Sabtu, 03 Desember 2022

Sejarah Madura (14): Benteng-Benteng di Pulau Madura; Riwayat Benteng-Benteng Era VOC - Era Pemerintah Hindia Belanda


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini 

Benteng Sumenep terkenal dari dulu hingga kini. Benteng ini kini terkesan berada di pedalaman. Tentu saja berbeda posisi GPS masa kini dengan masa lalu. Benteng Sumenap, sejatinya hanya salah satu benteng yang terdapat di pulau Madura. Lalu dimana benteng lain berada? Disamping benteng Mangari di pulau Mengare sebagai benteng Madura, juga di kampong/kota Bangkalan juga dibangun benteng pada era Pemerintah Hindia Belanda.  


Benteng VOC/Belanda Kalimo'ok adalah salah satu bangunan cagar budaya yang dilindungi oleh BP3 Trowulan Jawa Timur. Benteng ini merupakan satu-satunya bangunan benteng yang ada di pulau Madura. Posisi benteng ini berada jauh dari pelabuhan Kalianget dan juga pusat kota, kira-kira 4 Km dari pelabuhan Kalianget dan 7 Km dari keraton Sumenep, Atau 1 Km dari Bandar Udara Trunojoyo. Dalam sejarahnya VOC membangun dua buah benteng di Sumenep, benteng yang pertama dibangun di desa Kalianget barat kecamatan Kalianget, kabupaten Sumenep namun, pembangunan benteng tersebut kurang sempurna dan lokasinya juga berada pada tempat yang kurang strategis, sehingga dalam kenyataannya benteng ini hanya digunakan sebagai gudang perdagangan kala itu. oleh karena itu bekas benteng tersebut oleh masyarakat sekitar dikenal dengan sebutan "Loji Kanthang" atau "Jikanthang". Kemudian pada tahun 1785, VOC membangun lagi sebuah benteng di dusun Bara’ Lorong Desa Kalimo’ok, kecamatan Kalianget, kira-kira 500 m sebelah utara Kali Marengan. Benteng Kalimo’ok berdiri di atas tanah seluas 15.000 m2, panjang 150 m, lebar 100 m dengan tinggi tembok kurang lebih 3 m dalam kondisi saat ini rusak dan tidak terawat. Benteng Sumenep mempunyai area persegi dengan empat bastion dengan lebar 5 meter. Pada setiap sudutnya selain itu di benteng ini juga diasramakan sekitar 25 – 30 tentara di bawah pimpinan seorang Letnan. Benteng Kalimo’ok Sumenep dibangun dari bata dengan dua pintu masuk, masing-masing ada di sisi utara dan sisi selatan (Wikipedia) 

Lantas bagaimana sejarah benteng-benteng di pulau Madura? Seperti disebut di atas, di pulau Madura tidak hanya benteng yang terdapat di Sumenep, juga terdapat di Kawasan lain di pulau Madura. Benteng-benteng di pulau Madura adalah bagian dari riwayat benteng-benteng era VOC hingga era Pemerintah Hindia Belanda. Lalu bagaimana sejarah benteng-benteng di pulau Madura? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Benteng-Benteng di Pulau Madura; Riwayat Benteng-Benteng Era VOC hingga Era Pemerintah Hindia Belanda

Pada tahun 1707 pulau Madura menjadi bagian dari VOC. Itu bermula karena tingkah lakunya didemo massa. Setelah peristiwa itu putranya yang masih kecil, berada di bawah perwalian ibunya dan meminta perlindungan kepada VOC untuk menggantikan sang pangeran. Sejak itulah benteng dibangun di pulau Madura.


Mengapa disebut benteng Kalimook? Sebuah desa yang disebut Kalimook. Tentu saja ada nama pada masa ini nama kecamatan Kalianget di kabupaten Sumenep. Kalimook sebagai sebuah desa sudah diberitakan tahun 1884 (lihat De locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad, 19-01-1884). Apakah nama kali Mook merujuk pada nama (marga) Belanda (van Mook). Tentu saja ada nama pribumi Mook sebagai Pak Mook.  Peta 1861

Dalam Peta 1861 nama-nama tempat di pulau Madura bagian timur (Sammanap) tidak banyak nama tempat yang diidentififikasi. Dimana tempat benteng (fort) belum disebut, hanya diidentifikasi sebagai fort (saja). Sementara itu dalam Peta 1878 sejumlah nama tempat di sekitar Soemanap disebut. Satu yang jelas nama pulau Poeteran sebelumnya disebut pulau Talang (kini Poeteran disebut Poteran).


Sementara nama (desa) Kalimook belum disebut, yang agak membingungkan adalah nama-nama tempat di sekitar Soemenep, adalah Lombang, Tambangan, Maringan, Limboeng (Limbong), Gaddoe (Gadu), Manding (Monding). Juga nama-nama pulau Talang (Tolang) dan nama pengunungan Lagoendi (Sialagundi). Nama-nama yang disebut (termasuk dalam kurung) adalah nama-nama yang mirip dengan nama-nama tempat di Tapabuli bagian selatan. Di lereng pegunungan Lagoendi, berdasarkan Peta 1817 disebut sungai Saroha (kampong Saroka). Peta 1878

Posisi GPS benteng (fort) di Soemenep berada di dekat kampong Maringan, suatu wilayah dimana nama-nama tempat banyak yang mirip dengan di Tapanuli Selatan. Sementara nama kampong Kaliangit berada tidak jauh dari muara sungai (sungai Kaliangit?) dan berada tempat di selat sempit yang memisahkan daratan pulau Madura dengan pulau Talang. Kampong Kaliangit, kampong Maringan dengan kota Soemenep dalam satu garus lurus. Sedangkan dari Soemenep di pedalaman garis lurus yang lain ke kampong Tambangan di sungai Sarokka.


Dua garis lurus inilah kemudian yang membentuk jalan raya. Lalu mengapa tidak ada nama tempat bagian dalam di segitiga dua garis lurus daratan tersebut? Sebab kawasan itu pada dasarnya pada bagian dalam adalah rawa-rawa, sedangkan bagian luar merupakan tambak-tambak garam. Lalu apakah di masa lampau, kota/kampong Soemenep, kampong Maringan dan kampong Tambangan sejatinya berada di pantai? Peta 1740

Kapan terbentuk kampong/kota Soemanap tidak diketahui secara pasti. Namun yang jelas Francois Valentijn dalam bukunya yang terbit tahun 1726 Soemanap disebut kota (stad). Sebelumnya pada tahun 1718 di Amfterdam oleh Gerard van Keulen seorang pedagang di Hindia menerbitkan sejumlah peta yang meliputi pulau Java, pulau Madura, pulau Baly, wilayah Sourabaja dan wilayah Samanap (lihat Oprechte Haerlemsche courant, 15-12-1718). Peta yang dimaksud diduga merujuk pada nama suatu kampong/kota yan menjadi nama wilayah di bagian timur pulau Madura.


Dalam peta Valentijn (Peta 1924) kota Soemanap agak sedikit berada di belakang pantai. Pulau Poteran tampaknya telah meluas, sementara teluk Soemanap telah menyempit. Semua itu tampaknya karena proses sedimentasi jangka panjang. Daratan yang sudah lama terbentuk di Kawasan ini adalah area kota Maringan dan area dimana benteng VOC dibangun pada tahun 1786. Dua area ini diduga adalah dua pulau yang berbeda di masa sebelumnya. Oleh karenanya pulau Poteran bukan satu-satunya pulau di Kawasan, tetapi ada juga dua eks pulau (pulau Marengan dan pulau Mook).

Pada tahun 1754 Amsterdamse courant, 31-12-1754 memberitakan bahwa selama 3 hari terakhir dikabarkan Belanda telah menguasai pulau Madura di timur laut Jawa berkat bantuan kapal perang Inggris The-Onflow. Lalu pada tahun 1785 VOC membangun benteng di kampong Maringan. Dalam perkembangannya benteng pada era Pemerintah Hindia Belanda benteng diperkaya di kampong Maringan. Sebagaimana umumnya sejak era VOC hingga era Pemerintah Hindia Belanda benteng dibangun tidak di dekat kampong asli tetapi agak jauh di kampong para pendatang atau lokasi yang kosong.


Dengan mengacu pada peta-peta lama seperti peta yang dibuat Francois Valentijn (Peta 1724) dan peta yang dibuat oleh van den Bosch pada awal Pemerintah Hindia Belanda (Peta 1818) kampong Maringan diduga kuat masih berada di suatu pulau dekat dengan daratan Sumenep. Lalu dalam perkembangannya pulau (Maringan) ini menyatu dengan Sumenep (menjadi Tanjung Maringan). Sementara di teluk Sumenep awalnya terbentuk pulau sedimen, yang kemudian lambat laun meluas dan menyatu dengan daratan di bagian dalam teluk.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Riwayat Benteng-Benteng Era VOC hingga Era Pemerintah Hindia Belanda: Benteng Sumenep di Maringan, Benteng Bangkalan, Benteng Mangari, Benteng Lainnya

Pada era VOC, di pulau Madura dibentuk usaha maskapai (lihat Verhandelingen van het Bataviaasch genootschap, der konsten en weetenschappen, 1781). Disebutkan sebanyak 10,000 tenaga produktif dan 60.000 penduduk. Pulau Madura sendiri dibagi tiga wilayah: barat (Sampang), tengah (Pamekasan) dan timur (Soemanap). Wilayah maskapai VOC berada di di tengah dan timur (lihat Batavia, de hoofdstad van Neêrlands O. Indien [...] beschreeven, 1782). Yang dimaksud tenaga kerja 10.000 orang itu diduga berada di tengah dan timur.


Trunajaya, pangeran Madura melakukan pemberontakan. Trunajaya bekerjasama dengan pemimpin asal Makassar, Karaeng Galesong. Mataram lalu meminta bantuan VOC Trunajaya ditangkap pada 1679. Raja Mataram membunuh Trunajaya 1680. Pada tahun 1707 pulau Madura menjadi bagian dari VOC. Trunojoyo menikah dengan putri ulama Moor, Cadjoran, yang sangat terkesan dengan garis keturunannya yang tinggi. Seperti disebut di atas. Baru beberapa decade kemudian VOC membuka maskapai di Madura, dimana di Quenjer dan Sampang berada di bawah kuasa Kaisar Moor (sementara bagian tengah dan timur di bawah perlindungan VOC). Dalam hal ini ada hubungan kekeluargaan diantara para pengeran di Madura antara Jawa dan Madura di satu pihak dan orang Moor di pihak lainnya. Maskapai VOC di Madura dalam rangka usaha tiram (mutiara). Peta 1724

Disebutkan orang Belanda mengambil tempat sebagai pemukiman di Kota Maringan dan membangun benteng tahun 1785. Kota Maringan dihuni 19 orang pribumi, seorang Cina, seorang Arab, dan seorang Malayu dan juga menjadi kota (tempat tinggal) orang Eropa. Benteng dengan empat bastion yang mana terdapat empat meriam yang diperkuat 25 atau 30 tentara Eropa di bawah komando seorang letnan. Ini adalah satu-satunya kekuatan militer pemerintah (di pulau Madura).


Pada saat permulaan Pemerintah Hindia Belanda (sejak 1800), pada masa pendudukan Inggris (1811-1816) terjadi penentangan terhadap kehadiran otoritas Inggris. Implikasinya satu ekspedisi dikirim ke Soemanap untuk mengatasi perlawanan. Oleh karena situasi dan kondisi yang tidak kondusif di bagian timur lalu, militer Inggris mulai membangun benteng baru di bagian barat Madura di wilayah Bangkalan (lihat Peta 1818). Benteng Bangkalan ini di satu sisi memperkuat pertahanan di selat Madura (dimana terdapat benteng-benteng Sidajoe, Gresik dan Soerabaja) dan di sisi lain benteng yang masih digunakan di Sumanap tetap dapat memperkuat pertahanan di wilayah Tapal Kuda (karena hanya ada dua benteng yang berjauhan yakni benteng Pasoeroean dan benteng Banjoewangi). Peta 1818

Setelah kembalinya Pemerintah Hindia Belanda (pasca penduddukan Inggris) benteng Soemenep di pulau Madura dipulihkan. Pemerintah Hindia Belanda juga kemudian memperkuat benteng Bangkalan, tetapi tidak yang berada di pedalaman (eks ibu kota Maduretna) tetapi benteng Sidajoe sendiri, suatu benteng lama yang secara historis diawali oleh penduduk Madura. Oleh karenanya dua benteng ini menjadi seakan pengawal pertahanan di pulau Madura, yang satu di timur (kampong pulau Maringan) dan yang lain di barat (benteng Lodewijk di pulau Mangarai).


Posisi GPS benteng Lodewijk yang digambarkan pada Peta 1818 dengan situs benteng masa kini, bersesuaian. Dalam Peta 1818 pulau Maringan (kecil) diidentifikasi benteng. Sementara pulau di selatannnya kini adalah pusat desa Tanjung Widoro. Dalam hal ini di muara sunga0 (bengawan) Solo terdapat tiga pulau. Pada masa ini ketiga pulau ini telah menyatu dengan daratan yang kemudian terbentuk muara baru di Kali Maring. Sejak tahun 1880an muara sungai bengawan Solo (Kali Miring) telah ditutup (menjadi siungai mati) sehubungan dengan selesainya pembangunan kanal hilir sungai Solo ke arah utara melalui Sidajoe.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar