Selasa, 23 Agustus 2022

Sejarah Menjadi Indonesia (791): Bahasa Indonesia Mudah, Aksara Batak Mudah; Aksara Jawa dan Batak Suksesi Pallawa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Menjadi Indonesia dalam blog ini Klik Disini

Diantara bahasa-bahasa di dunia, ada yang menyebut Bahasa Indonesia dapar dikatakan sebagai yang secara teknis bahasa paling mudah dipelajari dan dipraktekkan. Hal ini juga karea pengadopsian aksara Latin dalam Bahasa Indonesia. Sebagaimana sejarahnya, Bahasa Indonesia berakar pada bahasa Melayu. Akan tetapi dalam perkembangannya, Bahasa Indonesia dibina terus sehingga menjadi lebih mudah jika dibandingkan dengan bahasa Melayu sendiri. Meski aksara Latin eksis, aksara daerah khususnya aksara Batak dan aksara Jawa juga tetap lestari.


Ada beberapa aksara yang pernah eksis di Indonesia sejak era Nusantara, antara lain aksara Pallawa, aksara Jawa dan aksara Batak, aksara Jawi (Arab gundul) dan terakhiri aksara Latin. Aksara Pallawa sudah lama tiada, namun suksesinya terbentuk aksara Jawa dan aksara Batak. Dua aksara inilah yang dapat dikatakan menurunkan aksara-aksara daerah pada masa ini. Aksara Jawa terbentuk, terutama di wilayah Melayu seiring dengan pengaruh Islam semakin menguat (yang menggantikan pengaruh Hindoe/Boedha). Aksara Latin diperkenalkan seiring dengan kehadiran orang Eropa dimulai oleh orang-orang Portugis, kemudian Belanda/VOC. Pada era Pemerintah Hindia Belanda, sementara aksara Jawa, Batak dan Jawi tetap dipertahankan, pemerintah mengintroduksi aksara Latin di sekolah-sekolah yang dibangun pemerintah. Aksara Latin ini hingga kini menjadi aksara standar di Indonesia.

Lantas bagaimana sejarah Bahasa Indonesia mudah, aksara Batak mudah? Seperti disebut di atas, bahasa-bahasa daerah sudah eksis di pulau-pulau nusantara saat mana lingua franca adalah bahasa Sanskerta dengan aksara Pallawa. Seiring dengan terbentuknya bahasa Melayu, juga terbentuk aksara Jawa dan aksara Batak. sejarah Bahasa Indonesia mudah, aksara Batak mudah? Lalu bagaimana sejarah pro dan kontra orang Malaysia terhadap Indonesia? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Bahasa Indonesia Mudah, Aksara Batak Mudah: Bahasa Sanskerta, Bahasa Melayu, Bahasa Jawa, Bahasa Batak, Lainnya

Aksara standar dunia kini adalah aksara (fonetik) Latin. Aksara Latin dapat dianggap sebagai aksara yang lebih sederhana dan mudah dipelajari relatif terhadap aksara Arab (ditulis dari kanan ke kiri). dan aksara Tiongkok (ditulis atas ke bawah). Nama bahasa-bahasa Eropa seperti Inggris dan Belanda (yang ditulis dengan aksara Latin) tidak mudah dipelajari. Ini berbeda dengan Bahasa Indonesia, bahasa yang mudah dipelajari/dipraktekkan hanyalah Bahasa Idnonesia.


Secara teknis aksara Latin yang ditulis dari kiri ke kanan sebenarnya sangat sesuai dengan menggunakan tangan kanan. Sementara aksara Arab yang ditulis dari kanan ke kiri  sebenany sangat sesuai dengan menggunakan tangan kiri.  Lalu bagaimana dengan aksara Tiongkon yang ditulis dari atas ke bawah? Tidak terlalu bermasalahan ditulis dengan tanagan kanan maupun tangan kiri. Seperti halnya aksara Pallawa yang menurunkan aksara Batak dan aksara Jawa ditulis dari kiri ke kanan (sama dengan Eropa, berbeda dengan Arab). Namun secara khusus aksara Batak tidak hanya bisa ditulis dari kiri ke kanan (Eropa) juga dari atas ke bawah (Tiongkok). Aksara Jawa tetap hanya bisa ditulis dari kiri ke kanan.

Selain aksara Latin yang paling mudah dipelajari, yang tergolong mudah dipelajari adalah aksara Batak. Dibanding aksara Jawa, aksara Batak dibuat menjadi lebih simpel. Dalam hal ini dapat dikatakan aksara Latin dan Bahasa Indonesia adalah aksara dan bahasa paling mudah dipelajari di muka bumi (suatu kombinasi yang paling ideal). Lalu bagaimana dengan bahasa Batak dan aksara Batak.


Seperti disebut di atas, aksara Batak tidak hanya sebagai aksara paling mudah dipelajri/dipraktekkan, juga aksara Batak dapat dikatakan aksara paling adaptif (bisa ditulis dari kiri ke kanan seperti aksara Latin, juga dari atas ke bawah seperti aksara Tiongkok). Bahasa Batak sendiri dapat dikatakan sebagai bahasa yang paling praktis, Mengapa? Jika bahasa Batak menggunakan aksara Latin, alfabetnya tidak memerlukanan tanda diakritik. Satu yang kurang diperhatikan bahasa Batak sebenarnya bahasa yang paling disederhanan. Sebagai contoh untuk bilangan ‘belasan’ antara bahasa Eropa (Belanda dan Inggris) mirip dengan bahasa Jawa/bahasa Indonesia seperti angka 11 (sebelas, eleven); 12 (dua belas, twelve); 13 (tiga belas, thirteen); 14 (empat belas; fourteen)l dan seterusnya. Dalam bahasa Batak: 11 (sampulu sada); 12 (sampulu dua); 13 (sampulu tolus); dan seterusnya. Dalam bahasa Batak terjadi pengulangan bilangan dasar untuk bilangan belasan. Apakah bilangan bahasa Batak mirip bilangan biner (1-0) yang digunakan dalam system (bahasa) computer sekarang? Bilangan bahasa Batak ini diduga kuat yang ditemukan dalam teks prasasti Kedoelan Boekit abad ke-7 (682 M). Lihat frasa dalam teks: ‘dua laksa dangan kosa duaratus cara di samvau danan jalan sarivu tluratus sapulu dua vañakña’. Dalam teks ini juga ditemukan tanda bahasa Batak: awalan ‘ma/mar’ dan awalan ‘ni’. Dalam bahasa Batak dibedakan awalan/kata depan ‘di’ dengan ‘ni’. Awalan ‘mar/mar’ dan ‘ni’ hingga kini hanya ditemukan dalam bahasa Batak.

Bahasa Batak sesungguhnya bahasa yang paling mudah dipelajari dan paling praktis (bahkan terhadap Bahasa Indonesia). Hal ini karena bahasa Batak yang tidak berubah sepanjang masa (sejak zaman kuno), juga sistem bilangannya dibahasakan dengan cara yang telah disederhanakan (mirip biner). Hal serupa ini juga dengan aksara Batak yang tidak hanya telah disederhanakan, tetapi kegunaanya juga dibuat lebih praktis (adaptif terhadap aksara Latin dan aksara Tiongkok).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Aksara Jawa dan Batak Suksesi Pallawa: Aksara Jawi versus Aksara Latin

Sebelum inttoduksi aksara Latin oleh orang-orang Belanda pada era VOC/Belanda diantara orang pribumi, aksara yang digunakan adalah aksara masing-masing seperti aksara Latin oleg orang Belanda, aksara Jawi oleh orang berbahasa Melayu (terutama Arab dan Cina) , aksara daerah seperti oleh orang-orang Batak dan Jawa. Untuk teks perjanjian-perjanjian (plakaaat( digunakan dwi bahasa (Belanda dan Melayu, Belanda dan Jawa dan sebagainya). Orang-orang Belanda sudah banyak yang bisa berbahasa Melayu (bahkan bahasa daerah) yang menggunakan aksara Latin.


Pada awal era Pemerintah Hindia Belanda, orang Belanda tidak hanya berbahasa Melayu dengan aksara Latin, juga sudah ada yang bisa menulis dengan menggunakan aksara non Latin (seperti aksara Jawi dan aksara Jawa). Pada permulaan pemerintahan ini introduksi aksara Latin dimulai dengan membangun sekolah-sekolah pemerintah. Bahasa pengantar di sekolah adalah bahasa Melayu oleh guru-guru yang didatangkan dari Belanda, kemudian dengan semakin meluasnya sekolah pemerintah di daerah bahasa pengantar dikombinasikan dengan bahasa daerah seperti bahasa Jawa di Soeracarta.

Penulisan-penulisan buku pelajaran dan buku umum, yang bebahasa Melayu dan bahasa daerah dengan aksara Latin, yang awalnya dilakukan oleh orang-orang Belanda (guru dan pejabat) mulai dilibatkan penulis-penulis pribumi dengan menggunakan aksara Latin maupun aksara daerah. Dua penulis pribumi yang intens menulis adalah guru Sati Nasution alias Willem Iskander di Angkola Mandailing (Tapanuli) dan pegiat budaya di wilayah Soenda Hadji Mohamad Moesa. Willem Iskander menulis buku umum dan peklajaran dalam bahasa Batak dengan aksara Latin, Mohamad Moesa menulis buku umum berbahasa Soenda dengan aksara Jawa (Soenda). Buku Willem Iskander terbit pertama tahun 1865.


Pada tahun 1866 di wilayah Soenda didirikan sekolah guru di Bandoeng. Hadji Mohamad Moesa aktif berkontribusi. Sekolah guru di Bandoeng ini adalah sekolah guru keempat di Hindia Belanda, setelah tahun 1862 di Angkola Mandailing didirikan sekolah guru yang ketiga. Sekolah guru pertama di Hindia Belanda didirikan pada tahun 1851 di Soeracarta dan yang kedua tahun 1857 di Fort de Kock (Padangsche Bovenlanden). Di Soeracarta guru-guru Belanda menulis bahasa Melayu dan guru-guru Jawa menulis bahasa Jawa dengan aksara Latin dan aksara Jawa. Di Fort de Kock idem dito guru-guru Belanda menulis bahasa Melayu dengan aksara Latin dan guru-guru local menulis dengan aksara Jawi dalam bahasa Melayu.

Di wilayah Angkola Mandailing penulisan dengan aksara Latin sangat intens dan juga berdampingan dengan penulisan dengan aksara Batak.  Hal serupa itu yang terjadi Jawa (Soeracarta dan Bandoeng), aksara Latin berdampingan dengan aksara Jawa. Di Fort de Kock dalam perkembangannya penulisan umumnya dilakukan dengan aksara Latin, aksara Jawi mulai jarang digunakan di lingkungan sekolah umum.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar