Rabu, 20 September 2023

Sejarah Bahasa (29): Bahasa Bolaang dan Bahasa Mongondow di Utara Semenanjung Sulawesi; Kini Bahasa Bolaang Mongondow


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Kini penutur bahasa Bolaang Mongondow adalah orang (etnik) Bolaang Mengondow. Ada juga yang menulis dengan bahasa Mengondow saja. Mengapa dahulu para peneliti membedakan bahasa Bolaang dan bahasa Mongondow, sebagaimana halnya dengan bahasa Bintauna dan bahasa Kaidipang? Apakah kemudian disadari bahwa bahasa Bolaang dan bahasa Mongondow memiliki kekerabatan bahasa yang tinggi?


Bahasa Mongondow adalah bahasa rumpun Filipina yang digunakan oleh Suku Mongondow di Sulawesi Utara, yang pada mulanya Bahasa Mongondow merupakan bahasa yang digunakan oleh penduduk Kerajaan Bolaang Mongondow yang kemudian menjadi Kabupaten Bolaang Mongondow saat ini Suku Mongondow tersebar di Kabupaten Bolaang Mongondow, Kota Kotamobagu, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, beberapa wilayah di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan khususnya di Kecamatan Pinolosian dan sekitarnya serta sebagian pula di Kota Manado dan Gorontalo juga kota-kota lain di Indonesia. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Bolaang dan bahasa Mongondow di semenanjung Sulawesi Utara? Seperti disebut di atas dahulu dibedakan bahasa Bolaang dan bahasa Mongondow. Kini Bahasa Bolaang Mongondow. Lalu bagaimana sejarah bahasa Bolaang dan bahasa Mongondow di semenanjung Sulawesi Utara? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Bahasa Bolaang dan Bahasa Mongondow di Semenanjung Sulawesi Utara; Kini Bahasa Bolaang Mongondow

Sejak kapan nama Bolaang dikenal? Pada tahun 1850 Pemerintah Hindia Belanda mengirim ekspedisi di pulau Sulawesi dengan dua kapal angkatan laut Argo dan Bromo (lihat Nederlandsche staatscourant, 22-10-1850). Nama-nama lanskap di pantau utara Sulawesi dicatat Bolang Mogondo, Bolang Banka, Bintaona, Bolongietam en Kaijdipan.


Catatan tertua paling tidak pada era VOC. Dalam buku Francois Valentijn (1726) disebutkan wilayah kerajaan Ternate termasuk dari Manado hingga Kajeli (kini teluk Palos). Diantara nama tempat itu dicatat nama-nama Amoera, kerajaan Boelan ibu kota di Boelan, Auwn atau Aja, kerajaan Caudipan dengan dua kampong besar Dauw en Boelan Itam, Bwool atau Bool, kampong Tontoli, dan kampong Dondo.

Pada awal pembentukan cabang Pemerintah Hindia Belanda di semenanjung utara Sulawesi (Residentie Manado, sejak 1834) dalam perkembangannya ditempatkan pejabat setingkat Controleur di Gorontalo, Kema, Amoerang dan Bolang (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 07-12-1853).


Maandberigten voorgelezen op de maandelijksche bedestonden van het Nederlandsch Zendeling-genootschap, betrekkelijk de Uitbreiding van het Christendom, bijzonder onder de heidenen, 1833: ‘Gubernur Ambon melakukan kunjungan ke Sulawesi di Menado, Liekupang, Kema, Amurang, Tanawangko, Bolang, Biintaoene, Bolang Itam’. Catatan: setelah kunjungan Gubrnur lalu kemidian wilayah dipisahkan dari Residentie Ternate dengan membentuk Residentie Manado.

Bahasa-bahasa di utara semenanjung Sulawesi mulai terinformasikan setelah misionaris ditempatkan Hermaan dan Schwarz di Amoerang. Dalam upaya memulai kontak dengan pendudukan di berbagai lanskap, mereka kesulitan dalam bahasa. Bahasa-bahasa yang digunakan berbeda dialek antara satu lanskap dengan lanskap lainnya.


Mededeelingen van wege het Nederlandsche Zendelinggenootschap (bijdragen tot de kennis der zending en der taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indië)) 1859: ‘Kecuali Bantik dan mungkin juga Bentenang dan Tonsawang, suku Menahassa yang semula hanya mempunyai satu bahasa saja, kini terbagi dalam dialek-dialek yang berbeda-beda, maka menurut pendapat kami, karena kurangnya sumber daya, untuk menemukan bahasa ibu yang sebenarnya, diperlukan upaya lebih untuk membuat satu bahasa dari delapan atau sembilan dialek ini dan membuat mereka semua mengadopsinya, dibandingkan, selain Alfoersch, seperti yang ada saat ini, bahasa lain yang sepenuhnya asing, yaitu untuk memperkenalkan bahasa Melayu, terutama karena hal ini sudah banyak dilakukan’.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Kini Bahasa Bolaang Mongondow: Bagaimana Bahasa Bintauna dan Bahasa Kaidipang?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar