Sabtu, 19 Juli 2025

Sejarah Pendidikan (26): Hari Lahir Menteri Kebudayaan dan 17 Oktober 1951; Abdoel Haris Nasoetion-Peristiwa 17 Oktober 1952


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pendidikan dalam blog ini Klik Disini

Fadli Zon Ungkap Pengusul Hari Kebudayaan Nasional 17 Oktober (detikNews: Kamis, 17 Juli 2025). Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengatakan penetapan Hari Kebudayaan Nasional (HKN) pada 17 Oktober bertepatan dengan peluncuran Bhineka Tunggal Ika oleh Presiden ke-1 RI Soekarno (17 Oktober 1951). Ini sesuai dengan usulan dari Jogjakarta (lihat TVRI Yogyakarta Official: https://www.youtube.com/watch?v=o-C2DXYflXM). Tentu saja banyak hal yang terjadi pada tanggal 17 Oktober di masa lampau (lihat Wikipedia). Tanggal 17 Oktober juga bertepatan dengan hari bulan tahun lahir Presiden Prabowo 17 Oktober 1951. Fadli Zon lahir 1 Juni bertepatan hari Lahir Pancasila (beda tahun).


Peristiwa 17 Oktober 1952 adalah unjuk rasa dilakukan sejumlah perwira militer dan ribuan demonstran di depan Istana Merdeka, Jakarta menuntut pembubaran Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS) dan percepatan pemilu. Aksi ini dipicu konflik internal di tubuh TNI AD dan ketidakpuasan terhadap DPRS yang dianggap menghambat jalannya pemerintahan. Latar Belakang: Kekecewaan terhadap DPRS dinilai lamban mengatasi masalah negara, termasuk masalah internal TNI AD. Selain itu, terjadi konflik internal di tubuh TNI AD, terutama terkait rencana reorganisasi dan rasionalisasi yang diajukan KSAD AH Nasution. Tuntutan: Para perwira militer dan demonstran menuntut DPRS dibubarkan dan pemilu dipercepat. Mereka juga ingin mengakhiri konflik internal di tubuh TNI AD. Aksi: Demonstrasi ini melibatkan sekitar 30.000 demonstran dan beberapa tank serta meriam yang diarahkan ke Istana. Meskipun terkesan menekan, aksi ini tidak bertujuan kudeta melainkan menyampaikan aspirasi. Tanggapan Soekarno: Presiden Soekarno menanggapi tuntutan tersebut dengan meminta waktu untuk mempertimbangkan dan menjelaskan bahwa pembubaran DPRS tidak bisa dilakukan secara sepihak. Akibat: Peristiwa ini menyebabkan AH Nasution mengundurkan diri dari jabatan KSAD (AI Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah hari lahir, Menteri Kebudayaan, 17 Oktober 1951? Seperti disebut di atas Menteri Kebudayaan Fadli Zon menetapkan Hari Kebudayaan tanggal 17 Oktober 1951. Bagaimana dengan Abdoel Haris Nasoetion dan Peristiwa 17 Oktober 1952? Yang jelas secara kebetulan juga bertepatan dengan hari bulan tahun lahir Presiden Prabowo. Lalu bagaimana sejarah hari lahir, Menteri Kebudayaan, 17 Oktober 1951? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah seharusnya memiliki permulaan. Jika sejarawan gagal memberikan bukti catatan tertulis, setiap orang bahkan oleh penduduknya sendiri akan menciptakan imajinasi sendiri. Untuk menghindari hal itu terjadi, sumber utama yang digunakan dalam artikel ini adalah ‘sumber primer’ seperti surat kabar dan majalah sejaman, foto dan peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber primer. Dalam penulisan artikel ini tidak semua sumber disebutkan lagi karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja. Dalam hal ini saya bukanlah penulis sejarah, melainkan hanya sekadar untuk menyampaikan apa yang menjadi fakta (kejadian yang benar pernah terjadi) dan data tertulis yang telah tercatat dalam dokumen sejarah.

Hari Lahir, Menteri Kebudayaan, 17 Oktober 1951; Abdoel Haris Nasoetion dan Peristiwa 17 Oktober 1952

Hari lahir Menteri Kebudayaan, Fadli Zon adalah 1 Juni 1917 tanggal hari bulan yang sama dengan hari (lahir) Pancasila. Bagaimana dengan tanggal 17 Oktober 1951? Tentu saja banyak yang terjadi pada tanggal 17 Oktober di masa lampau termasuk kelahiran Presiden Prabowo 17 Oktober 1951, tetapi dalam penetapan Hari Kebudayaan oleh Menteri Fadli Zon tanggal 17 Oktober 1951 bertepatan dengan tanggal ditetapkan Lambang Negara tanggal 17 Oktober 1951.


Frasa Bhinneka Tunggal Ika dijadikan sebagai lambang negara Indonesia pada tahun 1951 sesuai dengan Lembaran Negara Republik Indonesia (UU) No. 111 Tahun 1951 dan Ketetapan Pemerintah (PP) No 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara dan Nota Penjelasan dalam Lampiran Lembaran Negara (UU) No. 176 (lihat De Indische verlofganger; blad gewijd aan de belangen van den Indischen verlofganger in Holland, jrg 30, 1952, No. 1, 01-09-1952). PP No. 66 Tahun 1951 terdiri dari tujuh pasal. Pada Pasal-5: Di bawah lambang negara, tertulis semboyan yang ditulis dalam huruf Latin dalam bahasa Jawa kuno: BHINNEKA TUNGGAL IKA. Pasal-6: Bentuk, warna, dan ukuran Lambang Negara Republik Indonesia diuraikan lebih lanjut dalam gambar yang terdapat dalam lampiran ketetapan ini. Pasal-7. Ketetapan ini mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950. Ditetapkan di Djakarta pada tanggal 17 Oktober 1951, Presiden RI Soekarno, PM Sukiman Wirjosandjojo. Lambang Negara Republik Indonesia dimana terdapat frase (motto) BHINNEKA TUNGGAL IKA mulai berlaku (hitung mundur) pada tanggal 17 Agustus 1950.

Meski Lambang Negara Republik Indonesia dimana terdapat frase (motto) BHINNEKA TUNGGAL IKA ditetapkan pada tanggal 17 Oktober 1951 tetapi mulai berlaku (surut) pada tanggal 17 Agustus 1950. Mengapa? Pada tanggal 17 Agustus 1950, pada saat pidato Presiden Soekarno, bahwa negara dalam berbentuk RIS (Republik Indonesia Serikat) dibubarkan dan kembali ke negara kesatuan Republik Indonesia (sesuai UUD 1945). Pada tanggal 18 Agustus 1950 diproklamasikan Negara Kesatoean Repoeblik Indonesia (NKRI). Sejak inilah sebutan NKRI muncul (hingga sekarang).


Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan dan kemudian segera ditetapkan UUD 1945. Namun Belanda dengan bendara NICA Kembali. Perang tidak terhindarkan. Selama perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia, di sejumlah wilayah Belanda/NICA membentuk negara-negara seperti NIT, Sumatra Timur, Madura, Pasundan dan lainnya. Dalam perundingan yang terakhir (KMB) kedua belah pihak sepakat yang diberlakukan pada tanggal 27 Desember 1949. Dalam kesepakatan/ketetapan tersebut Belanda mengakui kedaulatan (kemerdekaan Indonesia) dalam bentuk RIS (RI dan negara-negara federal). Namun satu demi satu negara federal membubarkan diri hingga yang terakhir dilakukan referendum di Sumatra Timur pada bulan April 1950 sebelum dibubarkan. Hal itulah kemudian pada tanggal 17 Agustus 1950 Presiden Soekarno menyatakan RIS dibubarkan. Sejak NKRI (18 Agustus 1950) orang Belanda lambat laun menghilang dari Indonesia. Oleh karena Belanda hanya mengakui kedaulatan Indonesia bentuk RIS (1949) sejatinya Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Pengakuan Belanda pada tanggal proklamasi tersebut baru disampaikan pada pada 16 Agustus 2005, sehari sebelum peringatan 60 tahun proklamasi kemerdekaan Indonesia, oleh Menteri Luar Negeri Belanda Bernard Bot dalam pidato resminya di Gedung Deplu. Pada kesempatan itu, Pemerintah Indonesia diwakili oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Hassan Wirajuda. Keesokan harinya, Bot juga menghadiri Upacara Kenegaraan Peringatan Hari Ulang Tahun ke-60 Kemerdekaan RI di Istana Negara, Jakarta.

Hari proklamasi NKRI (18 Agustus 1950), hari penetapan Lambang Negara dengan motto BHINNEKA TUNGGAL IKA (17 Oktober 1951) dan pidato bersejarah Ir Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 di depan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) yang mengusulkan lima prinsip dasar negara, yang kemudian dikenal sebagai Pancasila sebagai patokan dalam menetapkan hari Lahir Pancasila tanggal 1 Juni 1945. Tiga tanggal tersebut (Pancasila, NKRI dan BHINNEKA TUNGGAL IKA) kini  menjadi sangat penting di Indonesia.


Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila: Memutuskan: Menetapkan: Keputusan Presiden tentang Hari Lahir Pancasila. Pertama: Menetapkan tanggal 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila; Kedua: Tanggal 1 Juni merupakan hari libur nasional; Ketiga: Pemerintah bersama seluruh komponen bangsa dan masyarakat Indonesia memperingati Hari Lahir Pancasila setiap tanggal 1 Juni; Keempat: Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 Juni 2016. Presiden Republik Indonesia. Joko Widodo.

Nama Bhinneka Tunggal Ika adalah suatu frasa lama yang ditemukan baru. Frasa tersebut ditemukan dalam puisi Jawa Sutasoma yang manuskripnya disimpan di Perpustakaan Universitas Leiden. Pada tahun 1894 Prof Kern telah menerjemahkan manuskrip tersebut di dalam suatu makalah yang dimuat dalam Verslagen dan Mededeelingen der Kon. Akademie van Wetenschappen afd. Letterkunde. Puisi Jawa tersebut digubah oleh Tantular (lihat juga Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indiƫ, 1894 (10) [volgno 1] Deel: 10). Catatan: teks Negarakertagama ditemukan di istana Tjakranegara pada saat Perang Lombok, 1896.


Nama NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) baru secara eksplisit dinyatakan dalam UUD 1945 pada Pasal-1, ayat-1: Negara Indonesia ialah Negara kesatuan yang berbentuk Republik. Dalam hal ini nama Indonesia sendiri muncul pertama kali pada tahun 1850 atas usul Richard Logan. Pada tahun 1917 dalam Kongres Hindia di Belanda, pihak organisasi pribumi (Indisch Vereeniging=Perhimpoenan Hindia) Dahlan Abdoellah, Goenawan Mangoenkoesoemo, Sorip Tagor Harahap, dkk mengusulkan nama Hindia Belanda dengan nama Indonesia. Usul itu diterima perwakilan mahasiswa Belanda dan mahasiswa Cina asal Hindia. Sementara itu nama Republik Indonesia pertama kali muncul dalam tulisan Tan Malaka (Partai Komunis Indonesia) berjudul Naar de Republiek Indonesia, pertama kali dicetak di Canton pada April 1925 (lihat De tribune: soc. dem. Weekblad, 24-07-1925). Brosur tersebut kemudian dicetak ulang di Tokyo pada Desember 1925 dimana di dalamnya antara lain dinyatakan: "Kita harus memimpin semua organisasi revolusioner dengan segenap kekuatan kita ke tempat di mana musuh telah memusatkan kekuatan utamanya dan di mana kita dapat meraih kemenangan. Jika kita memilih Indonesia sebagai medan perang, menjadi jelas bahwa kekuatan musuh (ekonomi, politik, dan militer) tidak terkonsentrasi di satu tempat, tetapi tersebar” (lihat De locomotief, 18-03-1927).

Nama Pancasila sendiri paling tidak sudah terinformasikan pada tahun 1902 (lihat Weekblad van den Algemeenen Nederlandschen Diamantbewerkersbond, jrg 8, 1902, No. 26, 27-06-1902). Disebutkan sebagai buktinya, saya akan menempatkan kutipan dari artikel dari Het Licht van AziĆ« yang memuat kehidupan dan ajaran Buddha. Panca Sila umat Buddha juga memberikan kesan peradaban yang tinggi. Panca Sila berarti lima perintah atau sumpah, yang akan saya daftarkan di sini: (1) Saya berjanji tidak akan pernah membunuh makhluk hidup apa pun dengan sengaja; (2) Saya berjanji tidak akan pernah mengambil sesuatu secara melawan hukum; (3) Saya berjanji untuk menjauhi nafsu indera yang berlebihan; (4) Saya berjanji untuk menjauhi fitnah, kebohongan, dll; (5) Saya berjanji untuk menjauhi minuman keras. Arti Pancasila juga dapat dilihat dalam (kamus) De boedhistische catechismus oleh Henry S Olcott diterbitkan Craft tahun 1905. Disebutkan pancha sila, de vijf geboden.

Tunggu deskripsi lengkapnya

Abdoel Haris Nasoetion dan Peristiwa 17 Oktober 1952: Hari Bulan Tahun Lahir Presiden Prabowo 17 Oktober 1951 dan Hari Lahir Pancasila

Dalam UUD 1945 dinyatakan pada Pasal-32: ‘Pemerintah memadjoekan keboedajaan Nasional Indonesia’. Namun selama perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia (1945-1949) Lembaga Keboedajaan Indonesia dalam perihal memajukan kebudayaan Indonesia mengalami kendala. Sementara itu di Djakarta/Batavia mulai dibentuk asosiasi sejenis yang berbau Belanda dengan nama Koninklijke Bond van Kunstkringen in Indonesie.


Perihal kebudayaan (nasional) Indonesia sudah lama dimajukan. Ini bermula tahun 1936 setelah fusi Boedi Otomo dan partai Persatoean Bangsa Indonesia (PBI) dengan membentuk partai Partai Indonesia Raja (Parindra) tahun 1935, surat kabar Soeara Oemoem di Soerabaja, yang menjadi organ PBI dengan pemimpin redaksi Armijn Pane melaporkan Cultureel-Nationaal Instituut “Wasita" di Jogja membentuk asosiasi dengan nama “Serikat Keboedajaan Indonesia" (SKI) dengan dewan terdiri dari Ki Adjar Dewantara (voorz.) St. Adam Bachtiar, guru di AMS afdeeling B, Mr Kasmat, Mr Surjodiningrat, Mr Santosa Tohar, Ir Suratin dan Dr Soedigdo, sementara Soekardjo Wirjopranoto bertindak sebagai komisaris. Lingkaran Mahasiswa Indonesia di Belanda akan menjadi pos depan SKI (lihat Soeara Oemoem, 14-03-1936). Dalam Kongres Bahasa Indonesia di Solo pada tahun 1938, salah satu topik yang dibahas adalah "De Indonesische taal als de conhcids on cultuurtaal van Indonesia". Pada tahun 1939 di Belanda diadakan Kongres Keboedajaan Indonesia (lihat Verslagen Indonesische culturele conferenties van 1939, 1940 en 1942 diterbitkan oleh Werkcomité Indonesische culturele conferentie, 1942). Konferensi tahun 1939 diinisiasi oleh Roekoen Peladjar Indonesia (ROPI). Kongres Keboedajaan Indonesia yang keempat di Belanda diadakan pada tahun 1942. Pada masa pendudukan (militer) Jepang di Djakarta dibentuk Poesat Keboedajaan yang dipimpin oleh Armijn Pane. Dalam konteks inilah kemudian, setelah bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, aspek kebudayaan dimasukkan dalam UUD 1945. Sejak ini terbentuk Lembaga Keboedajaan Indonesia.

Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda dalam bentuk negara RIS (yang mulai berlaku 27 Desember 1949) Lembaga Keboedajaan Indonesia dan Koninklijke Bond van Kunstkringen in Indonesie tetap eksis (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 05-09-1950). Lalu setelah pembubaran RIS (17 Agustus 1945) dan kembalinya ke NKRI, Lembaga Keboedajaan Indonesia mulai mengambil peran penting dengan dibentuknya Badan Musjawarat Kebudajaan Nasional (BMKN).


Badan Musjawarat Kebudajaan Nasional (BMKN) akan mengadakan Kongres Kebudayaan di Solo yang akan berlangsung dari 19 hingga 22 September 1954 (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor Nederlandsch-Indie, 09-09-1954). Dalam kongres ini ada saran (proposal) yang berkaitan dengan pembinaan budaya dan pendidikan dalam arti umum, yang akan diserahkan kepada pemerintah: (1) Dalam Undang-Undang Pendidikan Tinggi, kemungkinan harus dibuka untuk pendirian dewan khusus; (2) Di Univesitas, dewan Bahasa Indonesia dibuka; (3) Lembaga Pendidikan Kesenian (Institut untuk Pendidikan Budaya) harus ditetapkan. Ini harus berada di tingkat perguruan tinggi atau universitas; (4) Organisasi dan asosiasi budaya diusulkan untuk mendirikan pusat, budaya, pusat bekerja sama dengan tempat-tempat tempat dan representasi Layanan Urusan Budaya; (5) Sistem harus diterima sebagai sistem nasional di Bahasa Indonesia; (6) Komposisi dan kegiatan "Panitia Sedjarah Indonesia" harus ditingkatkan. Dalam konteks ini, pemerintah didesak untuk menunjukkan cahaya sesegera mungkin tentang Indonesia, yang akan memiliki karakter yang lebih seragam, dan didasarkan pada elemen nasional; (7) Sejalan dengan saran sebelumnya, lebih banyak yang umumnya diusulkan untuk memulai pemerintah, dalam komposisi buku studi dasar nasional dan lebih jauh lagi, untuk membatasi berbagai macam spesies dan dalam hal konten. Catatan: Kongres Keboedajaan Indonesia sebelumnya diadakan di Jogjakarta dan di Djakarta.

Lantas bagaimana dengan Hari Kebudayaan yang ditetapkan tanggal 17 Oktober? Yang jelas sudah ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kebudayaan Nomor 162/M/2025 tanggal 7 Juli 2025. Lalu bagaimana?


Surat Keputusan Menteri Kebudayaan RI Nomor 162/M/2025 tanggal 7 Juli 2025 tentang Hari Kebudayaan: Memutuskan: Menetapkan: Keputusan Menteri tentang Hari Kebudayaan Nasional. Kesatu: Menetapkan tanggal 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan; Kedua: Hari Kebudayaan bukan merupakan hari libur; Ketiga: Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta tanggal 7 Juli 2025. Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon.

Satu yang jelas nomenklatur Kementerian (Pendidikan dan Kebudayaan) sejak tahun 1950 sudah memiliki surat akta lahir masing-masing. Sebelumnya sudah ada Keputusan Presiden tanggal 16 Desember 1959, yang menetapkan Hari Pendidikan pada tanggal 25 November. Dalam keputusan ini juga termasuk penetapan tanggal 20 Mei ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Namun dalam perkembangannya, tanggal tersebut dianulir dan kemudian diganti menjadi tanggal 2 Mei (Keputusan Presiden No. 67 tanggal 17 Februari 1961). Mengapa dianulir dan diganti dengan tanggal lain?


Seperti disebut di atas, Lambang Negara Republik Indonesia ditetapkan pada tanggal 17 Oktober 1951 tetapi mulai berlaku (surut) pada tanggal 17 Agustus 1950. Di dalam lambang negara ini (burung garuda) terdapat motto (frase) BHINNEKA TUNGGAL IKA. Dalam hal ini frase BHINNEKA TUNGGAL IKA hanya bagian dari lambang negara (garuda). Oleh karena itu apa yang dimaksud dengan lambang negara adalah burung garuda dan juga frase BHINNEKA TUNGGAL IKA (keduanya tidak bisa dipisahkan). Seperti yang disebut di atas, frase BHINNEKA TUNGGAL IKA inilah yang dijadikan para pengusul dari Jogjakarta sebagai lokus dalam penentuan inti kebudayaan dan tanggal (surat) penetapan (17 Oktober 1951) dijadikan sebagai tanggal Hari Kebudayaan. Namun dalam surat penetapan disebutkan lambang negara tersebut (burung garuda dan frase BHINNEKA TUNGGAL IKA) berlaku surut pada tanggal 17 Agustus 1950.

Penetapan Hari Kebudayaan tanggal 17 Oktober (1951) yang kebetulan sama dengan hari lahir Presiden Prabowo (17 Oktober 1951) tidaklah terlalu penting. Namun sebagian masyarakat Indonesia menjadi penting di sisi yang menentangnya. Sementara hal yang penting sesungguhnya mengapa tanggal 17 Oktober 1951 (hari penetapan Lambang Negara) yang dijadikan sebagai landasan akademik? Apakah frase BHINNEKA TUNGGAL IKA yang terdapat dalam lambang negara memiliki hakikat langsung (lokus) dengan kebudayaan? Fakta bahwa lambang negara tersebut berlaku surut pada tanggal 17 Agustus 1951.


Seperti disebut di atas, surat kabar Soeara Oemoem di Soerabaja edisi 14-03-1936 melaporkan Cultureel-Nationaal Instituut “Wasita" di Jogja membentuk asosiasi dengan nama “Serikat Keboedajaan Indonesia" (SKI) dengan dewan terdiri dari Ki Adjar Dewantara, St Adam Bachtiar, Mr Kasmat, Mr Surjodiningrat, Mr Santosa Tohar, Ir Suratin dan Dr Soedigdo, dan komisaris Soekardjo Wirjopranoto. Serikat Keboedajaan Indonesia inilah yang secara berkesinambungan kegiatannya dalam mempromosikan dan mengembangkan kebudayaan nasional. Pada tahun 1954 Badan Musjawarat Kebudajaan Nasional (BMKN) di dalam Kongres Kebudayaan di Solo 1954 mengusulkan adanya kelembagaan kebudayaan di pemerintahan dan di perguruan tinggi.

Tidak ada yang peduli tanggal 17 Oktober 1951 menjadi tanggal ditetapkan lambang negara. Hanya orang fokus bahwa lambang negara telah ditetapkan. Dan tidak ada pula orang yang menduga tanggal 17 Oktober tahun berikutnya 1952 terjadi situasi menegangkan di depan istana negara. Militer yang dipimpin KASAD Kolonel Abdoel Haris Nasoetion berdemo di depan istana dengan membawa meriam yang moncongnya diarahkan ke istana.


Het Rotterdamsch parool, 16-10-1952: ‘Nasib Kabinet Wilopo Terancam. Parlemen Setujui Mosi Penolakan Kebijakan Pertahanan. Djakarta. Pagi ini, Parlemen mengesahkan mosi dari PNI (tentang Gerakan Nasionalis untuk Pertahanan Nasional) dengan perolehan suara 91 berbanding 54, yang menolak kebijakan Kementerian Pertahanan. Hal ini secara efektif mengunci nasib kabinet Wilopo yang baru berusia tujuh bulan. Dengan tidak memberikan kepercayaan kepada Soeltan Hamengkoe Boewono dan staf utamanya, krisis kabinet tampaknya sangat mungkin terjadi. Krisis ini akan menjadi krisis kabinet kesebelas dalam tujuh tahun berdirinya republik ini. Mosi yang disetujui menuntut reorganisasi Kementerian Pertahanan dan angkatan bersenjata. Mosi ini tidak hanya menyasar Soeltan, tetapi juga Jenderal TB Simatoepang, Kepala Staf Angkatan Bersenjata, dan Kolonel Nasoetion, Kepala Staf Angkatan Darat. Meskipun Soeltan tidak segera mengumumkan pengunduran dirinya, para pengamat mengingat pernyataannya pada Rabu malam, di mana ia menyebut penerimaan mosi tersebut "tidak dapat diterima". Presiden Soekarno dianggap tidak mungkin akan turun tangan untuk mencegah krisis kabinet, karena pengunduran diri Soeltan dipastikan akan mendorong beberapa menteri penting untuk mengundurkan diri juga. Menanggapi pertanyaan Aneta tentang posisi pemerintah terhadap mosi PNI yang telah disetujui, Menteri Pertahanan menjawab: "Kabinet harus memutuskan". Kabinet dijadwalkan bertemu siang ini untuk membahas masalah tersebut. Seorang juru bicara PNI menyatakan bahwa mosi partai tersebut bukanlah mosi tidak percaya. Isinya, pada kenyataannya, akan konsisten dengan apa yang telah dinyatakan pemerintah akan dilakukan’. 

Presiden Soekarno tentu saja tidak takut. Mengapa? Presiden Soekarno, setelah sempat berdiskusi dengan Kolonel Zulkifli Loebis, lalu Presiden Soekarno menuruni tangga istana yang didampingi Kolonel Zulkifli Lubis menghampiri pasukan militer yang dipimpin Kolonel Abdoel Haris Nasoetion. Saat Presiden Soekarno dan Kolonel Zulkifli Lubis berhenti, lalu Kolonel Abdoel Haris Nasoetion yang menghampiri keduanya dan berhenti dua meter di depan Presiden Soekarno. Setelah bertukar pandangan, Presiden Soekarno kembali ke istana. Lalu apa selanjutnya.


Het vaderland, 17-10-1952: ‘Kata-kata yang menenangkan. Kerumunan di depan istana presiden bubar setelah Presiden Soekarno mengumumkan bahwa tuntutan mereka untuk pembubaran parlemen akan dipertimbangkan. Sementara itu, Perdana Menteri Wilopo dan Kepala Staf Simatoepang dipanggil ke istana presiden untuk sebuah konferensi khusus. Aneta melaporkan bahwa sebuah demonstrasi militer, yang dipimpin oleh Kolonel Nasoetion, kemudian diterima di istana. Pada saat yang sama, kabinet bertemu di gedung Dewan Menteri. Rapat kabinet berakhir pada pukul 13.15. Menteri Penerangan, A Mononoetoe, mengatakan kepada pers setelahnya bahwa, pertama, saat ini tidak ada krisis kabinet; kedua, bahwa pemerintah akan terus memenuhi tugasnya untuk mengatasi situasi tersebut. Menteri Mononoetoe mengatakan bahwa pemerintah berharap ketenangan akan segera pulih. Perdana Menteri Wilopo mengatakan kepada pers bahwa dalam pertemuan dengan Presiden Soekarno dan wakil presiden, sebuah cara telah ditemukan untuk mengatasi kesulitan saat ini. Namun, ia menolak untuk mengungkapkan cara mana. Perdana Menteri mengumumkan bahwa pemilihan umum akan dipercepat, yang sesuai dengan keinginan tulus kabinet. Pukul 13.30, para komandan divisi dan komandan seksi Staf Umum Angkatan Darat, dipimpin oleh Kepala Staf Kolonel Nasoetion, tiba di Kantor Perdana Menteri untuk bertemu dengan Menteri Pertahanan. Di antara mereka terdapat komandan teritorial Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Menteri Pertahanan kemudian menyatakan bahwa situasi terkini telah dibahas dalam sebuah pertemuan’. Provinciale Overijsselsche en Zwolsche courant, 17-10-1952: ‘Demonstrasi di Djakarta melawan Belanda dan parlemen: Bendera diturunkan di taman Komisaris Tinggi; pejabat dilempari batu. Ribuan demonstran berbaris di Jakarta pagi ini, membawa spanduk menuntut pembubaran parlemen. Mereka menyerbu gedung parlemen, yang menyebabkan kekacauan di ruang sidang. Para demonstran juga menurunkan bendera Belanda di taman kediaman resmi Komisaris Tinggi Belanda, yang segera memerintahkan pengibaran bendera kembali. Lebih lanjut, bendera Belanda diturunkan dari dua kantor Komisaris Tinggi di bekas Koningsplein (sekarang Merdekaplein) di Jakarta. Batu dilemparkan ke arah seorang pejabat Komisaris Tinggi Belanda yang berdiri di taman. Perlindungan, yang diminta oleh Komisaris Tinggi melalui Kementerian Luar Negeri Indonesia, segera diberikan. Menanggapi protes yang segera diajukan oleh Belanda, Kepala Protokol mengeluarkan permintaan maaf secara lisan. Rombongan demonstran tidak hanya memasuki gedung parlemen tetapi juga mengunjungi Kementerian Luar Negeri, di mana beberapa lemari arsip dilaporkan dihancurkan. Mereka juga merobek bendera perusahaan dari kantor transit Royal Rott Lloyd dan perusahaan "Nederland" di Lapangan Merdeka. Slogan-slogan tercetak dan tertulis dipasang di seluruh pusat kota Jakarta, menyerukan pembubaran parlemen dan menyatakan bahwa parlemen tidak mewakili rakyat, parlemen bukan kedai kopi, dan rakyat tidak mau membayar iuran parlemen. Rombongan demonstran berjumlah beberapa ribu orang. Sementara itu, seluruh gedung parlemen telah ditutup dan dijaga ketat oleh militer. Para demonstran membawa bendera merah putih, serta spanduk bertuliskan slogan-slogan anti-parlemen. Reporter Aneta melaporkan bahwa kendaraan tempur dan tank ditempatkan di Lapangan Banteng (dulunya Lapangan Waterloo). Tentara dengan jip dan kendaraan tempur berkeliling dengan senjata siap sedia.’.

 

Tunggu deskripsi lengkapnya

 

 

*Akhir Matua Harahap, penulis artikel di blog ini adalah seorang warga Kota Depok sejak 1999 hingga ini hari. Pernah menjadi warga Kota Bogor (1983-1991) dan Jakarta Pusat (1991-1999). Disamping pekerjaan utama sebagai dosen dan peneliti di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, saya memiliki hobi berkebun di seputar rumah--agar lingkungan tempat tinggal segar dan hijau. Menulis artikel di blog hanya dilakukan saat menonton sepakbola atau waktu senggang, utamanya jelang tidur. Saya sendiri bukan sejarawan (ahli sejarah), tetapi ekonom yang memerlukan aspek sejarah dalam memahami ekonomi dan bisnis Indonesia. Artikel-artikel sejarah dalam blog ini hanyalah catatan pinggir yang dibuang sayang (publish or perish). Korespondensi: akhirmh@yahoo.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar