Minggu, 26 Februari 2023

Sejarah Malang (9): Pembangunan Jalan di Malang dan Jalan Antar Kota; Munculnya Gagasan Pembangunan Jalur Kereta Api


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Malang dalam blog ini Klik Disini

Jaringan jalan kota di Kota Malang yang sekarang adalah satu hal. Sedangkan jaringan jalan antar kota dari dan ke Malang adalah hal yang lain. Kota Malang yang sekarang diduga pada masa lampau bermula dari lalu lintas air yang berpusat di sungai Brantas. Dalam perkembangannya, jaringan jalan darat terhubung dengan lalu lintas sungai, yang kemudian jaringan jalan darat menggantikan lalu lintas transportasi air.


Sejarah Jalan Ijen Boulevard, Kawasan Elit dan Heritage. Tugumalang.id. Jalan Ijen menjadi salah satu jalan utama di Kota Malang. Jalan ini menjadi salah satu sebab Kota Malang sebagai kota yang indah dan cantik. Selain itu, jalan Ijen juga menjadi ikon bersejarah di Kota Malang. Terdapat bangunan-bangunan kuno peninggalan masa Hindia Belanda seperti perumahan berbentuk vila dan gereja. Sebagian bangunan masih ada mempertahankan bentuk aslinya. Kawasan Jalan Ijen dibangun oleh seorang arsitek Belanda yang cukup ternama, Ir Herman Thomas Karsten. Pembangunan wilayah ini dilakukan oleh Karsten tahun 1935 dengan perencanaan tata kota yang sesuai sampai tahun 1960. Jalan Ijen merupakan tahapan pembangunan yang ke-5. Pembangunan dimulai dari perempatan Bareng (jalan Kawi hingga ke Gereja Katedral). Pada pembangunan tahap ke-7, jalan Ijen dikembangkan mulai dari Gereja Katedral hingga ke perempatan Lonceng di Jalan Bandung. Sejak saat itu, dua tahapan pembangunan itu menjadi satu kesatuan. Dengan memperhatikan keindahan serta konektivitas dengan bagian yang lain di kota, Karsten merancang jalan Ijen sebagai daerah perumahan mewah. Bentuk jalannya dibuat boulevard, jalan kembar dengan pembatas berupa taman di bagian tengah. Di sebelah kanan dan kiri juga diberi pohon palem untuk mempercantik penampilan jalan. Selain itu terdapat berbagai peninggalan yang menunjukkan bahwa Ijen merupakan kawasan elit dan menjadi kota mandiri di masanya. Salah satunya adalah adanya bekas rumah listrik milik perusahaan Algemeene Nederlandsche Indische Electriciteit Maatchappij (Aniem) yang berada di ujung selatan Jalan Ijen. (https://tugumalang.id/)

Lantas bagaimana sejarah pembangunan jalan di Malang dan jalan antar kota? Seperti disebut di atas, jaringan jalan kota di Malang bermula dari lalu lintas air/sungai. Pembangunan jalan menjadi fungsi pengganti transportasi air. Bagaimana pun pembangunan jalan antar kota menjadi pemicu munculnya gagasan pembangunan jalur kereta api. Lalu bagaimana sejarah pembangunan jalan di Malang dan jalan antar kota? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Pembangunan Jalan di Malang dan Jalan Antar Kota; Munculnya Gagasan Pembangunan Jalur Kereta Api

Nama Malang sebagai suatu tempat di pegunungan sudah diketahui pada tahun 1665 (lihat Daghregister, 1665). Namun bagaimana untuk bisa mencapai ke situ, tidak diketahui secara jelas. Nama tempat (kampong/kota) apa yang dekat denganya dan memiliki relasi juga tidak diketahui secara pasti. Dalam Daghregister 1665 ini hanya disebut nama Malang dan Antang (kini Ngantang). Ngantang pada masa ini berada jauh di pegunungan di arah barat Malang di belakang gunung tinggi. Bagaimana akses ke Malang dari pantai? Apakah dari Pasuruan?


Berita nama Malang dan Antang ini dicatat di Batavia tahun 1665 karena ada laporan terjadi pemberontakan Trunajaya, seorang bangsawan Madura, dan sekutunya, pasukan dari Makassar, terhadap kesultanan Mataram yang dibantu oleh VOC. Pasukan Trunajaya mengalahkan pasukan kerajaan di Gegodog (1676), lalu berhasil menduduki hampir seluruh pantai utara Jawa dan merebut keraton Mataram di Keraton Plered (1677). Raja Amangkurat I meninggal ketika melarikan diri dari keraton. Ia digantikan oleh anaknya, Amangkurat II yang meminta bantuan kepada VOC dan Bupati Ponorogo serta menjanjikan pembayaran dalam bentuk uang dan wilayah. Keterlibatan VOC berhasil membalikkan situasi. Pasukan VOC dan Mataram merebut kembali daerah Mataram yang diduduki, dan merebut ibu kota Trunajaya di Kediri (1678). Pemberontakan terus berlangsung hingga dekat keraton yang dijaga pasukan Ponorogo hingga Trunajaya ditangkap VOC pada akhir 1679, dan juga kekalahan, kematian atau menyerahnya pemimpin pemberontakan lain (1679–1680). Trunajaya menjadi tawanan VOC, tetapi dibunuh oleh Amangkurat II saat kunjungan raja pada 1680 (lihat Wikipedia).

Pada permulaan kehadiran Belanda di Hindia Timur (1595-1597), kota di pantai yang menjadi pusat perdagangan berada di Tuban (pantai utara pulau Jawa) dan Arosbaja (pantai barat pulau Madura). Dua kota ini tentulah sangat jauh.


Nama Soerabaja paling tidak diketahui tahun 1702 (lihat Daghregister, 08-10-1702). Meski nama tempat ini sudah dipetakan, tetapi nama Soerabaja menjadi penting setelah tahun 1702. Hal ini karena VOC telah mendapat legalitas dari Mataram. Nama Pasuruan sendiri baru dicatat pada tahun 1741 (lihat Daghregister, 27-07-1741).

Pada peta yang dibuat Francois Valentijn (Peta 1724) nama tempat Soerabaja jauh lebih penting dari Pasoeroean. Secaea geografis kampong Malang cukup dekat dengan Pasuruan, tetapi berdasarkan Peta 1724 akses menuju Malang justru dari Soerabaja. Apa yang membuat demikian? Yang jelas Pasoeroean telah menjadi masa lampau, Soerabaja menjadi masa yang lebih baru. Namun harus diingat, Pasoeroean adalah kota tua, mungkin kota sejaman dengan keberadaan kerajaan Singhasari. Boleh jadi di masa lampau Pasoeroean dan Bangil adalah dua kota pelabuhan Singasari.


Pada Peta 1724 jalan akses dari Soerabaja ke Malang melalui Bangil terus ke pegunungan di (kampong) Malang. Jalan akses dari Malang hingga ke (kampong) Bato. Sementara itu akses menuju Antang hanya bisa dicapai dari Bangil ke pegunungan di sisi barat gunung yang misahkan dengan Malang melalui Blitar. Dalam peta tersebut kota (pantai) Pasoeroean tidak terhubung jalan ke Malang. Lalu selanjutnya pada Peta 1750 kota Pasoeroean diidentifikasi jauh lebih penting dari Soerabaja. Mengapa? Yang jelas dalam peta ini tidak ada jalan yang diidentifikasi, bahkan nama Malang sendiri tidak diidentifikasi.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Munculnya Gagasan Pembangunan Jalur Kereta Api: Perkembangan Lebih Lanjut Jaringan Jalan Kota Malang

Memasuki era baru Hindia Timur, Pemerintah Hindia Belanda mulai memprioritaskan pembangunan jalan raya. Pada masa Gubernur Jenderal Daendels (1808-1811) program pembangunan jalan tersebut adalah pembangunan jalan trans-Java dari Batavia ke Anjer dan dari Batavia ke Panaroekan (lihat Bataviasche koloniale courant, 05-01-1810). Akan tetapi program jalan trans Java belum sepenuhnya selesai dibangun, terjadi pendudukan Inggris. Gubernur Jenderal Daendels digantikan pejabat Inggris.


Pada Peta 1817 (peta setelah kembalinya Pemerintah Hindia Belanda), dapat diperhatikan bahwa program jalan trans Java masih terpotong. Dari arah barat Sidaijoe hingga Soerabaja. Lalu jalan trans Java ini dari Bangil hingga Bungatan melalui Pasoeroean, Probolinggo dan Besuki. Dari Bungatan ke Panaroekan hanya ada jalan kecil yang terdiri dari ruas-ruas yang tidak terhubung.

Sesuai dengan Peta 1817, mengapa jalan trans Java ruas Soerabaya hingga Bangil belum dibangun? Dalam peta sudah ada identifikasi sebagai rencana jalan trans Java antara Bangil dan Soerabaja. Yang menarik, yang menjadi perhatian dalam hal ini, ada rencana jalan dari Pasoeroean ke Malang. Tidak ada tanda-tanda jalan maupun tanda-tanda rencana jalan dari Bangil ke Malang. Sebagaimana diketahui, seperti disebut di atas, pada era VOC (Peta 1724) sudah ada jalan darat dari Soerabaja ke Malang melalui Bangil.

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur..Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar