Kamis, 19 Januari 2023

Sejarah Surakarta (46): Gubernur Jenderal Jawa, Gustaaf Willem baron van Imhoff (1743-1750);Perang Paling Merusak Sejagat


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Raffles boleh saja menyebut dirinya Gubernur Jenderal Jawa, meski sebenarnya Letnan Gubernur Jenderal, tetapi Gubernur Jenderal Jawa yang sebenarnya adalah van Imhoff. Mengapa? Karena sejarahnya memang demikian. Boleh jadi ini karena Gustaaf Willem baron van Imhoff memiliki pemikiran yang kuat tentang wilayah pedalaman Jawa, tidak hanya di pedalaman Batavia (Buitenzoeg) juga di pedalaman Semarang (Vostenlanden). Namun pada eranya inilah terjadi perang yang sangat merusak, khususnya di Jawa (pedalaman Semarang). Perang ini disebut perang merusak sejagat. Mengapa? Perang Amerika (mengusir Inggris) belum terjadi.


Gustaaf Willem Baron van Imhoff (8 Agustus 1705 – 1 November 1750) adalah Gubernur-Jenderal Hindia Belanda yang ke 27. Ia memerintah antara tahun 1743 – 1750. Van Imhoff dikenal sebagai orang yang kebijakannya mendorong Pangeran Mangkubumi untuk memberontak melawan Susuhunan Pakubuwana II, peristiwa yang mencetuskan Perang Tahta Jawa Ketiga (1748-1757). Perang ini berakibatkan perpecahan kerajaan Mataram Baru menjadi Surakarta dan Yogyakarta. Van Imhoff juga dikenal sebagai orang yang meresmikan kantor pos Batavia pada tanggal 28 Agustus 1746, yang kemudian ditetapkan menjadi hari jadi Pos Indonesia. Setelah akhir masa jabatannya, Van Imhoff digantikan oleh Jacob Mossel (Wikiepedia)

Lantas bagaimana sejarah Gubernur Jenderal Jawa Gustaaf Willem baron van Imhoff (1743-1750)? Seperti disebut di atas, van Imhoff memiliki pendangan baru tentang pentingnya pedalaman Jawa. Namun saat itu situasi dan kondisinya diperkirakannya. Perang Jawa yang terjadi disebut perang paling merusak sejagat. Mengapa? Lalu bagaimana sejarah Gubernur Jenderal Jawa Gustaaf Willem baron van Imhoff (1743-1750)? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (45): Perang Jawa Era VOC 1746-1755; Soeltan Agoeng dan Kisah Kerajaan Mataram Menyerang Batavia 1628


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Perang Jawa yang sangat dikenal luas pada masa ini adalah Perang Jawa (1825-1830). Fase-fase Perang Jawa sebelumnya kurang terinformasikan. Perang Jawa 1825-1830 pada era Pemerintah Hindia Belanda dapat diperbandingkan dengan Perang Jawa 1745-1755 (era VOC). Satu yang menjadi pertanyaan pada era Pemerintah Hindia Belanda disebut Perang Jawa 1745-1755 sebagai perang yang paling merusak sejagat. Mengapa?


Perang Jawa dari tahun 1741 hingga 1743 antara gabungan tentara Tionghoa dengan Jawa melawan VOC. Setelah membantai 10.000 orang Cina di Batavia, yang selamat melarikan diri ke Semarang dipimpin Khe Pandjang. Seiring perkembangan situasi, Sunan Mataram Pakubuwono II mendukung para pemberontak Cina. Setelah korban pertama berjatuhan pada 1 Februari 1741 di Pati, para pemberontak Cina menyebar ke seluruh Jawa bagian tengah. Orang Jawa turut membantu orang Cina. Sesudah merebut Rembang, Tanjung, dan Jepara, gabungan Cina dan Jawa mengepung Semarang Juni 1741. Pangeran Cakraningrat IV dari Madura menawarkan bantuan kepada Belanda. Pada akhir tahun 1741, pengepungan Semarang berhasil dipatahkan setelah tentara Pakubuwono II melarikan diri. Setelah Belanda melancarkan kampanye militer pada tahun 1742, Pakubuwono II memutuskan menyerah dan beralih membantu Belanda. Para pangeran Jawa ingin meneruskan perang, pada 6 April Pakubuwono II tidak diakui oleh para pemberontak. Keponakan Pakubuwono II, Raden Mas Garendi, dipilih oleh para pemberontak penggantinya. Belanda berhasil merebut kembali semua kota di pantai utara Jawa, pemberontak menyerang ibu kota Pakubuwono II di Kartosuro. Cakraningrat IV merebut kembali kota tersebut Desember 1742, dan awal 1743 pemberontak Cina menyerah. Setelah perang berakhir, Belanda membuat perjanjian dengan Pakubuwono II (Wikipedia). 

Lantas bagaimana sejarah Perang Jawa era VOC 1746-1755? Seperti disebut di atas, Perang Jawa terdiri dari beberapa fase. Namun bagaimana disebut Perang Jawa 1746-1755 disebut perang yang paling merusakan. Sejarah perang di Jawa sendiri bermula pada era Soeltan Agoeng yang mana Kerajaan Mataram menyerang Batavia 1628. Lalu bagaimana sejarah Perang Jawa era VOC 1746-1755? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Rabu, 18 Januari 2023

Sejarah Surakarta (44): Awal Mula Islam di Surakarta; Terbentuknya Kota-Kota Islam di Pantai Utara Jawa hingga Kerajaan Pajang


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini

Fakta masa kini penduduk Jawa umumnya Bergama Islam. Suatu pulau yang masih ditemukan banyak sisa-sisa peradaban Hindoe Boedha, seperti prasasti, candi dan bentuk-bentuk kebudayaan lainnya. Lalu sejak kapan masuknya Islam di pulau Jawa, khusus di wilayah pedalaman seperti di Surakarta. Agama Islam telah menggantikan agama mayoritas penduduk sebelumnya. Sejarah masuknya Islam adalah bagian penting dari sejarah modern Jawa.   


Masuknya Islam di Jawa: Proses dan Buktinya Kompas.com-29/04/2022. Diduga, kedatangan Islam ke Nusantara untuk pertama kalinya dibawa oleh para pedagang dari Timur Tengah, Persia, dan India. Salah satu buktinya ditemukan makam berangka tahun 1082 di desa Leran, Gresik, Jawa Timur. Kemudian, di Mojokerto, di sekitar kotaraja Majapahit, juga ditemukan banyak makam Islam kuno, berasal tahun 1374 (era Majapahit). Sebelum Islam berkembang, yang sangat berpengaruh di Jawa adalah Kerajaan Majapahit bercorak Hindu-Buddha. Menurut BJO Schrieke, Islam masuk ke Jawa 1416, berita Ma Huan, seorang Muslim China berkunjung ke pesisir Jawa 1416 (Ying-Yai Sheng-Lan), disebutkan orang-orang Islam yang tinggal di Gresik, diantaranya pedagang dari Timur Tengah, Arab, Persia, dan India. Selain itu, ditemukannya makam Malik Ibrahim, berasal dari Persia, meninggal pada 822 H atau 1419 M. Ketika Kerajaan Majapahit mencapai masa kejayaannya di era pemerintahan Hayam Wuruk (1350-1389), banyak penduduknya yang telah beragama Islam, disebabkan oleh hubungan dagang antara Muslim pendatang di pesisir utara Jawa. Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik dianggap sebagai wali pertama Jawa. Pengaruh agama Hindu Shiwa dan Buddha di Majapahit secara perlahan tergantikan Islam. Banyak para pedagang yang akhirnya menetap dan menikah wanita Jawa. Alhasil, Islam memengaruhi lingkungan keluarga hingga berkembang pesat di seluruh Jawa (https://www.kompas.com/)_

Lantas bagaimana sejarah awal permulaan Islam di Surakarta? Seperti disebut di atas, kini penduduk Jawa mayoritas beragama Islam. Dalam hubungan ini sejak kapan masuknya Islam di pedalaman Jawa khusunya di Surakarta. Berbagai penulis menyebut ketika sudah terbentuk kota-kota (kerajaan-kerajaan) Islam di pantai utara Jawa. Lalu bagaimana sejarah awal permulaan Islam di Surakarta? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (43): Awal Penduduk Solo di Soerakarta; Era Sungai Bengawan hingga Kampong Baru di Semanggi dan di Sala


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini  

Manusia Solo adalah satu hal. Populasi penduduk Solo di Surakarta adalah hal lain lagi. Manusia Solo (Homo soloensis), era pra-sejarah adalah hal yang belum terjelaskan. Dalam hal ini yang ingin kita jelaskan adalah populasi awal penduduk Solo di Surakarta pada era sejarah. Bukti era sejarah yang baik adalah keberadaan candi-candi dan prasasti-prasasti yang ditemukan di pulau Jawa khususnya yang dekat dengan wilayah Surakarta. Candi dan prasasti adalah bukti keberadaan populasi yang sangat maju.


Manusia Solo, Solo Man (Homo erectus soloensis, Homo soloensis) adalah manusia purba hidup di daerah sungai Bengawan Solo. Subspesies punah dianggap segolongan Homo neanderthalensis di Asia, Eropa dan Afrika. Fosil Homo erectus soloensis ditemukan di Ngandong (Blora), Sangiran, dan Sambungmacan (Sragen). Von Koenigswald membagi lembah Kali Solo tiga lapisan: Lapisan Jetis (Pleistosen Bawah), tempat ditemukannya Pithecanthropus robustus, Homo mojokertensis, Meganthropus paleojavanicus; Lapisan Trinil (Pleistosen Tengah), tempat ditemukannya Pithecanthropus erectus; Lapisan Ngandong (Pleistosen Atas), tempat ditemukannya Homo soloensis, Homo wajakensis. Diperkirakan, makhluk ini merupakan evolusi dari Pithecanthropus/Homo mojokertensis. Pada 2011, para ahli memperkirakan H. e. soloensis berusia antara 143.000 hingga 550.000 tahun. Sebagian pakar paleoantropologi berpikir bahwa manusia-manusia Mongoloid dari Asia, manusia Australoid Australia bertemu di Jawa. Namun ada teori yang menyatakan bahwa justru Jawalah asal muasal mereka. Dari Jawa, Homo e. soloensis yang berciri fisik Mongoloid lalu menyebar ke Asia melalui Paparan Sunda, sedangkan Homo wajakensis yang berciri Australoid (Papua, Aborigin, dll.) menyebar ke Australia melalui Paparan Sahul. Teori Jawa sebagai tempat asal peradaban purba, fakta bahwa pulau berada di khatulistiwa dengan iklim ideal bagi kehidupan manusia. Kepunahan manusia purba berkaitan badai meteor sekitar 12.000 tahun lalu, diduga membinasakan manusia purba dan hewan raksasa seperti dinosaurus dan mammoth. Penyebab punahnya Homo erectus soloensis masih teka-teki (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah populasi awal penduduk Solo di Surakarta? Seperti disebut di atas, kita tidak membicarakan populasi dari era Manusia Solo pada era pra-sejarah, tetapi populasi awal penduduk Solo era sejarah sejak era awal sungai Bengawan hingga kampong baru seperti kampong Semanggi dan Sala. Lalu bagaimana sejarah populasi awal penduduk Solo di Surakarta? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Selasa, 17 Januari 2023

Sejarah Surakarta (42): Sangiran di Sragen Surakarta Pulau Jawa ; Situs, Asal Muasal Populasi Nusantara, Peta Wilayah Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini  

Sejarah zaman kuno selalu menarik tetapi penuh tantangan. Man\arik karena banyak yang ingin diketahui, tetapi semakin jauh ke masa lampau data yang tersedia semakin minim. Ilmu semakin berkembang, semakin menambah pengetahuan dan data sejarah zaman kuno yang awalnya minim juga semakin bertambah. Dalam sdudi sejarah nusantara, khususnya dalam hal ini di wilayah (pulau) Jawa penemuan fosil tua semakin memicu keinginantahuan sejak zaman kuno hingga mencapai masa kini. Dalam hubungan inilah kita membicarakan asal muasal populasi penduduk nusantara dan peta wilayah Indonesia. Dalam hal ini pula kita mempelajari wilayah Sangiran dimana ditemukan fosil manusia purba Sangiran. 


Sangiran adalah situs arkeologi di Jawa. Menurut laporan UNESCO (1995) "Sangiran diakui oleh para ilmuwan untuk menjadi salah satu situs yang paling penting di dunia untuk mempelajari fosil manusia, disejajarkan bersama situs Cina), Australia, Tanzania dan Afrika Selatan, dan lebih baik dalam penemuan daripada yang lain". Situs sekitar 56 km² (7 x 8 Km) terletak 15 Km sebelah utara Surakarta di lembah Sungai Bengawan Solo. Kawasan Sangiran masuk kabupaten Sragen (Kecamatan Gemolong, Kecamatan Kalijambe, dan Plupuh) dan kabupaten Karanganyar (Kecamatan Gondangrejo). Fitur penting dari situs ini adalah geologi daerah. Awalnya kubah terbentuk jutaan tahun yang lalu melalui kenaikan tektonik, kemudian terkikis yang mengekspos isi dalam kubah yang kaya akan catatan arkeologi. Situs Sangiran ditemukan PEC Schemulling tahun 1883. Eugene Dubois pernah melakukan penelitian, namun tidak intensif kemudian di kawasan Trinil, Ngawi. Antropolog Gustav Heinrich Ralph von Koenigswald 1934 memulai penelitian di area setelah mencermati laporan berbagai penemuan balung buta ("tulang buta/raksasa"). Saat itu perdagangan fosil mulai ramai akibat penemuan tengkorak dan tulang paha Pithecanthropus erectus ("Manusia Jawa") oleh Eugene Dubois di Trinil, Ngawi, tahun 1891. Trinil sendiri terletak di lembah Bengawan Solo, 40 Km timur Sangiran. Pada tahun-tahun berikutnya, menemukan berbagai fosil Homo erectus lainnya ada sekitar 60 lebih fosil H. erectus dengan variasi yang besar, termasuk seri Meganthropus palaeojavanicus. Juga ditemukan berbagai fosil hewan bertulang belakang seperti buaya, kuda nil, rusa, harimau, dan gajah. Tahun 1977 oleh Pemerintah Indonesia menjadikan situs Sangiran sebagai daerah cagar budaya dan tahun 1988 sebuah museum dan konservasi laboratorium didirikan di Sangiran. Pada tahun 1996 UNESCO mendaftarkan Sangiran sebagai Situs Warisan Dunia (Sangiran Early Man Site) (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Sangiran di Sragen Surakarta Jawa Indonesia? Seperti disebut di atas, Sangiran termasuk salah satus tua di Indonesia sejauh ini. Narasi sejarah selalu dimulai darimana suatu hal dapat dijelaskan. Dalam hal inilah keutamaan (situs) Sangiran di Surakarta. Sebagai situs tua dapat ditarik perjalanan sejarah sejak asal muasal populasi Nusantara dan paralel dengan itu sejarah peta wilayah Indonesia. Sebab populasi manusia berkembang, wilayah dimana berada juga berkembang (mengalami perubahan). Lalu bagaimana sejarah Sangiran di Sragen Surakarta Jawa Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Surakarta (41): Sragen di Surakarta, Padjang hingga Soekowati; Fosil Manusia Sangiran, Sungai Bengawan, Gunung Lawu


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Surakarta/Solo dalam blog ini Klik Disini 

Sragen memiliki keutamaan, bahkan dari zaman ke zaman, jaman kuno megalitik hingga jaman modern masa kini. Jauh sebelum terbentuk Padjang dan Soekowati, wilayah Sragen sudah dikenal sebagai wilayah strategis sejak zaman purba (manusia Sangiran). Dalam hal inilah gunung Lawu dan terbentuknya sungai Bengawan Solo menjadi Sragen strategis. Sungai Semanggi/Bengawan terus memanjang sehingga kini wilayah Sragen terkesan jauh dari pantai. Akan tetapi di masa lampau Sragen adalah suatu kawasan pantai. Wilayah Sragen tetap di tempatnya, sungai yang memanjang dan pantai yang menjauh. Hal itulah juga sebab mengapa ada garam di Grobogan dan ada minyak di Blora. Dalam konteks itulah keutaman Sragen (manusia Sangiran dan mansia Trinil).


Sragen adalah kabupaten di Surakarta Raya, Provinsi Jawa Tengah. Ibu kota di kecamatan Sragen, 30 Km sebelah timur kota Surakarta. Kabupaten berbatasan dengan kabupaten Grobogan di utara, kabupaten Ngawi di timur, kabupaten Karanganyar di selatan, serta kabupaten Boyolali di barat. Kabupaten dikenal sebutan "Bumi Sukowati", nama digunakan sejak Kasunanan Surakarta. Kawasan Sangiran tempat ditemukannya fosil manusia purba. Secara geografis, kabupaten Sragen berada di lembah daerah aliran sungai Bengawan Solo mengalir ke arah timur, sebagian besar dataran rendah dengan ketinggian antara 70-480 M dpl. Sebelah utara perbukitan, rangkaian pegunungan Kendeng, sebagian kecil wilayah selatan perbukitan kaki gunung Lawu. Hari jadi kabupaten Sragen ditetapkan dengan Perda 1987, yaitu hari Selasa Pon, tanggal 27 Mei 1746. tanggal dan waktu ketika Pangeran Mangkubumi, kelak menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono I pertama melakukan perlawanan terhadap Belanda dengan membentuk pemerintahan di desa Pandak, Karangnongko, dan meresmikan namanya menjadi Pangeran Sukowati, tetapi sejak tahun 1746 dipindahkan ke desa Gebang. Sejak itu Pangeran Sukowati memperluas daerah kekuasaannya meliputi Desa Krikilan, Pakis, Jati, Prampalan, Mojoroto, Celep, Jurangjero, Grompol, Kaliwuluh, Jumbleng, Lajersari dan lainnya. Perjanjian Giyanti tahun 1755, kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, dimana Pangeran Sukowati menjadi Sultan Hamengku Buwono I dan Perjanjian Salatiga tahun 1757, dimana Raden Mas Said ditetapkan menjadi Mangkunegara I dengan mendapatkan separuh wilayah Kasunanan Surakarta. Perkembangan selanjutnya sejak tahun 1869, daerah kabupaten pulisi Sragen memiliki 4 distrik, yaitu Sragen, Grompol, Sambungmacan dan Majenang (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah Sragen di Surakarta, era Padjang hingga Soekowati? Seperti disebut di atas wilayah Sragen yang sekarang adalah wilayah sejarah lama di pedalaman Jawa. Wilayah Sragen memiliki sejarah panjang sejak era (fosil) manusia Sangiran, sungai Bengawan dan gunung Lawu. Lalu bagaimana sejarah Sragen di Surakarta, era Padjang hingga Soekowati? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.