*Untuk melihat semua artikel Sejarah Kota Depok dalam blog ini Klik Disini
Kota Parung adalah kota tua, kota (paling) besar di wilayah hulu diantara daerah aliran sungai Tangerang/sungai Tjisadane dan daerah aliran sungai Jacatra/sungai Tjiliwong. Kota Paroeng berkembang dan berpusat ke benteng (fort) Sampoera di Lengkong (kini Serpong). Lalu kota Paroeng dijadikan sebagai ibu kota distrik Paroeng. Luas distrik Paroeng membenteng ke arah utara hingga di Tjinere, ke arah timur di Depok, ke arah selatan di Semplak dan ke arah barat di Tjoeroe Bitoeng (kini kecamatan Nanggung).
Kota Parung adalah kota tua, kota (paling) besar di wilayah hulu diantara daerah aliran sungai Tangerang/sungai Tjisadane dan daerah aliran sungai Jacatra/sungai Tjiliwong. Kota Paroeng berkembang dan berpusat ke benteng (fort) Sampoera di Lengkong (kini Serpong). Lalu kota Paroeng dijadikan sebagai ibu kota distrik Paroeng. Luas distrik Paroeng membenteng ke arah utara hingga di Tjinere, ke arah timur di Depok, ke arah selatan di Semplak dan ke arah barat di Tjoeroe Bitoeng (kini kecamatan Nanggung).
Kota Paroeng (Peta 1901) |
Seperti kata
pepatah, sejarah mengikuti jalannya sendiri mengikuti perjalanan waktu. Jika
jarum jam diputar kembali ke masa lampau, nama Parung adalah segalanya.
Disinilah letak keutamaan Parung di dalam sejarah. Seperti kata pepatah, garis sejarah
akan berbalik kembali ke origin. Di sinilah keutamaan prospek Kota Parung di
masa depan. Ibu kota negara dipindahkan ke Kalimantan Timur, ibu kota Jawa
Barat dipindahkan ke Purwakarta, ibukota Bogor dipindahkan ke Cigudeg, dan
Parung sendiri akan menjadi Kota (yang setara dengan Kota Depok dan Kota
Tangerang Selatan). Untuk lebih memahami sejarah Parung, mari kita telusuri
sumber-sumber tempo doeloe.
Parung di dekat Kota Depok |
Paroeng
di Land Koeripan dan Benteng Sampoera di Land Serpong Sejak Era VOC
Untuk memulai memahami sejarah Parung, mulailah dari land
Koeripan dimana ibu kota district Paroeng berada. Land Koeripan berada di hulu sungai
Tangerang/sungai Tjisadane. Land Koeripan berada di sisi timur sungai,
sementara di sisi barat sungai land Tjiampea berada. Terbentuknya land Koeripan
dan land Tjiampea berawal setelah tahun 1710 benteng Tjiampea dibangun di
pertemuan sungai Tjianten dan sungai Tjisadane. Benteng Tjiampea dalam hal ini adalah
benteng pendukung di wilayah hulu benteng Sampoera di Lengkong (kini Serpong).
Pada
tahun 1679 benteng Tangerang mulai dibangun. Pada tahun 1684 kanal sungai dibangun
dari benteng Tangerang ke Pesing (Batavia) dan selesai tahun 1687. Adanya kanal
ini (kanal Mookervaat) lalu lintas dari Batavia ke daerah aliran sungai
Tangerang semakin lancar dan semakin intens. Para pedagang VOC/Belanda secara
perlahan merintis jalan ke wilayah hulu sungai Tangerang/sungai Tjisadane. Lalu
benteng Sampoera di Lengkong dibangun. Wilayah ekspansi semakin meluas hingga
ke arah hulu dan kemudian benteng Tjiampea dibangun pada tahun 1710. Sejak
adanya benteng-benteng ini secara bertahap arus perdagangan semakin intens di
tempat-tempat dimana kelak terbentuk land-land baru seperti land Koeripan dan
land Tjiampea. Dengan demikian, Paroeng adalah bagian dari sejarah nama-nama
tempat di daerah aliran sungai Tangerang/sungai Tjisadane, jauh sebelum
perdagangan berkembang di tempat dimana kelak terbentul land Bloeboer (pusat
kota Bogor yang sekarang).
Sementara
itu, pengembangan wilayah juga berlangsung di daerah aliran sungai Tjiliwong
mulai dari Batavia hingga kaki gunung Salak. Pengembangan wilayah di daerah
aliran sungai Tangerang/sungai Tjisadane hanya terbatas di sisi timur sungai,
karena wilayah barat sungai adalah wilayah kesultanan Banten, Sedangkan
pengembangan wilayah di daerah aliran sungai Tjiliwong berada di dua sisi. Sisi
timur sungai Tjiliwong mulai dari Tjililitan, Tandjoeng, Tjimanggis, Tjibinong
hingga Kedong Halang; sisi barat sungai mulai dari Kampong Malajoe, Tandjoeng,
Seringsing, Tjinere, Depok, Pondok Terong/Tjitajam, Bodjoeng Gede dan Tjiliboet.
Diantara land-land yang ada di ilayah hulu, land tertua adalah land Tjinere dan
land Pondok Terong/Tjitajam yang dimulai tahun 1684 (oleh Majoor Saint Martin).
Kemudian terbentuk land Ragoenan (Cardeel) dan lalu disusul pembentukan land
Sering Sing tahun 1695 (Cornelis Chastelein) dan land Bodjong Manggis/Bodjong Gede
tahun 1701 (Abraham van Riebeeck) serta land Depok pada tahun 1704 (Cornelis
Chastelein).
Setelah benteng Tjiampea dibangun dan kemudian
pada tahun 1713 dibangun benteng Panjawoengan (kini Leuwisadeng), para pedagang
VOC/Belanda mulai melakukan perdagangan yang intens hingga ke Djasinga.
Sebaliknya para pedagang lokal dari pedalaman semakin banyak yang melakukan
transaksi di daerah aliran sungai Tjisadane/sungai Tangerang hingga ke kota
Tangerang dan bahkan Batavia (melalui kanal Mookervaart). Arus pertukaran ini
lambat laun menjadikan daerah aliran sungai Tangerang/sungai Tjisadane semakin
ramai. Lalu dalam perkembangannya para pedagang VOC mulai aktif mengembangkan
lahan-lahan pertanian dan kemudian pemerintah VOC memberikan kewenangan penuh
dalam bentuk tanah partikelir (land). Land yang pertama di hulu sungai
Tangerang.sungai Tjisadane yang dijual pemerintah adalah land Tjiampea,
Tjiboengboelan dan land Panjawoeangan.
Land Koeripan dan land tetangga |
Pemerintah
Hindia Belanda dan Pendudukan Inggris
Pada tahun 1799 VOC dibubarkan lalu diakuisisi oleh
Kerajaan Belanda dengan membentuk Pemerintahan Hindia Belanda (semacam provinsi
jauh Kerajaan Belanda). Pada era Gubernur Jenderal Daendels, sejumlah land baru
dijual kepada swasta pada taggal 29 November 1809. Salah satu land yang dijual
tersebut adalah land Koeripan.
Bataviaasch handelsblad, 02-03-1870 |
Dalam
penjualan land ini terbagi ke dalam delapan bagian yang mana land Greeng
dipecah menjadi empat porsi. Bagian pertama adalah Pasar Tangerang dan sebagian
dari ladn Grendeng senilai f156.000; Bagian kedua sebagian land Grendeng, lahan
Tjigronson dan Tjisadane yang kemudian disebut Lengkong West senilai f48.000;
Bagian ketiga adalah sebagian land Grendeng, Tjitampean hingga Mintjara yang
kemudian disebut Roempin senilai f34.500; Bagian keempat sebagian land
Grendeng, Tjitampean hingga land Sading yang kemudian disebut Tjidokkan senilai
f14.700; Bagian kelima sisa land Sading yang masuk wilayah Tangerang yang kemudian
disebut Djamboe senilai 16.100; Bagian keenam yakni di sisi timur sungai
Tjisadane yang meliputi land Medang, Kranggan, Kademangan, Lengkong, land
Tjiletrang atau Sampera senilai f33.000; Bagian ketujuh yakni land Djampang
Ilir, Salabantar dan Kaloerahan senilai f34.500; Bagian kedelapan yakni land
Penjabrangan, Djampang Oedik dan land Koeripan senilai f83.000. Siapa yang
membeli land-land ini tidak diketahui secara jelas atau tidak terinformasikan
dengan baik hal ini karena pada tahun 1811 terjadi pendudukan Inggris. Satu
informasi yang penting pada tahun 1812 land Dramaga telah dibeli oleh GWC van
Motman. Pada tahun 1816 Pemerintah Hindia Belanda kembali mengambila alih dari
Inggris.
Landhuis Koeripan pindah ke Tjiseeng di district Paroeng (Peta 1901) |
Pada
permulaan dibentuknya pemerintahan (Hindia Belanda) di Afdeeling Buitenzorg,
Residentie Batavia yang dipimpin oleh seorang Asisten Residen yang berkedudukan
di Buitenzorg pembagian wilayah terdiri dari lima distrik: Buitenzorg;
Tjibinong, Parong, Tjibaroesa dan Djasinga (lihat Bataviasche courant,
04-10-1826). Ibu kota district Paroeng berada di kampong Paroeng (Land
Koeripan).
Pasar Paroeng dan nama-nama pasar di Residentie Batavia, 1829 |
.
Sudah sejak lama sejumlah pemilik land diberi izin untuk
membangun pasar. Pada tahun 1829 terdata sebanyak 28 buah pasar di Residentie
Batavia. Selain pasar Weltevreden (pasar Senen dan pasar Baroe, pasar
Tanahabang dan pasar Meester Cornelis serta pasar Buitenzorg; termasuk di
dalamnya pasar Bekassi, pasar Tangerang dan pasar Tjibinong. Ke dalam daftar
pasar ini juga terdapat pasar Bolang, pasar Tjiampea, pasar Sading/Leuwiliang, pasar
Paroeng Pandjang, pasar Doerian Bahroe (Pondok Terong/Tjitajam) dan pasar
Paroeng.
Setelah
terbentuk pusat pemerintah (ibu kota distrik) dan pusat perekonomia, pada tahun
1936 pemerintah menetapkan jaringan jalan yang didasarkan pada kelas jalan (lihat
Javasche courant, 30-01-1836). Jalan kelas satu adalah ruas jalan
Batavia-Buitenzorg terus ke Preanger melalui Tjisaroea. Untuk jalan kelas dua
adalah ruas Batavia-Bekassi terus ke Karawang; ruas Buitenzorg-Djasinga terus
ke Banten; ruas Batavia-Buitenzorg via Depok dan ruas jalan
Buitenzorg-Tangerang melalui Paroeng. Di Paroeng bercabang dua yang mana ke
barat menuju Serpong dan ke timur menuju Tjinere, Pondok Laboe dan Tjipoetat,
selanjutnya di Serpong bercabang dua ke barat menuju Tjikande dan ke utara
menuju Tangerang. Lalu dari Tjipoetat ke barat menuju Tangerang dan ke timur
menuju Kebajoran, Palmerah dan Tanah Abang. Pada tahun 1845 rumah demang di Paroeng direnovasi
(lihat Javasche courant, 29-01-1845).
Distrik Paroeng sebagai satu kesatuan wilayah di
sisi barat sungai Tjiliwong terdiri dari 30 buah land. Jumlah penduduk sebanyak
12.000 jiwa termasuk di dalamnya 3,000 jiwa warga Tionghoa (lihat Bataviaasch
handelsblad, 13-10-1870). Sementara populasi keseuluruhan Buitenzorg sebanyak 400.000
penduduk asli (diantaranya 350 jiwa Kristek di Depok), 13.000 orang Tionghoa
dan 1.000 orang Eropa. Setelah beberapa dasawarsa pada tahun 1879, sebagian land yang berada di district
Parong (seperti Tjiampea dan Tjiboengbolang) dan sebagian wilayah district
Djasinga (seperti Sading Djamboe dan Tjoeroek Bitoeng) dipisahkan dan kemudian
disatukan dengan membentuk distrik yang baru yakni: District Leuwiliang.
Bataviasche courant, 04-10-1826 |
Berakhirnya
Era Kolonial: Belanda dan Jepang
Tunggu
deskripsi lengkapnya
Bagus pak, saya baru tahu kalo dulu serpong, depok, semplak termasuk parung. Tapi masih membingungkan apa yang disebut distrik di dalam situ.
BalasHapusPada era Pemerintah Hindia Belanda semua wilayah Hindia dibagi ke dalam sejumlah residentie (setara province). Setiap residentie dibagi ke dalam beberapa afdeeling (setara kabupaten yang sekarang). Lalu setiap afdeeling dibagi ke dalam beberapa district (juga disebut onderafdeeling). Dalam gal ini Afdeeling Buitenzorg (kini kabupaten Bogor)di Residentie Batavia memilili beberapa district seperti Djasinga, Tjibinong dan Paroeng. Lalu district Paroeng dibagi menjadi dua onderdistrict yakni Paroeng dan Depok. Di dalam onderdistrict terdapat puluhan kampong. Pada tahun 1930 satu kampong besar dijadikan satu desa atau beberapa kampong kecil disatukan dalam satu desa. Pada era permulaan Republik Indonesia Paroeng dan Depok dijadikan sebagai dua kecamatan yang berbeda.
HapusSungguh luar biasa..ternyata dulu daerah Parung lebih hebat dari Depok dan Bogor..tapi skrg wilayah Parung menyusut dan namanya tergerus oleh Sawangan dan Kemang
HapusMungkinkah sejarah akan berbalik...kecamatan Parung yg sdh sgt tua peradaban... dimasa depan akan menjadi kota seperti kota Tangerang Selatan...yg dimotori oleh kec Ciputat
BalasHapuskalo pohon jubleg yang ada di pertigaan pasar parung itu ada kaitan dengan perbatasan batavia dan keresidenan pakuan ga ya?
BalasHapusParung lebih dekat dengan Tangsel dan Depok..
BalasHapusParung dihimpit kota kota besar
Sehingga perekonomiannya pun ikut maju
Parung sekarang hanya sebuah kecamatan kecil dipinggiran kota.
FYI. Sebelum tahun 1995, wilayah Kecamatan Parung meliputi Kecamatan Parung saat ini, Kecamatan Ciseeng dan sebagian Kecamatan Kemang. Penyusutan wilayah terjadi karena pada tahun :
BalasHapus-1995, adanya perubahan batas wilayah Kota Bogor, karena sebagian wilayah kecamatan Kemang (Desa Cilebut Timur dan Desa Cilebut Barat) masuk ke dalam wilayah Sukaraja. Maka, Desa Jampang, Desa Kemang, dan Desa Pondok Udik yang semulanya berada di wilayah Kecamatan Parung menjadi bagian dari wilayah Kecamatan Kemang, dan
-2001, adanya pembentukan Kecamatan Ciseeng yang terjadi karena pemekaran kecamatan baru dari sebagian wilayah Kecamatan Parung
Ralat, Desa Tegal. Bukan desa Kemang
Hapusadakah nama penduduk tjiampea jaman belanda atau partikelir
BalasHapusSaya belum menemukan catatan atau informasinya
BalasHapusYang saya dengar dari kakek berarti bahwa daerah Nanggung dan Cinere dulu masih masuk Parung bukan asal bicara tetapi realita dr cerita masa ke masa...gak salah jika Parung memang pusatnya para petarung kalau bertemu dan menjadikan nama Parung itu sendiri...makam syeh Parung dan peninggalan sejarah lainnya saling berhubungan dan berkaitan menciptakan sejarah perjuangan kaum pribumi melawan penjajah , syangnya kata kakek banyak petarung atw jawara yg bergabung menjadi antek2 penjajah...ya sejarah sudah jadi sejarah olehkarnanya jangan sampai sejarah yg sudah kita tau turun temurun hilang begitu saja, biarpun itu tidak ada otentik cerita atw sejarah tersebut, setidaknya menjadi dongeng dan legenda yg berasalkan cerita turun temurun... semoga anak cucu keturunan kita tidak lupa akan sejarah bangsa atw setidaknya asal muasal keluarganya itu sendiri...Salam sejahtera bagi kita semua
BalasHapusParung sekarang jorok kumuh dan bau, lihat di pasar parung kurang tertata pengolahan nya. Dagang di pinggir jalan dan masih banyak pr ..
BalasHapus