Dawelor. Setahun yang lalu, Kantor Bahasa Provinsi Maluku telah mengusulkan bahasa Koa dengan penutur asli suku Ane di Kabupaten Maluku Tengah, bahasa Emar dari pulau Kesui dan bahasa Taul dari desa Atiahu, kecamatan Siwalat, kabupaten Seram Bagian Timur untuk menambah 62 bahasa daerah yang terdata. Kembali mengusulkan dua bahasa daerah lainnya yakni bahasa Teor dan Bati dari kabupaten Seram Bagian Timur agar masuk dalam Peta Bahasa. (https://regional.kompas.com/)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Emar bahasa Kesui di pulau Kesui kepulauan Watubela? Seperti disebut di atas bahas Emar dituturkan di pulau Kesui. Apakah bahasa Emar dikhawatirkan punah? Lalu bagaimana sejarah bahasa Emar bahasa Kesui di pulau Kesui kepulauan Watubela? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.Link   https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Bahasa Emar Bahasa Kesui di Pulau Kesui Kepulauan Watubela; Apakah Bahasa Emar Khawatir Punah?

Tentang bahasa Emar perlu diketahui tentang pulau Kesui di kepulauan Watubela. Tentang pulau Kesui, nama Kesui sudah dikenal sejak lama. Posisinya tepat berada di jalur navigasi pelayaran perdagangan antara pulau Seram dan pulau Kei/pulau Aru.


Nama Kesui tempo doeloe dicatat sebagai Kasoewie (dieja Kasuwi) sebagai suatu pulau. Pulau lainnya yang dicatat adalah pulau Matabella yang juga disebut pulau Watoebela dan pulau Towa atau Tehor yang kemudian juga disebut pulau Teor (lihat Natuurkundig tijdschrift voor Nederlandsch-Indiee, 1868). Pulau Watoebela adalah pulau kecil diantara pulau Watoebela dan pulau Teor. Lalu yang menjadi pertanyaan kemudian wilayah sekitar disebut kepulauan Watubela. 

Penamaan geografis dari masa ke masa sering menjadi masalah. Pada masa lalu perbedaan nama ini disebabkan perbedaan cara mengeja penduduk asli dengan cara mengeja orang asing terutama orang Portugis dan orang Belanda. Koreksi itu disadari oleh angkatan laut yang dalam hal ini cukup berperan Baron van Mervill.

 

Nama Seram oleh penduduk asli dieja orang Eropa/Belanda dengan nama Ceram. Dalam hal ini Matabella dieja orang Eropa dari sebutan penduduk asli Watoebela. Demikian juga dengan nama Towa atau Tehor yang oleh penduduk asli sendiri menyebutnya pulau Teor. Untuk nama Kasoewie tidak ada perbedaan antara penduduk asli dengan orang Eropa/Belanda. Lantas mengapa kini nama Kasoewie menjadi Kesui atau Kasiui? Lalu bagaimana kemudian nama bahasa Emar?  

 

Tunggu deskripsi lengkapnya

Apakah Bahasa Emar Khawatir Punah? Jalur Navigasi Tempo Doeloe Seram Kei dan Aru

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar