Selasa, 30 Mei 2023

Sejarah Pendidikan (14): Sekolah Tinggi Era Hindia Belanda, THS, RHS dan GHS; Cikal Bakal Terbentuk Universitas di Indonesia


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pendidikan dalam blog ini Klik Disini

Sekolah tinggi adalah sekolah tertinggi, dimana Pendidikan tertinggi dapat dicapai. Sekolah tinggi (hoogeschool) bermula pada Pemerintah Hindia Belanda dengan didirikannya Technich Hoogeschool (THS) di Bandoeng tahun 1920 lalu kemudian diikuti pendirian Rechthoogeschhol (RHS) dan Geneeskundige Hoogeschool (GHS) di Batavia. Pada akhir Pemerintah Hindia Belanda dibentuk universitas (Universiteit van Indonesia) yang menjadi cikal bakal pembentukan sejumlah universitas di Indonesia.


Sejarah perguruan tinggi di Indonesia bermula era Pemerintah Hindia Belanda. Rintisan hanya di bidang kesehatan, tahun 1902 di Batavia didirikan STOVIA kemudian NIAS tahun 1913 di Surabaya. Ketika STOVIA tidak menerima didirikanlah sekolah GHS tahun 1927. Di Bandung tahun 1920 didirikan THS (embrio ITB). Pada tahun 1922 didirikan Textil Inrichting Bandoeng (TIB) embrio Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung, sekolah hukum (Rechts School) kemudian ditingkatkan menjadi Recht hooge School (1924). Di Jakarta tahun 1940 didirikan Faculteit de Letterenen Wijsbegeste menjadi Fakultas Sastra dan Filsafat di Indonesia. Di Bogor didirikan sekolah tinggi pertanian tahun 1941 sekarang IPB. Zaman Jepang sampai awal kemerdekaan, GHS ditutup dan atas inisiatif pemerintahan militer, GHS dan NIAS dijadikan satu dan diberikan nama Ika Dai Gakko (Sekolah Tinggi Kedokteran). Dua hari setelah proklamasi, pemerintah Indonesia mendirikan Balai Pergoeroean Tinggi RI yang memiliki Pergoeroean Tinggi Kedokteran, dibuka tanggal 1 Oktober 1945, pada masa perang kemerdekaan mengungsi ke Klaten dan Malang. Pemerintah RI di Yogyakarta bekerja sama dengan Yayasan Balai Perguruan Tinggi Gajah Mada pada tanggal 19 Desember 1949 mendirikan Universitas Gadjah Mada. Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta berdiri tanggal 8 Juli 1945 perguruan tinggi swasta pertama. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah sekolah tinggi era Hindia Belanda, THS, RHS dan GHS? Seperti disebut di atas perguruan tinggi di Indonesia bermula pada era Pemerintah Hindia Belanda berupa sekolah tinggi (hoogeschool). Lalu menjelang berakhirnya Belanda, dibentuk universitas (Universiteit van Indonesia) yang kemudian menjadi cikal bakal terbentuk Universitas di Indonesia. Lalu bagaimana sejarah sekolah tinggi era Hindia Belanda, THS, RHS dan GHS? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyuwangi (14): Jalan di Wilayah Banyuwangi, Antara Kota Balambangan dan Banjoewangi via Rogodjampi; Laut ke Darat


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyuwangi dalam blog ini Klik Disini

Tidak ada jalan darat pada peta-peta VOC di wilayah Banyuwangi. Hanya ada jalan air, melalui sungai (sungai Setail) dari laut ke kota Balambangan dan melalui laut sepanjang pantai timur (mulai muara sungai Balambangan/sungai Setail) dan pantai selatan (hingga teluk Gradjakan). Pembangunan jalan baru terjadi pada awal Pemerintah Hindia Belanda selama pendudukan Inggris. Era jalan darat dimulai.


Mengapa Ujung Jalan Raya Pos Daendels Tidak Berakhir di Banyuwangi? Kumparan.com. 23 Agustus 2017. Pembangunan jalan raya Pos ini adalah kebijakan Pemerintah Hindia Belanda (dilaksanakan Daendels) demi kelancaran mobilisasi pengangkutan kopi dari pulau Jawa serta memudahkan trasportasi sampai ke daerah-daerah pedalaman. Pada tanggal 5 Mei 1808, Daendels melakukan perjalanan dari Buitenzorg menuju Semarang dan terus sampai ke Jawa bagian timur. Pada awalnya, dari Anyer dan berakhir di Panarukan, namun kemudian diperpanjang hingga ke Banyuwangi. Tahun 1811 pembangunan jalan tahap kedua ini sampai ke Banyuwangi. Titik akhir jalan di ujung Timur sebenarnya bukan Panarukan, tapi di Banyuwangi. Kenapa tidak tertulis sampai di Banyuwangi? Jalan ke Banyuwangi terputus dari Sumberwaru hingga ke Bajulmati.  Dari Bajulmati, jalan baru dibangun dan diperlebar hingga ke Banyuwangi, seperti di peta 1815 - 1856.  Titik nol Jalan Groote Postweg ini, menurut data peta tahun 1815 di sekitar pendopo hingga kampong Klembon, kelurahan Singonegaran. Sedangkan titik nol bagian selatan berada di Sekitar Perliman Banyuwangi. Jalan ini tidak dibangun di masa Deandles. Pembangunan Jalan dari Genteng hingga ke Banyuwangi, titik nolnya berada di Perliman dan masih belum dibangun jalan ke Kumitir. (https://kumparan.com/banyuwangi_connect/)

Lantas bagaimana sejarah jalan di wilayah Banyuwangi, antara Balambangan dan Banjoewangi via Rogodjampi? Seperti disebut di atas jalan-jalan raya di wilayah Banyuwangi dapat dikatakan masih baru. Baru karena dimulai pada awal Pemerintah Hindia Belanda. Transportasi laut bergeser ke transportasi darat. Lalu bagaimana sejarah jalan di wilayah Banyuwangi, antara Balambangan dan Banjoewangi via Rogodjampi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Senin, 29 Mei 2023

Sejarah Pendidikan (13): Sekolah Swasta Era Hindia Belanda (v Sekolah Pemerintah); Taman Siswa, Perg. Rakjat, Joshua Instituut


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pendidikan dalam blog ini Klik Disini

Sekolah di Indonesia bermula sejak era VOC. Namun baru mulai mendapat perhatian pada awal Pemerintah Hindia Belanda (masa pendudukan Inggris). Keterlibatan pemerintah baru terjadi pada tahun 1817 setelah Pemerintah Hindia Belanda dipulihkan. Sekolah-sekolah yang didirikan pemerintah disebut sekolah pemerintah. Selainnya dikategorikan sebagai sekolah swasta (agama, kerjuruan, umum). Dalam perkembangan zaman, sekolah-sekolah swasta muncul di berbagai tempat.  


Taman Siswa adalah nama sekolah didirikan Ki Hadjar Dewantara tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Pada waktu pertama sekolah diberi nama "National Onderwijs Institut Taman Siswa", realisasi gagasan Dewantara bersama-sama dengan teman di paguyuban Sloso Kliwon. Sekolah Taman Siswa ini sekarang berpusat di balai Ibu Pawiyatan (Majelis Luhur) di Jalan Taman Siswa, Yogyakarta, mempunyai 129 sekolah cabang di berbagai kota di Indonesia. Prinsip dasar dalam sekolah/pendidikan sebagai Patrap Triloka. Konsep ini dikembangkan oleh Dewantara setelah ia mempelajari sistem pendidikan progresif yang diperkenalkan oleh Maria Montessori di Italia dan Rabindranath Tagore di India dan Benggala). Patrap Triloka memiliki unsur-unsur (dalam bahasa Jawa): ing ngarsa sung tulada "(yang) di depan memberi teladan"); ing madya mangun karsa "(yang) di tengah membangun kemauan/inisiatif"); tut wuri handayani "dari belakang mendukung"). Patrap Triloka dipakai sebagai panduan dan pedoman dalam dunia pendidikan di Indonesia. Taman Siswa didirikan oleh Ki Hadjar Dewantara sebagai bentuk perjuangan dalam menentang penjajahan di Indonesia. Persebaran Sekolah Taman Siswa paling banyak terjadi di Jawa Timur dimana periode 1928 sampai 1930 60 persen. Taman Siswa juga ada di Medan, Tebingtinggi, Bandar Lampung, Kalimantan (3 sekolah); Jawa Barat (9); Jawa Tengah termasuk Jogjakarta (9); dan Jawa Timur (27 sekolah) (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah sekolah swasta era Hindia Belanda (versus sekolah pemerintah)? Seperti disebut di atas, dalam perkembangaannya dibuka sekolah swasta di berbagai tempat termasuk yang dikelola oleh pribumi seperti Taman Siswa (berawal di Jogja), Pergoeroean Rakjat (Batavia) dan Joshua Instituut (Medan). Lalu bagaimana sejarah sekolah swasta era Hindia Belanda (versus sekolah pemerintah)? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyuwangi (13): Agama Islam di Wilayah Banyuwangi; Masjid Baiturrahman, Masjid Tertua di Kota Banyuwangi (1773)?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyuwangi dalam blog ini Klik Disini

Pada masa ini persentase penduduk di wilayah Banyuwangi beragama Islam sebesar 84,37 persen dari keseluruhan penduduk. Persentasi kedua adalah agama Hindu sebesar 13,23 persen. Gambaran seakan Banyuwangi dalam banyak hal begitu dekat dengan (pulau) Bali. Dalam sejarah agama, di wilayah Banyuwangi, seperti halnya di Jawa bagian lainnya, umumnya Hindu. Masuknya agama Islam ke Jawa juga pada akhirnya mencapai wilayah Banyuwangi (pada era VOC). Bagaimana dengan keberadaan masjid?


Masjid Baiturrahman Banyuwangi adalah sebuah masjid yang berada di Banyuwangi, kabupaten Banyuwangi. Latar belakang berdirinya masjid ini dimulai sejak tanggal 7 Desember 1773, hal ini berdasarkan data pada surat wakaf yang berupa denah gambar arsitektur masjid dari keluarga besar Raden Tumenggung Wiraguna I—Bupati pertama Banyuwangi. Masjid ini sejak awal pembangunan setidaknya mengalami beberapa renovasi, yakni pada tahun 1844, 1971, 1990, dan tahun 2005. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah agama Islam di wilayah Banyuwangi? Seperti disebut di atas, penyebaran agama Islam di wilayah Banyuwangi bermula pada era VOC. Salah satu penanda navigasi sejarah adalah keberadaan masjid. Pada masa ini masjid Baiturrahman di kota Banyuwangi disebut masjid tertua. Lalu bagaimana sejarah agama Islam di wilayah Banyuwangi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Minggu, 28 Mei 2023

Sejarah Pendidikan (12): Studi ke Belanda dan Sarjana-Sarjana Pribumi; Perjuangan Peningkatan Pendidikan Penduduk Pribumi


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Pendidikan dalam blog ini Klik Disini

Siapa pribumi pertama berpendidikan modern (aksara Latin) tidak terinformasikan. Siapa pribumi pertama studi ke Belanda? Jelas bukan Raden Kartono. Ada nama-nama awal yang perlu dicatat: Sati Nasoetion dan Ismangoen Danoe Winoto. Lantas siapa mahasiswa Indonesia pertama yang meneruskan pendidikan ke Belanda? Banyak, bahkan hingga sekarang. Yang jelas Raden Kartono adalah mahasiswa pertama di Belanda. Semua bertujuan utnuk meningkatkan pendidikan.


Drs. Raden Mas Panji Sosrokartono (atau Kartono) (10 April 1877 – 8 Februari 1952) adalah wartawan perang, penerjemah, guru. Ia adalah anak keempat dari R.M. Ario Sosrodiningrat dan kakak kandung R.A. Kartini. Setelah tamat Europeesche Lagere School di Jepara, Sosrokartono meneruskan pendidikannya ke H.B.S. di Semarang. Selanjutnya pada 1898, Sosrokartono meneruskan pendidikannya ke Belanda di Sekolah Teknik Tinggi di Delft. Namun karena merasa tidak cocok, ia pindah ke Jurusan Bahasa dan Kesusastraan Timur sehingga lulus dengan gelar Doctorandus in de Oostersche Talen dari Universitas Leiden. Ia merupakan mahasiswa Indonesia pertama yang meneruskan pendidikan ke Belanda. Sosrokartono pernah berprofesi sebagai wartawan Perang Dunia I dari harian New York Herald Tribune di Wina, Austria semenjak 1917. Sosrokartono menguasai 24 bahasa asing dan 10 bahasa daerah di Nusantara. Dari 1919 sampai 1921, R.M.P. Sosrokartono menjadi anak bumiputra yang mampu menjabat sebagai Kepala penerjemah untuk semua bahasa yang digunakan di Liga Bangsa-Bangsa (Wikipedia).

Lantas bagaimana sejarah studi ke Belanda dan sarjana-sarjana pribumi pertama? Seperti disebut di atas, pribumi studi ke Belanda sudah cukup banyak, namun yang datang ke Belanda untuk kuliah di perguruan tinggi yang pertama adalah Raden Kartono. Para sarjana pribumi inilah yang kemudian melalukan perjuangan peningkatan pendidikan penduduk pribumi. Lalu bagaimana sejarah studi ke Belanda dan sarjana-sarjana pribumi pertama? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.

Sejarah Banyuwangi (12): Orang Osing di Wilayah Banyuwangi; Mix Population, Apa Masih Ada Penduduk Asli di Indonesia?


*Untuk melihat semua artikel Sejarah Banyuwangi dalam blog ini Klik Disini

Bangsa adalah satu hal, suku bangsa lain lagi. Penduduk asli satu hal, mix population lain lagi. Seperti halnya orang Batak, orang Jawa, orang Tengger, orang Osing juga tidak dapat dikatakan suatu bangsa, tetapi dapat dikatakan orang asli yang mendiami suatu wilayah/kawasan tertentu. Orang asli dalam hal ini adalah populasi terdahulu yang masih eksis di suatu wilayah. Orang Osing adalah salah satu suku di Indonesia masa kini yang membentuk bangsa Indonesia.


Suku Osing adalah penduduk asli Banyuwangi juga disebut sebagai Laros (Lare Osing) atau Wong Blambangan. Orang Osing menggunakan bahasa Osing. Pada awal terbentuknya masyarakat Osing kepercayaan utama suku Osing adalah Hindu-Buddha seperti halnya Majapahit. Namun berkembangnya kerajaan Islam di Pantura menyebabkan agama Islam dengan cepat menyebar di kalangan suku Osing. Masyarakat Osing mempunyai tradisi puputan, seperti halnya masyarakat Bali. Puputan adalah perang terakhir hingga darah penghabisan sebagai usaha terakhir mempertahankan diri terhadap serangan musuh yang lebih besar dan kuat. Tradisi ini pernah menyulut peperangan besar yang disebut Puputan Bayu pada tahun 1771. Suku Jawa Osing berada di kecamatan Songgon, Rogojampi, Blimbingsari, Singojuruh, Kabat, Licin, Giri, Glagah dan sebagian berada di kecamatan Banyuwangi, Kalipuro dan Sempu. Ada juga sekelompok kecil di kecamatan Srono, Cluring, Gambiran dan kecamatan Genteng. Orang Osing menyebut mereka dengan sebutan "Wong Osing" dengan "Tanah Blambangan". Suku Osing berbeda dengan suku Bali dalam hal stratifikasi sosial. Suku Osing tidak mengenal kasta. Kesenian suku Osing sangat unik seperti Gandrung, Patrol, Seblang, Angklung, Tari Barong, Kuntulan, Kendang Kempul, Janger, Jaranan, Jaran Kincak, Angklung Caruk dan Jedor. (Wikipedia)

Lantas bagaimana sejarah Orang Osing di wilayah Banyuwangi? Seperti disebut di atas, penduduk asli di wilayah Banyuwangi adalah orang Osing. Penduduk mix population adalah warga Banyuwangi. Dalam hubungan ini apakah masih ada penduduk asli terawal di Indonesia? Lalu bagaimana sejarah Orang Osing di wilayah Banyuwangi? Seperti kata ahli sejarah tempo doeloe, semuanya ada permulaan. Untuk menambah pengetahuan dan meningkatkan wawasan sejarah nasional, mari kita telusuri sumber-sumber tempo doeloe.