Sabtu, 20 Januari 2024

Sejarah Bahasa (248): Bahasa Mor di Teluk Bintuni Semenanjung Onin; Nama Mor, Onin dan Navigasi Pelayaran Perdagangan


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Bahasa Mor (juga dieja Moor) bahasa Austronesia bernada dituturkan di Semenanjung Onin, Papua Barat. Bahasa digunakan etnik Wagaf, Taruma, dan Sinakum di kampung Mitimber, distrik Mbahamdandara, kabupoten Fak-Fak dan juga di kampung Tesa, distrik Kokas. Di sebelah timur, di kampung Tesa berpenutur bahasa Mor, sebelah barat di kampung Waremo berbahasa Baham, sebelah utara di kampung Goras berbahasa Goras, dan sebelah selatan di kampung Otoweri berbahasa Mbraw.


Mbahamdandara adalah sebuah distrik atau kecamatan di kabupaten Fakfak, Papua Barat ibukota di kampung Goras. Di Kampung Darembang dan Goras ditemukan situs Tapurarang berupa berbagai cap tangan berwarna oker kemerahan yang melekat pada dinding-dinding batu di pinggir laut. Masyarakat Fakfak sangat beragam, dengan 7 suku asli dan 3 agama berbeda. Informasi mengenai suku asli (indegeneous people) di Fakfak meliputi suku Mbaham, Ma’tta, Mor, Onin, Irarrutu, Kimbaran, dan Arguni. Sementara 3 agama saudara di Fakfak yakni Islam, Protestan dan Katolik. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Fakfak tahun 2020, persentasi keagamaan di kecamatan ini yaitu Islam 78,73% dan Kristen berjumlah 21,27% (Protestan 19,45% dan Katolik 1,82%). Dengan demikian, semboyan yang paling dikenal di Fakfak yaitu "Tiga Tungku Satu Batu". (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Mor di Teluk Bintuni Semenanjung Onin? Seperti disebut di atas bahasa Mot dituturkan di Semenanjung Obim. Nama Mor, Onin dan navigasi pelayaran perdagangan. Lalu bagaimana sejarah bahasa Mor di Teluk Bintuni Semenanjung Onin? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.Link   https://www.youtube.com/@akhirmatuaharahap4982

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Bahasa Mor di Teluk Bintuni Semenanjung Onin; Nama Mor, Onin dan Navigasi Pelayaran Perdagangan 

Bahasa Mor di Teluk Bintuni Semenanjung Onin merujuk nama Mor atau Moor. Itu bermula sejak era navigasi pelayaran perdagangan. Lantas mengapa banyak ditemukan nama mirip Mor di pulau Papua. Tentu saja di wilayah Maluku seperti nama Morotai dan nama Muar serta nama Morowali di pantai timur Sulawesi.


Di wilayah Papua ditemukan sejak era Portugis nama Moores di pantai barat Papua. Di wilayah pantai selatan Papua ada nama Morehead dan lebih timur lagi yang kemudian menjadi nama Port Moresby. Daftar ini dapat diperpanjang seperti di wilayah pantai barat Sulawesi nama Maros, di pantai utara Sulawesi nama Amurang. Nama Halmahera tempo doeloe pada era Portugis dicatat sebagai Batachini del Moro.

Sejarah pantai barat Papua berlanjut era VOC (Belanda). Pada Peta 1720 wilayah Mimika ditandai sebagai Caap Nassau. Pulau-pulau di utara Pulau Aru dan di barat laut kawasan Caap Nassau ditandai sebagai Moerasch, yang dapat diartikan sebagai kawasan orang-orang Moor. Kawasan ini meliputi pulau Namatota, pulau Lakahia, teluk Triton dan wilayah Kaimana yang sekarang.


Orang Moor adalah pelaut-pedagang asal Afrika Utara beragama Islam yang sudah sejak zaman kuno eksis di Hindia Timur (orang Moor telah lama memperkuat Ternate, dan orang Moor terkonsentrasi di pulau Halamahera yang di era Portugis pada peta ditandai sebagai Terra del Moro. Besar dugaan mereka inilah yang menyebarkan agama Islam di kawasan pantai barat daya Papoea. Berdasarkan Peta 1695 sungai besar di Mimika (Timika) ditandai sebagai Moerschestraar Rivier. Kawasan ini kali pertama dikunjungi oleh pedagang-pedagang VOC pada tahun 1623 yang dipimpin oleh Kaptein Jan Carstenz. Dalam ekspedisi ini peta dibuat yang dilakukan oleh Arent Martensz de Leeuw, Dalam Peta 1623 diidentifikasi Amboina, Banda, Pulau Kei dan Pulau Aru asal rute, yang melakukan ekspedisi pertama ke pantai barat Papua menuju tempat yang diduga kuat kampong Mimika. Di selatan kampong ini ditandai (muara) sungai. Ekspedisi ini melakukan navigasi ke arah selatan melewati pulau Frederik Hendrik dan Merauke hingga Pulau Daru. Satu yang penting dalam peta ini pegunungan (puncak) tinggi di pedalaman sudah diidentifikasi (kini puncak Carstenz, sesuai nama komandan ekspedisi).

Pedagang-pedagang Moor memiliki pemukiman di pantai barat Papua seperti di teluk Triton (sekitar Kaimana yang sekarang), di Pulau Aru dan di pulau Daru. Pedagang-pedagang Moor adalah pendahulu pelaut-pelaut Portugis. Yang menjadi partner utama pedagang-pedagang Moor di Nusantara adalah kerajaan Aroe (D’Aroe/Daroe) di pantai timur Sumatra. Hal itulah juga mengapa nama Aroe dan Daroe muncul di wilayah Maluku dan pantai-pantai di wilayah Papua.  

Tunggu deskripsi lengkapnya

Nama Mor, Onin dan Navigasi Pelayaran Perdagangan: Nama Mor dan Orang Moor Tempo Doeloe

Seperti dikutip di atas, bahasa Mor digunakan di kampung Mitimber, distrik Mbahamdandara. Di sebelah barat di kampung Waremo berbahasa Baham, di sebelah utara di kampung Goras berbahasa Goras, dan sebelah selatan di kampung Otoweri berbahasa Mbraw. Di bagian dalam teluk, Peta 1925 ada dua kampong di pesisir yakno Goras dan Bomberai.


Ke dalam teluk ini bermuara sungai Bomberai dan sungai Bedidi. Di pedalaman di sebelah timur sungai Bomberai diidentifikasi wilayah Mohr dan di sebelah barat sungai Bedidi diidentifikasi wilayah Baham. Di wilayah Baham diidentifikasi kampong Siembra. Kampong Bomberai di pantai adalah muara sungai Bomberai.

Nama Bomberai tampaknya nama tempat terpenting di teluk, dimana sungai Bomberai dan sungai Bedidi bermuara. Boleh jadi karena penting menjadi sebab mengapa semenanjung disebut Semenanjung Bomberai.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar