Sabtu, 10 September 2022

Sejarah Jambi (28): Geomorfologis Kota Jambi, Sungai Batanghari Air Mngalir Jauh; Sungai Mati, Danau Sipin dan Sungai Asam


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Jambi dalam blog ini Klik Disini 

Seperti halnya banyak kota-kota di Indonesia, Kota Jambi berada di daerah aliran sungai. Kota Jambi berada di daerah aliran sungai Batanghari. Sungai telah membentuk sendiri Kota Jambi dari zaman kuno, bahkan prosesnya masih terlihat hingga ini hari. Banjir dan sedimentasi adalah ibarat yin dan yang dalam perubahan permukaan tanah dan perubahan arus air di sungai serta perubahan danau. Memahami perubahan serupa ini di Kota Jambi kita sedang membicarakan masalah geomorfologis wilayah kota.


Ksota-kota lainnya yang dapat dipahami secara geomorfologis akibat adanya pengaruh sungai di Indonesia antara lain Jakarta, Semarang, Surabaya, Palembang, Padang, Pontianak, Banjarmasin dan Samarinda. Satu yang unik dalam geomorfologis kota Jambi adalah terjadinya sungai mati, sungai yang arus air mati, karena arus air bergeser arah. Namu sungai mati di kota Jambi berbeda dengan sungai mati di Soerabaja. Sungai mati di Kota Jambi yang sekaranfg adalah danau Spin, danai alam, karena perbuatan perilaku sungai. Danau alam juga terdapat di kota Palembang. Sementara di kota-kota lain ada ditemukan danau buatan, suatu intervensi manusia dalam mempangaruhi perilakukan sungai yang tujuannya untuk meminimalkan dampak banjir. Yang juga penting dalam hal intervensi manusia dalam mematikan tabiat sungai yang cenderung merusakan daratan dengan banjr adalah pembangunan kanal-kanal yang ditemukan di Jakarta, Semarang, Surabaja dan Padang. Yang juga kerap dilupakan dalam sial ini adalah kota Bandung, kota di pedalaman di pegunungan. suatu kota yang terkait dengan permasalahan sungai.

Lantas bagaimana sejarah geomorfologis Kota Jambi, sungai Batanghari yang airnya mengalir sampai jauh? Seperti yang disebut di atas, kota Jambi memiliki sungai mati yang kini menjadi danaau Spin yang secara geomorfologis kota yang dipengaruhi oleh perilaku sungai. Lantas bagaimana sejarah geomorfologis Kota Jambi, sungai Batanghari yang airnya mengalir sampai jauh? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Geomorfologis Kota Jambi, Sungai Batanghari Airnya Mengalir Sampai Jauh; Sungai Mati dan Sungai Asam

Beberapa peneliti di era Hindia Belanda telah mempertanyakaan soal keberadaan dan posisi GPS (kota) Jambi di zaman kuno. Catatan Tiongkok abad ke-9 menyebut nama Tchan-pei. Dalam catatan pedagang Arab sejaman menyebut nama Sanfin. Apakah keduanya merujuk pada nama Jambi, masih kurang data yang mendukung. Sumber yang menyebutkan nama Jambi secara tegas adalah teks Negarakertgama (1365). Ada juga yang menganggap Malajur dalam prasasti Tanjore (1030) sebagai kota Melayu, merujuk pada bahasa Tamil ‘ur’ adalah kota sehingga Malajur sebagai benteng/kota di atas bukit.


Pada saat kajian itu dilakukan, kota Jambi berada di ketinggian 16 m dpl. Area kota Jambi yang sekarang diduga sebagai sebuah pulau atau ujung semenanjung yang semakin meluas, seiring dengan semakin meluasnya (semenanjung) kawasan di sebelah utara (kini Pergunungan 30) yang juga semakin meluas. Oleh karenaya sungai Batanghari yang awalnya bermuara di suatu teluk besar--seiring dengan meluasnyas daratan (akibat proses sedimentasi jangka panjang)—menemukan jalan hingga mencapai laut (terbentuk muara baru),

Apa yang bisa diperhatikan sekarang, jika ada anggapan bahwa dahulu Jambi berada di suatu perbukitan, era zaman perdagangan kuno Tiongkok dan Arab, kota Jambi yang sekarang dulunya berada di pantai (sebagai semenanjung) atau di tengah perairan (sebagai pulau). Fakta masa kini bahwa area Jambi berada di dalam suatu daratan alluvial (suatu daratan luas yang terbentuk dari tanah alluvial akibat proses sedimentasi, dimana sungai Batanghari membawa massa padat dari arah hulu di pegunungan Bukit Barisan berupa lumpur/erosi dan sampah vegetasi).


Kurang lebih hal itu dengan Bukit Siguntang (Palembang) dimana ditemukan prasasti Kedoekan Boekit (berasal dari 682 M).  'Dalam laporan survei geologi era Hindia Belanda disebutkan ‘Palembang terletak di singkapan aneh yang kering, sedikit lebih tinggi’. Sebagian besar aluvium Palembang merupakan delta dari sungai Moesi dan sungai Banju Asin yang mengalir ke laut dengan muara yang banyak. Aluvium ini tidak pernah naik lebih dari 5 kaki di atas laut (biasanya hanya 2 atau 3 meter)

Apa yang bisa diamati sekarang secara geomorfologis, haruslah membandingkan dengan catatan dari zaman kuno. Salah satu catatan tua adalah nama Minanga yang ditemukan dalam prasasti Kedoekan Boekit (682 M). Dalam prasasti ini juga disebut nama Sriwijaya. Pada kurun waktu ini di dalam catatan Tiongkok disebut nama Che-li-fo-che (671-695 M). Pada abad ke-10 muncul nama San-fo-ts'i dan pada abad ke-11 muncul nama Fo-che dan Tu-po.


Nama-nama yang dicatat orang India dan orang Tiongkok berbeda untuk suatu tempat yang sama. Minanga dan Sriwijaya merujuk pada nama India. Lantas dimana berada secara tepat menurut catatan Tiongkok nama-nama Che-li-fo-che, San-fo-ts'i dan nama Tu-po? Ada yang menginterpretasi Che-li-fo-che adalah Sriwijaya. Orang Tiongkok sendiri sebenarnya cenderung mengidentifikasi nama tempat (bukan nama kerajaan). Jika Sriwujaya adalah nama suatu kerajaan, lalu dimana Che-li-fo-che? Itu satu hal. Hal lainnya adalah dimana San-fo-ts'i dan nama Tu-po? Secara toponimi dua nama tempat tersebut terdapat di utara (Tambusai dan Toba) dan di selatan (Tembesi dan Tebo). Dalam hal ini Tembesi dan Tebo berada di arah hulu Jambi di daerah aliran sungai Batanghari.

Jika beranggapan Tebo dan Tembesi disebut pada abad ke-11, lalu bagaimana dengan nama tempat di Jambi? Apakah nama Tchan-pei yang disebut pada abad ke-9 adalah Jambi? Nama yang miirip dengan nama Tchan-pei bisa Jambi atau Kompeh. Dalam peta VOC/Belanda diidentifikasi nama Jambi lama di hilir (Muara) Kompeh dan nama Jambi baru di hulu (Muara) Kompeh (kota Jambi yang sekarang). Jambi lama tersebut adalah Muaro Jambi (tempat ditemukan komplek candi). Namun harus diingat nama yang mirip Tchan-pei juga ditemukan di Deli (utara Toba). Pertanyaannnya apakah nama Tchan-pei sudah eksis pada abad ke-9 di Jambi atau Kompeh yang sekarang?


Secara geomorfologi wilayah Muara Kompeh adalah wilayah baru, relative terhadap wilayah Jambi yang sekarang, Muara Tembesi dan Muara Tebo. Pada peta VOC/Belanda diidentifikasi nama Jambi (lama) di hilir (Muara) Kompeh. Ini berarti nama Kompeh seharusnya lebih tua dari nama Jambi. Seperti disebut di atas, secara geomorfologis wilayah kota Jambi yang sekarang di masa lampau adalah suatu ujung semenanjung atau suatu pulau. Pada saat itu sudah barang tentu Kompeh dan Jambi belum terbentuk sebagai daratan, kecuali di wilayah tersebut merupakan suatu pulau (lihat elevasi kedua tempat). Satu-satunya tempat yang lebih tinggi di hilir daerah aliran sungai Batanghari yang sekarang hanyalah ditemukan di kota Jambi yang sekarang. Ini mengindikasikan nama tempat tertua di kawasan hilir sungai Batanghari itu adalah di kota Jambi yang sekarang, tetapi nama Jambi sendiri belum wujud. Dengan kata lain nama Tchan-pei yang disebut pada abad ke-9 tinggal satu pilihan yakni di Deli.

Jika nama Jambi belum wujud pada abad ke-9, lalu nama tempat apa yang mengindikasi nama tempat di kota Jambi yang sekarang? Bagaimana dengan nama Telanaipura? Suatu nama India, lalu apakah orang Tiongkok menyebutnya Che-li-fo-che? Dimana posisi GPS Telanaipura?


Ada satu masa nama-nama tempat dengan nama pura (kota) yang dalam bahasa Tamil ur’ diartikan sebagai kota. Telanaipura berarti kota Telanai. Nama-nama pura yang diduga sejaman adalah Martapura (Lampung dan Kalimantan Selatan), Indrapura (Bengkulu), Singapura (Semenanjung Malaya), Soekapura (Jakarta), Tanjungpura (Karawang dan Kalimantan Barat dan Langkat) dan Indrapuri (Atjeh). Invasi Tamil ke Selat Malaka ada satu nama negeri yang menggunakan kata ‘ur’ yakni Malajur (lihat prasasti Tanjore 1030 M). Selain Malajur dalam prasasti tersebut, nama-nama lain adalah Panau, Linagasogam dan Takkolam. Tiga nama ini diduga di wilayah Tapnuli di Padang Lawas, Pane, Binanga Sunggam dan Angkola. Tidak ada nama yang mirip secara toponimi di wilayah yang lebih selatan, termasuk di wilayah Jambi.

Jika Che-li-fo-che pada abad ke-7 bukan nama tempat, lantas apakah Che-li-fo-chi adalah Telanaipura? Che-li-fo-chi lebih mirip Telanaipura dari Sriwijaya (Te-lanai-pu-ra atau Te-lanai-pu-ri). Dalam hal ini dapat dihubungkan dengan nama-nama Tembesi (Te-mbe-si) dan Tebo (Te-bo) yang dibedakan di utara Tambusai (Ta-mbu-sai) dan Toba/Taba (Ta-ba). Nama Tu-po sudah muncul pada abad ke-11. Tebo dan Toba sama-sama merujuk nama India. Bagaimana dengan nama Bangko dan Sarolangun? Holing atau Poling? Harus diingat bahwa di Sungai Penuh dan Bangko (Mandiangin) di daerah aliran sungai Tembesi ditemukan sebelas pelat logam dengan prasasti, yang mana sejauh ini belum terpecahkan dan di Sarolangoen, juga ditemukan ganeca setinggi 1,73 meter yang belum selesai dibangun.


Ada nama lainnya yang disebut berasal dari abad ke-7 dalam catatatan Tiongkok yakni K'ouen-Louen (Perancis: Kw'un-lun). Nama-nama lainnya yang muncul kemudian adalah nama Holing dan Poling, Beberapa peneliti ada yang berpendapat bahwa Holing dan Poling berbeda. Ada yang memberi interpretasu Poling menjadi Polimpang (Palembang) dan nama Holing ditemukan di wilayah Padang Lawas Barnang Kolong dan Pidjor Koling. Jelas dalam hal ini Poling dan Srieijaya berbeda, nama tempat dan nama kerajaan. Tapia da juga yang berpendapat Holing berbeda denga Kalang (Kalingga) dan Kelang.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Sungai Mati dan Sungai Asam: Mengapa Sungai Mati, Mengapa Danau Bisa Hidup?

Secara geomorfologis, penanda navigasi kuno di wilayah Kota Jambi yang sekarang adalah dua situs penrting, yakni danau Sipin dan sungai Asam. Duan ama ini merujuk pada nama India. Danau Sipin dalam hal ini adalah sungai mati yang pada akhirnya dikenal sebagai danau. Pada punggung sungai mati/danau Sipin ini kemudian dikenal nama tempat Telanaipura. Ini sedikit menjelaskan bahwa dimana kota Telanaipura terbentuk, seperti disebut di atas berada di suatu pulau atau suatu semenanjung di sisi barat (yang mana kota Telanaipura ini awalnya berada di sisi sungai Batanghari dan sungai Assam sendiri adalah sungai baru yang terbentuk di sisi timur pulau/semenenajung. Pada area antara sungai mati/danau Sipin dan sungai Asam ini terbentuk pemikiman/kota perdagangan di daratan yang memiliki ketinggian.


Pada masa sebelumnya arus sungai Batangjhari melalui danau Sipin dimana kota Telanaipura berada. Namun dalam perkembangannya terjadi perubahan geomorfologi sungai dimana arus sungai menerjang daratan aluivial sehingga arah arus sungai menjadi lurus. Akibat arah arus sungai yang berubah, menyebabkan alur sungai di area kota Telanaipura terisolir yang dalam perkembangannya tertutup di arah hulu tetapi masih terbuka di arah hilir (sungai mati). Pada pera-peta Portugis/VOC sungai mati ini di arah selatan sudah tertutup (mungkin terjadi pendangkalan karena proses sedimentasi (akhirnya sungai tertutup sehingga sungai yang terisolir benar-benar mati (yang kemudian sekan terbentuk danau baru yang disebut danau Sipin). Pada peta-peta tersebut diidentifikasi di arah utara sungai mati sebuah sungai yang diidentifikasi dengan kanal (Canaly). Apakah kanal ini adalah kanal kuno yang masih eksis hingga era Telanaipura?

Adanya kanal di sisi utara sungai mati diduga untuk jalur transportasi air dari arah hulu sungai Batanghari masuk ke kota Telanaipura (di sungai mati). Dalam hal ini intervensi manusia terhadap alam. Bagaimana terbentuknya nama Kenali Asam pada masa kini adalah soal lain lagi. Namun di masa kuno, sungai mati yang membentuk danau simana dibangun kanal. Muara kanal di danau ini diduga yang menjadi asal usul nama Teluk Kenali,


Satu pertanyaan penting adalah mengapa dibangun kanal dari arah hulu sungai Batanghari ke danau Sipin di kota Telanaipura? Besar dugaan kanal ini dibangun sehubungan dengan kehadiran orang Eropa/Portugis yang mengambil tempay di sisi utara sungai Batanghari  (bersebarangan dengan kota Telanaipura). Saat itu sungai mati di arah selatan menjadi gate untuk masuk ke wilayah kerajaan Telanaipura. Di seberang pintu keluare inilah di sisi yang lain sungai Batanghari pedagang Portugis membangun lgi (yang kemudian digantikan oleh VOC/Belanda dan Inggris).

Nama Telanaipura diduga adalah nama kuno yang sejaman dengan nama-nama kota yang menyandang nama pura. Dalam perkembangan kemudian di wilayah hilir sungai Batanghari di sisi utara sungai Batanghari di sebelah timur laut terbentuk kota baru Jambi (kini Muara Jambi).Jambi diduga merujuk pada nama India, Jambu atau Ambu (bukan nama buah seperti nama sungai Asam, tetapi nama-nama negeri di India). Di utara Toba/Deli terdapat nama kota Jambuarue atau Amboearoe (aru dalam bahasa India selatan adalah air atau sungai).  


Nama tempat dengan menggunakan nama aru diduga lebih tua dari nama menggunakan pura. Nama-nama tempat dengan menggunakan nama aru, selain Jambuaroe, juga ada nama Baroemoen, Aroekan (Rokan), Baroes dan Saroelangun. Lalu apakah nama Jambu atau Jambi dalam hal ini di Muaro Jambi sebagai nama baru atau nama kuno? Nama kuno yang berawal di Muaro Jambi (dimana ditemukan komplek candi) kemudian relokasi ke kota Telanaipura di wilayah hulu (kota Jambi yang sekarang)?

Nama Telanaipura dan nama Jambu (yang menjadi asal usul nama Jambi) diduga adalah nama yang sejaman. Jambu di hilir dan Telanaipura di hulu. Lebih tua lagi kea rah gulu Tembesi, Tebo dan Bangko serta Sarolangun. Nama (pulau) Bangka juga diduga sejaman dengan nama Bangko di hulu sungai Batanghari. Dalam hal ini nama Asam (Assam) juga diduga sejaman dengan Telanaipura dan Jambu/Jambi.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar