Kamis, 23 Februari 2023

Sejarah Malang (3): Wilayah Malang Era Mataram dan Selama Era VOC; Apa Potensi Perdagangan Wilayah Gunung di Malang?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Malang dalam blog ini Klik Disini

Malang adalah wilayah yang belum lama dikenal. Tuban, Sidaju, Soerabaja dan Pasoeoroan di wilayah pantai sudah lebih dahulu dikenal. Hal serupa juga dengan Bandoeng yang belum lama dikenal. Yang dikenal lebih awal adalah Batavia, Karawang dan Indramajoe. Wilayah pedalaman yang dapat dikatakan sudah dikenal sejak awal adalah Mataram dimana salah satu kraton terdapat di Kartosoera.


Sebelum mulai dibangun, Malang adalah daerah pegunungan liar yang masih jarang penduduknya. Namun beberapa orang yang tidak suka dengan VOC dan Mataram lari dan mendiami daerah ini. Nama Malang sudah dikenal sejak tahun 1710 yang berarti “melintang”. Kerajaan Mataram sendiri tidak pernah bisa memerintah wilayah ini karena banyaknya oposisi dan kerajaan yang semakin lemah karena perpecahan. Banyaknya pemberontak yang bersembunyi di Malang tentu akhirnya membuat VOC geram. Akhirnya dengan pasukan gabungan dari VOC dan sekutunya, menyerang Malang. Sejak tahun 1716, VOC kemudian menguasai Malang dan kemudian mendirikan benteng di wilayah yang sekarang telah menjadi rumah sakit Celaket atau Rumah Sakit Saiful Anwar. (https://www.boombastis.com/sejarah-kota-malang/)

Lantas bagaimana sejarah wilayah Malang pada era Mataram dan selama era VOC? Seperti disebut di atas, wilayah Malang adalah wilayah yang belum lama dikenal, relative terhadap kota-kota di wilayah pantai. Wilayah Mataram sudah sejak awal dikenal. Lalu bagaimana sejarah wilayah Malang pada era Mataram dan selama era VOC? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Wilayah Malang Era Mataram dan Selama Era VOC; Potensi Perdagangan di Wilayah Pegunungan di Malang

Pada era Portugis, eksistensi Mataram belum dikenal. Yang telah dikenal adalah (kerajaan) Demak/Japara. Pada awal era Portugis ini Demak adalah pusat perdagangan penting di pantai utara Jawa. Di satu pihak ada disebutkan utusan (kerajaan) Pakwan Padjadjaran (yang beragama Hindoe) pada tahun 1521 meminta bantuan kepada komandan Portugis di Malaka karena merasa terancam dari kekuatan Demak. Di pihak lain, pelabuhan Banten semakin menguat sebagai pusat perdagangan baru di bagian barat pantai utara Jawa. Terdapat hubungan baik antara Demak dan Banten (plus) pelabuhan Chirebon. Pelabuhan utama Pakwan Padjadjaran berada di muara sungai Tjiliwoeng (kelak dikenal Soenda Kalapa).


Apa yang menjadi harapan dari misi dari utusan Pakwan Padjadjaran tampaknya kurang di respon (lihat Tome Pires). Akan tetapi bukan karena tidak respek. Tampaknya pihak Portugis di Malaka, yang masih tahap pengembangan perdagangan di pulau-pulau (Hindia Timur, hingga Maluku) belum begitu kuat. Misinya masih pada tahap membangun kerjasama perdagangan di kota-kota pelabuhan. Boleh jadi halangan terbesar dari Portugis untuk memainkan peta geopolitik di Kawasan (Laut Jawa) sadar bahwa (kekuatan) Demak bukan tandingannya. Tidak ingin mengambil risiko di atas misi tujuan membangun koneksi perdagangan antara Hindia Timur dan Eropa.

Akhirnya Demak melalui kekuatan Banten (plus Chirebon) berhasil menyerang Pakwan Padjadjaran yang beribukota di hulu sungai Tjiliwong di Dajeh. Para pemimpin dan kerabat keluarga Pakwan Padjadjaran yang tersisa melarikan diri ke arah pegunungan di selatan (Soekaboemi) dan arah tenggara (Bandoeng). Wilayah Pakwan Padjadjaran yang sudah kosong dari elemen (kerajaan) Hindoe menjadi wilayah yurisdiksi Demak/Banten. Kerajaan baru dibentuk di hilir sungai Tjiliwong (yang kelak disebut kerajaan Jakarta) di bawah otoritas Banten, sementara Demak sendiri menempatkan utusannya (semacam konsulat) di kerajaan Jakarta.


Demak/Djapara tidak hanya memperkuat penetrasinya ke wilayah pedalaman Jawa di (kerajaan Mataram/Padjang), juga memperluas pengaruh perdagangannya ke timur hingga pantai utara Bali, pantai utara Lombok, pantai utara Sumbawa hingga di Bima. Demak semakin kuat ke arah timur, demikian juga Banten semakin menguat mulai dari Jakarta hingga selatan Sumatra. Pada tahun 1539 utusan Portugis di Malaka melakukan kunjungan ke Banten, Jakarta dan Demak (lihat Mendes Pinto). Dalam perkembangannya, dua kekuatan (Portugis di satu sisi dan Demak plus Banten di sisi lain) menjadi bersaing satu sama lain dalam perdagangan di semutar Laut Jawa. Portugis dengan misi perdagangan hanya sebatas mempertahankan diri, sebaliknya Demak mulai merasa Portugis menjadi ancaman dalam perdagangan. Demak sempat melakukan provokasi terhadap Portugis di Malaka. Dalam perkembangannya diketahui sudah muncul koloni-koloni misionaris Portugis selain di Maluku, juga di Jawa di Banjoewangi dan di Timor di Solor.

Dalam konteks geopolitik di Laut Jawa, kemudian muncul kehadiran pelaut-pelaut Belanda. Ekspedisi pertama Belanda ini dipimpin oleh Cornelis de Houtman bulan Juni 1596 mencapai pantai barat Sumatra (Enggano) kemudia merangsek ke Dampin (teluk Lampung) hingga ke (pelabuhan ramai) Banten. Singkat kata: di Banten pelaut-pelaut Belanda bermasalah sehingga terusir dari Banten (dimana pedagang-pedagang Portugis sudah eksis di Banten). Ekspedisi Belanda melanjutkan pelayaran ke Maluku dengan singgah di Soenda Kalapa, lalu dengan menghindar Demak dan Jepara lalu singgah di Rembang.


Pelaut-pelaut Belanda sebelum menuju Tuban dan Arosbaja, sempat bertemu di tengah laut iring-iringan utusan Hindoe dari Banjoewangi. Utusan ini ingin mengunjungi Djapara karena terancam dari serangan Jawa (dari arah barat: Mataram). Utusan ini juga meminta bantuan pelaut-pelaut Belanda, tetapi tidak berani mengambil risiko karena misi mereka untuk perdagangan. Di Tuban pelaut-pelaut Belanda masih dapat diterima, tetapi tidak di Arosbaja. Terjadi pertempuran antara pelaut Belanda dan pasukan Arosbaja (Madura) di selat.

Di Arosbaja tampaknya pelaut-pelaut Belanda mengalami kekalahan, lalu melanjutkan pelayaran ke Maluku. Namun salah satu kapal ekspedisi Belanda ini mengalami kerusakan di Laut Bali, lalu memutuskan kembali ke Eropa dengan berbelok di timur pulau Lombok dan berbelok di selatan Lombok. Saat memasuki selat Bali, kapal yang rusak dibakar dan ditenggelamkan. Dengan dua kapal ekspedisi mengunjungi Radja Bali di pantai timur Bali. Di Bali pelaut Belanda selama satu bulan sebelum kembali ke Eropa melalui pantai utara Bali dan berbelok ke selat Blambangan (Banjoewangi) dan kemudian melalui sisi selatan Jawa ekspedisi dengan melalui lautan luas menuju Afrika Selatan terus ke Belanda. Seperti kita lihat nanti pedagang-pedagang Belanda (VOC) yang pos perdagangan utama di Batavia (dimulai tahun 1619) mendapat ancaman dari darat (dari Mataram).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Potensi Perdagangan di Wilayah Pegunungan di Malang: Asam di Gunung Garam di Laut

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar