Selasa, 10 Oktober 2023

Sejarah Bahasa (69): Bahasa Singkil Pantai Barat Sumatra di Perbatasan Aceh-Tapanuli; Bahasa Batak, Aceh, Bahasa Minangkabau


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Bahasa dalam blog ini Klik Disini

Singkil adalah etnis yang menyebar dan menetap di wilayah Subulussalam, Aceh Singkil, dan sebagian Aceh Selatan dan Aceh Tenggara. Dalam etnis Batak Pakpak, Singkil termasuk Suak Boang. Bahasa Singkil adalah bahasa asli masyarakat Singkil. Bahasa ini merupakan penyebaran dari bahasa Batak Karo. Namun, bahasa Singkil di sisi lain mempunyai keunikannya sendiri, berupa kosakata yang jauh berbeda dengan bahasa Batak Karo serta mempunyai ciri khas seperti huruf r diucapkan kh.


Bahasa Singkil adalah salah satu bahasa daerah yang dituturkan oleh etnis Singkil di wilayah Subulussalam, Aceh Singkil, dan sebagian wilayah Aceh Selatan dan Aceh Tenggara. Bahasa ini berkerabat dengan bahasa Batak Karo. Bahasa Singkil juga memiliki beberapa nama lain yakni bahasa Julu, bahasa Pakpak Boang, bahasa Kade-kade, dan bahasa Kampong. Peta rumpun bahasa Batak. Terlihat bahwa bahasa Singkil merupakan penyebaran dari bahasa Batak Karo. Bahasa Singkil diperselisihkan tentang keberadaannya. Sebagian etnis Batak Pakpak berpendapat bahwa bahasa ini termasuk dalam kelompok bahasa Batak Pakpak. Namun, etnis Singkil sendiri menolak pandangan ini dan mengatakan bahwa bahasa Singkil adalah bahasa yang tersendiri. Secara fakta, bahasa Singkil merupakan dialek tersendiri dan lebih dominan ke bahasa Batak Karo. Selain di wilayah Subulussalam dan Aceh Singkil, bahasa Singkil juga dituturkan di beberapa wilayah di Aceh seperti di Kapai Seusak dan sebagian wilayah Trumon. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah bahasa Singkil di pantai barat Sumatra di wilayah perbatasan Aceh dan Tapanuli? Seperti disebut di atas bahasa Singkil dituturkan orang Singkil di pantai barat Sumatra. Bahasa Batak, Aceh, Minangkabau. Lalu bagaimana sejarah bahasa Singkil di pantai barat Sumatra di wilayah perbatasan Aceh dan Tapanuli? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.

Bahasa Singkil di Pantai Barat Sumatra di Perbatasan Aceh dan Tapanuli; Bahasa Batak, Aceh, Minangkabau 

Pada permulaan Pemerintah Hindia Belanda (menggantikan VOC), di beberapa wilayah di pantai barat Sumatra lada masih menjadi komoditi penting. Beberapa wilayah tersebut antara lain di selatan wilayah independent Atjeh di Singkil dan Troemon. Arus perdagangaan lada ke Bombai dilakukan pedagang-pedagang Inggris (dengan pedagang-pedagang Eropa) dan pedagang-pedagang Cina dari Pulau Penang dan Singapoera untuk perdagangan ke Tiongkok (lihat Surinaamsche courant, 24-06-1830).


Sejak 1824 (Traktat London) wilayah yurisdiksi diantara Belanda dan Inggris telah dipisahkan secara tegas, lebih-lebih setelah tukar guling antara wilayah Bengkoeloe di pantai barat dan wilayah Malaka di pantai barat Semenanjung. Diantara wilayah-wilayah di Sumatra baru wilayah Palembang yang berada di bawah Pemerintah Hindia Belanda. Dalam konteks inilah pedagang-pedagang Inggris dan Cina lalu Lalang di wilayah Singkil. Sejatinya, wilayah Singkil sudah lama terhubunga dengan kepentingan perdagangan Belanda sejak era VOC. Ini bermula tahun 1665, setelah permintaan para pemimpin local di Padang, Pariaman dan Tikoe, pengaruh perdagangan Atjeh diusir VOC dari pantai barat Sumatra diusir militer VOC hingga ke batas wilayah Troemon. Lalu kemudian VOC melakukan perjanjian perdagangan dengan radja-radja di pantai barat Sumatra seperti Baroes dan Singkil. Dalam hal ini, kehadiran Belanda di pantai barat Sumatra termasuk di Singkil dan Troemon sudah berlangsung lama sejak era VOC hingga era Pemerintah Hindia Belanda. Dalam perkembangannya, Ketika Pemerintah Hindia Belanda membentuk cabang pemerintahan di Padang terjadi penentangan dari kaoem padri. Akhirnya Pemerintah Hindia Belanda berhasil menaklukkan sepenuhnya Padri pada tahun 1838. Lalu pada tahun 1841 dibentuk residentie Tapanoeli (termasuk wilayah Singkil) dengan ibu kota di Sibolga. Controleur pertama di Singkil adalah AP Godon (mantan controleur di Bondjol). Di wilayah Controleur di Singkil terdapat dua radja: Radja Singkil dan Radja Troemon. Ada darah Belanda mengalir diantara para pangeran-pangeran di Troemon.

Kontak perdagangan Belanda di pantai barat Sumatra hingga ke (wilayah) Singkil dalam waktu yang lama menyebabkan arus perdagangan sebagian besar ke Padang (kota utama Belanda). Hal itulah nanti mengapa arus migrasi Melayu pesisir dan Minangkabau dari waktu ke waktu meningkat ke arah utara (bahkan pulau Simeulue). Hingga tahun 1840 (teluk) Tapanoeli dan Singkel adalah dua pelabuhan utama di pantai barat Sumatra di wilayah Tapanoeli (lihat Algemeen Handelsblad, 24-02-1840).


Semasa perdagangan Inggris di pantai barat Sumatra (berakhir pada tahun 1825), pedagang-pedagang Atjeh masih terhubung dengan Singkel. Lalu berkurang setelah menghilangnya Inggris. Belanda memiliki hambatan perdagangan ke Atjeh, sebaliknya pedagang-pedagang Inggris diterima di Atjeh. Namun sejak dibentuk cabang Pemerintah Hindia Belanda di Singkel (termasuk wilayah Troemon), pedagang-pedagang Atjeh seakan tersingkir/terisolasi di kawasan. Namun demikian, ada kalanya orang-orang Atjeh melakukan provokasi (lihat Opregte Haarlemsche Courant, 26-02-1842). Disebutkan “Atas laporan bahwa orang-orang dari Achin telah kembali menetap di suatu tempat dekat Singkel dengan niat bermusuhan, maka korvet skuner Boreases, Zephir dan Circe menuju Troemon. kapal barque Sumatra sedang sibuk mengangkut muatannya kesana’. AV Michiels pada bulan Janauri 1832 mengunjungi bagian yang lebih utara di Singkel dengan beberapa kapal perang dan satu detasemen pasukan pendarat (lihat Neêrlands souvereiniteit over de schoonste en rijkste gewesten van Sumatra, 1846). Wilayah Atjeh berada di Tanjung Petikala antara Boelo Sama dan Singkel. Disebutkan Boelo Sama dan Troemon tidak masuk wilayah Pemerintah Hindia Belanda, tetapi juga Boelo Sama dan Troemon tidak masuk kesultanan Atjeh. Wilayah Troemon adalah wilayah independent. Mengapa? Seperti disebut dalam artikel sebelumnya, Radja Troemon pada era VOC memiliki istri orang Belanda kelahiran Padang. Setelah Radja meninggal sang ratu banyak berperan. Troemon memiliki bendera sendiri.

Wilayah Singkel adalah wilayah yurisdiksi Belanda dan di Singkel cabang Pemerintah Hindia Belanda berkedudukan (setingkat Controleur). Penduduk dari pedalaman (Batak dan Gayo) melakukan transaksi perdagangan di Singkel (Gajo, Pakpak, Karo dan Toba sendiri adalah wilayah Independent; tidak terhubung dengan kerajaan Atjeh dan juga tidak terhubung dengan Pemerintah Hindia Belanda).  Nama Singkil sendiri sudah lama adanya. Dalam peta-peta Portugis nama Singkil belum ada, tetapi di tempat dimana nama Singkil muncul kemudian diidentifikasi sebagai Baixos de Tristan de Tayda. Paling tidak nama Singkil sudah didentifikasi pada Peta 1657.


Terbentuknya daratan di muara sungai besar menjadi sebab munculnya pos perdagangan yang dibentuk oleh pendatang untuk bertransaksi dagang dengan penduduk pedalaman. Nama tempat yang menjadi pos perdagangan diduga kuat bernama Singkil. Nama Singkil inilah yang kemudian dijadikan sebagai nama navigasi dalam pelayaran maupun perdagangan pada era VOC. Seperti disebut di atas nama Singkil sudah diidentifikasi pada Peta 1657. Satu-satunya nama kota (pelabuhan) di sekitar, pada peta Portugis ini, adalah Baroes. Pada Peta 1665 perairan di sepanjang pantai sudah diidentifikasi kedalaman laut hingga ke teluk Singkil. Ini mengindikasikan militer VOC sudah mencapai Singkil (dalam pengusiran Atjeh dari pantai barat Sumatra). VOC sendiri melakukan ekspansi perdagangan ke Baroes dan Singkel tahun 1668. Lalu post VOC di Baros ditarik, kemudian di Singkel tahun 1672 VOC membuka pos perdagangan baru. Dalam konteks inilah terbentuk kelompok populasi di Singkel (kini orang Singkil). 

Dalam buku Francois Valentijn, seorang ahli geografi Belanda di era VOC menulis buku geografi yang diterbitkan pada tahun 1726. Dalam buku ini pada peta Sumatra, Francois Valentijn mengidentifikasi nama suatu kerajaan (Singkel). Dalam peta ini kota (pelabuhan) dimana terdapat kraton berada di muara (sungai) Singkil sisi selatan. Itu berarti berada di bagian daratan yang terbentuk baru. Dalam peta ini wilayah Singkel termasuk wilayah Troemon (baru terbentuk kemudian).

Tunggu deskripsi lengkapnya

Bahasa Batak, Aceh, Minangkabau: Terbentuknya Bahasa Singkil

Siapa orang Singkil? Bagaimana bahasa Singkil terbentuk? Hingga terjadi Perang Atjeh 1874 tidak banyak yang diketahui tentang kelompok populasi dan bahasa di wilayah Atjeh. Seperti sebelumnya, disebutkan kelompok populasi di wilayah Atjeh banyak dan beragam, bahkan Soelatan Atjeh sendiri sulit menentukan kelompok populasi mana saja yang berada di bawah yurisdiksinya. Disebutkan kelompok populasi Gajo adalah independent. Agamasa Islam diterima dari Atjeh tetapi soaladat istiadat tidak ada kompromi. Lalu bagaimana dengan kelompok populasi di wilayah Singkil?

 

Kelompok populasi di wilayah pantai/pesisir Atjeh terdiri dari orang Atchina, orang Pedir dan orang Melayu (tidak termasuk interior yang tidak diketahui). Dua dari mereka terus-menerus memupuk permusuhan sengit satu sama lain (antara Aceh dan Melayu). Sementara itu yang bermukim selama berabad-abad di pantai barat daya, di Analaboe, Laboean Hadji dan di tempat lain, orang-orang Melayu secara bertahap, juga melalui emigrasi kerabat mereka dari Natal, Padang, Benkoelen, dll., berkembang pesat di Atchin, dan mendirikan Tampat Toewan, Assahan, dan koloni (Melayu) lainnya, yang dengan pemukiman yang lebih tua membentuk dua divisi, Moekat XII dan VII. Oleh karena itu, lambat laun mereka menjadi kekuatan yang tangguh di negara ini bagi Soeltan Atchin, dan yang lebih parah lagi dibandingkan nenek moyang mereka, orang-orang Melayu masa kini terus menolak semua pajak dan upeti kepadanya. Orang-orang Melayu di pantai barat Sumatra ini dipercaya bahwa mereka adalah keturunan Cina, juga Siam; bahasanya Melayu, atau paling tidak kroniknya ditulis dalam bahasa itu; bahasa Atchin sendiri kurang dikenal mereka (lihat De oorlog tusschen Nederland en Atchin, 1874).

Jika wilayah Tapaktuan (kini masuk wilayah Aceh Selatan) adalah orang Melayu berbahasa Melayu, lalu bagaimana dengan di wilayah Troemon dan wilayah Singkil? Yang jelas bajak laut dari Atjeh kerap mengancam orang Troemon. Raja Singkel bersaudara dengan Raja Teroemon (lihat De oorlog tusschen Nederland en Atchin, 1874). Boleh jadi karena wilayah Troemon adalah wilayah terjauh di utara dari ibu kota Pemerintah Hindia Belanda di Padang. Lantas, apakah Troemoen dan Singkil memiliki bahasa yang sama? Bahasa apa? Bahasa Batak atau bahasa Melayu? Yang jelas bukan bahasa Atjeh.


Seperti disebut di atas, terbentuk kerajaan Troemoen (radjanya bersaudara dengan radja Singkil). Radja Troemon dahulunya memiliki istri seorang Belanda. Sampai beberapa tahun yang lalu, wilayah kekuasaan Belanda tidak meluas lebih jauh ke arah timur (pedalaman) dari Singkel kecuali sekitar tujuh mil dari pantai, sampai pada titik pertemuan dua cabang hulu yang disebut Simpang Kiri dan Simpang Kanan, yang ke hilir membentuk sungai Singkel (lihat De oorlog tusschen Nederland en Atchin, 1874).

Seperti dikutip di atas bahwa bahasa Singkil merupakan penyebaran dari bahasa Batak Karo. Namun sebagian etnis Batak Pakpak berpendapat bahwa bahasa Singkil termasuk dalam kelompok bahasa Batak Pakpak. Akan tetapi etnis Singkil sendiri menolak pandangan tesebut dan mengatakan bahwa bahasa Singkil adalah bahasa yang tersendiri. Lantas bagaimana bahasa Singkel terbentuk?

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar