Minggu, 04 Desember 2022

Sejarah Madura (16): Pelabuhan Kamal di Pantai Barat di Selat Madura Tempo Doeloe; Jarak Terpendek Bangkalan dan Surabaya


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini  

Kamal bukanlah nama asli. Nama Kamaloedin adalah nama asing. Nama (pelabuhan) Kamal diduga kuat berasal dari nama asing. Ada nama (pelabuhan Kamal) di Batavia dan juga ada nama (pelabuhan) Kamal di (pulau) Madura. Pelabuhan Kamal tempo doeloe di pulau Madura dirintis karena kedekatannnya dengan pulau Jawa (jarak terpendek antara Bangkalan di pulau Madura dan Sorabaja di pulau Jawa). Pelabuhan ini berkembang pesat pada era Pemerintah Hindia Belanda. Namun kini, pelabuhan Kamal seakan mati suri. Mengapa? Jembatan Suramadu telah memperpendek waktu perjalanan dari Bangkalan ke Surabaya (atau sebaliknya). 


Pelabuah Kamal adalah pelabuhan penyeberangan di kecamatan Kamal, kabupaten Bangkalan. Pelabuhan ini menghubungkan pulau Madura dan pulau Jawa, yakni di Pelabuhan Ujung di Kota Surabaya. Pelabuhan ini dikelola oleh PT ASDP. Sebelum beroperasinya Jembatan Suramadu pada tahun 2009, pelabuhan Kamal merupakan pintu gerbang utama keluar masuk ke pulau Madura. Pelayaran dari Pelabuhan Kamal ke Pelabuhan Ujung Surabaya ditempuh sekitar 30 menit dengan kapal ferry melintasi selat Madura. Sejak beroperasinya Jembatan Suramadu, pengguna pelabuhan ini mengalami penurunan, hingga menyebabkan PT ASDP Ujung-Kamal di ambang kehancuran. Pelabuhan ini mempunyai beberapa kapal, namun tidak sebesar kapal-kapal feri Merak - Bakahueni atau Ketapang - Gilimanuk. Kapal yang beroperasi namanya terkait dengan tokoh terkenal di Madura masa lampau seperti Jokotole, Trunojoyo, Potre Koneng (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah pelabuhan Kamal di pantai barat pulau Madura di selat Madura tempo doeloe? Seperti disebut di atas, pelabuhan Kamal di Batavia adalah pelabuhan tua di pulau Madura. Suatu pelabuhan di ujung barat pulau Madura yang memiliki jarak terpendek dengan pelabuhan Oedjoeng di Soerabaja. Lalu bagaimana sejarah pelabuhan Kamal di pantai barat pulau Madura di selat Madura tempo doeloe? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pelabuhan Kamal di Pantai Barat di Selat Madura Tempo Doeloe; Jarak Terpendek Bangkalan dan Surabaya

Pada tahun 1837 Gubernur Jenderal Hindia Belanda berkunjung ke (pulau) Madura (lihat Leydse courant, 03-11-1837). Perjalanan ini dari Soerabaja ke Bangkalan melalui (pelabuhan) Kamal. Jarak dari Kamal ke Bangkalan lima paal. Ini mengiudikasikan bahwa Kamal adalah (salah satu) pelabuhan resmi di pulau Madura (yang cukup dekat dengan kota Soerabaja).


Pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda (pasca pendudukan Inggris), berdasarkan Peta 1817 Kamal sudah mengindikasikan suatu jalur pelayaran (pelabuhan). Namun dalam peta itu tidak diidentifikasi dengan nama Kamal. Demikian juga belum ada indikasi dimana pelabuhan berada di (wilayah) Soerabaja. Pada tahun 1830, pelabuhan di Soerabaja berada di dekat kantor Resident Soerabaja (di sisi timur sungai Soerabaja, sekitar Jembatan Merah yang sekarang). Besar dugaan perjalanan Gubernur Jenderal dari Soerabaja ke Madura via pelabuhan Kamal, perlabuhan masih berada di dekat kantor Resident Soerabaja. Catatan: Kanal Soerabaja belum terbentuk (kanal ini kini disebut Kali Maas). Jalur pelayaran dari Soerabaja di Kantor Residen ke luar masih melalui sungai Soerabaja (yang asli).

Pada tahun 1843 Pemerintah Hindia Belanda menerbitkan ordonansi tentang jalur (pengembangan) transportasi di seluruh Hindia (lihat Staatsblad van Nederlandsch-Indië voor ..., 1844). Di dalam ordonansi ini dinyatakan dari Bangkalan dan Soemanap ke Soerabaja melalui Kamal


Situasi dan kondisi di kota Bangkalan pada tahun 1815 dapat dibaca dalam Memoir of the conquest of Java; with the subsequent operations of the British forces, in the Oriental Archipelago to which is subjoined, a statistical and historical sketch of Java; being the result of observations made in a tour through the country; with an account of its dependencies, 1815. Disebutkan kota Bancallan besar dan padat penduduk. Benteng berada di dekat istana Sultan, dan lingkungannya menyenangkan dengan jalan-jalan yang bagus, dimana diselingi tempat-tempat rekreasi dan beberapa kampong pedesaan. Jalan yang membentang di sepanjang pantai di sebelah barat kota. dan berlawanan dengan fort Lodewijk, sangat baik. Dari Soemanap ke Bancallan, bergantian melewati bukit dan lembah, juga sangat bagus; pemandangannya indah, dan di seluruh wilayah subur dan dibudidayakan dengan lumayan. Kamal, tepat di seberang Sourabaya, jaraknya sekitar sepuluh mil dari Bancallan, dan jalan baru di antara kedua tempat ini sangat indah. Kami menyeberangi selat dengan tongkang Sultan dalam dua jam. Pelabuhan Kamal tampaknya sudah menjadi pelabuhan penting di panatai barat Madura (lihat Bataviasche courant, 13-12-1817). Disebutkan tanggal 26 Oktober kapal Kim Some Po dari Kamal ke Soerabaja.

Dalam perkembangannya, nama Kamal semakin penting dan semakin dikenal luas. Sementara itu nama Bangka (yang kemudian disebut dengan nama Bangkalan) semakin penting. Hal ini karena kraton Sultan (Madura) dari Maduretna telah relokasi ke (kampong) Bangka/Bangkalan di pantai barat. Dalam hal ini Kamal menjadi pelabuhan dari Bangkalan. Di (kampong) Kamal sendiri diperkirakan jumlah rumah paling tidak sebanyak 200 buah (rumah-rumah yang terbuat dari bamboo). Penduduk di Kamal juga mengusahakan sawah. Antara kota Bangkalan dan (pelabuhan) Kamal jalan sudah dibangun baru.


Indisch archief, 1849: ‘Kamal, tepat di seberang Sourabaya, jaraknya sekitar sepuluh mil dari Bancallan, dan jalan baru diantara kedua tempat ini sangat indah. Kami menyeberangi selat dengan tongkang Sultan/Radja dalam dua jam dengan jarak lima paal. Di Bangkalan, Gubernur Jenderal diterima Raja Bangkalan dan membawanya ke kraton. Algemeen Handelsblad, 02-10-1855: ‘Pada tanggal 2 bulan ini terjadi kebakaran di Kamal (Afdeeling Madura/Bangkalan), dimana 200 rumah bambu, sejumlah barang pedagang dan padi dalam jumlah besar menjadi korban kobaran api; tidak ada korban jiwa’.

Pada tahun 1859 Gubernur Jenderal Hindia Belanda kembali berkunjung ke pulau Madura. Perjalanan dari Soerabaja dan melalui pelabuhan Kamal ke Bangkalan dimana Gubernur Jenderal diterima oleh raja. Gubernur Jenderal kemudian melakukan lanjutan perjalanan dari Bangkalan ke Pamekasan melalui perjalanan darat. Ini mengindikasikan pelabuhan Kamas semakin penting seiring dengan keutamaan kota Bangkalan sebagai ibu kota wilayah barat pulau Madura (Afdeeling Madura). Catatan; Afdeeling Madura ibu kota di Bangkalan, yang dalam perkembangannya nama afdeeling menjadi Afdeeling Madoera (dua afdeeling lainnya adalah Pamekasan dan Soemenep).


Nieuw Amsterdamsch handels- en effectenblad, 18-10-1859: ‘Batavia, 24 Agustus. Sehubungan dengan perjalanan Gubernur Jenderal di sebagian Jawa dan Madura, dapat kami sampaikan sebagai berikut: Setelah memberikan audiensi umum kepada pegawai pemerintah, militer dan warga lainnya di Soerabaya pada tanggal 29 Juli yang mulioa GG. keesokan harinya dari kota itu dilanjutkan dengan kapal uap pribadi Oristee ke Kamal, dimana GG turun di pagi hari dan langsung melanjutkan perjalanan ke Bangkalang. Ada keraton Panumbahan untuk menerima GG disiapka. Keesokan paginya Gubernur Jenderal berangkat ke Pamakasan dan mengadakan audiensi umum disana pada tanggal 1 Agustus’. Peta 1883

Setelah lebih dari satu abad Kamal dikenal sebagai pelabuhan (terdekat) di Madoera ke pulau Jawa (di wilayah Soeranaya). Pelabuhan kota Soerabaja telah terbentuk di wilayah pantai yang disebut pelabuhan ujung (Pelabuhan Oedjoeng). Pelabuhan Oedjeng ini tampak garis lurus dengan pelabuhan Kamal pada posisi jarak terpendek di selat Sunda. Catatan: Sebagaimana diketahui dengan dibentuknya kanal Soerabaja pada tahun 1970an, pelabuhan Soerabaja terbagi dua titik, yang mana pelabuhan pangkal di dekat kota Soerabaja di kantor Residen, dan pelabuhan ujung di pantai, ujung dari kanal. Kanal ini kemudian disebut Kalimaas.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Jarak Terpendek Bangkalan dan Surabaya: Terbentuknya Pelabuhan Kamal di Ujung Baray Madura dengan Pelabuhan Ujung di Surabaya (Ujung ke Ujung)

Kampong Kamal di pulau Madura menjadi penting sejak lama. Kampong ini berada di ujung barat daya pulau Madura yang jaraknya cukup dekat dengan daratan pulau Jawa di (wilayah) Soerabaja. Keberadaan nama (kampng) Kamal terdapat dalam deskrisi geografis yang ditulis oleh Francois Valentijn yang diterbitkan pada tahun 1726. Pada saat itu, nama Bangkalan masih diidentifikasi dengan nama Bangka. Dalam peta Francois Valentijn (Peta 1724) Gresik dan Soerabaja diidentifikasi sebagai suatu ibu kota (stad) kerajaan. Ibu kota kerajaan di pulau Madura diidentifikasi sebagai Maduretna.


Pada Peta 1724 ada jalan dari (kampong) Kamal di pantai barat ke kota Maduretna di pedalaman. Jalan ini juga terhubungan ke (wilayah) Quanjer (kini Kwanyar), Dalam peta tidak ada jalan ke (kampong) Bangka (dimana kampong Bangka diidentifikasi sebagai suatu kampong di pantai barat). Kota Maduretna tempat terjauh di pedalaman di bagian barat pulau Madura. Tidak ada jalan penhubung ke tempat lain dari kota Maduretna keculi hanya ke kampong (Pelabuhan) Kamal dan wilayah Quanjar. Dalam hal ini di Kawasan Selat Madura tiga kerajaan yang berdekatan terhubung secara transportasi (darat dan air). Peta 1724 

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar