Sabtu, 08 Juli 2023

Sejarah Tata Kota Indonesia (16): Tata Kota Jogjakarta Tempo Doeloe; Kota Pedalaman, Tetapi Berkembang Pesat Masa ke Masa


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Tata Kota di Indonesia di blog ini Klik Disini

Terbentuknya kota Jogjakarta yang sekarang, dimulai sejak era Mataram tetapi baru berkembang pada masa Pemerintah Hindia Belanda. Mengapa? Pasca Perang Jawa lanskap tata kota Jogjakarta berubah. Perubahan tata kota inilah yang menjadi garis continuum tata kota Jogjakarta hingga ke masa kini.


Perkembangan kota Yogyakarta tahun 1756-1824: Tinjauan Tata Kota. Sri Mulyati. Skripsi. Abstrak. Penelitian ini membahas tentang bentuk awal dan perkembangan tata kota Yogyakarta pada tahun 1756-1824. Tujuan penelitian ini menggambarkan tata kota Yogyakarta dan perkembangannya pada periode awal terbentuknya tata kota dan faktor apa saja yang mempengaruhinya. Sumber data utama adalah kota Yogyakarta periode 1756-1824 dan peta-peta kota Yogyakarta tahun 1756, 1785, 1790 dan 1824. Hasil dari penelitian ini adalah Kraton terletak di desa Pacetokan antara sungai Winongo di sebelah barat dan sungai Code di sebelah timur.  Kemudian pada peta tahun 1765 mulai tampak munculnya pemukiman di dalam benteng dan di sekitar benteng. Pada peta tahun 1790 perkembangan kota Yogyakarta terlihat mengarah ke arah utara. Hal ini ditandai dengan beragamnya jenis bangunan dan pemukiman di wilayah ini. Dengan demikian berdasarkan lokasinya unsur-unsur pendukung dan pembentuk kota Yogyakarta, terbagi menjadi 2 yaitu: di dalam benteng dan di luar benteng kraton. Sehingga pada peta tahun 1824 terlihat perkembangan kota Yogyakarta memanjang dari arah selatan ke utara di antara aliran sungai. Sematara itu di sisi barat dan timur kota tidak banyak mengalami perkembangan. Perkembangan kota mulai tampak meluas disebelah timur sungai Code dengan berdirinya Pura Pakualainan di wilayah ini, pada tahun 1813. (http://lib.ui.ac.id/)

Lantas bagaimana sejarah tata kota di Jogjakarta tempo doeloe? Seperti disebut di atas, kota Jogjakarta juga adalah kota tua, Meski di pedalaman, tetapi berkembang pesat masa ke masa. Lalu bagaimana sejarah tata kota di Jogjakarta tempo doeloe? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja*.

Tata Kota di Jogjakarta Tempo Doeloe; Kota di Pedalaman, Tetapi Berkembang Pesat Masa ke Masa

Kapan kota Jogjakarta bermula? Seperri halnya, kota Soerakarta, kota Jogjakarta juga terbilang kota tua di pedalaman (Jawa). Dalam peta-peta Portugis sudah diidentifikasi nama Mataram di pedalaman Jawa bagian tengah (dan juga nama Dajeuh di Jawa bagian barat—diduga kerajaan Pakwan Padjajaran). Namun bagaimana situasi dan kondisi dua ibukota kerajaan di pedalaman ini tidak pernah diketahui. Tampaknya belum ada orang Portugis ke pedalaman Jawa (tetapi sudah ada di pedalaman Sumatra—di Kerajaan Aroe). Orang Eropa pertama ke pedalaman Jawa di Mataram adalah ekspedisi pertama Belanda/VOC pada tahun 1696 yang dipimpin oleh Jacob Couper (dari arah Tegal di Fort Missier).


Ekspedisi ini menghasilkan peta/rute ekspedisi dimana nama Carta Soera dan nama Mataram disebut. Carta Soera diidentifikasi di wilayah sungai dan Mataram diidentfikasi di wilayah barat dayanya, lebih dekat ke pantai selatan Jawa. Identifikasi Mataram lebih besar dibandingkan Carta Soeran. Dimana Carta Soera dan kemudian nama Soera Carta sudah teridentifikasi pada aretikel sebelum ini. Lalu dimana posisi GPS nama Mataram yang diidentifikasi? Tidak diketahui secara pasti, apakah kota Jogjakarta sekarang atau tidak. Catatan: Mataram dibawah Soeltan Agoeng pernah menyerang Batavia pada tahun 1628. Peta ekspedisi 1696

Ekspedisi kedua VOC/Belanda ke Mataram di pedalaman Jawa dipimpin oleh Majoor Govert Knol tahun 1703 (dari arah timur di Soerabaja ke Mataram). Kedua ekspedisi ini paling tidak menghasilkan dua peta yang berbeda. Namun dalam kedua peta itu sama-sama diidentifikasi nama Mataram.


Penulisan Marbongh kali pertama ditemukan dalam peta yang dibuat antara tahun 1700 dan 1703 (lihat gambar). Peta ini diduga hasil ekspedisi ke Mataram yang dipimpin oleh Jacob Couper.  Peta ini menggambarkan lokasi-lokasi strategis di lingkungan kerajaan Mataram. Wujud peta ini dibuat dari sisi pantai di selatan Jawa. Peta tersebut diberi judul Remvoy van de Pagger en Campement op Marbongh. Peta ini dibuat setelah suksesnya ekspedisi yang pertama tahun 1690-an. Peta area kraton Mataram (1696)

Setelah dua ekspedisi ini kemudian menandai awal koloni di Soerabaja. Lalu diikuti ekspedisi ketiga dari Semaeang ke Cartasoera yang dipimpin Helman de Wilde tahun 1705. Setelah ekspedisi ketiga ini pada tahun 1708 dua benteng untuk mendukung benteng di Tagal (fort Missier) dibangun yakni di Semarang dan Soerabaja. Dua benteng ini dibangun untuk fungsi pertahanan karena wilayah Semarang dan wilayah Soerabaja awalnya berada di bawah kekuasaan Mataram (bupati) yang kemudian diserahkan kepada VOC/Belanda.


Dengan terbukanya jalur lalu lintas ke pedalaman, khususnya ke Carta Soera apakah dari darat di Semarang melalui Salatiga maupun dari sungai di Soerabaja melalui sungai Semanggi (kelak disebut sungai Bengawan Solo), maka terbuka komunikasi VOC/Belanda dengan Mataram melalui Carta Soera. Pada peta area kraton Mataram di atas yang dibuat Jacob Couper berada di sisi timur sungai Code. Posisi area yang sama jika dibandingkan dengan situasi dan kondisi masa kini. Satu yang penting catatan Jacob Couper pada peta area kraton Matara mini adalah nama Marbongh. Tidak diketahui apakah pelapalan lidah Eropa/Belanda menyebut Marbongh dari malyhabara sebagaimana pernah disebutkan Dr. Peter Carey (sebagai asal usul nama Malioboro). Satu yang pasti Marbongh adalah pelafalan/cara penulisan orang Belanda sebagaimana nama Semarang yang ditulis Samarangh. Peta F Valentijn (1724),

Perkembangan kota-kota Carta Soera dan kota Mataram sangat tergantung dengan banyak aspek. Aspek yang penting dalam hal ini adalah aspek perkembangan politik/pemerintahan dan aspek perkembangan transportasi (laut dan darat) yang dikaitkan dengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan kota-kota (kota besar) di Jawa dimulai di Semarang (midden) dan Soerabaja (oost). Setelah kehadiran VOC/Belanda, hubungan Semarang menjadi terkoneksi intens dengan Carta Soera melalui darat dan terkoneksi juga dari Soerabaja melalui sungai. Koneksi antara Carta Soera dan kota Mataram dengan sendirinya juga semakin intens. Dengan kata lain kota Mataram semakin terbuka, semakin banyak informasi yang diketahui.


Kota Mataram, yang berada di sisi timur sungai Code dilukiskan berpusat pada kraton (Marbogh?). Dalam lukisan yang dibuat tahun 1664 tampak kraton Mataram cukup besar yang dikelilingi pagar tinggi (berwarna terang). Di sisi luar pagar terdapat bangunan-bangun yang lebih kecil yang diduga sepagai pemukiman. Di suatu lapangan luas di luar kraton digambarkan ada suatu parade besar, suatu parade dari pengawal kraton Mataram. Satu yang juga penting diperhatikan bahwa bentuk arsitektur bangunan, terutama pola atap digambarkan berbentuk limas dan juga ada yang berbentuk kerucut. Apakah dalam hal ini kota Mataram adalah kota melting pot? Kota Mataram 1664

Lantas kapan kota kuno Mataram mulai bertransformasi menjadi kota Yogyakarta yang sekarang. Satu hal yang perlu diingat bahwa terjadi perang suksesi (yang ketiga) di wilayah Mataram (1749-1755), Akibatnya kerajaan Mataram terpecah menjadi tiga kraton yang bersaing: Jogjakarta, Soerakarta dan Mangkoenegara. Perjanjian Gijanti (1755) antara ketiga kraton dan VOC, lalu Soeltan Jogjakarta membangun kraton (istana) baru di dekat bekas kraton Mataram (kraton Kota Gede). Lokasi kraton yang baru ini adalah kraton Jogjakarta yang terus eksis hingga saat ini.


Seetelah 1755 pada jalan tradisional didirikan benteng VOC/Belanda di dekat Kraton yakni fort Vredeburg yang didukung beberapa benteng kecil. Salah satu benteng kecil itu pada belokan jalan dari Magelamg ke timur ke Soeracarta (sebelum perpotongan jalan ke kraton Jogjakarta), Di Vredeburg seorang residen ditempatkan sejak 1786 (lihat Naam Boekje, 1796). Perkebunan-perkebunan di sekitar kraton Jogjakarta dibuka terutama komoditi indigo. Peta/sketsa 1771

Tunggu deskripsi lengkapnya

Kota di Pedalaman, Tetapi Berkembang Pesat Masa ke Masa: Apa Perbedaan Penting Kota Surakarta dan Kota Jogjakarta?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar