Kamis, 17 November 2022

Sejarah Bengkulu (20): Pulau Enggano dan Pantai Barat Sumatra, Sejak Era Cornelis de Houtman; Bengkulu Utara vs Pesisir Barat


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bengkulu dalam blog ini Klik Disini  

Pulau Enggano, pulau terpencil di Lautan Hindia yang berada di sisi barat day pulau Sumatra. Pulau Enggano kini bagian dari kabupaten Bengkulu Utara, provinsi Bengkulu. Pulau ini di dalam peta seakan bagian dari kabupaten Pesisir Barat, provinsi Lampung. Namun pulau Enggano tetap bagian dari Bengkulu, hanya saja semakin terpencil dari kabupaten Bengkulu Utara.


Bengkulu Utara adalah sebuah kabupaten di provinsi Bengkulu. Kabupaten yang terletak di kawasan pesisir Pantai Barat Sumatra dengan ibu kotanya Arga Makmur. Kota Arga Makmur berjarak sekitar 60 km dari Kota Bengkulu. Sebelum dimekarkan, kabupaten Bengkulu Utara memiliki luas 9.585,24 km², di mana wilayah Kabupaten Bengkulu Tengah dan Kabupaten Mukomuko masih menjadi wilayah kabupaten ini. Setelah dimekarkan, Bengkulu Utara memiliki luas wilayah 4.424,60 km². Pada tahun 2020, penduduk kabupaten ini berjumlah 296.523 jiwa, dengan kepadatan 67 jiwa/km². Pada saat Bengkulu masih bersama ke Provinsi Sumatra Selatan, UU Darurat No.4 Tahun 1956 menyatakan Bengkulu Utara sebagai kabupaten dalam Provinsi Sumatra Selatan dengan ibu kota di Kotamadya Bengkulu. Saat pemekaran Provinsi Bengkulu, Kabupaten Bengkulu Utara merupakan bagian dari Provinsi Bengkulu melalui UU No. 09 Tahun 1967 (UU Pembentukan Provinsi Bengkulu). Setelah perpindahan ibu kota dari Kota Bengkulu, sejak tahun 1976 ibu kota Kabupaten Bengkulu Utara pindah dari Kota Bengkulu ke Kota Arga Makmur (melalui PP No. 23 Tahun 1976). Pemekaran Kabupaten Bengkulu Utara berdasarkan UU. Nomor 23 Tahun 2003, Kabupaten Bengkulu Utara mekar menjadi dua kabupaten, yaitu Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Mukomuko (Wkipedia)

Lantas bagaimana sejarah Pulau Enggano dan Pantai Barat Sumatra, Sejak Cornelis de Houtman? Seperti disebut di atas, pulau Enggano kini bagian dari kabupaten Bengkulu Utara. Okelah itu satu hal. Yang jelas bahwa pulau Enggano memiliki sejarah yang panjang, bahkan sejak era awal kehadiran Belanda di Hindia Timur. Lantas bagaimana sejarah Pulau Enggano dan Pantai Barat Sumatra, Sejak Cornelis de Houtman?  Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pulau Enggano dan Pantai Barat Sumatra, Sejak Cornelis de Houtman; Bengkulu Utara vs Bengkulu Utara

Pulau Enggano sejatinya sudah diketahui sejak lama oleh pelaut-pelaut Portugis. Boleh jadi sejak pelaut-pelaut Portugis mengidentifikasi gunung Pasaman sebagai gunung Ophir. Keliling pulau Sumatra diduga bermula Ketika pelaut-pelaut Portugis dari Malaka menemukan celah antara pulau Jawa dan pulau Sumatra (selat Sunda) yang penemuan ini mendapat apresiasi dari Raja Spanyol. Pada saat inilah pelaut-pelaut Portugis menduga pulau Taprobana (peta Ptolomeus abad ke-2) sebagai pulau Sumatra (bukan pulau Ceylon).


Peta pertama tentang pulau Sumatra diduga adalah Peta 1561 yang bersumber dari pelaut-pelaut Portugis. Dengan menggangap pulau Taprobana sebagai pulau Sumatra (di sebelah barat Semenanjung Malaka), memperbaiki peta itu dengan menambah nama-nama tempat seperti Pedir, Campar dan Palembang (Pelibahan). Di sisi yang berlawanan di selatan Sumatra dari Palembang diidentifikasi suatu pulau yang diduga adalah pulau Enggano. Peta Portugis tersebut kemudian diperbaiki oleh pelaut-pelaut Belanda yang mana mereka pertama menemukan pulau Enggano sebagai satu pulau di Hindia Timur sebelum menuju (pelabuhan) Banten.  

Besar dugaan pelaut-pelaut Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman adalah yang pertama mengidentifikasi nama pulau Enggano (sebagaimana ditemukan dalam laporan mereka). Nama pulau disebut pulau Enggano diduga setelah mendapat informasi di kota Dampin dimana mereka diterima oleh raja (Dampin kira-kira berada di Kalianda yang sekarang). Dalam Peta Cornelis de Houtman (Peta 1598) diidentifikasi dua kota yakni kota Dampin dan kota Banten.


Ekspedisi pertama Belanda ke Hindia Timur yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman (1595-1597) menggunakan peta buatan ahli kartografi di Eropa yang datanya bersumber dari pelaut-pelaut Portugis dan Spanyol. Peta tersebut sebenarnya sudah mendekati sempurna untuk pulau Sumatra dan Jawa, tetapi nama-nama tempat masih sedikit. Hasil ekspedisi Belanda ini kemudian memperkaya nama-nama tempat termasuk nama pulau Enggano. Dengan berpedoman pada peta navigasi Portugis, ketidaktahuan arah angin dan arus laut yang menyebabkan ekspedisi de Houtman, yang dapat dikatakan terdampar, menemukan pulau/daratan pertama di Enggano. Selanjutnya, peta navigasi Belanda menemukan jalan dari arah selatan, menuju pulau Natal hingga menuju selat Sunda. Pulau Enggano kemudian tenggelam dari berita-berita navigasi pelayaran perdagangan.

Hilangnya perhatian pelaut-pelaut Eropa di pantai barat Sumatra (Portugis dan Belanda/VOC) karena kedua kekuatan bersaing ketat di pelabuhan-pelabuhan utama di Hindia Timur seperti di Banten, Gowa, Amboina dan Ternate. Oleh karena itu jalur navigasi ke barat hanya melalui Atjeh oleh Portugis ke Cetlon dan melalui selat Sunda atau selatan Jawa oleh pelaut-pelaut Belanda. Pantai barat Sumatra benar-benar sepi selama fase 1598-1665.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Bengkulu Utara vs Bengkulu Utara: Pulau Enggano Semakin Terpencil di Kabupaten Bengkulu Utara

Setelah lama nama pulau Enggano tenggelam, kemudian pada sejak tahun 1665 nama pulau Enggano mulai diperhatikan oleh pedagang-pedagang Belanda (VOC). Ini sehubungan dengan kebijakan baru Pemerintah VOC yang mana penduduk dijadikan sebagai subjek. Kehadiran VOC ke pantai barat Sumatra pada tahun 1665 terpicu oleh permintaan para pemimpin local di Padang agar (militer) VOC dapat mengusir Atjeh dari pantai barat Sumatra. Lagi pulau saat itu Pemerintah VOC belum lama menemukan puncaknya setelah berhasil mengusir Portugis dari Malaka pada tahun 1641.


Sehubungan dengan kebijakan baru tersebut, Pemerintah VOC yang berpusat di Batavia mulai bekerjasama dengan para pemimpin local di pantai barat Sumatra yang meliputi kota/wilayah pantai barat Sumatra dan pulau-pulau di sepanjang pantai barat Sumatra mulai dari pulau Enggano hingga pulau Nias. Para pedagang-pedagang VOC mulai mengindetifikasi nama-nama kota dan nama-nama pulau. Salah satu kota yang diidentifikasi adalah kota Benculo (Bengkulu) yang dilukis oleh Johannes Vingsboon (1665).

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar