Senin, 12 Desember 2022

Sejarah Madura (32): Surat Kabar dan Pers di Madura; Pendidikan dan Jurnalistik Sama Penting, Sama-Sama Mencerdaskan Bangsa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Madura dalam blog ini Klik Disini 

Apakah ada sejarah surat kabar dan (pers)uratkabaran di Madura? Nah itu dia. Mari kita sama-sama pelajari. Seperti pernah dikatakan Dja Endar Moeda, editor surat kabar berbahasa Melayu, Pertja Barat yang terbit di Padang 1898, bahwa pendidikan dan jurnalitisk sama pentingnya, sama-sama mencerdaskan bangsa. Dja Endar Moeda, pensiunan guru, alumni sekolah guru (kweekschool) Padang Sidempoean. Apa pentingnya sejarah pers di Madura? Karena bahasa Madura berbeda dengan bahasa Jawa dan bahasa Melayu. Dalam hal inilah sejarah pers menjadi penting di Madura sebagai bagian dari narasi sejarah masa kini.


Sejarah Pers di Madura: Dari Gema Madoera Hingga Madoeratna: Penanews.id. Sampang. Masuknya gerakan nasionalis ke pulau Madura ditandai lewat pembentukan Sarekat Islam 1913 di Sampang, punya pengaruh bagi kemunculan pers di Madura. Dua orang guru, Wiryoasmoro dan Kartosudirjo asal Madura di Jawa, memprakarsai organisasi memajukan kesusastraan dan bahasa Madura dan terbentuk 1917 dengan nama Madurasa dimana Sosrodanukusomo dari Sampang ditunjuk kepala yang bermarkas di Bondowoso. Ketika organisasi ini bergabung Perserikatan Guru Hindia Belanda, nama organisasi Madurasa berubah Madoeratna, Pada 1919, organisasi memprakarsai diterbitkannya majalah dengan nama sama, namun gagal. Tahun 1921, sebuah komite orang Madura di Surabaya bernama Masteka Madoera memprakarsai penerbitan majalah berbahasa Madura, namun tak terdengar kelanjutannya. Setahun kemudian muncul pengumuman lain bahwa akan terbit majalah bernama Rosorowan Madoera (Gema Madura). Majalah berbahasa Madura ini akan terbit di Surabaya, namun tak ada jejaknya. Lalu muncul majalah berbahasa Madura bernama Pangodhi, sayangnya hanya dua kali terbit. Dalam Buku Madura karya Kuntowijoyo, baru 1924 terbit majalah berbahasa Madura bernama Posaka Madoera. Majalah ini terbit berkat bantuan Java Instituut diterbitkan di Batavia dengan pengasuh aktivis terkenal R Sosrodanukusomo, M Kartosudirjo dan M Wiryoasmoro dan RA Sastro Subroto. Tahun 1926, organisasi Sarekat Madura menerbitkan majalah bulanan Madhoeratna, hanya berumur pendek. Upaya lainnya orang Madura menerbitkan majalah bernama Soeara Oemoem di Surabaya, terbit dua kali seminggu dan berbahasa Jawa dengan editor Sosrodanukusomo dari Sampang dan Sukaris dari Pamekasan (https://penanews.id/2022/08/15/)

Lantas bagaimana sejarah surat kabar dan pers di Madura? Seperti disebut di atas, sudah ada yang coba menggali sejarah surat kabar dan pers di Madura, namun tampaknya masih diperlukan upaya tambahan bagi semua pihak. Apa keutamaan sejarah pers(uratkabaran)? Pendidikan dan jurnalistik sama pentingnya, sama-sama mencerdaskan bangsa. Lalu bagaimana sejarah surat kabar dan pers di Madura? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Surat Kabar dan Pers di Madura; Pendidikan dan Jurnalistik Sama Pentingnya, Sama-Sama Mencerdaskan Bangsa

Pada awal tahun 1925 muncul perselisihan, tepatnya perbedaan pendapat diantara anggota organisasi kebangsaan asal Madoera (Madoereezen Bond).  Lalu kemudian terbentuk organisasi tandingan dengan nama Sarekat Madoera pada bulan Februari 1925. Organisasi kebangsaan yang baru ini menerbitkan majalah Madoeratna sebagai organ organisasi. Tokoh penting dalam sarekat baru ini adalah R Rooslan Wongsokoesoemo yang juga sebelumnya salah satu pendiri Madoereezen Bond. Sarekat Madoera langsung berafiliasi dengan federasi perhimpunan politik nasional dalam negeri di Soerabaja yang dimotori Studie Club Soerabaja yang dipimpin oleh Dr Soetomo dan Sangadji. Dalam konteks inilah majalah Madoeratna terbit. Dua wanita juga bertugas di dewan direksi.


Nama Madoeratna menjadi begitu penting di Madura. Nama majalah berbahasa Madura dengan nama Madoeratna sudah pernah terbit tahun 1919 (lihat Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1919, No 16, 12-02-1919). Disebutkan majalah Madoeratna ini diterbitkan oleh Madoeressche Volksleektuur (sebuah komisi di Volksleektuur (kini dikenal sebagai Balai Poestaka). Disebutkan muncul perselisihan, lebih tepatnya perbedaan pendapat antara para penulis di Madoera dengan komisi dalam hal penerbitakan naskah buku-buku sastra Madoera, Lantas apakah hal itu akan berdampak pada kelanjutan Madoeretna? Nama Madoeratna adalah gelar di lingkungan kerajaan Bangkalan, Francois Valentijn tahun 1724 mengidentifikasi, sebelum terbentuk ibu kota Bangkalan, di wilayah barat terdapat kerajaan dengan ibu kota berada di Madoeratna. Setelah ibu kota direkolaso ke Bangkalan pada era Pemerintah Hindia Belanda nama eks ibu kota Madoeratna diidentifikasi dengan nama Madoera (nama awal Madoeratna). Troenodjojo adakalanya disebut Madoeratna Panembahan van Mataram. Pada tahun 1857 Kesultanan Bangkalan dilikuidasi, sultan terakhir Panembahan Bangkalan yang telah meninggal sebelumnya, istrinya bergelar Ratoe Madoeratna yang meninggal tahun 1910 dalam usia 63 tahun dimakamkan di Soerabaja (lihat De locomotief, 08-07-1910). 

Majalah bulanan Sarekat Madoera, Madoeratna yang diterbitkan pada tahun 1925 (seiring dengan pendirian Sarekat Madoeran), dalam perkembangannya ditingkatkan menjadi harian. Lambat laun, dalam edisi-edisi terakhir (edisi 23 November dan edisi 24 November 1926) isinya semakin tajam terhadap pemerintah (lihat Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1926, No 48, 27-11-1926).


Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1925, No 49, 04-06-1925: ‘Terbitan baru. Diumumkan bahwa di Soerabaja, menurut laporan salah satu koresponden majalah Kemadjoean Hindia akan terbit majalah baru pada tanggal 1 Desember 1925, Bernama Madhoeratna diterbitkan oleh pengurus utama Sarekat Madoera, yang mana mayoritas suara orang Madura akan terwakili’.

Dalam edisi Nomor 2 bulan Februari 1927, Madoeratna menurunkan tulisan Soekari dkk dari Sarekat Madoera yang menimbulkan gangguan antara Sarekat Madoera dengan Studie Club di Soerabaja (lihat Overzicht van de Inlandsche en Maleisisch-Chineesche pers, 1927, No 11, 12-03-1927). Disebutkan Soekari dkk menyesalkan wawancara Dr Soetomo dengan surat kabar berbahasa Belanda yang terbit di Soerabaja De Indische courant yang mana Dr Soetomo menyatakan sesuatu yang dianggap pihak Sarekat Madoera belum pernah dimusyawarahkan yang merugikan PSI sehingga melancarkan mosi. Soekari dkk menganggap Dr Soetomo tidak cukup hati-hati dalam pernyataannya kepada pihak sana (Belanda/pemerintah) dan mengusulkan agar PSI akan lebih baik untuk memberitahu ketua Studieclub terlebih dahulu untuk menunjukkan kesalahannya daripada langsung meloloskan mosi tersebut. Soekari dkk berharap agar kedua organisasi tersebut (Studieclub dan PSI) dapat berjabat tangan kembali demi persatuan Indonesia.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Pendidikan dan Jurnalistik Sama Pentingnya, Sama-Sama Mencerdaskan Bangsa: Lain di Pulau Jawa, Lain Pula di Pulau Madura

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar