Keliru Hari Lahir PSMS 21 April 1950; Apakah Tanggal 7
Juli 1907?
Baru saja PSMS Medan kalah lagi melawan Persija Jakarta di stadion Manahan Solo dalam semi final (leg-1 dan leg-2) Piala Presiden 2018. Dua pertandingan ini merupakan untuk kesekian kali pertemuan antara PSMS dan Persija sejak kali pertama bertemu tahun 1952 di stadion Ikada Djakarta. Dalam catatan (rekor) pertemuan antar dua tim legendaris ini sepanjang masa (life tme) jumlah kemenangan Persija jauh lebih unggul dibandingkan jumlah kemenangan PSMS. Hasil imbang (draw) antar dua tim (yang tergolong rivalitas) terbilang tinggi (bahkan terbanyak di Indonesia).
Stadion Teladan 'Abdul Hakim Harahap' Medan, 1953 |
Bukan itu yang akan dideskripsikan dalam artikel ini. Pertanyaan yang akan diajukan adalah kapan PSMS
didirikan? Disebutkan bahwa PSMS berdiri tanggal 21 April 1950. Klaim ini tampaknya
sangat diragukan dan tidak berdasar.Hal ini diperparah, ternyata sejarah PSMS tidak
pernah ditulis. Artikel ini mendeskripsikan riwayat PSMS yang sebenarnya
berdasarkan sumber-sumber primer tempo doeloe. Penulisan sejarah PSMS ini (di
era milenial zaman now) dianggap penting karena PSMS sudah dianggap para gibol
Indonesia sebagai klub/tim/perserikatan yang tergolong legendaris. Semua ingin tahu bagaimana sejarah PSMS bisa eksis hingga ini hari.
Para suporter PSMS
Medan jangan terlalu kecewa berat dulu jika sejarah PSMS tidak pernah ditulis
sejauh ini. Sebab, ternyata klub-klub legendaris yang lain (macam Persija,
Persebaya, Persib, PSIS dan PSM) penulisan sejarahnya juga berantakan (tidak
valid). Hal ini dapat dilihat dalam blog ini serial artikel Sejarah Medan, Sejarah
Jakarta, Sejarah Bandung, Sejarah Semarang, Sejarah Surabaya, Sejarah Makassar
dan Sejarah Padang. Oleh karena itu sangat diperlukan penulisan sejarah klub
legendaris secara lengkap dan valid. Artikel-artikel sejarah sepak bola dalam
blog ini (Persib, Persija, Persebaya, PSIS dan PSM), termasuk sejarah PSMS
harus dipandang sebagai salah satu upaya penggalian data dan memperkaya
analisis ke arah penulisan sejarah klub-klub (legendaris) di Indonesia yang
baik dan benar. Satu hal lagi: dari semua klub legendaris hanya PSMS yang tidak
memiliki website sendiri. Semua klub-klub legendaris di Indonesia sudah
memiliki website resmi. Satu-satunya sumber sejarah PSMS yang praktis hanya
Wikipedia. Namun, sayang seribu kali sayang, di dalam Wikipedia hanya tertulis sejarah
awal PSMS cuma satu kalimat: ‘PSMS Medan didirikan pada tanggal 21 April 1950’.
Jika hari lahir PSMS bukan tanggal 21 April 1950, lantas kapan? Untuk
menjawab pertanyaan ini diperlukan suatu upaya penelusuran sumber-sumber tempo
doeloe yakni surat kabar Sumatra Post dari edisi tahun 1898 hingga 1942 dan surat kabar Het nieuwsblad voor Sumatra dari edisi tahun
1948 hingga 1957. Dua surat kabar ini terbit di Medan. Hasil analisis
menunjukkan bahwa hari lahir PSMS bukan tanggal 21 April 1950. Apakah hari
lahir PSMS tanggal 7 Juli 1907? Mari kita buktikan.
Puzzle Sejarah Awal PSMS: Tidak Ada Bukti PSMS Lahir Tanggal 21 April 1950
Dalam logo PSMS, seperti yang
terlihat sekarang, terdapat angka 1950. Angka tidak terlalu jelas apakah
menunjukkan PSMS lahir atau apa. Sementara itu di berbagai tulisan tidak resmi
(yang bukan bersumber dari PSMS) disebutkan bahwa PSMS didirikan tanggal 21
April 1950. Apakah angka pada logo merujuk pada tulisan atau sebaliknya, tidak
terlalu jelas. Tidak adanya informasi mendorong kita untuk mencari tahu.
Jauh sebelum 21 April 1950 nama PSMS (Persatuan Sepakraga Medan dan
Sekitarnya) sudah eksis sebagai terjemahan VBMO (Voetbal Bond Medan en
Omstreken) (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 28-01-1950). Nama perserikatan VBMO kali
pertama muncul pada bulan Oktober 1949 (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra,
20-10-1949), setelah setahun dihidupkannya kembali OSVB (lihat Het nieuwsblad
voor Sumatra, 27-09-1948). Oostkust Sumatra Voetbalbond (OSVB) sendiri sudah eksis
sejak 1915 sebagai suksesi DVB. Deli Voetbalbond (DVB) dibentuk pada tahun 1907
yang digagas oleh Tapanoeli Voetbalclub (Tapanoeli VC) yang didukung oleh klub
Voortwaarts (orang-orang Belanda)..
Pada tanggal 27 Januari 1950 diadakan rapat umum VBMO/PSMS. Salah satu
keputusan penting dalam rapat tersebut adalah pembentukan pengurus baru.
Pengurus lama tidak ada yang mengajukan diri. Lalu secara aklamasi memilih dan
menetapkan Madja Purba sebagai Ketua Pengurus VBMO/PSMS (lihat Het nieuwsblad
voor Sumatra, 28-01-1950). Madja Purba adalah salah satu pimpinan delegasi
Negara Sumatra Timur (NST) dalam proses integrasi dengan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Terpilihnya Madja Purba mengindikasikan babak baru
kepengurusan perserikatan sepak bola di Medan. Madja Purba adalah pribumi
pertama sebagai ketua sejak era DVB, OSVB hingga VBMO/PSMS. Untuk posisi sekretaris
VBMO/PSMS diketahui adalah JJ Barends (Het nieuwsblad voor Sumatra, 13-02-1950).
Pada tahun 1941 GB Joshua
Batubara, ketua klub Sahata melancarkan protes dalam rapat umum OSVB karena
selama ini tidak pernah orang pribumi di OSVB padahal klub dan pemain orang
pribumi tidak kalah kelas jika dibandingkan klub dan pemain Eropa/Belanda.
Protes itu tidak direspon yang akhirnya klub Sahata, UVV dan MSV keluar dari
OSVB dan kemudian membentuk perserikatan yang baru, PERSEDELI (lihat De Sumatra
post, 20-11-1941). Perserikatan PERSEDELI ini merupakan semacam timbul
kembalinya DVB yang baru tahun 1923 (yang didirikan oleh Radjamin Nasution).
Dr. Radjamin Nasution mahasiswa STOVIA adalah kapten Tim Docter Djawa School
Voetbalclub yang berkompetisi di BVB Batavia yang pada tahun 1909 Docter Djawa
VC melawat ke Medan untuk bertandingan dengan Tapanoeli VC. Selama pendudukan
Jepang kegiatan sepak bola di Medan tidak terinformasikan. Setelah kembalinya
Belanda berkuasa, sebagaimana NIVU, pada bulan September OSVB dihidupkan
kembali (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 27-09-1948). Pada bulan Juli 1948, klub Sahata yang sudah
lama tidak terdengar beritanya kembali muncul. Surat kabar menyebutkan klub orrang
Indonesia Sahata akan bertanding dengan tim milisi (3-15 R1) yang baru dibentuk
(Het nieuwsblad voor Sumatra, 28-07-1948). Tim orang Indonesia (Sahata) boleh jadi
dimaksudkan untuk membedakan tim Republik dengan tim milisi (Belanda). Klub pribumi lainnya adalah Medan Poetra serta klub Tionghoa, Chung Hua.OSVB
lalu mengadakan kompetisi (tiga divisi plus divisi cadangan) yang mana termasuk
Sahata dan Medan Poetra. Setelah OSVB menyelesaikan kompetisi satu musim dan
memulai musim baru ternyata tidak bisa dijalankan karena terjadi perang (Het
nieuwsblad voor Sumatra, 14-01-1949). Banyak tentara yang harus meninggalkan
klubnya. Meski demikian masih ada satu dua pertandingan yang bersifat
persahabatan. Lalu kemudian dari klub yang ada dan pemain yang ada disusun
kembali kompetisi dengan tiga divisi tanpa divisi cadangan dan juga tidak ada
sistem promosi-degradasi. Klub banyak yang menghilang (terutama militer) tetapi
ada satu klub baru muncul yakni Deli Mij. Pada fase inilah nama
VBMO/PSMS muncul di surat kabar (Het nieuwsblad voor Sumatra, 20-10-1949). Ini
sehubungan dengan kebijakan VUVSI/ISNIS (suksesi NIVU) agar nama bond-bond yang
ada di bawah naungan VUVSI/ISNIS perlu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
ISNIS adalah singkatan dalam bahasa Indonesia dari VUVSI.
Kompetisi OSVB (musim
kedua) sesungguhnya belum sepenuhnya berakhir. Masih menyisakan beberapa
pertandingan. Pada akhir kompetisi ini OSVB
diganti dengan VBMO/PSMS dengan statuta yang baru (Het nieuwsblad voor Sumatra,
08-11-1949). Dalam statuta yang baru (VBMO/PSMS) dilakukan promosi dan
degradasi. Pada pertandingan terakhir Divisi-1 akan bertemu antara Sahata dan
Deli Mij. Dalam klasemen akhir dipastikan Deli Mij berada pada posisi enam
(terakhir). Akibatnya, dengan penerapan statuta baru untuk kompetisi berikut,
kluh Deli Mij harus playoff dengan juara Divisi-2 (ATT). Dengan demikian dalam
musim berikut akan ada LTD, Sahata, ML, Victoria, Medan Poetera dan pemenang
pertandingan playoff. Selain itu menurut Pasal 65 Statuta VBMO / PSMS, kelas
pertama dapat terdiri dari maksimal 10 tim. Untuk sementara kandidat untuk dimasukkan
ke kelas pertama adalah 5-10 R1, 5-11 R1, Juliana dan Black and White. Jelang
kompetisi musim ketiga ini, Tim PORI-Sepakbola Djakarta akan datang ke Medan
untuk melakukan tiga pertaandingan dibawah koordinasi Panitia Pembangunan
Djokja [ibukora RI] di lapangan Medan Poetra di Djalan Radja (Het nieuwsblad
voor Sumatra, 15-11-1949). Dijadwalkan tanggal 22 November Combinatie Sahata/Deli
Mij vs PORI, 23 Nov. Medan Poetera vs PORI,
26 Nov. Indonesisch Bondselftal vs PORI. Diantara klub-klub pribumi yang ikut
berpartisipasi di kompetisi Mwedan (OSVB dan VBMO/PSMS) hanya klub Sahata, klub
yang keluar dari OSVB yang tetap eksis dari klub-klub yang ada pada era sebelum
pendudukan Jepang. Dalam hal ini dapat ditambahkan bahwa PORI Djakarta memiliki
divisi sepakbola, sedangkan PORI Medan tidak ada. PORI Medan antara lain
basket, dan Sahata sendiri memiliki klub basket. Akhirnya Deli Mij berhasil
lolos playoff (Het nieuwsblad voor Sumatra, 21-11-1949). Sementara itu ada enam
klub kandidat yang akan melakukan seleksi masuk Divisi-1 untuk jatah yang
tersisa empat klub lagi, yakni: AAT, 5-10 R1, 5-11 R1, Black and White, Juliana
dan Behos. Dalam pertandingan hari pertama Tim PORI Djakarta kalah 3-2 (Het
nieuwsblad voor Sumatra, 23-11-1949).
Dalam perkembangannya diadakan pertandingan dibawah tajuk VBMO/PSMS di
lapangan Kebon Boenga antara tim perserikatan vs tim gabungan orang Indonesia
(pribumi)yang berasal dari tiga klub yakni Sahata, Deli Muj dan Medan Poetra
(Het nieuwsblad voor Sumatra, 19-01-1950). Kedatangan PORI-Djakarta ke Medan
bukanlah lawatan tim sepakbola biasa tetapi diduga lebih dari itu karena
dikoordinasikan oleh Panitia Pembangunan Djogja. Apalagi lawan-lawan tanding
PORI Djakarta adalah (pemain-pemain (tim-tim) pribumi. PORI tidak hanya di
Djakarta dan Medan tetapi juga di kota-kota lain, seperti Semarang, Soerabaja,
dan Bandoeng. PORI kemudian berubah menjadi KONI.
Sebagaimana telah disebutkaa di
atas pada tanggal 27 Januari 1950 diadakan rapat umum VBMO/PSMS. Salah satu
keputusan penting dalam rapat tersebut adalah pembentukan pengurus baru. Pada
awal Februari muncul nama klub Andalas yang akan melakukan pertandingan kali pertama
dengan klub Juliana (Het nieuwsblad voor Sumatra, 01-02-1950). Disebutkan
klub-klub yang bertanding antara lain Sahata vs Medan Poetra. Pada tanggal 8
Februari diadakan pertandingan Tim Militer Belanda vs Tim Indonesia, kombinasi
Sahata, Deli Mij dan Medan Poetra sebagai pertandingan yang diselenggarakan
oleh VBMO/PSMS untuk melepas kepulangan militer Belanda (Het nieuwsblad voor
Sumatra, 09-02-1950). Pertandingan-pertandingan
lain yang diadakan adalah dalam rangka Kongres Rakyat di Medan mempertemukan
Sahata vs Deli Mij di hari pertama, lalu klub Black and White vs Medan Poetra
yang pemenangnya akan melawan Sahata. Hasil keuntungan pertandingan ini
diberikan kepada Kongres Rakyat (Het nieuwsblad voor Sumatra, 15-04-1950). Pemenang
turnaman ini adalah Sahata (Het nieuwsblad voor Sumatra, 17-04-1950). Setelah
tanggal inilah kemudian tanggal 21 April 1950 diklaim sebagai hari lahir PSMS
yang sekarang.
Di Batavia, PORI-Sepakbola berubah menjadi Persidja (lihat sejarah
Persija dalam blog ini). Hanya di Batavia kasus ini terjadi, sementara di Soerabaja
adalah SVB/PSS berubah menjadi Persibaja (bukan SIVB). Di Makassar MVB/PSM
menjadi PSM yang sekarang. PSMS yang sekarang. Lantas di Medan, apakah VBMO/PSMS telah berubah menjadi PSMS yang
sekarang? Jawabnya, tidak. Sebab di Medan pada tanggal 24 Mei di surat kabar
VBMO/PSMS masih eksis (Het nieuwsblad voor Sumatra, 25-05-1950). Diberitakan bahwa klub UMS Djakarta akan datang
bertanding melawan Sahata dan Medan Poetra. Pertandingan ini di bawah tajuk
penyelenggara VBMO/PSMS. Hasilnya UMS imbang lawan Sahata (Het nieuwsblad voor
Sumatra, 05-06-1950). Het nieuwsblad voor Sumatra, 10-08-1950 melaporkan akan
datang tim Malaka pada awal September ke Medan untuk melawan tim Sahata, tim
Deli Mij, tim Medan Poerta dan tim VBMO/PSMS.
Dalam minggu-minggu terakhir
ini klub Sahata, Medan Poetra dan Deli Mij semakin sering muncul untuk melawan
tim-tim dari luar. Sementara klub-klub Belanda semakin jarang terberitakan.
Yang ada hanya tim VBMO/PSMS. Artinya, pemain-pemain Eropa/Belanda tidak lagi
mewakili klub tetapi lebih sering mewakili bond (perserikatan) VBMO/PSMS. Tim
kuat orang Belanda 3-15 R1 (militer) yang menjadi juara musim lalu sudah pulang
ke Belanda. Klub orang-orang Eropa/Belanda
yang tersisa hanya tinggal Juliana VC.
Pada bulan Agustus di Medan diadakan pertandingan sepak bola di Medan
(dua kelas). Pada kelas pertama adalah tim Black and White (Tionghoa) Jong
Arab, lalu Medan Poetra vs Juliana dan kemudian antara POP vs Moeda Sebaja dan
Sahata vs Deli Mij (Het nieuwsblad voor Sumatra, 12-08-1950). Pertandingan
tersebut diadakan dalam rangka perayaan Hari Kemerdekaan RI yang dipusatkan di
Djalan Radja. Sahata dan Medan Poetra sama-sama melaju ke partai final (Het
nieuwsblad voor Sumatra, 14-08-1950). Pada peringatan Hari Proklamasi RI 17
Agustus 1950 (yang pertama di Medan) akan berpidato GB Joshua sebagai ketua
Panitia, Kolonel M Simbolon Gubernur Militer dan Sarimin Reksodihardjo, Ketua
Komisi Persiapan Negara Kesatuan Republik Indonesia di Sumatra Timur (Pejabat
Kementerian Dalam Negeri). Pada sore hari akan diadakan final turnamen sepak
bola yang mempertemukan klub Sahata vs klub Medan Poetra di stadion Kebon Boenga
(lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 16-08-1950). Sebagaimana diketahui GB
Joshua Batubara adalah pimpinan klub Sahata Medan (sejak 1939).
Dalam perayaan tersebut juga
dilakukan penanaman pohon kebebasan di lapangan oleh GB Joshua yang dibantu
oleh dua orang pramuka. Sementara itu parade militer RI di bawah komando
Kolonel M Simbolon yang memeriksa barisan di lapangan olahraga di Djalan
Merdeka (Beatrixlaan). Dalam parade militer Indonesia ini turut hadir petugas
UNCL dan juga anggota milisi Belanda. Ini menandakan bahwa di Medan kepemimpinan
telah berada di pihak RI (Republiken). Pihak Belanda hanya sebagai penonton.
Kegiatan sepak bola di Medan pasca Peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI
(17 Agustus 1950) masih ada. Tanggal 20 Agustus dilakukan pertandingan antara
Sahata vs Juliana (orang-orang Eropa/Belanda) di stadion Keboen Boenga. Disebutkan
bahwa kontes (pertandingan) ini diselenggarakan oleh VBMO/PSMS (Het nieuwsblad
voor Sumatra, 21-08-1950). Juga pertandingan antara Juliana vs POP di bawah
tajuk VBMO/PSMS (Het nieuwsblad voor Sumatra, 28-08-1950). Lantas mengapa nama
bond masih VBMO/PSMS? Hal ini karena belum terjadi perubahan kepengurusan baru
dan statuta VBMO/PSMS sendiri juga belum ada perubahan.
Setelah Belanda mengakui
kedaulatan Republik Indonesia (hasil KMB), Kementerian Dalam Negeri menunjuk Sarimin
Reksodihardjo sejak 14 Agustus 1950 sebagai acting Gubernur Sumatera Utara (ketua
komite) untuk mempersiapkan dan menata pemerintahan yang baru dan gubernur yang
baru (Provinsi Sumatera Utara). Dalam proses penataan pemerintahan baru di
Sumatera Utara ini Sarimin Reksodihardjo dibantu oleh Binanga Siregar sebagai
anggota komite. Binanga Siregar sebelumnya adalah Wakil Residen Tapanoeli
(Residen adalah Abdul Hakim Harahap). Untuk dewan perwakilan yang pertama
dibentuk di Sumatera Utara adalah di Kabupaten Karo. Pelantikan dilakukan pada
tangga 26-10-1950 (Het nieuwsblad voor Sumatra, 26-10-1950). Lalu kemudian di
Tapanoeli dan Simaloengoen. Lalu Madja Purba diangkat menjadi Bupati Simalungun (lihat Het nieuwsblad
voor Sumatra, 23-11-1950).
Ini mengindikasikan bahwa Madja Purba sebagai Ketua VBMO/PSMS (27 Januari 1950)
Provinsi Sumatra Utara belum terbentuk. Madja Purba sebagai tokoh politik NST,
yang boleh jadi sangat sibuk saat itu, peran sekretarisnya JJ Barends yang
menjalankan roda kegiatan sepak bola di Medan dan sekitarnya. Namun peran JJ
Barands ini menjadi sangat terbatas (separuh badan dan separu jiwa) karena masa
transisi (bukan lagi Belanda tetapi sudah Indonesia). Faktor ini yang diduga
kuat yang menyebabkan kegiatan sepakbola agak terhambat [Madja Purba dalam
perkembangan lebih lanjut nanti dimutasi menjadi Bupati Tapanuli Utara tahun
1954 (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 23-01-1954). Madja Purba tahun 1956
menjadi pejabat di Kantor Gubernur].
Lalu kompetisi terbaru di bawah VBMO/PSMS akan dimulai (Het nieuwsblad
voor Sumatra, 11-10-1950). Klub yang berpartisipasi adalah Black and White
(Tionghoa), Sahata, Deli Mij, Juliana (Eropa/Belanda). Semua kompetisi ini
berlangsung di Bondsterrein di Kebon Boenga. Tim Perak akan melawat ke Medan
melawan tim Sahata dan Tim APRI (Het nieuwsblad voor Sumatra, 03-11-1950) dan
juga tim perserikatan VBMO/PSMS (Het nieuwsblad voor Sumatra, 08-11-1950).
Lantas kapan PSMS didirikan? Ada sebuah buku (tidak diketahui tahun
terbit yang dicuplik di dalam medan-hooligan.blogspot.co.id), disebutkan
pendiri PSMS adalah enam klub yakni Medan Sport, Deli Mij, Sahata, Al Wathan,
POP dan Indian Foor ball Team. Padahal kenyataannya tidak demikian. Juga
disebutkan bahwa tokoh-tokoh yang mendirikan PSMS adalah Adinegoro, Madja Purba,
Sulaiman Siregar, T Harris, dr Pirngadi dan Tedja Singh. Padahal mereka ini tidak
semua berada di Medan. Nama-nama klub dan tokoh tersebut juga sudah dikutip
oleh Wikipedia. Padahal informasi tersebut sangat-sangat tidak berdasar apalagi
tidak menyebut sumbernya. Kenyataannya, nama klub Medan Sport, Al Wathan dan
Indian Foot ball Team sama sekali tidak terdeteksi sebelum dan sesudah tanggal
21 April 1950. Demikian juga nama-nama Adinegoro, dr Pirngadi dan Tedja Singh
setali tiga uang sama sekali tidak terdeteksi sebelum dan sesudah tanggal
tersebut berada di Kota Medan. Nama Tedja Singh terdeteksi hanya sekali yakni
sebagai pemilik toko Punjab Store di Medan (Het nieuwsblad voor Sumatra,
22-07-1954). Untuk nama-nama Madja Purba, T Harris dan Soeleiman Siregar
dideskripsikan pada bagian lain dalam artikel ini.
Kegiatan sepak bola berikutnya di Medan adalah kegiatan sepakbola dalam
rangka Tim Indonesia ke New Delhi India (Nieuwe courant, 27-11-1950). Seleksi
ini dilakukan oleh PORI-Sumatra Utara. Tim seleksi akan di bawa ke Bandung
untuk pembentukan tim Indonesia. Cabang sepak bola di bawah naungan Voetbal
Bond Medan en Omstreken (PSMS). Dalam berita ini nama PSMS tidak disebutkan
sebagai VBMO. Seleksi mempertemukan Tim Medan, Tim Atjeh dan Tim Tapanoeli
untuk membentuk Tim Sumatra Utara. Tim ini akan ke Jawa untuk melakukan pertandingan
dengan beberapa tim di Jawa dalam rangka seleksi pembentukan Tim Nasional Indonesia (PSSI).
Formasi Timnas PSSI 1951 |
De Sumatra post, 10-08-1936 |
Tim POP yang diperkuat
(beberapa pemain dari Medan Poetra, Deli Mij, dan Sahata) akan melawat ke
Singapoera (Het nieuwsblad voor Sumatra, 11-05-1951). Tim POP akan dipimpin
oleh Ketua POP (polisi), Komisaris RM Lubis. Tim Jawa Tengah akan datang ke Medan untuk melakukan serangkaian
pertandingan melawan Bondsteam (Sumatra Timur), Medan Putera, Sahata, POP, dan
Medan Bondsteam (VBMO-PSMS Medan) (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra,
13-07-1951). RM Lubis adalah uwak dari Taufik Lubis dan Ansyari Lubis. Persibaja akan datang ke Medan melawan Sahata, POP dan Medan Junior (Nieuwe
courant, 10-09-1951).
Setahun setelah menjabat gubernur, Abdul Hakim Harahap meminta para klub
di Medan untuk menyelenggarakan kompetisi. Disebutkan bahwa fakta klub
sepakbola PSMS, telah mengalami stagnasi selama sekitar dua tahun hingga sekarang
(Het nieuwsblad voor Sumatra, 24-01-1952). Dua tahun yang dimaksud boleh jadi
merujuk pada tanggal 27 Januari 1950
saat mana terjadi pembentukan pengurus yang diketuai oleh Madja Purba. Lalu
dengan terbentuknya pengurus baru pada Gubernur Abdul Hakim Harahap, selusin
klub sepak bola Medan telah menyelenggarakan serangkaian kompetisi yang
pertama. Tim-tim yang berkompetisi antara lain: Kantor Gubernur, Juliana, POP,
Deli Mij, Sahata, Indian FT dan Aer Beresih. Klub Kantor Gubernur adalah klub
pegawai Kantor Gubernur dan klub Aer Beresih adalah klub karyawan perusahaan
air minum (PAM).
Jika disebut sepakbola PSMS
Medan telah mengalami stagnasi selama dua tahun belakangan itu berarti sejak
kepengurusan VBMO/PSMS dipegang oleh Madja Purba (sejak 27 Januari 1950). Madja
Purba adalah pribumi pertama yang memimpin perserikatan sepakbola Medan. Dengan
kata lain, Madja Purba adalah berada di masa transisi Belanda ke RI. Jika
disebut bahwa PSMS yang sekarang didirikan pada tanggal 21 April 1950 tidak
dapat dibuktikan. Hal ini karena sepak bola Medan selama masa transisi tersebut
tetap berada di bawah naungan VBMO/PSMS. Masalahnya adalah kompetisi tidak
sepenuhnya berjalan normal sebagaimana di era sebelum kepemimpinan Madja Purba.
Kesibukan Madja Purba sebagai pejabat telah menyebabkan kepemimpinan VBMO/PSMS
tidak efektif. Madja Purba adalah Bupati Simalungun (lihat kembali Het nieuwsblad voor Sumatra,
23-11-1950).
Gubernur Abdul Hakim Harahap juga meminta para anggota bond PSMS untuk
melakukan pertemuan untuk pemilihan umum (reorganisasi). Lalu pertemuan
diadakan pada tanggal 24 Februari 1952 (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra,
25-02-1952). Hasil pertemuan tersebut terbentuknya pengurus baru PSMS: Amir
Hamzah (Ketua) dan para anggota Mochtar [Siregar], Kamaruddin [Panggabean],
[RM] Lubis, Firdaus [Siregar], de Raadt, Jans, Korver en Tjong Jong Liong [catatan:
Korver adalah pemain Juliana (Het nieuwsblad voor Sumatra, 21-08-1950); Firdaus
adalah pemain Deli Mij (Het nieuwsblad voor Sumatra, 09-07-1952); Mochtar adalah seorang wasit (Het nieuwsblad voor
Sumatra, 21-08-1950). Nama-nama tersebut
semua terkat dengan sepak bola. Korver adalah pemain Juliana (Het nieuwsblad
voor Sumatra, 21-08-1950); Firdaus Siregar adalah pemain Deli Mij (Het nieuwsblad voor
Sumatra, 09-07-1952); Mochtar Siregar adalah pemain Deli Mij (De Sumatra post,
05-12-1941) dan kini menjadi seorang wasit (Het nieuwsblad voor Sumatra,
21-08-1950).
De Sumatra post, 12-02-1940 |
Amir Hamzah dalam hal ini bukan Amir Hamzah seorang sastrawan dan juga
bukan Amir Hamzah Siregar seorang politikus radikal di era kolonial Belanda.
Amir Hamzah yang dimaksud adalah seorang yang memulai karir polisi dari bawah
(mantri polisi) di Medan. Amir Hamzah dan Joesoef Pontas Siregar, dua anak
Padang Sidempoean diangkat menjadi mantri polisi di Medan (lihat De Sumatra
post, 30-10-1936). Jauh sebelumnya lagi, sudah ada beberapa anak Padang
Sidempoean yang diangkat mantri polisi di Medan, seperti Djamin gelar Baginda
Soripada dan Raja Pandapotan. Pada tahun 1914 Djamin dipromosikan menjadi
djaksa (lihat Bataviaaschnieuwsblad, 12-05-1914). Djamin Baginda Soripada
adalah ayah dari Amir Sjarifoeddin dan Radja Pandapotan adalah ayah dari Mochtar
Lubis. Jika mundur ke belakang lagi Kepala Kampung (Komponghoofd) yang pertama
di Medan (Kesawan) pada tahun 1900 adalah Sjech Ibrahim (kelahiran Afedeling
Mandailing dan Angkola). Jika mundur lagi ke belakang, Djaksa pribumi pertama
di Medan tahun 1885 adalah Soetan Goenoeng Toea (kakek Amir Sjarifoeddin).
Sebagai seorang anggota polisi Kota Medan, Amir Hamzah yang gibol juga
pemain inti klub polisi (De Sumatra post, 12-02-1940). Amir Hamzah di klub
adalah seorang penyerang yang bahu membahu dengan gelandang Damora Harahap.
Pasca pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda, Amir Hamzah menjadi kepala
kepolisian Medan dengan pangkat komisaris (Het nieuwsblad voor Sumatra,
30-01-1950). Komisaris Amir Hamzah juga adalah Ketua Persatuan Pegawai Polisi
Medan (Het nieuwsblad voor Sumatra, 02-04-1951). Provinsi Sumatra Utara terdiri
dari Tapanoeli, Atjeh dan Sumatra Timur. Namun wilayah kepolisian dibagi empat,
selain di tiga wilayah tersebut ditambah wilayah khusus Medan dan sekitarnya.
Kepala Polisi Sumatra Utara adalah Hoofdcommissaris Darwin Karim. Kepala Polisi
Medan dan sekitarnya adalah Komisaris Polisi Amir Hamzah. Wakil Kepala Polisi
Sumatra Utara adalah Komisaris Polisi M. Nurdin Nasution dan kepala polisi
wilayah lainnya adalah Komisaris Mustafa Pane (Het nieuwsblad voor Sumatra,
21-12-1951). Mohammad Nurdin adalah
pegawai di kantor Komisaris Kepala Polisi (Hoofdcommissaris) di Medan (De Sumatra post, 09-04-1936). M. Nurdin [Nasution] Kepala Polisi Tapanoeli pada bulan Mei 1946 termasuk
salah satu dari 43 orang yang ditangkap Belanda (lihat Het dagblad: uitgave van
de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia, 23-05-1946). M. Nurdin menjadi Bupati
Tapanuli Selatan selama tiga periode 1956-1961, 1961-1969 dan 1970-1974. Kolonel
(Brimob) M. Nurdin. Mantan Wakil Kepala Kepolisian Sumatra Utara kelak dikenal
sebagai ayah dari Letjen TNI Azmyn Yusri Nasution, Panglima Komando Cadangan
Strategis TNI Angkatan Darat (Pangkostrad) 2011-2012.
Dalam kepengurusan yang baru ini masih terdapat orang-orang Eropa/Belanda
sebagaimana dalam kepengurusan Madja Purba. Tidak ada bukti bahwa PSMS
didirikan oleh enam klub. Juga tidak ada bukti tokoh-tokoh yang mendirikan PSMS
adalah Adinegoro, Madja Purba, Soeleiman Siregar, T Harris, Dr Pirngadi dan
Tedja Singh. Ketua VBMO/PSMS adalah Madja Purba dan kemudian Ketua PSMS berikutnya adalah
Amir Hamzah. Nama-nama Adinegoro dan Dr. Pirngadi pada tahun 1950 (21 April
1950) sudah tidak berada di Medan dan sudah sejak lama di Djakarta. Lantas
apakah dalam penulisan sejarah PSMS yang diterbitkan dalam buku tersebut di
atas secara sengaja memasukkan informasi palsu? Entalah! Padahal Adinegoro dan
Dr. Pirngadi adalah dua tokoh Medan yang baik dan jujur.
De Sumatra post, 20-11-1941 |
De Sumatra post, 31-10-1935 |
Salah satu wujud dari kegiatan
pengurus baru PSMS (setelah reorganisasi) adalah mampu mengirimkan tim pada Kejuaraan
Antar Perserikatan (Kota) tahun 1952. Namun hasilnya sangat buruk. PSMS kalah
4-0 melawan Persidja dan dalam klassemen akhir hanya berada pada posisi kelima
(juara Persibaja). Mungkin tidak terlalu masalah karena kejuaraan tahun 1952
ini selain partisipasi pertama PSMS yang lebih penting menjadi ajang uji coba
pemain-pemain PSMS dalam rangka mengikuti PON III Medan. Tim sepak bola Sumatra
sebagian besar dihuni oleh pemain-pemain PSMS. Ketua Panitia PON Medan adalah
GB Joshua Batubara (mantan ketua klub Sahata), Ketua Bidang Sepakbola adalah
Kamaroeddin Panggabean (mantan pemain klub Sahata) dan Ketua Bidang Keamanan
adalah Kapten Marah Halim Harahap dan Penanggungjawab adalah Gubernur Abdul
Hakim Harahap (pendiri klub Sahata). Akhirya dalam PON III Medan 1953, tim
sepakbola Sumatra Utara berhasil mengalahkan tim Djakarta Raya di partai final (lihat Het nieuwsblad
voor Sumatra, 28-09-1953).. Bukti potensi sepak bola Sumatra Utara khususnya Medan (PSMS) mulai terlihat.
PSMS kembali menyusun rencana. Peringkat PSMS dalam partai 7 Besar
Kejuaraan Antar Perserikatan tahun 1952 yang hanya berada di posisi lima dianggap
tidak masuk akal, karena terbukti ternyata bisa menjadi juara sepak bola PON.
Untuk menatap kejuaraan berikutnya (1954) PSMS mulai berbenah diri. Salah satu agenda
awal PSMS melakukan pergantian pengurus baru pada tanggal 23 Februari 1954 yang
mana pengurus baru terdiri dari Drs. S. Soerjobroto (ketua); H. Thalib (Wakil
Ketua I); Dr. Arifin (Wakil Ketua II); Sariani (Sekretaris-I); BTS Hasibuan
(Sekretaris II); Tan Bo Lan (Bendahara I); Agoes Salim (Bendahara II); Ketua
Bidang Kompetisi-1: AHC Jans; Ketua Bidang Kompetisi-I1: O Gultom; dan
komite-komite (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 24-02-1954).
Setelah berakhirnya
PON III di Medan dilakukan pergantian pengurus baru PSMS pada tanggal 23
Februari 1954. Ketua terpilih adalah Drs. S. Soerjobroto. Dengan demikian,
sejauh ini, kepengurusan PSMS yang dipimpin oleh non Belanda sudah ada tiga
orang: Madja Purba (27 Januari 1950); Amir Hamzah (24 Februari 1952); dan Soehardjo
Soerjobroto (23 Februari 1954). Namun yang menjadi persoalan, kapan
sesungguhnya PSMS didirikan? Apakah tanggal 21 April 1950?
Situasi dan kondisi pada tahun 1950 pada dasarnya adalah masa transisi
(pasca pengakuan kedaulatan RI). Di Sumatra Timur, khususnya di Medan situasi
belum nyaman dan aman. Warga Medan masih terkotak-kotak: Eropa/Belanda, Negara
Sumatra Timur (NST) dan Republiken (pro NKRI). Tahun 1950 untuk kali pertama
perayaan Hari Kemerdekaan (setelah integrasi NST ke NKRI tanggal 15 Agustus
1950) diadakan pada tanggal 17 Agustus 1950 di lapangan Esplanade (sejak itu
disebut Lapangan Merdeka). Ketua Panitia Hari Proklamasi adalah GB Joshua
Batubara (Pemilik Joshua Instituut yang didirikan tahun 1932, masih eksis
hingga ini hari). GB Joshua Batubara di era perang (sebelum pengakuan
kedaulatan RI) adalah Wakil Ketua Front Nasional Sumatra Timur (Ketuanya Dr.
Djabangoen Harahap). Wali Negara Sumatra Timur adalah Dr. Mansoer (Dr.
Djabangoen Harahap dan Dr. Mansoer adalah satu kelas di STOVIA, tetapi dalam
soal Sumatra Timur kedua sahabat ini beda haluan politik: Djabangoen Harahap
pro RI (NKRI); Mansoer pro federal (Belanda). Saat itu di Tapanoeli, Ketua
Front Nasional adalah Ahmad Nawi Harahap (sementara Residen Tapanoeli saat itu adalah
Abdul Hakim Harahap yang kini menjadi Gubernur Sumatra Utara ( yang terdiri
dari tiga Keresidenan: Tapanoeli, Atjeh dan Sumatra Timur).
Saat Madja Purba
dipilih sebagai ketua pengurusa PSMS, situasi sangat kritis. Di Sumatra Timur
(termasuk Medan) warga melihat masih memiliki pemerintahan ganda: NST dan NKRI.
Bahkan beberapa hari setelah Madja Purba setelah rapat umum VBMO/PSMS tersebut
masih terjadi demonstrasi besar-besaran di Medan untuk mendesak NST hanya
memiliki satu pemerintahan, yaitu negara Republik Indonesia (lihat Het
nieuwsblad voor Sumatra, 01-02-1950). Pada saat itu yang menjadi Wali Kota
Medan adalah Djaidin Purba (sejak 1 Januari 1947), sementara pemerintahan NKRI
belum terbentuk, orang-orang Belanda masih terdapat dimana-mana termasuk di
sepakbola (baik sebagai pemain maupun klub). Orang-orang Republik (NKRI) di
satu pihak dan orang-orang NST (federal-Belanda) saling berhadapan.
Pemimpin-pemimpin Republik Indonesia di Medan antara lain Dr. Djabangoen
Harahap, Sugondo, GB Josua Batubara, Mr. Ani Manoppo Abbas (Siregar) dan Madong
Lubis. Sementara pemimpin-pemimpin NST berada di belakang Wali NST Dr. T Mansoer.
Sedangkan tokoh-tokoh tengah diantara kedua belah pihak antara lain Mr. Mahadi
dan Dr. Ildrem Siregar [catatan: Ani Manoppo Abbas adalah istri dari Mr, Abdul
Abbas Siregar yang saat itu menjadi Presidium di Padang Sidempoean (pasca
kepemimipinan Abdul Hakim Harahap dan Binanga Siregar (Residen/Wakil Residen
Tapanoeli); Dr. Ildrem Siregar yang beristri orang Belanda adalah faksi tengah
(indiferens antara Republik dan Federal).
Melihat situasi dan kondisi ini dapat dipahami mengapa Madja Purba yang
mendapat mandat untuk mengurus sepak bola PSMS menjadi tidak berjalan baik.
Oleh karenanya kompetisi yang sempat berjalan sebelumnya menjadi tidak
beraturan dan hanya ada pertandingan-pertandingan yang sifatnya insidentil.
Lantas mengapa tanggal 21 April 1950? Pada tanggal 5 Mei 1950 sudah ada persetujuan
pembentukan NKRI, namun belum sepenuhnya masyarakat NST menerima karena tidak
bersedia dengan RI (dan lebih memilih RIS). Selama dalam proses transisi
pemerintahan ini PSMS juga serba gamang. Namun akhirnya tercapai kesepakatan
tanggal 15 Agustus 1950 dengan terbentuknya NKRI (lalu NST bubar). Dalam permulaan
NKRI ini, Madja Purba (ketua VBMO/PSMS) diangkat sebagai Bupati Simalungun.
Akibatnya VBMO/PSMS semakin tidak jelas.
Setelah masa transisi berlalu sehubungan dengan penetapan Gubernur Sumatra
Utara secara definitif yang dijabat oleh Abdul Hakim Harahap, maka dilakukan
pemilihan umum (anggota) PSMS untuk memilih pengurus. Ketua Pengurus yang
terpilih Amir Hamzah (24 Februari 1952). Amir Hamzah adalah mantan pemain klub
pribumi UKVC Belawan dan klub polisi VOP (yang berkompetisi di OSVB). Dalam kepengurusan Amir
Hamzah ini juga turut Kamaroeddin Panggabean dan Mochtar Siregar yang juga mantan
pemain UKVC (lihat De Sumatra post, 15-05-1933). Setelah UKVC Kamaroeddin
Panggabean bergabung dengan klub Sahata pimpinan GB Joshua Batubara (1939).
Kamaroeddin Panggabean dan GB Joshua adalah Republiken. Sementara Madja
Purba adalah Federalis (NST). Pada saat terpilih Madja Purba sebagai ketua
pengurus VBMO/PSMS (27 Januari 1950)
sesungguhnya klub-klub militer dan klub swasta Eropa/Belanda masih eksis
dan tergabung dalam VBMO/PSMS. Setelah terwujudnya NKRI (15 Agustus 1950)
banyak yang telah berubah dan begitu cepat. Pada Kongres PSSI di Semarang pada
bulan September 1950, bahwa PSSI adalah PSSI yang baru, bukan PSSI 1930 yang
lama. Mengapa? Dalam Kongres PSSI di Semarang tidak ada wakil perserikatan
VBMO/PSMS Medan. Mengapa? Hal ini karena di Medan VBMO/PSMS secara defacto
masih dipimpin oleh (plt) JJ Barenda. Dan tentu saja VBMO/PSMS di bawah kepemimpinan
JJ Barends sangat tidak mungkin berafiliasi dengan PSSI. Memang ada klub-klub
pribumsi (Deli Mij, Sahata dan Medan Poetra), tetapi tiga klub ini secara
dejure masih berada di bawah naungan VBMO/PSMS. Lagi pula tidak ada berita
bahwa ketiga klub ini telah membentuk PSMS yang baru. Satu-satunya yang menjadi
penghubung dengan PSSI yang baru adalah peran dari PORI Sumatra Utara yang
menyelenggarakan kegiatan sepakbola dalam rangka Tim Indonesia ke New Delhi
India (Nieuwe courant, 27-11-1950). Seleksi ini dilakukan oleh PORI-Sumatra
Utara. Tim seleksi akan di bawa ke Bandung untuk pembentukan tim Indonesia. Tim
pembentuk Tim Indonesia asal Sumatra Utara tidak lain hampir semuanya dari
tim-tim Medan yang notabene dari klub-klub pribumi (yang masih di bawah
naungan VBMO/PSMS). Kegiatan PORI Sumatra Utara
inilah yang menjalin tali penghubungan sepak bola Medan dengan PSSI (Djakarta).
Hubungan Medan dan Djakarta semakin menguat dengan diangkatnya Gubernur Sumatra
Utara Abdul Hakim Harahap (sejak 25 Januari 1951) dan telah bekerjanya Residen
Sumatra Timur Moeda Siregar (De Telegraaf, 31-07-1951) dan diangkatnya Wali
Kota Medan yang baru AM Djalaloedin (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad
voor Nederlandsch-Indie, 12-07-1952). AM Djalaloedin Ritonga, mantan Bupati
Tapanuli Tengah menggantikan Djaidin Purba (yang menjadi wali kota sejak 1947 pada
era Belanda). Pada tahun 1954 Moeda Siregar tukar tempat dengan AM Djalaloeddin.
Moeda Siregar menjadi Wali Kota Medan dan AM Djalaloeddin menjadi Residen
Sumatra Timur.
Gubernur Abdul Hakim Harahap (1953) |
Seiring dengan semakin besarnya
kontribusi para tokoh-tokoh Sahata, di jajaran kepengurusan VBMO/PSMS juga
tampak partisipasi orang-orang Eropa/Belanda semakin berkurang. Pada
kepengurusan Amir Hamzah (24 Februari 1952) terdapat empat orang Eropa/Belanda dan
pada kepengurusan S. Soerjobroto (23
Februari 1954) hanya tinggal satu orang Belanda saja. Pada kepengurusan Amir Hamzah
PSMS kali pertama ikut berpartisipasi dalam Kejuaraan Antar Perserikatan tahun
1952. Satu hal, sejak Amir
Hamzah menjadi ketua PSMS, nama PSMS semakin jarang ditulis oleh media dengan
nama VBMO/PSMS tetapi selalu ditulis dengan PSMS saja. Soehardjo Soerjobroto adalah
seorang komisaris polisi yang juga adalah seorang Republiken (Het nieuwsblad
voor Sumatram, 01-07-1953).
Peran para tokoh Republik ini semakin terlihat di bidang sepak bola ketika
penyelanggaraan PON III di Medan tahun 1953 yang mana sebagai Penanggung Jawab
PON III adalah Gubernur, Ketua Panitia GB Joshua Batubara dan Ketua Bidang
Sepakbola adalah Kamaroeddin Panggabean (plus Ketua Bidang Keamanan Kapten
Marah Halim Harahap). Tiga tokoh yang pertama (Abdul Hakim Harahap, GB Joshua
Batubara dan Kamaroeddin Panggabean) adalah orang-orang dari klub Sahata (gibol
republiken). Singkat kata: kolaborasi para republiken (pengurus PSMS dan
pimpinan pemerintahan telah menunjukkan hasil yang mana tim sepakbola Sumatra
Utara menjadi juara PON III Medan. Lalu setelah sukses
menyelenggarakan PON III di Medan, kepengurusan baru dibentuk lagi dengan Ketua
terpilih S. Soerjobroto 23 Februari 1954.
Salah satu sukses kepengurusan S.
Soerjobroto ini adalah untuk kali kedua PSMS mengikuti Kejuaraan Antar
Perserikatan di Jawa. Tim PSMS yang notabene adalah mayoritas pemain Tim sepak
bola Sumatra Utara dalam PON III di Medan (1953) berangkat ke Jawa dengan percaya
diri di bawah Manajer Tim Muslim Harahap. Namun di pertandingan terakhir yang
menentukan juara Kejuaraan Antar Perserikatan di Djakarta tim PSMS dicurangi
oleh wasit sehingga tim PSMS keluar lapangan. Peristiwa ini terjadi pada
tanggal 26 Desember 1954. PSSI akhirnya memutuskan PSMS dianggap kalah dan
hanya duduk di posisi runner-up.
Setelah tim sepak bola Sumatra Utara menjuarai PON III di Medan yang
notabene hampir seluruhnya adalah pemain PSMS, maka target PSMS dalam partai 6
Besar Kejuaraan Antar Perserikatan 1954 adalah juara. Namun tidak lama setelah
PON III di Medan usai terjadi peristiwa yang tiba-tiba. Muncul pemberontakan di
Atjeh.
Yang pertama ke Atjeh adalah
Zainul Arifin Pohan, Wakil Ketua Parlemen yang membidangi pertahanan. Pada
tahun 1951 Zainul Arifin Pohan dan Abdul Haris Nasution pernah singgah di Kota
Radja di atas kapal perang RI dalam rangka keliling Indonesia termasuk singgah
di Medan dan Sibolga. Lantas mengapa bukan Abdul Haris Nasution yang ke Atjeh,
karena Abdul Haris Nasution sejak 1952 telah dipecat Soekarno karena Abdul
Haris Nasution mendukung demonstrasi yang dipimpin oleh Mochtar Lubis. Dalam
situasi kosong inilah, ketika pimpinan TNI berada di tangan Soekarno terjadi
pemberontakan. Menteri Pertahanan Iwa tidak berani ke Atjeh dan hanya sampai di
Medan. Akibat dari pemberontakan itu, Gubernur Abdul Hakim Harahap harus
digantikan oleh SM Amin Nasution. Alasannya karena SM Amin Nasution bisa
berbahasa Atjeh dan lebih memahami budaya Atjeh. Sedangkan Abdul Hakim Harahap
kelahiran Djambi hanya memahami budaya Batak di Tapanoeli. Seetelah menjabat
gubernur Sumatra Utara (Tapanoeli, Atjeh dan Sumatra Timur), SM Amin Nasution
mulai melakukan road show ke seluru Atjeh. Lantas siapa yang menemani SM Amin
Nasution ke Atjeh. Hanya didampingi oleh Komisaris M. Nurdin Nasution (Wakil
Kepala Kepolisian Sumatra Utara). Gubernur SMS Amin Nasution dan M. Nurdin
Nasution selama 10 hari melakukan dialog dengan para pemimpin Atjeh di semua
wilayah (timur, barat dan selatan), Atjeh menjadi mulai menuju ke situasi
normal.
Sebelumnya setelah pulang dari
Aceh sebagai hakim TNI Kapten Marah Halim Harahap kembali ke Medan dan kemudian
ikut berpartisipasi dalam kegiatan PON III di Medan. Konon, kemampuan berbicara
(mangkobar) yang hebat dari Marah Halim menjadi salah satu alasan mengapa Marah
Halim yang dipilih menjadi hakim militer di Aceh. Marah Halim pada tahun 1952 juga
ditugaskan untuk menjadi hakim militer di wilayah Aceh di Kutaradja (kini Banda
Aceh).
Akibat dari berbagai pemberontakan
dan banyaknya permasalahan negara kabinet Ali Sastroamidjojo harus mundur dan
digantikan oleh Burhanuddin Harahap. Kabinet ini menghadapi banyak tantangan
diantaranya penyelenggaraan pemilu 1955, tuan rumah Konferensi Asia Afrika di
Bandung dan soal gejala pembentontakan yang muncul di tempat lain (selain
Atjeh). Setelah pemberontakan Atjeh dapat diamankan dan situasi yang dihadapi
semakin tidak menentu, Perdana Menteri Burhanuddin Harahap merasakan perlunya
seorang Panglima secara fungsional. Abdul Hakim Harahap, mantan Gubernur Marah
Halim yang menjadi Menteri Negara Bidang Pertahanan diminta Burhanuddin Harahap
untuk menengahi permasalahan TNI. Lalu Abdul Hakim Harahap mengumpulkan seluruh
kolonel di Indonesia di Djakarta termasuk Kolonel M. Simbolon yang sudah
dikenalnya di Medan (selama menjabat Gubernur). Abdul Hakim Harahap meminta
para semua kolonel (yang jumlahnya 15 orang) untuk memilih pimpinan sendiri
untuk dijadikan KASAD/ Panglima TNI. Dalam pertemuan itu muncul dua kubu yang
dipimpin oleh dua matahari: Kolonel Abdul Hakim Nasution dan Kolonel Zulkifli
Lubis. Abdul Hakim Harahap dalam posisi begitu menjadi nyaman karena dua
pemimpin yang muncul ternyata ‘dongan sahuta’ dan hanya tinggal memilih salah
satu diantaranya. Saat itu, Abdul Haris Nasution adalah dalam posisi sedang
dipecat Soekarno, sedangkan Zulkifli Lubis cukup dekat dengan Soekarno, karena
Zulkifli Lubis saat demonstrasi tahun 1952 sedang berada di istana Merdeka
(bersama Soekarno dan Zainul Arifin Pohan). Anda bisa menduga siapa yang
dipilih/terpilih? Ternyata bukan Zulkifli Lubis tetapi Abdul Haris Nasution.
Mengapa? Teka-teki itu belum terjawab hingga sekarang. Namun anehnya, nama yang
disordorkan oleh Burhanuddin Harahap kepada Presiden Soekarno ternyata diterima.
Mengapa? Teka-teki itu belum terjawab hingga sekarang. Jadilah Kolonel Abdul
Haris Nasution sebagai Panglima TNI hingga seumur hidup Soekarno selama menjadi
Presiden RI. Burhanuddin Harahap (kelahiran Medan) sebagaimana pendahulunya.
Perdana Menteri RI kedua Amir Sjarifoeddin Harahap juga anak Medan. SM Amin
Nasution dan Zulkifli Lubis sama-sama kelahiran Atjeh. Abdul Hakim Harahap
kelahiran Saroelangoen, Djambi. Sementara Abdul Haris Nasution, M. Nurdin
Nasution dan Marah Halim Harahap sama-sama lahir di Zuid Tapanoeli. Sedangkan
Zainul Arifin Pohan kelahiran Barus, ibu yang berasal dari Kotanopan (sekampung
dengan Abdul Haris Nasution).
Java-bode, 18-12-1954 |
Dalam posisi unggul di Soerakarta, PSMS bersama PSM dan Persis berangkat
ke putaran terakhir di stadion IKADA Djakarta. Persija, Persema dan Persibaja
sudah menunggu. Stadion IKADA menjadi idaman setiap pemain Persema. Persibaja,
PSM dan Persis Solo. Tetapi tidak dengan PSMS Medan yang memiliki stadion yang
lebih mewah jika dibandingkan dengan stadion IKADA markas Persidja. Dengan kata
lain, PSMS bermain di stadion IKADA tidak gamang karena sudah kerap bermain di
stadion Teladan yang berkapasitas 30 ribu penonton.
Di stadion IKADA, pertandingan
pertama adalah Persija vs PSM tanggal 22 Desember dengan skor 3-2 untuk
kemenangan Persija. Posisi sementara Persija dan PSMS dengan poin 6 tetapi
Persija unggul selisis gol. Hari esoknya Persis dan Persema bermain imbang 2-2.
Baru tanggal 24 PSMS melakukan pertandingan melawan Persibaja. PSMS berhasil
mengalahkan Persibaja dengan skor 4-3. PSMS kembali unggul atas Persidja.
Terjadi lagi balapan, pada esoknya (25 Desember 1954) Persidja mengalahkan
Persibaja dengan skor 3-1. Kedudukan dalam klassemen sementara kembali dalam
posisi semula. Persija dan PSMS dengan poin sama yakni delapan, tetapi Persidja
unggul dalam selisih gol. Tinggal satu sisa pertandingan yakni antara Persidja
vs PSMS yang akan diadakan esok harinya (26 Desember 1954).
Secara keseluruhan dalam pertandingan sebelumnya Persidja berhasil
mengalahkan semua lawan-lawannya: Persis (13-0), Persema (2-1), PSM (3-2) dan
Persibaja (3-1). Demikian juga PSMS berhasil mengalahkan semua lawan-lawannya:
Persema (2-1), Persis (3-1), PSM (2-1) dan Persibaja (4-3). Klassemen
sementara: Persidja pada peringkat pertama: main 4, menang 4, poin 8 dan
selisih gol 21-4; sementara PSMS pada peringkat kedua: main 4, menang 4, poin 8
dan selisih gol 11-6. Sementara tim-tim lainnya sudah menyelesaikan
pertandingannya yang kelima.
Jelang pertemuan terakhir
Kejuaraan Antar Perserikatan 1953/1954 yang diadakan pada tanggal 26 Desember
1954 posisi Persija berada di atas angin meski memiliki poin sama dengan PSMS
tetapi unggul dalam selisih gol. Tampaknya PSMS tidak ingin melewatkan
pertandingan terakhir ini meski sudah tidak terkejar oleh Persibaja yang berada
di posisi ketiga dengan poin 4 (main 5 kali). Mungkin PSMS merasa yakin dapat
mengalahkan Persidja tetapi tampaknya ambisi PSMS lebih pada menjaga harga
diri: boleh kalah dari tim lain, asal jangan dengan tim Djakarta.
Harga diri menjadi taruhan dan harus menang. Tentu saja semboyan suporter
PSMS ribak sude pada masa ini belum ada kala itu. Boleh jadi Muslim Harahap,
Manajer Tim PSMS masih ingat bagaimana marahnya Guberbur Abdul Hakim Harahap
ketika kejuaraan sebelumnya yang mana PSMS pulang dengan loyo yang hanya duduk
di peringkat kelima klassemn akhir dan dikalahkan Persija pula dengan skor 4-0.
Kini, PSMS kembali menghadapi Persija di pertandingan terakhir yang sama-sama
berhasil mengalahkan semua lawannya. Ribak sude (kalahkan semua) menjadi tujuan
utama PSMS dan karena itu target terakhir PSMS harus mampu mengalahkan Persija.
Memori pada PON III yang baru
lalu tim Djakarta Raya (Persidja) dapat dikalahkan tim Sumatra Utara (PSMS)
menjadi pembangkit motivasi tim PSMS untuk yakin mengalahkan Persija Djakarta
(di kandang sendiri).
Muslim Harahap, Manajer Tim PSMS yang boleh jadi sehari sebelum
pertandingan Persija vs PSMS menemui Abdul Hakim Harahap, mantan Gubernur
Sumatra Utara yang sudah bertugas di Kementerian Dalam Negeri untuk
bersilaturrahim. Bagaimana jalan menuju ke rumah Abdul Hakim Harahap, tentu
tidak sulit bagi Muslim Harahap. Sebab Muslim Harahap pernah bersekolah di
Batavia (kini Djakarta).
Dua tahun setelah Abdul Hakim
Harahap, anggota gemeenteraad (dewan kota) Medan, mendirikan klub sepakbola
Sahata VC, tiga remaja lulusan HBS Medan berangkat studi ke Batavia tahun 1938.
Ketiga remaja yang berasal dari Padang Sidempoean itu bernama Djames Harahap,
Ismail Harahap dan Muslim Harahap. Di Batavia Ismail Harahap masuk sekolah
Apoteker, sedangkan Djames Harahap dan Muslim Harahap sama-sama masuk di
sekolah ekonomi. Setelah lulus, Ismail ditempatkan di Soerabaya. Sementara
Djames Harahap ditempatkan di Sibolga dan Muslim Harahap ditempatkan di Medan
sebagai pegawai bank. Pada era pendudukan Jepang dan era perang kemerdekaan
Ismail Harahap tetap berada di Soerabaja, dan Djames Harahap di Sibolga dan
Muslim Harahap di Medan. Hanya Djames Harahap yang pindah kota pada pasca
pengakuan kedaulatan RI (1950) dari Sibolga ke Medan. Tiga remaja yang dulu
berangkat sama-sama ke Batavia, kelak dikenal: Muslim Harahap, Kepala Bank
Nasional Indonesia Medan yang kini Manajer PSMS lalu kemudian menjadi Ketua
Umum Pengurus PSMS Medan (di era Gubernur Sumatra Utara Radja Djoendjoengan
Lubis, 1960); Djames Harahap, Kepala Bank BNI Medan, ayah dari Rinto Harahap,
basis The Mercy’s dan Erwin Harahap, gitaris The Mercy’s; Ismail Harahap,
seorang apoteker terkenal di Surabaya dan membuka Apotik Kali Asin, ayah dari
Andalas Datu Oloan Harahap alias Ucok AKA Harahap, pionir musik rock Indonesia.
Pertandingan yang ditunggu-tunggu akhirnya dilaksanakan pada hari Minggu
26 Desember 1954 di Stadion Ikada Djakarta tidak lama lagi. Sore ini Persija vs
PSMS untuk kali kedua bertemu dalam kancah sepak bola perserikatan. Namun apa
yang terjadi? Pertandingan terakhir dalam babak 6 Besar Kejuaraan Antar
Perserikatan 1953/1954 antara Persidja vs PSMS berakhir dengan aroma tidak
sedap. Pertandingan yang awalnya memang keras, menurut Manajer Tim PSMS, Muslim
Harahap permainan Persidja telah menjurus kasar. Muslim Harahap meminta
perhatian panitia, karena dua pemain andalannya Jusuf Siregar dan Abdul Kadir
(yang masih berusia 16 tahun) ‘ditebas’ ketika membawa bola menuju gawang
Persidja tanpa diberikan sanksi atas pelanggaran tersebut.
Java-bode, 03-01-1955 |
PSMS Medan tidak melanjutkan pertandingan dan keluar dari lapangan.
Manajer PSMS Muslim Harahap menyesalkan kejadian yang terjadi. PSMS Medan adalah
juara PON III September 1953 di Medan dan mengalahkan Persidja (lihat Het
nieuwsblad voor Sumatra, 28-09-1953). Namun dalam pertandingan terakhir
Kejuaraan Antar Perserikatan 1953/1954, kemenangan PSMS telah dirampas wasit
dan diberikan kepada Persidja tanpa alasan yang jelas. Muslim Harahap
mengungkapkan tidak ada masalah dengan Persidja, kami hanya bermasalah dengan
wasit dan panitia.
PSMS pulang kembali ke Medan,
meski tidak menjadi juara tetapi masih bisa berjalan dengan tegak. PSMS tidak
kalah melawan Persija di pertandingan terakhir, tetapi keunggulan pemain PSMS
telah digerogoti oleh wasit dan kemenangan diberikan kepada Persidja.
Di Djakarta VBO dan juga di
Surabaja nama perserikatan juga diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia (untuk
merespon situasi politik terbaru). Di Djakarta ada beberapa asosiasi, selain
VBO. PORI-Sepakbola Djakarta kemudian membentuk asosiasi sendiri yang disebut
Persidja pimpinan Maladi sehubungan dengan Kongres PSSI di Semarang (2-4
September 1950). Sepulang dari Semarang, sehubungan dengan terpilihnya Maladi
sebagai Ketua Pengurus PSSI (yang baru), Persidja melakukan rapat umum 25
September 1950) untuk memilih pengurus baru (lihat De vrije pers: ochtendbulletin, 26-09-1950). Dua keputusan penting rapat ini
adalah mengubah secara resmi PORI-Sepakbola Djakarta menjadi Persidja dan
memilih pengurus baru. Ketua terpilih adalah Jusuf Jahja dan bendahara adalah
BC Harahap. DI Soerabaja, SVB diterjemahkan PSS (Persatoen Sepakbola
Surabaja). Oleh karena hanya ada satu asosiasi di bawah VUVSI/ISNIS (suksesi
NIVU) maka SVB/PSS merangkul asosiasi Tionghoa dan asosiasi SKVB (perserikatan
sepak bola perkantoran/perusahaan). SKVB diketuai oleh Irsan Radjamin (anak
Wali Kota Surabaja Radjamin Nasution). Salah satu pendiri SKVB (1927) adalah
Radjamin Nasution (pendiri DVB baru di Medan tahun 1923); oleh karena DVB 1907
tidak aktif lagi dan yang eksis OSVB (1915) maka Radjamin Nasution yang
bertugas saat itu di Medan mendirikan asosiasi sepak bola pribumi dengan nama
DVB yang baru (1923) yang kelak kemudian di Medan terbentuknya VBMO/PSMS (1948),
Lalu kemudian jelang Kongres PSSI di Semarag, SVB/PSS diubah namanya menjadi
Persibaja dan lalu selanjutnya Persibaja berafiliasi dengan PSSI yang baru. Di kota-kota lainnya (Bandoeng,
Semarang dan Makassar) kisahnya berbeda-beda.
Dengan demikian yang berafiliasi dengan PSSI yang baru
adalah PSMS yang sudah bertransformasi dari VBMO/PSMS; Persidja, eks
PORI-Sepakbola Djakarta (bukan VBO dan bukan juga VIJ); Persibaja, kelanjutan
SVB/PSS yang mana SKVB sudah diintegrasikan (bukan SIVB). Oleh karenanya PSMS
yang sekarang adalah PSMS yang mengalami transformasi dari VBMO; Persidja (kemudian Persija) yang
sekarang adalah Persidja 1950 yang baru (eks PORI-Sepakbola Djakarta); dan
Persibaja (kemudian Persebaya) yang sekarang adalah kelanjutan SVB 1909 atau
SKVB 1927.
Pada masa ini, PSMS
merujuk tahun kelahirannya tahun 1950. Sementara, Persija bukan merujuk pada
tahun 1950 tetapi pada tahun 1928 (kelahiran VIJ). Sedangkan Persebaya merujuk
pada tahun 1927 (bukan tahun 1909 SVB dan juga bukan tahun 1927 SKVB),
melainkan tahun 1927 SIVB. Sebagai tambahan: PSM mengklaim kelahirannya tahun
1915 (merujuk kelahiran MVB). Singkat kata: PSMS, Persija, Persebaya dan PSM
cara merujuk kelahirannya (origin) berbeda-beda. Pada masa ini, seakan-akan PSMS yang termuda (1950) dan yang tertua PSM
(1915). Padahal kenyataannya, PSMS memiliki pola yang sama dengan PSM dan
Persebaya, Dalam hal ini, secara
perlahan nama VBMO/PSMS menjadi hanya PSMS saja. Tidak ada indikasi PSMS adalah
perserikatan yang baru, melain PSMS adalah kelanjutan dari VBMO/PSMS. Reduksi nama VBMO/PSMS ini tampak pada era kepengurusan
Amir Hamzah dan Kamaroeddin Panggabean (sejak 1952). Jika begitu adanya, maka
VBMO/PSMS ke belakang tidak lain adalah OSVB itu sendiri. OSVB yang didirikan
tahun 1915 masih memiliki garis lurus ke belakang yakni DVB yang didirikan
tahun 1907. Dengan demikian, PSMS seharusnya merujuk tahun kelahirannya pada tahun
1907 (tahun lahir DVB di Medan). Ini dengan sendirinya PSMS haruslah dipandang
sebagai perserikatan tertua di Indonesia (bukan PSM).
Namun tentu saja ada pemikiran lain dari pengurus PSMS sendiri
menganggap tahun kelahirannnya adalah tahun 1950. Informasi tahun kelahiran
PSMS terungkap pada tahun 1955 ketika pengurus PSMS akan merayakan lustrum
(lima tahun) PSMS (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 29-04-1955). Disebutkan bahwa pada
bulan Juli tahun ini PSMS akan merayakan lima tahun kelahirannya, dan ada
rencana untuk merayakan lustrum pertama kali. Sebuah komite lustrum sudah
terbentuk di bawah kepemimpinan I Gastina, Ketua PSMS. Namun demikian, tidak
disebutkan apakah Lustrum jatuh pada tanggal 21 April atau tanggal yang lain?.
Het nieuwsblad voor Sumatra, 29-08-1955 |
Last but not least: Seperti apa kostum PSMS? Kostum PSMS adalah warna
hijau-putih. Kostum ini sama dengan kostum klub Sahata (lihat Het nieuwsblad
voor Sumatra, 13-08-1955). Lantas mengapa kostum PSMS yang sekarang sama dengan
konstum klub Sahata? Hal ini boleh jadi untuk menghormati (sengaja atau tidak
sengaja) klub Sahata yang secara tekni pada tanggal 12 Agustus 1950 adalah
satu-satunya klub tua di Medan yang sudah eksis sejak eran kolonial Belanda
(sebelum pendudukan Jepang). Klub Sahata didirikan tahun 1936 oleh Abdul Hakim
Harahap.
Si Oranye VIOS (Batavia) vs Si Biru Sidolig (Bandoeng), 1927 |
Soal kostum ini juga terjadi di
kota lain. Klub Vios di Batavia/Djakarta menggunakan kostum oranye-hitam.
Kostum ini pada masa ini adalah kostum utama Persija Jakarta. Di Kota Bandoeng,
klub Sidolig adalah biru-putih, Kostum biru-putih (blauw-witten) ini juga menjadi
kostum utama klub Persib yang sekarang. Klub-klub Sahata, Vios dan Sidolig
adalah klub-klub yang telah memiliki umur dan masih eksis hingga tahun 1950an. Tidak hanya itu, kostum klub utama Prosit di Makassar juga berkostum
merah marun; hal ini juga dengan klub utama Quick di Soerabaja yang berwarna
hijau. Klub-klub dengan kostum kebesaran yang berada di kota-kota sepakbola
tersebut adalah klub-klub legendaris yang menjadi pujaan warga kota masing-masing.
Oleh karenanya, klub Sahata Medan adalah embrio klub PSMS yang sekarang.
Bukankah kostum kebesaran PSMS yang sekarang berwana hijau-putih? Idem dito, bukankah klub Persib sekarang kostum
biru-putih yang merupakan kostum klub Sidolig dan Persija yang sekarang dengan kostum
oranye-hitam dari klub Vios?.
Dengan demikian, secara
politis (dejure) PSMS lahir tanggal 12 Agustus 1950. Akan tetapi secara alamiah
(defacto) PSMS sudah lahir sebagai VBMO/PSMS (Oktober 1949) yang
merupakan suksesi dari OSVB-Medan yang didirikan 1 Desember 1915. Jika mundur
ke belakang, bahwa sebelum didirikan OSVB pada tahun 1907 sudah ada didirikan
bond (perserikatan) di Medan yang diberi nama Deli Voetbalbond (DVB). Lantas
kapan seharusnya hari lahir PSMS? Itu yang menjadi soal. Hal ini karena tidak
ada pedoman yang baku. Karenanya klub-klub besar legendaris (PSMS, Persidja, Persebaya,
PSIS, Persib dan PSM) yang sekarang kenyataannya justru memiliki rujukan yang
berbeda-beda.
Pada akhir tahun 1893 (tahun
baru 1894) dilaporkan ada pertandingan sepakbola antara klub Deli dengan tim
dari Penang (lihat Sumatra-courant: nieuws- en advertentieblad, 02-01-1894).
Klub Deli ini diduga kuat adalah bagian dari Gymnastiek-club di Mwedan. Introduksi
sepak bola di Medan kemudian sudah menyebar ke semua lapairan sebagaimana terindikasi
dalam berita De Sumatra post, 24-05-1899: ‘Kemarin sore yang berada di lapangan
Esplanade (kini Lapangan Merdeka) di Medan terlihat tontonan yang
menggembirakan. Sejumlah orang Eropa berada di pertandingan sepak bola tersebut
dengan warga Tionghoa dan kaum pribumi. Hidup persaudaraan!!’
Pada bulan Mei 1888 di Medan dilaporkan bahwa telah didirikan suatu
perhimpunan senam (lihat Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad voor
Nederlandsch-Indie, 30-05-1888). Perhimpunan senam ini merupakan bagian dari
salah satu organisasi social. Perhimpunan Deli Wedren memiliki perhimpunan
senam yang diberi nama Gymnastiek-club (lihat Algemeen Handelsblad,
23-03-1890). Dalam perkembangannya, klub senam Medan ini tidak hanya menghimpun
peminat-peminat senam, tetapi juga tennis, kriket dan sepakbola serta balap
sepeda.
Orang-orang Eropa yang memiliki
minat sepakbola yang tergabung dalam klub sepakbola Deli Wedren-club pada
akhirnya meresmikan klub mereka dengan nama Sportclub Sumatra's Oostkust yang
disingkat dengan Sportclub pada tanggal 1 Juni 1899. Klub Medan ini sebagai
klub sepakbola terbilang telat diproklamirkan meski sesungguhnya sepakbola
justru di Medan pertamakali dilaporkan adanya di Nederlansch Indie (baca: Indonesia).
Sedangkan klub sepakbola (secara formal) yang pertama didirikan adalah klub
Bataviasche Voetbal Club (BVC) di Batavia.
De Sumatra Post edisi 03-01-1900 melaporkan telah berlangsung
pertandingan sepakbola antara Sportclub dengan tamunya kesebelasan Langkat.
Uniknya tim Langkat ini merupakan tim yang didominasi oleh orang-orang Inggris.
Dengan kata lain pertandingan ini bagaikan tim Belanda versus tim Inggris, Pertandingan
antara Inggris (Langkat) dengan Belanda (Medan) ternyata kemudian dapat disebut
sebagai awal penataan sepakbola di Medan.
Klub Medan Sportclub adalah
klub pertama di Medan (1899). Pertumbuhan sepakbola di Nederlansch Indie tampak
lambat tetapi setidaknya tetap berada di arah yang benar. Sepakbola adalah
suatu permainan yang baru. Kini sepakbola telah menguat di Medan. Klub kedua
yang lahir adalah Langkat Sportclub (Sumatra Post 20-12-1901). Lalu kemudian
dilaporkan dua klub pribumi telah dibentuk secara formal dan diresmikan. Dua
klub pribumi tersebut adalah Toengkoe Voetbal Club disingkat TVC. Klub ini
berdomisili di Bindjei dan memulai kiprahnya bersama-sama denga klub
Letterzetter (LZ Club) di Medan pada tahun ini (1903). Besar kemungkinan TVC dan
LZC adalah dua klub pertama pribumi yang didirikan di Nederlansch Indie (baca:
Indonesia).
De Sumatra post, 10-10-1904 melaporkan: ‘kemarin sore diadakan
pertandingan antara klub Medan, Letterzetters Club (LZ Club) dengan klub
Bindjei, Toengkoe. Pertandingan ini dilangsungkan di lapangan Langkat
Sportclub. Medanners terlalu kuat buat Bindjeyers. Baru sepuluh menit, Toengkoe
sudah kebobolan dua gol. Pada babak pertama skor 5-0 untuk Medan. Wasit yang
memimpin pertandingan, dengan sangat perasaan terpaksa menghentikan
pertandingan sebelum waktunya usai. Kedudukan terakhir dengan skor 11-0.
Toengkoe teamwork lemah dan masih banyak yang harus dibenahi’.
Klub Letterzetter yang
disingkat LZ Club adalah klub yang dihuni oleh anak-anak dari pebisnis
Tapanoeli yang berbasis di Medan. Klub LZ dibawah naungan percetakan di Medan yang
dimiliki oleh Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda. Jauh sebelumnya, Dja Endar
Moeda adalah pengusaha yang sukses di Kota Padang di bidang pendidikan dan
media. Pada tahun 1900 Dja Endar Moeda mengakuisisi surat kabar Pertja Barat
berikut percetakannya. Tidak lama setelah mengakuisisi percetakan, Dja Endar
Moeda menerbitkan dua media lainnya yakni surat kabar berbahasa Melayu Tapian
Na Oeli dan majalah bulanan Insulindo di Padang. Beberapa waktu kemudian, Dja
Endar Moeda memperluas bisnisnya ke Medan dengan membuka percetakan.
Di Bindjei muncul klub Taman Safakat (lihat De Sumatra post, 02-06-1905).
Di Medan juga muncul klub baru dari orang-orang Tionghoa yang diberi nama
Voetbalclub ‘Tiong Hoa’ (lihat De Sumatra post, 23-10-1905).
Klub-klub sepak bola di Medan
dan sekitarnya semakin banyak. Tampak bahwa sepakbola Medan dan sekitarnya
semakin berwarna-warni: Belanda, Inggris, Melayu, Batak dan Tionghoa. Meski
demikian, pertandingan hanya dilakukan secara insidentil dan bersifat pertandingan
persahabatan. Namun dalam perkembangannya muncul sebuah turnamen yang diikuti
oleh tiga klub yakni Medan Sportclub, Langkat Sport club dan Toengkoe
Voetbalclub (De Sumatra post, 02-12-1905). Di luar itu bermunculan tim-tim yang
lain (bukan klub) seperti Tim Handel dan Tim Planter (De Sumatra post,
26-01-1906). Juga muncul tim komuntas yang lain, seperti sekolah dan bahkan tim
militer. Dua tim yang muncul dan pertumbuhannya pesat adalah Voortwaarts
(Belanda) dan Tapanoeli VC (Batak).
Pada tahun 1906 didirikan klub Voortwaarts di Medan (Soerabaijasch
handelsblad, 08-08-1906). Masih pada tahun 1906 didirikan klub orang-orang
Batak yang disebut Tapanoeli Voetbalclub yang melakukan tanding dengan
Voortwaarts (De Sumatra post edisi 09-07-1906). Klub ini merupakan klub yang
dibentuk di bawah naungan organisasi sosial Tapanoeli Sepakat. Organisasi
sosial orang-orang Mandailing dan Angkola ini didirikan oleh Dja Endar Moeda
(sebagai Ketua) dan Sjech Ibrahim (wakil ketua). Sjeh Ibrahim adalah Kepala
Kampung Kesawan, kepala kampung pertama di (kota) Medan.
Akhirnya klub Voortwaarts dan
Tapanoeli VC mempelopori dibentuknya bond (perserikatan) dan diadakannnya
kompetisi (reguler). Pada persiapan kompetisi yang disebut Deli Voetbal Bond
sejumlah klub baru muncul. Klub baru
tersebut adalah Chinese Sport Club, Maimoen Sporting Club, Sarikat Voetbal
Club, Java Voetbal Club, Djawi Beranakan Voetbal Club. Kompetisi dibagi ke dalam dua
divisi: Divisi satu terdiri dari tiga klub, yakni: Voorwaarts, Chinese Sport
Club dan Maimoen Sporting Club. Divisi dua terdiri dari tujuh klub, yakni: Medan Tapanoeli Club,
Sarikat Voetbal Club, Java Voetbal Club, Djawi Beranakan Voetbal Club, Chinese
Sport Club II, Voorwaarts II dan Maimoen Sporting Club II.
De Sumatra post, 08-07-1907 |
Kompetisi Deli Voetbalbond (DVB) 1907 dan 1908 |
Klub-klub sepak bola di Medan semakin banyak. Demikian juga di kota-kota
lainnya terutama di Bindjei dan Pematang Siantar. Sementara klub-klub lama ada
yang hilang tidak jelas eksistensinya lagi.
Setelah DVB menyelesaikan
kompetisi dua musim (1907 dan 1908), sebelum penyelenggaraan musim ketiga
muncul kisruh. Persoalannya lebih pada aturan teknis kompetisi, teknis
permainan dan yang terkait dengannya. Oleh karena itu kompetisi untuk sementara
ditunda. Meski demikian, kegiatan sepak bola tetap berlangsung seperti
pertandingan-pertandingan persahabatan dan turnamen-turnamen.
Kompetisi di Batavia, 25-01-1907 |
Kompetisi tidak pernah kunjung diselenggarakan. Namun setelah lama tidur,
kompetisi baru mulai diaktifkan. Kompetisi yang dulu bernama Deli Voetbal Bond hilang tak berkesan. Seiring dengan perkembangan perkebunan yang cepat
bermunculan kompetisi-kompetisi di masing-masing kota atau wilayah. Kompetisi
yang baru ini tidak berbasis kota lagi tetapi berbasis wilayah se Sumatra Timur
(Oostkust Sumaatra). Meski demikian, klub-klub yang ada di suatu kota (dan
sekitarnya) dijadikan basis untuk merangkai kejuaraan di dalam perserikatan
yang baru. Nama bond baru untuk menyongsong kompetisi regional ini disebut
Oostkust Sumatra Voetbal Bond (OSVB).
Mengapa muncul ide perserikatan
wilayah (yang lebih luas lagi). Fakta, bahwa perserikatan yang lebih kecil
(DVB) sudah lama tidak aktif, karena kerap terjadi kisruh dalam beberapa
pertandingan karena tidak ada pedoman baku yang memuaskan setiap klub (NIVU tentu
saja belum lahir). Alasan lainnya adalah, Kejuaraan Antar Kota di Jawa (sejak
1914) telah memicu semangat insan bola di Sumatra Timur khususnya Kota Medan
untuk menggiatkan kembali kompetisi reguler. Lantas mengapa konsepnya wilayah
yang lebih luas, dan lebih luas dari DVB? Ini tampaknya sehubungan dengan
diresmikannya status Sumara Timur pada tahun 1915 dari status Residentie
menjadi sebagai suatu province yang dipimpin oleh Gubernur. Province Oostkust
Sumatra akan menjadi satu-satunya provinsi di (pulau) Sumatra setelah sebelumnya
provinsi Sumatra’s Westkust dilikuidasi pada tahun 1905 (sehubungan dengan
dikeluarkannya Residentie Tapanoeli dari Province Sumatra’s Westkust). Uniknya,
meski di (pulau) Jawa terdapat tiga wilayah province tetapi kenyataannya tidak
ada fungsi gubernur (Resident langsung bertanggungjawab ke Gubernur Jenderal). Gubernur
yang masih ada (setelah fungsi Gubenur di Sumatra's Westkust ditiadakan) adalah
Gubernur Groote Indie (baca: Indonesia Timur) yang berkedudukan di Makassar.
Uniknya lagi, perserikatan pertama lahir di Surabaja adalah perserikatan yang
lebih luas (seluas provinsi) yakni Oost Java Voetbalbond (OJVB) yang dibentuk
1905. Namun dalam perkembangannya muncul perserikatan yang lebih kecil di
Surabaya yakni Soerabajahsch Voetbalbond (masih setingkat residentie) pada
tahun 1909. Kelak perserikatan di Surabaja ini mereduksi lagi hanya setingkat
kota (gemeente) sebagaimana nanti OSVB menjadi VBMO/PSMS.
Lantas mengapa perserikatan dalam arti sebenarnya (sebagaimana DVB) tidak
muncul di kota-kota lain di Residentie Oostkust Sumatra seperti di Pematang
Siantar, Tebing Tinggi, Bindjei dan lainnya? Hal ini diduga karena faktor
jumlah klub. Di Medan sejak awal sudah cukup banyak klub (yang memicu munculnya
DVB pada tahun 1907), Sementara di kota-kota lain hanya terdapat beberapa klub
yang akan sulit (tidak layak) untuk memutar sebuah kompetisi (reguler) kecuali
hanya cocok untuk melakukan pertandingan-pertandingan insidentil. Alasan ini
juga menjadi faktor penting dalam pembentukan perserikatan OSVB di
Residentie/Province Oostkust Sumatra (Pantai Timur Sumatra). Idem dito dengan
kota-kota di Residentie Tapanoeli khususnya di Sibolga dan Padang Sidempoean.
Bahkan jumlah klub di Sibolga lebih banyak dari Kota Padang Sidempoean. Meski
demikian, para pemain asal Padang Sidempoean sudah bertebaran (migrasi)
dimana-mana, tidak hanya di Medan dan Pematang Siantar tetapi juga di Kota
Padang, Kota Batavia dan Kota Soerabaja.
Klub-klub yang berkompetisi di
DVB (Inlandsche Competitie) adalah Letterzetter VC, Tapanoeli VC, Locomotief, Royal
VC, Melatie, Pesisir, Amalioen, Daroel’Afiat. Klub Letterzetter (Zetter VC)
yang didirikan tahun 1903 dibubarkan pada tahun 1914 setelah tahun sebelumnya
menjadi juara DVB (De Sumatra post, 05-03-1914). Selanjutnya,
Tapanoeli Voetbalclub yang didirikan
tahun 1906 masih terus eksis. Klub pendiri Deli Voetbal Bond (DVB) masih eksis
di era OSVB yang dibentuk tahun 1915 (dan kepengurusan terbentuk Februari 1916).
Tapanoeli Voetbal Vereeniging terdeteksi bertanding melawan klub Go Aheaf (De
Sumatra post, 23-11-1918); Tapanoeli VC kembali bertemu Go Ahead (De Sumatra
post, 27-01-1922). Uniknya Tapanoeli Voetbalclub berkompetisi di dua liga: OSVB
dan DVB (pribumi). Sejak dibentuknya OSVB tahun 1915, banyak klub yang beralih
ke OSVB tetapi DVB masih eksis namun kemudian DVB menjadi komunitas klub-klub
pribumi.
OSVB dibentuk pada tanggal 1 Desember
1915. Informasi ini diketahui sehubungan dengan perayaan Jubileum (20 tahun)
OSVB tanggal 1 Desember 1935 di Medan (lihat De Sumatra post, 12-11-1935). Dalam
perayaan ini juga akan dimeriahkan dengan satu pertandingan sepak bola antara
tim bond Medan dan tim (Pematang) Siantar di stadion Keboen Boenga tanpa
dipungut biaya. Lahirnya OSVB sesungguhnya akan memperkuat DVB, sepak bola di
Pantai Timur Sumatra (Oostkust Sumatra) menjadi terintegrasi.
De Sumatra post, 30-05-1917 |
Selain kompetisi internal di Medan, kegiatan kompetisi di bawah OSVB juga
dilakukan di beberapa distrik. Dalam akhir kompetisi OSVB, untuk menentukan
juara adalah pertandingan antara AVV Tandjong Balai, juara Asahan melawan juara
Medan, DSV (Deli Sport Vereeniging). Yang keluar sebagai juara adalah AVV
(Asahan Voetbal Vereeniging). Setelah berakhirnya kompetisi, OSVB pada tanggal
16 Juli 1916 menyelenggarakan pertandingan antara Tim orang Belanda (Holland)
dan tim orang Inggris (Engeland) di Medan (lihat De Sumatra post, 15-07-1916).
Sepak bola di Medan antara
orang-orang Belanda dan Inggris sangatlah menarik dan serius. Orang-orang
Inggris cukup banyak di Deli dan Langkat. Ketika orang-orang Belanda mendirikan
klub pertama di Medan (Medan Sportclub) tahun 1900, setahun kemudian
orang-orang Inggris membentuk klub di Bindjei (Langkat Sportclub). Jika mundur
ke belakang tahun 1893 tim yang bertanding di Medan adalah Tim Medan (Belanda)
dan Tim Penang (Inggris). Pertandingan inilah yang menandai pertandingan sepak
bola kali pertama di Nederladsch Indie (baca: Indonesia). Tim Medan vs Tim
Penang saling mengunjungi untuk bertanding. Demikian juga klub Medan Sportclub
vs Langkat Sportclub. Pertandingan sepakbola antara Holland vs Engeland yang
diselenggarakan Deli Voetbal Bond akan dilakukan Dinsdag 1 Juni 1915 di
lapangan Esplanade. Pertandingan ini bukan antar klub, bukan antar bond, tetapi
antar bangsa: Bangsa Belanda vs bangsa Inggris. Pertandingan Tim Belanda vs Tim
Inggris di Medan ini ternyata menyita perhatian publik di Negeri Belanda. Tim
sepakbola Belanda vs Ingris tentu saja selalu menjadi perhatian public di
Negeri Belanda. Selain ada latar belakang sejarah perseteruan perang antara
kedua Negara, juga politik kedua Negara juga sering mengalami panas-dingin. Pertempuran
kedua tim selama ini hanya dilangsungkan di Eropa dalam label tim nasional.
Tidak ditemukan di tempat lain di dunia ini pertandingan antara tim Belanda vs
tim Inggris. Sejauh ini, itu pamahaman oleh pers di Eropa. Ternyata pers Eropa
keliru besar. Mereka selama ini abai melihat perseteruan tim Inggris vs tim
Belanda di daerah terpencil di Noord Sumatra. Pertandingan yang dilakukan
tanggal 1 Juni yang lalu telah membuka perhatian pers Eropa bahwa ada
pertandingan seru di Medan. Inilah pangkal perkara, sepakbola Medan (tidak
hanya di Jawa tetapi) mulai dikenal di Eropa. Sebuah koran bertiras besar di
Belanda Nieuwe Rotterdamsche Courant edisi 27-07-1915 melaporkannya. Kini di
era OSVB pertandingan antara Holland vs Engeland diulang lagi (De Sumatra post,
15-07-1916).
Medan tidak hanya pionir dalam sepak bola di Indonesia (Nederlansch
Indie) tetapi pada era DVB/OSVB. Medan juga menggambarkan stakeholder sepak
bola yang berwarna-warni: ada Belanda dan juga Inggris, ada Batak (Mandailing
dan Angkola) dan Melayu, juga ada Tionghoa dan Jawa. Jumlah klub terus tumbuh
di Medan. Kelak muncul Arab dan India. Keragaman ini tidak ditemukan di
kota-kota lain di Jawa.
Pada tahun 1923 kompetisi OSVB
yang semakin ketat, seiring dengan pertumbuhan jumlah klub pribumi di Medan,
klub-klub pribumi banyak yang tidak tertampung di kompetisi OSVB (meski
kompetisi jumlahnya empat divisi). Dr. Radjamin Nasution yang ditempatkan di
Medan sebagai kepala kesehatan bea dan cukui Medan/Belawan coba menghimpun
klub-klub pribumi ini di dalam satu wadah kompetisi sendiri. Nama kompetisinya
disebut Deli Voetbalbond (DVB), nama perserikatan awal di Medan yang sudah
jarang dipakai sehubungan dengan semakin populernya perserikatan OSVB. Hal
serupa ini pernah dilakukan oleh Dr. Abdul Rivai tahun 1905 di Batavia (BVB).
Saat itu, satu-satunya klub yang dihuni sepenuhnya pribumi (Docter Djawa/STOVIA
VC) berkompetisi di BVB. Mungkin Dr. Radjamin terinspirasi dari ide Dr. Abdul
Rivai. Radjamin Nasution sendiri pada masa-masa itu adalah salah satu pemain
STOVIA VC. Pada tahun 1909, saat jeda kompetisi, Radjamin Nasution bertindak
sebagai kapten Tim STOVIA VC untuk melawat ke Medan melawan Tapanoeli VC.
Pada tahun 1930 klub Bataksche Voetbal Vereeniging (BVV) lolos seleksi di
Batavia untuk berpartisipasi dalam kompetisi elit VBO (suksesi BVB). Klub BVV di
bawah pimpinan penerus Parada Harahap yakni JK Panggabean (saudara Kamaroeddin
Panggabean) tidak tanggung-tanggung ikut kompetisi dalam tiga divisi VBO sekaligus.
Sebagaimana di Medan, ini menunjukkan begitu banyak pemain-pemain asal
Tapanoeli yang aktif bermain sepak bola di Batavia, termasuk Abdul Hakim
Harahap ketika masih SMA di Prins Hendrik School dan kuliah di Batavia (1922-1927)
sebagai pemain Batakch Voetbalclub (yang dipimpin oleh Parada Harahap, pemilik
surat kabar Bintang Timoer).
BVV (sebelumnya bernama
Bataksch Voetbalclub), suatu divisi sport/sepak bola Bataksch Bond. Organisasi
orang-orang Batak ini didirikan oleh Dr. Abdul Rasjid Siregar pada tahun 1919.
Organisasi ini muncul sebagai respon karena adanya resistensi dan kurang
terakomodirnya pemuda-pemuda Batak yang beragama bukan Islam di Sumatranen
Bond. Padahal Sumatranen Bond sendiri awalnya didirikan oleh Sorip Tagor di
Belanda pada Januari 1917 lalu di Batavia, mahasiswa-mahasiswa STOVIA membentuk
hal yang sama pada bulan Desember 1917 (Ketua Mansoer dan Wakil Ketua Abdoel
Moenir Nasution). Sebelumnya, tahun 1908 di Leiden/Belanda , Soetan Casjangan
telah mendirikan Perhimpunan Mahasiswa asal Indonesia (Indsich Vereeniging) yang
kelak (1922) menjadi PPI Belanda (pimpinan M. Hatta). Pada tahun 1900 di Kota
Padang, organisasi sosial pribumi pertama didirikan oleh Dja Endar Moeda yang
diberi nama Medan Perdamaian (jauh lebih awal jika dibandingkan Boedi Oetomo).
Saleh Harahap gelar Dja Endar Moeda, Radjioen Harahap gelar Soetan Casajangan,
Sorip Tagor Harahap (kakek buyut Inez/Risty Tagor) dan Abdul Rasjid Siregar
adalah kelahiran Padang Sidempoean. Dja Endar Moeda adalah radja media Sumatra
yang juga membuka percetakan di Medan yang pada tahun 1905 mendirikan klub
Letterzetter (klub pribumi pertama di Medan).
Setelah lulus kuliah, Abdul Hakim Harahap ditempatkan di Medan sebagai
staf keuangan di bea dan cukai Medan/Belawan, kantor tempat kerja Dr. Radjamin
Nasution sebelumnya. Abdul Hakim Harahap sebagai pemain bola di Medan, juga
prestasinya makin meningkat sehingga dalam pemilihan dewan kota, Abdul Hakim
terplih menjadi anggota dewan kota (gemeenteraad) Medan tahun 1930, Dari
sepuluh tahun di Kota Medan, tujuh tahun Abdul Hakim Harahap sebagai anggota
dewan. Pada tahun 1935, Abdul Hakim Harahap mendirikan klub Sahata bersama Dr.
Djabangoen Harahap. Keduanya selain pendiri dan pengurus juga merangkap sebagai
pemain. Abdul Hakim Harahap kala itu berusia 30 tahun (masih lebih mudah toh
dari Legimin Rahardjo di PSMS Medan yang sekarang). Pada tahun 1938, Abdul
Hakim Harahap dimutasi ke Batavia dan menjadi kepala kantor keuangan West Java
dan kemudian menjadi kepala kantor keuangan Indonesia Timur di Makassar (hingga
pendudukan Jepang).
Pada saat Abdul Hakim Harahap
menanjak karirnya di Medan, pada tahun 1931 Dr, Djabangoen Harahap sebagai
wakil kepala Laboratorium Penyakit TBC di Kabandjahe dipindahkan sebagai kepala
bidang penyakit menular di rumah sakit kota di Medan (kini RS Pirngadi). Pada
tahun 1935, Abdul Hakim Harahap mendirikan klub Sahata bersama Dr. Djabangoen
Harahap. Sementara itu, pada tahun 1927 Dr. Radjamin dipindahkan ke kantor bea
dan cukai di Soerabaja. Dr. Radjamin Nasution mendirikan klub sepakbola bea dan
cukai yang kemudian menginisiasi perserikatan klub sepak bola
perkantoran/perusahaan (SKVB) di Surabaya tahun 1927. Gibol ya gibol. Pada
tahun 1930 Dr. Radjamin Nasution terpilih sebagai anggota dewan kota
Soerabaja. Sedangkan di Kota Padang, pada
tahun 1931 Dr. Abdul Hakim Nasution diangkat sebagai Wakil Wali Kota
(locoburgemeester) Padang. Yang mana satu tahun sebelumnnya MH Thamrin diangkat
sebagai locoburgemeester di Batavia (hanya ada dua pribumi yang pernah menjadi
wakil wali kota). Abdul Hakim Nasution adalah alumni ELS Padang Sidempoean
tahun 1898 yang kemudian diterima sebagai mahasiswa Docter Djawa School
(sekelas dengan Dr. Tjipto Mangoenkoesoemo). Setelah lulus, Dr. Abdul Hakim
Nasution ditempatkan di Padang Sidempoean dan kemudian beberapa kali mutasi hingga
terakhir di Kota Padang. Pada tahun 1922 Abdul Hakim Nasution terpilih sebagai
anggota dewan kota Padang. Pada tahun itu juga (1922) Abdoel Hakim mendirikan tim
sepak bola SVM (Sport Vereeniging Minangkaboesch), tim sepak bola pribumi
pertama di Kota Padang (bandingkan dengan klub Letterzetter di kota Medan yang
didirikan oleh Dja Endar Moeda tahun 1905). Pada tahun 1927 Abdul Hakim Nasution
mendirikan organisasi sepak bola pribumi Inlandsch Padang Elftal (IPE) di
Padang, Pada tahun 1928 klub pribumi MSV Medan melawat ke Sibolga dan juga IPE Padang
(pimpinan Abdul Hakim Nasution) ikut diundang ke Sibolga. Inilah koneksi
pertama tiga tim yang berbeda wilayah (residentie) Sumatra bertemu di Sibolga
(Tapanoeli). Pada tahun 1931, Abdul Hakim Nasution sebagai wethouder (anggota
dewan senior) diangkat menjadi wakil wali kota Padang. Singkat kata: di empat
kota utama di Indonesia saat itu (Medan, Batavia, Padang dan Soerabaja)
terdapat masing-masing tokoh asal Padang Sidempoean yang gibol: Abdul Hakim
Harahap (Medan), Parada Harahap (Batavia), Abdul Hakim Nasution (Padang) dan Radjamin Nasution (Soerabaja). Di
Sibolga sendiri siapa? Terka sendirilah. Di Pematang Siantar tidak ada klub pribumi
tetapi klub-klub campuran (Eropa/pribumi). Salah satu pemain sepak bola di
Siantar yang lebih awal (1912) adalah Dr. Mohammad Hamzah Harahap, alumni
Docter Djawa School tahun 1902. Pada tahun 1918 Mohammad Hamzah Harahap bersama
Dr, Alimoesa Harahap menjadi anggota dewan kota Pematang Siantar. Di Tandjoeng
Balai terdapat anggota dewan kota yang juga gibol namanya Abdoel Firman gelar
Mangaradja Soeangkoepon. Mohammad Hamzah adalah saudara sepupu Soetan Casajangan
dan Mangaradja Soangkoepon, alumni sekolah hukum Leiden adalah abang dari Dr.
Abdoel Rasjid Siregar (pendiri Bataksch Bond). Alimoesa Harahap adalah anggota
Volksrad pertama dari Residentie Tapanoeli pada tahun 1924 dan Mangaradja
Soeangkoepon adalah anggota Volksrad mewakili Province Oostkust Sumatra tahun
1924. Periode berikutnya Alimoesa digantikan oleh Abdoel Rasjid Siregar hingga
berakhirnya era kolonial Belanda. Sedangkan sang abang, Mangaradja Soeangkoepon
adalah anggota Volksraad dari dapil Sumatra Timur selama empat periode
(satu-satunya yang mewakili Sumatra Timur hingga berakhirnya era kolonial
Belanda/pendudukan Jepang). Dua anak Padang Sidempoean juga pernah anggota
Volksraad yakni Mr. Todoeng Harahap gelar Soetan Goenoeng Moelia, Ph.D
(mewakili golongan pendidikan dan D. Radjamin Nasution mewakili Parindra dari
Oost Java).
Daftar klub di Medan dan Sekitarnya, 1900-1957 (tidak ditampilkan semua) |
Setelah Abdul Hakim Harahap, pimpinan klub Sahata Medan yang berkompetisi
di OSVB, dimutasi ke Batavia, pimpinan klub Sahata adalah GB Joshua Batubara
(pemilik Joshua Instituut di Medan). Prestasi klub-klub pribumi (Sahata, UVV
dan MSV). Pada tahun 1941 GB Joshua melancarkan protes dalam rapat umum karena
pribumi tidak pernah sebagai pengurus OSVB. Karena tidak direspon, klub Sahata
dan lainnya keluar dari kompetisi OSVB dan membentuk sendiri kompetisi dengan
nama perserikatan PERSEDELI. Sebagaimana telah dideskripsikan di atas, klub
Sahata dan klub-klub pribumi yang baru dibentuk setelah perang (1948) seperti
Deli Mij dan Medan Poetra kembali damai dan bergabung dengan OSVB yang
diaktifkan kembali. Klub Sahata adalah satu-satunya klub di Medan yang
berpartisipasi dalam tiga rezim yang berbeda (OSVB, VBMO dan PSMS). Klub Sahata
didirikan oleh Abdul Hakim Harahap tahun 1935 yang pada tahun 1951 diangkat
menjadi gubernur pertama Sumatra Utara pasca pengakuan kedaulatan RI oleh
Belanda. Abdul Hakim Harahap dan klub Sahata adalah jantungnya sepak bola kota
Medan dari masa ke masa.
De Sumatra post, 18-05-1922 |
Soetan Casajangan di tengah dan Husein Dj. (Leiden 1908) |
Spirit Abdul Hakim Harahap ini kelak dilanjutkan oleh Gubernur Marah
Halim Harahap. Estafet sepak bola Medan berlanjut dari Abdul Hakim Harahap
kepada Marah Halim Harahap. Tanda-tanda adanya estafet itu sudah kelihatan ketika
Abdul Hakim Harahap menjabat sebagai Gubernur Sumatra Utara periode pertama
pasca pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda (1951-1953). Saat itu, Gubernur
Abdul Hakim Harahap mencalonkan Kota Medan sebagai kota penyelenggara PON III
(1953) sekaligus sebagai Penanggung Jawab. Dalam susunan Panitia PON III terdapat
tiga nama tokoh penting: GB Joshua Batubara (Ketua); Kamaroeddin Panggabean
(Ketua Bidang Sepakbola); dan Kapten Marah Halim Harahap (Ketua Bidang
Keamanan). Hasil yang terpenting dari PON III di Medan adalah Tim Sepakbola
Sumatra Utara sebagai juara (medali emas).
Dengan semakin membaiknya
situasi nasional, pada tahun 1967 di Medan, nama Marah Halim Harahap yang
tengah menjabat sebagai Kepala Staf Kodam (Kasdam) II Bukit Barisan muncul ke
permukaan sebagai kandidat kuat Gubernur Sumatera Utara. Akhirnya, Marah Halim
yang waktu itu sudah berpangkat Kolonel terpilih menjadi Gubernur setelah
melalui mekanisme Sidang DRPD Provinsi Sumatera Utara. Marah Halim Harahap
diangkat sebagai Gubernur Sumatra Utara pada tanggal 31 Maret 1967. Ada jarak
16 tahun ketika Abdul Hakim Harahap memulai tugas gubernur (1951) dan ketika
Marah Halim Harahap memulainya pada tahun 1867. Uniknya jarak 16 tahun tersebut
adalah juga jarak usia kedua gubernur Sumatra Utara tersebut. Abdul Hakim
Harahap lahir tahun 1905 dan Marah Halim Harahap lahir tahun 1921.
Puncak prestasi sepak bola Medan terjadi pada masa Gubernur Marah Halim
Harahap. Saat Marah Halim Harahap diangkat sebagai gubernur Sumatra Utara
tanggal 31 Maret 1967 salah satu hal yang perlu ditingkatkan Marah Halim
Harahap adalah prestasi sepak bola Sumatra Utara khususnya Kota Medan. Prestasi
sepakbola adalah jalan pintas (bersifat instan dan hasilnya langsung) untuk
segera mendapatkan perhatian di Indonesia agar Sumatra Utara lebih dikenal.
Dalam hal ini PSMS dapat dijadikan sebagai mesin turbo pembangkit energi. Di sisi
lain, Marah Halim Harahap dalam soal sepak bola mempunyai misi khusus yakni
mewujudkan impian ‘abangnya’ Abdul Hakim Harahap agar sepak bola Sumatra
Utara/Medan disegani di seluruh penjuru tanah air.
Abdul Hakim Harahap sebagai
gibol, pendiri dan merangkap pemain klub Sahata (1936) telah merintis jalan
agar Kota Medan memiliki stadion bertaraf internasional. Itulah yang diwujudkan
pertama oleh Abdul Hakim Harahap ketika menjadi gubernur tahun 1951 melalui
strategi jalan pintas (instan) dengan mencalonkan kota Medan sebagai kota
penyelenggara PON III (1953). Langkah pertama untuk menyongsong PON III,
Gubernur Abdul Hakim Harahap mulai menggalang dana masyarakat Sumatra Utara.
Sebab perhitungan anggaran PON III akan menelan biaya Rp 7 Juta yang mana Rp 5
Juta untuk pembangunan stadion baru (kemudian bernama Stadion Teladan).
Sementara bantuan pemerintah pusat (Djakarta) yang diterima cuma Rp 750 Ribu.
Tidak hanya itu, Gubernur menginginginkan stadion PON III 1953 (Teladan Medan)
lebih megah dari stadion PON II 1951 (Ikada Djakarta) dan meminta arsitek
terkenal di Djakarta (arsitek yang sebelumnya membangun stadion Ikada
Djakarta). Terbukti hasilnya: juara (medali emas) sepak bola PON III adalah Tim
Sumatra Utara. Abdul Hakim Harahap boleh jadi memiliki moto: cabang olah raga
lain boleh kalah, tetapi tidak untuk cabang sepak bola.
Semua impian Gubernur Abdul Hakim Harahap tentu saja telah didengar oleh
Kapten Infantri Marah Halim (Ketua Bidang Keamanan PON III). Misi inilah yang akan
diwujudkan Marah Halim Harahap sebagai tahun pertamanya sebagai Gubernur
Sumatra Utara pada tahun 1967. Langkah pertama yang dilakukan adalah memanggil
Ketua Pengurus PSMS Medan. Rencana strategis lalu ditetapkan untuk menjuarai
Kejuaraan Antar Perserikatan pada tahun 1967.
Het nieuwsblad Sumatra, 30-07-1957 |
PSMS Medan menjadi juara pada Kejuaraan Antar Perserikatan 1967 menjadi
hadiah pertama Marah Halim Harahap di tahun pertamanya menjabat sebagai
Gubernur Sumatra Utara. Juara tahun 1967 ini seakan mengulang sukses Tim Sumatra
Utara yang menjuarai cabang sepak bola pada PON III tahun 1953 saat Abdul Hakim
Harahap menjabat sebagai Gubernur Sumatra Utara. Sukses Marah Halim Harahap ini
mengangkat PSMS menjadi juara sepak bola Indonesia tidak sempat lagi dilihat
Abdul Hakim Harahap (meninggal dunia di Djakarta tahun 1961.
Pada Kejuaraan Antar
Perserikatan berikutnya partai 8 Besar diadakan di stadion Utama Senayan
Djakarta 1971. Format pertandingan setengah kompetisi. PSMS pada klassemen
akhir berada pada pringkat pertama. Ini untuk kali kedua PSMS menjadi juara
secara berturut-turut. Untuk peringkat 1-4 (PSMS, Persebaya, Persidja dan PSM)
diundang untuk mengikuti turnamen Piala Presiden (Soeharto) yang pertama yang
akan diadakan di stadion utama Senayan Desember 1972.
Pada tahun 1971 adalah tahun emas PSMS yang berhasil manis dengan
menyabet gelar Juara Kejuaraan Antar Perserikatan. Kejuaraan ini dilangsungkan
selama sebulan di stadion Senayan (2 September-6 Oktober 1971) diikuti oleh 10
tim yang dibagi dua grup. Lalu kemudian empat tim terbaik dibuat satu grup
baru. Pada klassemen akhir PSMS berada posisi teratas. PSMS juara. Ini menjadi kali
kedua secara berturut-turut PSMS menjadi Champion Indonesia. Dunia sepakbola
Indonesia menjadi heboh. PSMS menjadi Raja Sepakbola Indonesia.
Performa PSMS sudah terlihat
beberapa waktu sebelumnya ketika klub raksasa Belanda PSV Eindhoven melawan
PSMS dalam tur ke Asia Tenggara. Sebelum melawan PSMS, klub PSV melawan Timnas
Singapoera yang berakhir dengan skor 13-0 (Limburgsch dagblad, 15-06-1971). Di
Medan, PSMS mampu melakukan perlawanan meski kalah dengan 0-4. PSV kemudian ke
Surabaya melawan Persebaya yang berakhir dengan skor 9-1 dan yang terakhir PSV
mengalahkan Timnas Indonesia dengan skor 6-0. Dari hasil-hasil yang diraih PSV
terkesan hanya PSMS yang menyulitkan PSV.
Untuk merealisasikan gagasan
ini, lantas Marah Halim mengundang tokoh-tokoh sepakbola Sumatra Utara. Di
dalam rumah dinas gubernur awal tahun 1972, Marah Halim menyambut tiga gibol:
Kamaruddin Panggabean, TD Pardede dan Muslim Harahap. Ketiga orang ini tidak asing
dengan sepakbola Medan dan PSMS. Kamaruddin Panggabean pernah menjadi
sekretaris PSMS pada periode 1951-1952 (mantan pemain klub Sahata Medan di era
kolonial dan pada tahun 1955 sebagai Komisaris PSSI di Sumatra Utara); TD
Pardede adalah seorang pengusaha besar dan mantan bendahara PSMS pada periode
1952-1953 (bendahara Persidja dalam kepengurusan yang baru tahun1950 adalah BC
Harahap, seorang pengusaha di Djakarta); dan Muslim Harahap, mantan Ketua Umum
PSMS pada periode 1959-1960 dan pernah menjadi Manajer Tim PSMS ketika melawan
Persidja di Djakarta 1954. Pada periode tersebut (1950-1960) Marah Halim
Harahap sendiri adalah perwira menengah di jajaran komando pertahanan di Medan. Kini (1972), pada usia mereka yang tidak muda
lagi, empat gibol yang sudah saling kenal sejak lama ini sepakat untuk membuat
satu turnamen sepakbola (yang pertama di Indonesia). Gubernur Marah Halim
Harahap meminta Kamaruddin Panggabean, yang fasih berbahasa Belanda dan Inggris
untuk menjadi ketua pengelola turnamen sekaligus urusan luar negeri; TD Pardede
diminta untuk mendukung untuk suksesnya turnamen dan mengajak pengusaha lainnya
untuk berpartisipasi; dan Muslim Harahap diminta untuk memfasilitasi dan
mengkoordinasikan dengan stakeholder lainnya terutama dari pihak pemerintah
sekaligus urusan dalam negeri. Tugas ini tampaknya tidak sulit baginya, sebab
Muslim Harahap Harahap adalah sekreatis pertama Komite Olahraga Indonesia di
Sumatra Utara (KOI-SU) yang dibentuk tahun 1955 (lihat Het nieuwsblad voor
Sumatra, 11-03-1955). Lantas tiba-tiba Muslim Harahap bertanya: ‘Apa nama
turnamennya, Jenderal?’ (Marah Halim selama menjadi gubernur telah mendapat
kenaikan pangkat dua kali menjadi Mayor Jenderal). Marah Halim menjawab: ‘Saya
tidak tahu, cari sendirilah. Tapi perlu dipikirkan baik-baik. Tapi saya tahu
bahwa dulu pernah ada turnamen hebat di Medan ini’. TD Pardede bertanya:
‘Turnamen apa namanya, friend?’. Marah Halim menjawab: ‘Turnamen Mathewson
Beker, yang penyelenggaraannya pada era Nederlandsche Indie, dimulai tahun 1915.
Penggagasnya adalah Mr. Mathewson, konsul Inggris yang ditempatkan di Medan…’.
Kamaruddin Panggabean memotong kisah dari Marah Halim itu, lalu spontan: ‘Kalau
begitu, nama turnamennya Marah Halim Cup saja’. Muslim Harahap menyahut: ‘Itu
sudah pas, lae. Ada historisnya dan itu menjadi mudah membuat dasar
legalitasnya’. Pertemuan ditutup.
Turnamen Marah Halim Cup yang pertama diadakan pada bulan April 1972 yang
sekaligus menyambut ulang tahun PSMS tanggal 21 April. Tim yang diundang adalah
lima tim besar: Persidja, Persib, Persebaya, PSM, dan Persema (Malang). Format
pertandingan dibagi dua grup, lalu babak semi final dan babak final.
Pertandingan pertama dimulai tanggal 7 April dan berakhir tanggal 16 April
1972.
Pada pertandingan pertama, PSMS
mengalahkan Persema 1-0. Pada pertandingan kedua PSMS imbang dengan PSM. Dalam
klassemen akhir grup-1 PSMS peringkat satu dengan poin 3 dan maju ke semi
final. Di partai semi final PSMS mengalahkan Persidja dengan skor 1-0. Pada babak
final pada PSMS mengalahkan Persebaya dengan skor 3-0. Lengkap sudah, PSMS
menjuarai Kejuaraan Antar Perserikatan dua kali berturut-turut (1967 dan 1971)
plus juara Marah Halim Cup yang pertama (1972).
Pada pertandingan pertama, 11 Desember 1972, PSMS dikalaahkan Persidja
dengan skor 0-1. PSMS segera bangkit dan pada pertandingan keduanya 15 Desember
PSMS mampu mengalahkan PSM dengan skor 3-1. Pada pertandingan ketiga (terakhir)
tanggal 19 Desember, PSMS berbagi angka dengan Persebaya dengan skor 3-3. Dalam
klassemen akhir, PSMS berada pada peringkat pertama (juara) dengan poin 5. Lagi-lagi PSMS juara kembali setelah sebelumnya tunamen Marah Halim Cup
yang pertama (April 1972), juara Kejuaraan Antar Perserikatan 1971 dan juara
Kejuaraan Antar Perserikatan tahun 1967.
PSMS tidak hanya hebat di mata lawan-lawannya di dalam negeri. Tim-tim
luar negeri juga mendengar kekuatan PSMS. Pada tahun kedua turnamen 1973 panitia
Marah Halim Cup tidak hanya mengundang tim dalam negeri tetapi juga tim luar
negeri: Persija; PSM, Persebaya, Persib, PON DI Aceh; Singapore, Malaysia,
Thailand, Burma dan Hong Kong. Lagi-lagi PSMS juara setelah mengalahkan Persija
di partai final dengan skor 1-0. Pada turnamen tahun 1874 peserta diperlus
dengan mengundang tim dari Jepang dan Korea Selatan dan Vietnam dan Khmer. PSMS
mulai mendapat perlawanan sehingga PSMS hanya menjadi runner-up setelah di
final dikalahkan oleh tim dari Jepang.
Pada partai 8 Besar Kejuaraan
Antar Perserikatan tahun 1973 PSMS hanya berada pada peringkat ketiga dibawah
Persija dan Persebaya. Meski demikian, PSMS masih mampu mengimbangi Persija
dengan skor 2-2. Yang jelas PSMS tajinya mulai tumpul. Tidak hanya gagal di
Kejuaraan Antar Perserikatan (1973) tetapi juga gagal meraih juara di Turnamen
Marah Halim Cup (1974).
Gengsi PSMS yang mulai kendor, coba bangkit lagi dengan mengasah kemampuan
kembali, Panitia Marah Halim Cup mengundang lagi lawan tanding PSMS dengan
mengundang tim-tim luar negeri. Hal ini karena Marah Halim Cup dibuat untuk
terus mengasah kemampuan PSMS. Pada turnamen 1975 tim yang diundang selain para
langganan seperi Persija, Persebaya, Persib dan PSM, juga mengundang tim luar
negeri yang sudah berpartisipasi seperti Jepang, Singapoere, Malaysia, Korea
Selatan dan Thailand, juga menambah tim luar negeri yang lain yakni India, Taiwan
dan Western Australia. Namun sayang, PSMS hanya mendapat jatah juara ketiga
setelah mengalahkan tim Thailand, sementara juara adalah Australia setelah
mengalahkan Korea Selatan di final. Namun demikian, meski gagal di turnamen
Marah Halim Cup tetapi PSMS masih bisa bernapas lega karena PSMS mampu ke babak
final Kejuaraan Antar Persikatan tahun 1975. Di Partai Final antara PSMS vs
Persija terjadi kisruh sehingga pertandingan tidak bisa dilanjutkan ketika skor
sementara 1-1. Panitia yang ditengahi oleh PSSI memutuskan PSMS dan Persija
dianggap sebagai juara bersama. Juara tetapi tidak sempurna.
Pertemuan pertama tim PSMS dan Persija
kali pertama terjadi pada tahun 1952 ketika untuk pertama kali PSMS mengikuti Kejuaraan
Antar Persikatan. PSMS kalah 0-4 lawan Persija. Pada kejuaraan berikutnya tahun
1954 PSMS dan Persija memperebutkan posisi peringkat pertama (juara) pada
pertandingan terakhir babak 6 Besar. Pada pertandingan yang terakhir ini waist
dianggap berat sebelah lalu PSMS melakukan protes. Manajer Tim PSMS Muslim
Harahap meminta easit diganti tetapi panitia tidak meresponnya lalu tim PSMS
tidak melanjutkan pertantandingan. Pantia memustuskan PSMS dianggap kalah dan
poin persija menjadi bertamabh dua sehingga menjadi juara (PSMS berada
diperingkat kedua). Kasus rivalitas PSMS vs Persija tahun 1954 seakan berulang
kembali pada tahun1975. Lagi-lagi PSMS yang melakukan protes. PSSI tampak lebih
arif dan memustuskan kedua tim sama-sama juara.
Pada turnamen Marah Halim Cup tahun 1976 tim PSMS tingkat pencapaiannya
terus tergerus. Hanya berada pada peringkat keempat setelah Koera Selatan
mengalahkan PSMS di semi final. Di perebutan tempat ketiga PSMS gagal
mengalahkan tim Burma. Yang menjadi juara adalah tim Australia setelah
mengalahkan Tim Korea Selatan di final. PSMS yang sudah mulai loyo bersiap-siap
untuk mengikuti Piala Presiden 1976 di Jakarta. Lagi-lagi PSMS rontok dan hanya
berada diposisi kelima klassemen akhir dari enam tim. Juara adalah Persija.
PSMS dan Persija yang menjadi juara bersama tahun pada kejuaraan sebelumnya,
Persija bisa melanjutkan tren positifnya (menjadi juara) sementara PSMS semakin
terbenam.
Partisipan dari luar negeri selalu ada setiap tahun. Total terdapat
sebanyak 24 negara, yakni: Singapore, Malaysia, Thailand, Burma, Irak, Hong Kong, Jepang, Korea
Selatan, Vietnam, Khmer, India, Taiwan, Australia, China, Turki, Iran,
Luxembourg, Hungaria, Italia, Yugoslavia, Inggris, Belanda, Islandia, Jerman
Barat. Daftar seakan menggambarkan distribusi peta kekuatan sepak bola di tuga benua:
Asia (Barat, Selatan, Timur dan Tenggara),
Eropa (Barat, Utara, Selatan dan Timur) dan Australia. Suatu rekor yang belum
terpecahkan hingga ini hari di Indonesia sekalipun itu penyelenggaranya adalah
PSSI.
PSMS masih tenggelam, sementara Persija terus meroket.Setelah juara Piala
Presiden 1976, Persija datang ke Medan untuk mengikuti Turnamen Marah Halim Cup
tahun 1977 dengan percaya diri. Ternyata terbukti. Persija berhasil menjadi
juara Marah Halim Cup 1977 setelah mengalahkan tim Jepang di final. Jika pada
turnamen Marah Halim Cup 1974 PSMS dikalahkan Jepang di final, maka turnamen
kali ini tim Jepang ditumbangkan oleh Persija. Sejak tahun 1974 PSMS tidak
pernah lagi di final. Kini, Persija berada di atas angin.
Anehnya, setelah Persija juara
turnamen Marah Halim Cup 1977 tidak pernah lagi ada tim dalam negeri yang
menjuarai Marah Halim Cup hingga pada penyelenggaraan selanjutnya. Tim dalam
negeri yang mampu mencapai ke final hanya PSMS.yakni pada tahun 1978, 1983 dan
1988. Turnamen Marah Halim Cup telah menjadi milik (tim) luar negeri dan piala
bergelir itu tidak pernah lagi disimpan di Indonesia dan terus beredar di luar
negeri. Daftar juara-juara Marah Halim Cup sebagai berikut: Koera Selatan (3
kali juara); Burma (2), Jepang (2), PSMS (2), Belanda (2), Australia (2) dan
masing-masing satu kali untuk tim China, Irak, Persija, Jerman Barat dan Yugoslavia
(dan Medan Jaya).
Diantara tim-tim luar
negeri, tim Belanda yang mengikuti Marah Halim Cup ternyata sangat menarik
perhatian media di Belanda. Apa pasal? Faktanya media Belanda cukup intens
memberitakan kehadiran tim Belanda di Medan (Marah Halim Cup). Sudah barang
tentu para jurnalis di Belanda masih punya memori dengan klub-klub yang bermain
di bond Medan di era NIVU atau VUVSI. Selain itu dalam satu dasawarsa terakhir
klub-klub Belanda selalu kesulitan melawan tim Medan. Pada tahun 1971 klub PSV
Eindhoven mendapat perlawanan sengit dari PSMS Medan. Pada tahun 1975 klub Ajax
Amsterdam dihajar tim Medan dengan skor 2-4.
Tim Belanda berpartisipasi pada Marah Halim Cup pertama tahun 1980. Tidak tanggung-tanggung, yang datang adalah Tim Nasional
Belanda untuk Olimpiade. Tim Belanda berada di grup-B bersama Burma, Iran,
Perksesa 78 dan PSMS. Sementara di grup-A adalah Luxembourg, Korea Selatan,
Jepang, Niac Mitra, Pardedetex dan Thailand. Pada pertandingan pertama Tim
Belanda mengalahkan Perkesa 78 dengan skor 3-0 dan 2-0 pada turun minum(lihat surat
kabar Amigo, Nieuwsblad van het Noorden dan Trouw edisi 04-05-1980). Judul
berita itu dibuat bombastis Belanda mengalahkan Indonesia. Media Belanda
menyebut tak disangka PSMS memberikan perlawan sengit terhadap tim Belanda dan
hanya kalah 0-1. Itupun karena gol bunuh diri dari Maradi di mednit 14 (lihat Leeuwarder
courant: hoofdblad van Friesland, 10-05-1980). Surat kabar Nieuwsblad van het
Noorden, 10-05-1980 menyebut Maradi sebagai striker PSMS. Pada awal babak kedua
PSMS hanya bermain 10 orang ketika bek Soepardjo mendapat kartu merah karena
menekel striker Harry de Haas. Pada pertandingan terakhir grup-A Tim Belanda
mengalahkan Iran dengan skor 2-1 (Het vrije volk: democratisch-socialistisch
dagblad, 13-05-1980), Dengan demikian Tim Belanda di grup-A memuncaki klassemen
akhir dengan poin sempurna 8 (main 4 kali tidak pernah kalah). Diantara tim grup-A
tampaknya hanya PSMS yang mampu mengimbangi Tim Belanda (hanya kalah 0-1). Pada
semi final Burma mengalahkan Luxembourg dan Belanda mengalahkan Korea Selatan
(3-0). Di partai Final Tim Belanda mengalahkan Burma dengan skor 4-2, Tim
Belanda juara. Meski PSMS tidak lolos dari fase grup, tetapi hanya PSMS yang
mampu megimbangi Tim Juara Belanda.
Pada tahun berikutnya Tim Belanda kembali datang ke Medan untuk mengikuti
tunamen internasional Marah Halim Cup. Kini Tim Belanda yang dipimpin Pelatih
Nasional diperkuat sebanyak 10 pemain profesional, sebab tujuannya untuk
mempertahankan juara yang diraih tahun lalu (Nieuwsblad van het Noorden, 17-04-1981).
Pemain terbaik Marah Halim Cup tahun lalu Rob Krul tidak bisa ikut ketika
dipanggil karena sedang cedera (Limburgsch dagblad, 23-04-1981). Ini
menunjukkan keseriusan KNVB (PSSInya Belanda) di satu sisi dan sisi lain paham
sepak bola Indonesia khususnya di Medan secara historis (sejak era kolonial
Belanda) memiliki potensi besar. Tim Belanda akan dilepas KNVB dan berangkat ke
Medan tanggal 23 April dan kembali tanggal 13 Mei.
Tim Nasional Belanda kembali
bertemu PSMS di grup-A bersama Persija, Thailand dan Singapoera. Tim Nasional
Belanda melakukan pertandingan pertama melawan Persija Jakarta yang berakhir
dengan kemenangan 3-2 (2-1) (Nieuwsblad van het Noorden, 28-04-1981). Pada pertandingan
kedua Tim Belanda mengahkan Thailand 1-0 (Het Parool, 30-04-1981), Pada
pertandingan ketiga, Tim Belanda mengalahkan Singpaoera dengan skor 3-0 (0-0).
Dengan hasil ini Tim Belanda maju ke semifinal (Het vrije volk: democratisch-socialistisch
dagblad, 02-05-1981). Pada pertandingan terakhir yang tidak menentukan dalam melawan
PSMS, tetapi bagi PSMS ini sangat berarti
karena PSMS baru memiliki poin satu saat imbang melawan Thailand. Pertandingan
yang diselengerakan tanggal 4 Mei Tim Belanda berhasil mengalahkan PSMS dengan
skor 4-2. Seperti tahun lalu Tim Belanda di fase grup tidak terkalahkan. Pada
partai semi final Tim Belanda dikalahkan Jepang dengan skor 2-3. Ini seakan
Belanda dikalahkan Jepang di Indonesia di era kolonial Belanda. Namun demikian
Tim Belanda masih mampu meraih tempat ketiga setelah membatai Thailand dengan
skor 4-0. Yang menjadi juara turnamen internasional Marah Halim Cup pada tahun
1981 ini adalah Korea Selatan setelah mengalah Jepang dengan skor 3-2.
Pada Kejuaraan Antar
Perserikatan tahun 1979 rivalitas PSMS dan Persija semakin ketat. Format
kompetisi 5 Besar dengan kompetisi penuh (home and away) tetapi semua
pertandingan diadakan di stadion utama Senayan. Pada pertandingan yang terakhir
tanggal 12 Januari 1979 menyisakan dua pertandingan yakni antara Persija vs
PSMS dan PSM vs Persebaya. Posisi dalam klassemen sementara PSMS berada
diperingkat pertama dengan poin 11 (gol 20-13), sementara Persija 9 (gol 14-8),
sedangkan Persebaya 9 dan PSM 4. Ini artinya antara PSMS dan Persija adalah
pertandingan yang menentukan siapa yang menjadi juara, sebab Persebaya dan PSM
tidak mungkin lagi untuk meraih juara siapa pun yang menang. Jika PSMS imbang
dengan Persija maka PSMS yang menjadi juara, namun jika PSMS kalah maka juara
akan ditentukan selisih gol. Akhirnya pertandingan dimenangkan oleh Persija
dengan skor 1-0. Meski menang tipis dengan hanya 1 gol tetapi menentukan buat
Persija. Akibatnya poin PSMS dan Persija sama-sama 11. Nah, posisi gol Persija
menjadi (15-8) dengan selisih gol 7 dan gol PSMS (20-14) dengan selisih gol 6.
Persija lalu menjadi juara karena hanya beda 1 gol itu. PSMS kalah meradang,
Persija menang histeris. Kejadian ini untuk kali ketiga PSMS vs Persija dalam
posisi genting ketika terjadi pertandingan yang menentukan juara pada Kejuaraan
Antar Perserikatan (1954, 1975 dan 1979 ini).
Pada Kejuaraan Antar Perseikatan tahun 1980 pada partai 6 Besar di
stadion utama Senayan, pertandingan antara PSMS vs Persija pada tanggal 23
Agustus berakhir imbang (1-1). Secara keseluruhan, baik Persija maupun PSMS tak
berdaya. Pada klassemen akhir PSMS berada di posisi ketiga dengan poin 6 dan
Persija di posisi keempat dengan poin 5. Anehnya, di peringkat pertama dan
peringkat kedua justru tim yang selama ini tidak diperhitingkan. Peringkat
pertama Persipura dengan poin 8 dan Persiraja pada peringkat kedua dengan poin
7. Lalu dua peringkat atas ini dipertemukan lagi di partai grand final. Pertandiengan
yang dilangsungkan tanggal 31 Agustus itu Pesiraja mampu mengalahkan Persipura
dengan skor 3-1. Ini berari Persiraja Banda Aceh menjadi juara. Juara baru.
Pada kejuaraan berikutnya tahun
1983 PSMS kembali menjadi juara. Ini untuk kali keempat PSMS menjadi juara
nasional. Ini juga menjadi rekor juara PSMS menyamai rekor PSM dan Persija.
Format pertandingan sebagai berikut: Dibagi dua wilayah (barat dan timur) masing-masing
dengan lima tim. PSMS dan Persib lolos kualifikasi wilayah barat dan Persebaya
dan PSM dari wilayah timur. Empat tim ini kemudian dibuat satu pool (4 Besar).
Pada klassemen akhir pool ini peringkat pertama Persib dengan poin 6 tak
terkalahkan dan peringkat kedua PSMS dengan poin 3 yang mana menang satu kalim
draw sekali dan kalah satu kali. PSMS kalah dari Persib dengan skor 1-2. Meski
demikian kedua tim maju ke babak grand final yang diadakan pada tanggal 10
November 1983 di stadion utama Senayan. Haslinya imbang dengan skor 0-0. Lalu
dilanjutkan dengan adu penalti. PSMS sukses dengan 3 penalti, sedangkan Persib hanya
sukses 2 penalti.
Pada kejuaraan berikutnya tahun 1985 PSMS kembali bertemu Persib pada
partai grand final. Format pertandingan sebagai berikut: seperti kejuaraan
sebelumnya dibagi dua wilayah (barat dan timur) yang masing-masing dengan 6 tim
dalam dua putaran. Dari barat yang lolos Persib, Perseman dan Persib. Dari
wilayah timur lolos Persipura, PSM dan Persebaya. Kemudian dibuat satu pool (6
Besar) dengan satu putaran. Dalam klassemen akhir PSMS berada peringkat pertama
dengan poin 6 dan Persib pada peringkat dua dengan poin 6. Lalu dilanjutkan
pada partai grand final pada tanggal 23 Februari di stadion utama Senayan.
Hasilnya PSMS vs Persib berakhir imbang (2-2). Kemudian dilanjutkan adu
penalti. Dihadapan penonton 150.000 adu penalti in menjadi sangat menegangkan bagi
kedua tim. PSMS hanya sukses dengan dua penalti, sementara Persib hanya sukses
satu penalti. Akibatnya PSMS juara. Juara kembali. Untuk kedua kali Persib
meradang. Tampaknya PSMS lebih berpengalaman karena ini untuk yang kelima kali
juara sedangkan Persib belum sekalipun juara. Rekor juara ini membuat PSMS
mengungguli rekor juara PSM dan Persija.
Rivalitas PSMS telah bergeser
dari Persija menjadi Persib. Dalam kejuaraan tahun 1985 sebelum partai grand
final PSMS vs Persib sudah bertemu tiga kali. Pada putaran pertama wilayah
barat PSMS vs Persib imbang (2-2). Pada putaran kedua juga imbang (0-0). Pada
partai 6 Besar PSMS menang 1-0. Dengan demikian head to head PSMS menang 1 kali
dan draw 2 kali; Persib draw 2 kali dan kalah 1 kali.
Pada kejuaraan berikutnya tahun 1986, rivalitas PSMS dan PSMS semakin
intens. Pada putaran pertama wilayah barat PSMS vs Persib imbang (0-0) dan pada
putaran kedua PSMS kalah 0-1. Pada partai 6 Besar kembali PSMS dan Persib
imbangb (0-0). Namun dalam klassemen akhir Persib pada posisi kedua maju ke
grand final sementara PSMS hanya puas pada peringkat keempat. Pada partai grand
final Persib berhasil mengalahkan Perseman dengan skor 1-0. Persib juara, juara
untuk kali pertama.
Pada kejuaraan-kejuaraan
berikutnya Persib berhasil dua kali juara yakni pada tahun 1990 dan tahun 1994
(kejuaraan yang terakhir di era perserikatan). PSMS hanya sekali tampil di grand
final yakni pada tahun 1992 dan kalah dari PSM.
Kejuaraan yang dimulai sejak 1951 harus berakhir pada tahun 1994. Hal ini
sesuai dengan paradigma sepakbola perserikatan yang berubah dari bond
(perserikatan) menjadi berbasis klub sebagaimana sebelumnya sudah dimulai pada
liga Galatama (sejak 1978). Pada tahun 1994 semua klub yang ada dan klub yang
baru dibentuk (seperti PSMS) disatukan menjadi satu liga yang disebut Liga
Indonesia dengan beberapa divisi. Namun demikian, romantisme kompetisi
perserikatan menyisakan rekor penonton yang fantastik. Berdasarkan catatan
rekor penonton yang beredar, pada pertandingan final antara PSMS vs Persija
tahun 1975 mencetak rekon penonton fantastik sebanyak 125.000 di stadion utama
Senayan. Rekor penonton ini baru terpecahkan pada final tahun 1985 antara PSMS
vs Persib dengan jumlah penonton 150.000 orang. Super fantastik (terbanyak
didunia). Dari rekor-rekor tersebut tampaknya faktor PSMS menjadi magnit
tersendiri.
PSMS vs Persib (Final Kejuaraan Antar Perserikatan 1985) |
Saya
sesungguhnya pernah menjadi suporter PSMS. Saya menjadi suporter PSMS karena
permintaan para suporter Persib Bandung di Bogor. Ini bermula tahun 1985
(ketika saya masih kuliah), saya sebagai warga (KTP) Bogor tentu saya menjadi
suporter Persib ketika tiap kali warga RT/RW saya melakukan nonton bareng
Kejuaraan Antar Perserikatan 1985. Saat bersua Persib dan PSMS saya didaulat
untuk menjadi suporter PSMS (karena di RT tersebut hanya saya yang berasal dari
Sumatra Utara). Padahal saya sebelumnya tidak pernah menjadi suporter PSMS
(karena BTL, tidak pernah ke Medan).
Atas desakan ketua RT saya terima. Ketika Persib membobol gawang PSMS
saya disuruh diam sementara mereka berjingkrak-jingkrak. Sebalikya jika PSMS
yang menyarangkan gol ke gawang Persib, saya lalu di angkat ramai-ramai ke
udara sambil teriak-teriak hidup PSMS, hidup PSMS. Lalu kemudian, hari ketika
Persib dan PSMS berjumpa lagi di final saya kedatangan empat teman kuliah
sekampung alumni SMA Medan mengajak nonton ke stadion Senayan, tetapi saya
enggan karena saya sudah ada agenda nonton bareng di rumah Pak RT. Akhirnya
saya terus didesak dan mengalah. Sebelum berangkat saya lapor ke Pak RT absen
nonton bareng. Ada kejadian aneh ketika berangkat dari terminal Bogor.
Teman-teman rupanya sudah menyiapkan spanduk. Ketika mau naik dekat pintu tol
Jagorawi, teman-teman saya itu melakukan nego kepada kondektus bis (mungkin
Lorena saya lupa-lupa ingat): 'Kami hanya mau naik jika spanduk kami
dibentangkan di belakang bis' demikian permintaan teman saya kepada kondektur
(pembicaraan ini berada di luar bis, sambil bis merangsek dengan jalan pelan-pelan).
Kondektur bis tampak sekali mati langkah, sebab ada lima calon penumpang tetapi
ingin bentangkan spanduk (sementara bis sudah mau memasuki jalan tol). Mungkin
kondektur berpikir daripada bangku belakang kosong, tak apalah. Nego sepakat.
Saya dan dua teman segera naik ke bangku kosong di belakang sementara dua yang
lain masih berada di luar berlari-lari mengikuti lajunya bis sambil mengulurkan
tali spanduk dari luar. Spanduk yang sebelumnya telah disiapkan pemberat (air
dalam plastik di bagian bawah spanduk agar tidak terbang) terpasang di belakang
bis, dua teman itu juga bergegas naik. Tarik!. Bis pun melaju kencang di jalan
tol. Awalnya tenang tenteram, tetapi jelang Sentul mulai ada yang meneriakkin
kata-kata permusuhan dari bis sebelah ke bis kami. Anggapan penumpang bis
sebelah yang saya duga datang dari Bandoeng, Cianjur dan Sukabumi yang notabene
suporter Persib menganggap seisi bis kami adalah semua suporter PSMS (padahal
cuma lima orang toh!). Penumpang bis kami yang berada di bagian depan yang sebagian
besar tampaknya adalah suporter Persib asal Bogor merasa bingung mengapa
bis-bis sebelah yang melewati bis kami selalu teriak-teriak yang tidak terlalu
jelas ngomong apa (karena banyaknya bis yang menuju Jakarta. Cilaka!. Saya
mulai tidak nyaman, tetapi teman saya bilang tenang saja: 'Tenang saja lae,
penumpang dalam bis ini tidak ada yang tahu apa yang ada di belakang bis, hanya
kondektur yang sempat lihat tadi'. Akhirnya bis kami sampai di terminal
Cililitan (terminal kampung Rambutan belum ada). Alhmadulillah, tidak terjadi
apa-apa di tengah perjalanan sepanjang jalan tol Jagorawi, Di terminal
Cililitan, kami cepat turun dan segera spanduk dilipat kembali, lalu kami naik
ke bis jurusan Blok M dan memilih bis yang tampak dari jauh dipenuhi oleh suporter
PSMS yang datang dari berbagai tempat seperti Bekasi. Setiba di stadion Utama
Senayan (belum bernama SUGBK), wuh sangat luar biasa jumlah penonton. Kami
mengambil tempat di tribun timur bagian atas (tempat suporter PSMS). Menurut
penyiar siaran pandangan mata (RRI) jumlah penonton yang hadir ditaksir 150.000
orang. Fantastik! Kami memang sengaja membawa radio ketika
menonton itu. Jika tidak salah reporternya adalah Sambas, Abraham Isnan
Simanjuntak dan Samsul Muin Harahap.
Harian Kompas edisi MInggu 24 Februari 1985 |
Kota Medan: Abdul Hakim
Harahap dan Marah Halim Harahap
Kota Medan adalah
ibukota Provinsi Sumatra Utara saat ini. Kota Medan menjadi mentroplitan saat
ini bermula dari suatu area kosong tidak berpenghuni di lokasi seputar Lapangan
Merdeka yang sekarang. Saat itu (1869) ada tiga kampung kecil yang
masing-masing terdiri dari beberapa bangunan rumah. Kampung-kampung kecil itu
bernama Medan Poetri, Kesawan dan Kampong Baroe. Kampong Baroe ini kira-kira di
sekitar Medan Baru yang sekarang. Sedangkan Kampong Medan Poetri berada di sisi
barat sungai Deli (pertemuan sungai Babura). Saat itu, satu-satunya di wilayah
Sumatra Utara yang sekarang yang disebut sebuah kota (town) hanyalah Padang
Sidempoean (bahkan kota terbesar kedua di Sumatra, setelah Padang).
Ketika Medan masih kampung, Padang Sidempoean sudah kota |
Pada tahun 1875 pemerintah membagi Afdeeling Deli ke dalam dua
onderafdeeling, yakni Onderafdeeling Laboehan dan onderafdeeling Medan. Di
Medan (dekat Deli Mij) ditempat seorang Controleur, sementara status Controleur
di Laboehan ditingkatkan menjadi Asisten Residen Deli. Rumah/kantor Controleur
Medan ini berada di sekitar Jalan Sukamulia yang sekarang (suatu area kosong
antara lahan Deli Mij dengan Kampong Kesawan). Pada tahun 1879 ibukota
Afdeeling dipindahkan dari Laboehan ke Medan yang mana Asisten Residen di Medan
dan di Laboehan ditempatkan seorang Controleur (tukar guling). Sejak inilah
pertumbuhan dan perkembangan Kota Medan menjadi sangat cepat. Pada tahun 1885
ibukota Residentie Oostkust Sumatra di Bengkalis dipindahkan ke Medan. Seiring dengan perpindahan
ini, Bengkalis dipisahkan dan dimasukkan ke Residentie Riaouw dan status
Asisten Residen di Medan ditingkatkan menjadi Residen. Juga terjadi perubahan
Controleur di Tandjong Poera (Langkat) dinaikkan statusnya menjadi Asisten Residen
dan di Timbang (Bindjai) ditempatkan seorang Controleur. Di Tandjoeng Balai
tetap seorang Asisten Residen (sudah ada sejak era Bengkalis). Pejabat-pejabat pribumi di Bengkalis juga turut dipindahkan ke Medan (Bengkalis dan Padang Sidempoean relatif berdekatan via Pasir Pangaraian di Rokan). Sekali lagi: Ini
berarti Bengkalis (Riaouw) ditinggalkan dengan menetapkan ibukota wilayah Oostkust
Sumatra yang baru di Medan; idem dito, sebelumnya tahun 1905 Padang (Wsrt
Sumatra) ditinggalkan dengan menetapkan ibukota Tapanoeli di Sibolga. Kelak,
Residentie Oostkust Sumatra dan Residentie Tapanoeli dibentuk menjadi Provinsi
Sumatra Utara (seperti yang sekarang ini).
Seorang anak muda kelahiran Afdeeling Padang Sidempoean (Mandailing en Angkola)
bernama Mohamad Yacoub datang dari Tapanoeli (Padang Sidempoean) merantau ke
Laboehan melalui kapal via Singkel dan Kota Radja (kini Banda Aceh). Oleh
karena bisa baca tulis dan berhitung (tamat sekolah dasar) lalu mendapat
pekerjaan sebagai krani (juru tulis) di Kesultanan Serdang di Rantau Pandjang. Anak-anak
muda yang berpendidikan terus mengalir dari Padang Sidempoean ke Medan dan
sekitarnya untuk bekerja sebagai krani di perkebunan-perkebuan yang semakin
banyak. Setelah beberapa tahun di Rantau Pandjang Mohamad Yacoub pindah ke
Medan (yang sudah menjadi kota kecil) karena mendapat pekerjaan ketika
Hattenbach membuka toko serba ada. Boleh dikata Mohamad Yacoub adalah orang
Padang Sidempoean pertama di (kota Medan) sementara teman-temannya yang lain di
pelosok-pelosok di tengah rimba di dalam perkebunan-perkebunan yang baru. Saat
itu di Deli belum ada sekolah. Sementara di Mandailing Angkola sudah terdapat
12 sekolah (dari 15 sekolah di Tapanoeli) yang mana empat diantaranya di Kota
Padang Sidempoean plus sekolah Eropa (ELS) dan sekolah guru (Kweekschool). Dalam
perkembanganya, seorang Djaksa di Sipirok tahun 1885 (Angkola) bernama Soetan
Goenoeng Toea dipindahkan ke Medan (sebagai Djaksa pertama di Medan). Soetan
Goenoeng Toea kelak dikenal sebagai kakek dari Amir Sjarifoeddin Harahap
(Perdana Menteri RI kedua).
Pada tahun 1903 seorang pengusaha media (dan pemilik percetakan) di
Padang (ibukota Province Sumatra’s Westkust), Dja Endar Moeda membuka
percetakan di Medan. Pada tahun 1905 muncul dua klub pribumi setelah sebelumnya
didirikan klub Medan Sportclub (1900) dan Langkat Sportcalub (klub orang-orang
Inggris di Langkat yang berbasi di Timbang) tahun 1903. Klub pribumi itu adalah
Tongkoe di Bindjai dan Letterzetter di Medan. Klub Letterzetter (LZ Club) ini
merupakan klub karyawan percetakan Dja Endar Moeda dan orang-orang Mandailing
en Angkola lainnya yang berdomisili di Kota Medan.
Afdeeling Padang Sidempoean (Mandailing en Angkola) |
De locomotief, 21-08-1902 |
Pada tahun 1907 Tapanoeli VC (bersama
Voortwaarts, klub orang Belanda) mempelopori didirikannya perserikatan
sepakbola yang disebut Deli Voetbalbond (DVB) di Medan dan melakukan kompetisi
dalam dua divisi. Pada tahun 1909 (Medan menjadi Gemeente) Docter Djawa Voetbal
Club yang berkompetisi di Bataviasch Voetbalbond (BVB) saat jeda kompetisi
datang ke Medan untuk bertandingan melawan Tapanoeli VC. Klub Docter Djawa VC
(klub mahasiswa kedokteran STOVIA) ini dipimpin oleh Kapten Tim Radjamin
Nasution.
De Sumatra post, 30-12-1909 |
Pada tahun 1909 Kota Medan
ditingkatkan statusnya menjadi Kota Praja (Geemeente). Gemeente Medan terdiri
dari dua wijk (keluarahan). Satu kelurahan di area orang-orang Eropa/Belanda
dipimpin oleh orang Belanda sedangka satu kelurahan lain dipimpin oleh Sjech
Ibrahim alias Mohamad Yacoub gelar Soetan Kinajan. Sjeh Ibrahim adalah
kamponghoofd pertama di Kota Medan.
Pada tahun 1915 status Residentie Oostkust Sumatra ditingkatkan menjadi
Province (dipimpin oleh seorang Gubernur). Pada tahun 1915 inilah perserikatan
sepakbola Oost Sumatra (OSVB) dibentuk (dan DVB melebur ke OSVB). Lalu pada
tahun 1918 Wali Kota (Burgemeester) Gemeente Medan diangkat (Daniel Mackay).
Sejak 1909 Gemeente Medan (dengan dua kelurahan) masih dipimpin langsung oleh Asisten
Residen Medan dan baru tahun 1918 ini dialihkan kepada seorang Wali Kota
(baru).
Pada tahun 1918 anggota dewan
kota (gemeenteraad) Medan dipilih melalui pemilihan umum. Sejak 1909 anggota
dewan kota yang dipimpin oleh Asisten Residen prosesnya hanya ditunjuk oleh
pemerintah. Para anggota dewan adalah para pengusaha pertanian (planter),
direktur perusahan lainnya, kapitein/major der Chinees, para pangeran dari Kesultanan.
Sejak 1981 (bersamaan dengan pengakatan Burgemeester) penentuan anggota dewan dengan cara demokratis melalui
pemilihan. Para pemilih dibagi ke dalam kelompok Eropa, pribumi dan timur
asing. Untuk pemilih orang Eropa adalah syaratnya dewasa (17 tahun), tetapi
untuk orang pribumi dan timur asing mensyaratkan calon pemilih didasarkan pada
kriteria tingkat pendapatan tertentu. Jadi, tidak semua penduduk dewasa orang
pribumi dan timur asing sebagai pemilih. Pribumi pertama yang terpilih di
Medan, untuk menjadi anggota gemeenteraad adalah Kajamoedin Harahap gelar Radja
Goenoeng, seorang mantan guru dan kini menjadi penilik sekolah di Oostkust
Sumatra yang berkantor di Medan.
Anggota dewan Kota Medan berikutnya yang berasal dari Padang Sidempuan
dan cukup terkenal antara lain: Abdullah Lubis (Direktur Perwata Deli), penerus
Kajamoedin Harahap gelar Radja Goenoeng. Lalu kemudian pada periode berikutnya
berlanjut kepada Abdul Hakim Harahap, GB Josua Batubara dan Dr. Gindo Siregar.
Abdul Hakim Harahap, pejabat keuangan di Kantor Bea dan Cukai Medan/Belawan
terpilih tahun 1930 (tiga periode hingga 1938). Abdul Hakim Harahap yang lahir
di Sarolangoen Djambie tahun 1905 berarti masih bermur 25 tahun untuk menjadi
anggota dewan kota. Pada tahun 1935 Abdul Hakim Harahap mendirikan klub Sahata
yang juga bertindak sebagai pemain. Pada tahun 1938 pimpinan klub Sahata
diteruskan oleh GB Joshua Batubara (pemilik Joshua Instituut) dan juga menjadi
anggota dewan kota. Sebelumnya, pada tahun 1924 untuk kali pertama (pulau)
Sumatra dibagi ke dalam empat dapil: Province Oostkust Sumatra, Noord Sumatra Residentie Tapanoeli West
Sumatra dan Zuid Sumatra diberi jatah untuk masing-masing satu wakil ke dewan
pusat (Volksraad) di Batavia. Anggota Volksraad yang terpilih dari dapil Noerd
Sumatra Tapanoeli adalah Dr. Alimoesa Harahap dan dari Oostkust Sumatra
Abdul Firman Siregar gelar Mangaradja Soeangkoepon. Untuk periode berikutnya
dari Nord Sumatra terpilih Dr. Abdul Rasjid Siregar dan dari Oost Sumatra
kembali terpilih Mangaradja Soangkoepon. Untuk periode selanjutnya hingga berakhirnya
era kolonial Belanda kedua anggota Volksraad ini tidak terkalahkan. Dengan
demikian selama empat periode Mangaradja Soangkoepon mewakili Provinsi
Ooostkust Sumatra di Volksraad (menjadi anggota dewan seumur hidup dari Sumatra
Timur); sedangkan Dr. Abdul Rasjid Siregar anggota Volksraad selama tiga
periode. Abdul Firman Siregar gelar Mangaradja Soeangkoepon (kelahiran Padang
Sidempoean) adalah abang kandung dari Dr. Abdul Rasjid Siregar (kelahiran
Padang Sidempoean).
Nama Noord Sumatra muncul kali
pertama saat pemilihan Volksraad tahun 1924. Wilayah Noord Sumatra dalam hal
ini meliputi Residentie Tapanoeli dan Residentie Atjeh. Dengan demikian (pulau)
Sumatra terdiri dari empat pemilihan: Oost, Noord, West dan Zuid. Lalu
kemudian, setelah Proklamasi Kemerdekaan RI (17 Agustus 1945), pada tanggal 22
Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) bersidang yang mana
ditunjuk tiga orang anggota untuk memimpin Sumatra: Mr T Mohammad Hasan sebagai
Gubernur dan Dr. Amir sebagai Wakil Gubernur yang bertugas untuk menyusun
pemerintahan serta Mr. Abdul Abbas Siregar untuk membentuk Komite Nasional
Indonesia (KN) dan Dewan Daerah. Setelah PPKI menetapkan ibukota Provinsi
Sumatra di Medan ketiga tokoh ini berangkat ke Sumatra. Pada tanggal 29 Agustus
1945 Gubernur dan Wakil Gubernur tiba di Kota Medan. Namun sebelum mereka tiba
di Medan sudah lebih dahulu tiba pasukan peninjau sekutu. Kelambanan inisiatif
untuk bergerak Mr T Mohammad Hasan dan Dr. Amir di Medan menjadi awal perkara.
Proklamasi kemerdekaaan RI baru diumumkan keduanya ke publik baru terjadi pada
tanggal 30 September 1945. Sementara di Residentie Tapanoeli berita
kemerdekaaan Indonesia sudah sejak lama beredar luas. Pada tanggal 3 Oktober
1945 Provinsi Sumatra dibagi ke dalam 10 keresidenan: Tapanoeli, Atjeh; Sumatera
Timur, Sumatera Barat. Untuk Residen Sumatra Timur diangkat M. Yusuf (kemudian
digantikan oleh Mr. Luat Siregar), sementara Residen Tapanoeli diangkat Dr. FL
Tobing (kemudian digantikan oleh Abdul Hakim Harahap), sedangkan Mr. Abdul
Abbas Siregar (Anggota PPKI), anak Medan diangkat menjadi Residen Lampoeng
(kemudian digantikan oleh Mr. Gele Haroen Nasution). Sejumlah penasehat
gubernur diangkat antara lain Mangaradja Soangkupon dan Dr. Pirngadi. Sementara
untuk wali kota angkat empat orang: Hasan juga mengangkat empat Wali Kota untuk
empat kota madya di Sumatera yaitu; Mr.
Luat Siregar di Medan, Dr. Abdul Hakim Nasution di Padang, Barnawi di Bukit
Tinggi dan Ibrahim di Palembang. Di Residentie Sumatra Timur diangkat ketua KNI
yakni Dr. Djabangoen Harahap. Dalam perkembangannya, ekskalasi politik yang
meningkat di Medan dan Sumatra Timur sehubungan dengan semakin menguatnya
sekutu/Belanda, ibukota Provinsi Sumatra dipindahkan ke Pematang Siantar.
Setelah agresi militer Belanda pertama (1947) ibukota dipindahkan ke Bukitinggi.
Sejak itu Sumatera dibagi menjadi tiga provinsi (Sumatera Tengah, Sumatera
Utara, dan Sumatera Selatan) yang dipimpin oleh residen. Residen Sumatra Utara
adalah Mr. SM Amin Nasution dan Residen Sumatra Tengah Mr. Masdoelhak Nasution
Ph.D. Namun tidak lama kemudian Masdoelhak ditarik ke Djogjakarta sebagai
penasehat hukum Soekarno dan M. Hatta. Pada serangan agresi militer Belanda tanggal
19 Desember 1948 ke Djogjakarta Masdoelhak Nasution diculik militer Belanda dan
lalu dibunuh, sementara Soekarno dan M. Hatta ditahan dan diasingkan.
Pembunuhan terhadap Masdoelhak Nasution, intelektual muda Indonesia membuat PBB
marah dan meminta Den Haag untuk melakukan penyelidikan.
Setelah pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda pada tanggak 27 Desember
1949, pemerintahan mulai dibentuk sebagai hasil perjanjian KMB. Presiden
Soekarno membentuk kabinet RIS (federal) yang dipimpin oleh M. Hatta, tetapi di
Djogjakarta dibentuk kabinet tandingan (Republik) yang mana sebagai Wakil
Perdana Menteri adalah Abdul Hakim Harahap. Dalam fase dualisme pemerintahan
inilah muncul Kongres Rakyat di Medan dan kemudian terbentuk NKRI (NST
dibubarkan). Dalam proses reorganisasi pemerintah di Medan dibentuk Provinsi Sumatra Utara (Tapanoeli, Atjeh dan Sumatra Timur). Nama Sumatra Utara sendiri sudah muncul sejak 1924 yang meliputi Residentie Tapanoeli dan Residentie Atjeh. Sejak Atjeh dibentuk menjadi provinsi pasca pemberontakan Atjeh maka Sumatra Utara hanya tinggal Tapanuli dan Sumatra Timur. Hanya tinggal Tapanuli sebagai ahli waris nama Sumatra Utara.
Sebagaimana di deskripsikan
sebelumnya, Abdul Hakim Harahap pada tahun 1951 diangkat menjadi Gubernur
pertama Provinsi Sumatra Utara (pasca pengakuan kedaultan RI oleh Belanda).
Sebelumnya pada tahun 1950, GB Joshua Bataubara, Wakil Ketua Front Nasional
Medan (Ketua adalah Dr. Djabangoen Harahap) menjadi Ketua Panitia Perayaan Hari
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia untuk kali pertama di Medan dan untuk kali
pertama di Medan dinyanyikan lagu Indonesia Raya. Pada Perayaan Hari Proklamasi
Kemerdekaan tahun 1951 Ketua Panitia adalah Gubernur Suimatra Utara Abdul Hakim
Harahap.
Tiga tokoh utama sepakbola Medan (antar generasi) |
Setelah 10 tahun menjabat
gubernur, akhirnya Marah Halim Harahap lengser keprabon pada tahun 1978.
Seperti apa figur tokoh sepak bola Medan ini saya dapat memahami. Ketika saya
masih mahasiswa, pada tahun 1985 saya pernah bertemu Marah Halim Harahap di
kediamannya di Jakarta. Marah Halim Harahap berumur panjang. Marah Halim
Harahap meninggal dunia dalam usia 94 tahun. Meninggal pada hari Kamis, 3
Desember 2015 pukul 06.00 WIB di rumah sakit Permata Bunda, Medan. Dimakamkan
pada hari yang sama di Taman Makam Pahlawan, Medan.
Pada tanggal 19 Maret 1950 diadakan rapat umum untuk menentukan penyelenggaraan
Kongres Rakyat di Medan. Perlunya Kongres Rakyat diprakarsai oleh Front
Nasional Medan (Het nieuwsblad voor Sumatra, 20-03-1950). Front Nasional adalah
gerakan di depan oleh pejuang Republik Indonesia (Republiken) untuk mendukung
NKRI. Front Nasional tidak hanya di Medan tetapi juga ada di Soerabaja. Ketua Front
Nasional Medan adalah Dr. Djabangoen Harahap dan Wakil Ketua Mr. GB Joshua
Batubara. Untuk penyelenggaraan Kongres Rakyat yang akan diadakan di Medan dibentuk
panitia yang mana sebagai Ketua Panitia adalah Mohammad Said (Pemimpin Harian
Waspada). Kongres Rakyat akan diadakan beberapa hari yang akan dimulai pada tanggal
27 April 1950.
Untuk menyemarakkan kegiatan Kongres
Rakyat akan diadakan turnamen sepakbola yang diikuti oleh empat klub. Hasil
penjualan tiket dari turnamen sepak bola tersebut akan disumbangkan untuk
Kongres Rakyat (Het nieuwsblad voor Sumatra, 14-04-1950). Hasil pertandingan
hari pertama (14-03-1950) klub Sahata vs Deli Mij yang dimenangkan klub Sahata
dengan skor 4-2. Pada hari kedua bertemu klub Medan Poetra vs Black and White
dengan kedudukan 6-0. Klub Sahata menjadi juara turnamen pada tanggal 16 April
(Het nieuwsblad voor Sumatra, 17-04-1950). Pimpinan klub Sahata adalah GB
Joshua Batubara dan Manajer Tim klub Sahata adalah Kamaroeddin Panggabean (mertua Djadjang Nurdjaman, Pelatih PSMS yang sekarang).
Muncul reaksi dari pihak Negara Sumatra Timur (NST) dengan membuat
kongres tandingan yang disebut Permusjawaratan Rakjat (Het nieuwsblad voor
Sumatra, 19-04-1950). Di Djakarta, RIS yang dipimpin oleh M. Hatta coba
mempengaruhi Kongres Rakyat (paling tidak menunda dulu). Lalu Djakarta (RIS)
menawarkan konferensi vierhoeks-conferentie (empat pihak) pada tanggal 25 April
di Djakarta (Algemeen Handelsblad, 20-04-1950). Dr Mansoer (Wali NST) tengah
berada di Djakarta menentang keras upaya RI melikuidasi NST. Letak keberatan
utama Dr. Mansoer adalah bukan soal kesatuannya tetapi lebih pada dominasi
Djokja (ibukota RI).
Saat itu terdapat dualisme
pemerintahan di Indonesia: Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Republik
Indonesia (RI). Pasca pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda dibentuk RIS pada
tanggal 20 Desember 1949 di Djakarta yang dipimpin oleh M. Hatta (sebagai
Perdana Menteri). Pada tanggal yang sama dibentuk kabinet RI di Djokjakarta.
Pada saat kisruh RI vs RIS di NST yang menjadi Perdana Menteri RI di
Djokjakarta adalah Abdul Halim dan Wakil Perdana Menteri Abdul Hakim Harahap. Delegasi
RI ke Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Abdul Hakim Harahap, Residen
Tapanoeli yang menguasai tiga bahasa asing (Belanda, Inggris dan Prancis)
bertindak sebagai penasehat ekonomi RI (ketua delegasi adalah M. Hatta).
Sepulang dari KMB tampaknya antara Abdul Hakim Harahap dan M. Hatta memiliki
cara pandang yang berbeda tentang Indonesia. M. Hatta melihat Indonesia sebagai
RIS (negara-negara federal) sedangkan Abdul Hakim Harahap melihat Indonesia
sebagai NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Abdul Hakim Harahap semasa
muda di Medan adalah pendiri klub Sahata yang juga pemain inti.
Pada tanggal 23 April 1950 Ketua Panitia Kongres Rakyat, Mohammad Said
pulang dari Djakarta yang mana kemudian M. Hatta menarik keberatannya atas
penyelenggaraan Kongres Rakyat. Sebab, para Republiken di Medan tetap teguh
pada tanggal Kongres Rakyat 27 April (Het
nieuwsblad voor Sumatra, 24-04-1950). Keraguan M. Hatta tentang Kongres Rakayat
tidak begitu jelas, tetapi Komandan APRI di Sumatra Utara, Kolonel M Simbolon
menjamin Kongres Rakyat akan aman (Het nieuwsblad voor Sumatra, 25-04-1950). Lalu di Medan, agenda
Kongres Rakyat diumumkan (Het nieuwsblad voor Sumatra, 26-04-1950). Isi
pengumuman itu antara lain waktu kongres dari tanggal 27 sampai 30 April
(Kamis-Minggu). Pada saat jelang hari Kongres Rakyat, Tim Sepakbola Medan
berangkat ke Djakarta.
Het nieuwsblad voor Sumatra, 26-04-1950:
‘Tim Perserikatan sepak bola Medan (Bondsteam) berangkat ke Jakarta. Dengan penerbangan
GIA pagi ini, para pemain dan offisial tim sepak bola Medan, yang akan ambil
bagian dalam Kejuaraan Antar Kota 1950 di Jawa, meninggalkan bandara Medan yang
dilepas oleh sejumlah pegiat olahraga. Seperti yang Anda tahu, Medan akan
memainkan tiga pertandingan pertamanya di turnamen ini pada akhir minggu
mendatang’.
Keberangkatan tim sepak bola Medan ke Djakarta dalam rangka Kejuaraan
Antar Kota 1950 yang diselenggarakan oleh VUVSI/ISNIS (suksesi NIVU). Federasi
NIVU diaktifkan kembali tanggal 29 Desember 1946 di Batavia, lalu
menyelenggarakan kejuaraan pada tahun 1947 dan 1948. Jelang berakhirnya
kejuaraan tahun 1948 pada bulan Oktober NIVU diubah menjadi VUVSI/ISNIS. Pada kejuaraan tahun 1949 Tim Medan diundang tetapi mengundurkan diri dan
baru pada kejuaraan tahun 1950 Tim Medan bisa hadir. Tim Medan (VBMO/PSMS) akan
memulai pertandingan di Djakarta pada tanggal 29 April 1950 melawan Tim Bandoeng.
Sementara Kejuaraan Antar Kota yang diselenggarakan oleh PSSI di Semarang
baru terjadi pada tanggal 2,3 dan 4 September 1950. Bersamaan dengan kejuaraan
ini diselenggarakan Kongres PSSI pertama (setelah perang kemerdekaan). Pada
tanggal 2 September diproklamirkan PSSI yang baru (PSSI diaktifkan kembali).
Sementara tim yang bertanding hanya diwakili oleh juara dari empat wilayah yakni
PSIS (Jawa Tengah), Persebaya (Jawa Timur), Persidja dan Persib (Jawa Barat).
Juara adalah Persebaya. PSMS tidak hadir karena tidak siap, tetapi ada dua
pemain PSMS yang dipinjam oleh Persidja yakni Agus Ramlan dan Abidin. Uniknya
salah satu pemain (Chaeruddin Siregar) yang dikirim VBMO/PSMS pada Kejuaraan
Antar Kota VUVSI/ISNIS pada bulan April 1950 tidak kembali ke Medan dan menetap
di Djakarta dan kemudian bergabung dengan Persidja. Sehingga dengan demikian,
dalam Tim Persidja di Semarang terdapat tiga pemain asal Medan.
Tim Medan (VBMO/PSMS) yang berangkat ke Djakarta adalah sebagai berikut: Oesmansjah, [Remus] Tobing, Gus Ramlan, Cornel [Simanjuntak], Rais, Chairuddin
[Siregar], Sunarjo, T. Dzat, Ramli, Foeng Min, Kliwon, Sarpi, T. Effendi,
Rikimah, Firdaus en Mahrum (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 17-04-1950).
Disebutkan para pemain Tim Medan ini akan diantar oleh Madja Purba (voorzitter
der VBMO-PSMS), Soeleiman Siregar (Bondssecretaris), T. Harris Hafas
(bestuurslid), Mochtar Siregar en Panangaran Siregar (leden van de keuzecommissie). Tim
Medans akan menghadapi Bandung pada tanggal 29 April, 30 April melawan Jakarta dan kemudian pada
tanggal 1 Mei melawan Semarang. Het nieuwsblad voor Sumatra, 25-04-1950
menyebutkan terlah terjadi perubahan, Firdaus digantikan oleh Pesch (orang
Belanda) dan Rikimahu juga digantikan oleh Dangas. Untuk Tim Manajer ditunjuk
Soeleiman Siregar. Sebagai pemimpin delegasi ini, Bondsvoorzitter, Madja Purba akan
menghadiri pertemuan tahunan VUVSI/ISNIS yang diadakan setiap tahun setelah usai
Kejuaraan Antar Kota.
Soeleiman Siregar, T.
Harris Hafas, Mochtar Siregar dan Panangaran Siregar adalah orang-orang yang
terlibat sepak bola sejak lama. Soeleiman Siregar pemain MSV (Sumatra post,
03-08-1934) dan juga pegawai kantor inspectiekantoor van Financiën, te Medan
(Bataviaasch nieuwsblad, 04-04-1941); Mochtar Siregar adalah mantan pemain UKVC
dan Deli Mij sebelum pendudukan Jepang, Sementara Panangaran Siregar adalah
pemain PSV Medan ketika masih di bangku sekolah MULO di Medan (De Sumatra post,
12-05-1932) dan pemain klub Unie Tebingtinggi bersama Mochtar Siregar (De
Sumatra post, 18-11-1933). Panangaran Siregar juga adakalanya menjadi wasit (De
Sumatra post, 09-04-1936), dan pemain Sahata bersama Kamaroeddin Panggabean (De
Sumatra post, 04-07-1938). Selanjutnya Panangaran Siregar kerap menjadi wasit
pertandingan. T. Harris Hafas adalah abang dari T Razali Hafas yang mana Razali
Hafas adalah pemain Medan Poetra yang didirikan pertengahan tahun 1947. Razali Hafas memulai karir sepak bola di Medan
tahun 1939 bermain di Medanse Sport Vereeniging (MSV). Pada tanggal 20 Oktober
1949 Razali Hafas berangkat ke Belanda. Ayah mereka T Hafas, Direktur Kabinet
NST Dr Mansoer, pada era kolonial Belanda adalah pemain MSV. Panangaran Siregar
cetak gol (De Sumatra post, 04-07-1938).
Para offisial VBMO/PSMS yang berangkat ke Djakarta adalah Madja Poerba (Ketua
VBMO/PSMS), Soeleiman Siregar (Sekretaris VBMO/PSMS), T. Harris Haf (Ketua
Komisi VBMO/PSMS), Mochtar Siregar dan Panangaran Siregar (anggota Komisi VBMO/PSMS).
Mereka ini adalah pengurus VBMO/PSMS yang berangkat dari Medan tanggal 26 April
1950 (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 26-04-1950).
Kembali ke pertanyaan
awal. Mengapa kelahiran PSMS disebut tanggal 21 April 1950. Faktanya bahwa
VBMO/PSMS masih eksis dan tengah mengikuti Kejuaraan Antar Kota yang
diselenggarakan oleh VUVSI/ISNIS. Tim yang mewakili Djakarta adalah Tim VBO dan
Tim Soerabaja adalah Tim SVB/PSS. Dengan kata lain saat ini bukan Persidja yang
mewakili Djakarta demikian juga bukan Persebaya yang mewakili Soerabaja. Tentu
saja, Tim Medan tidak diwakili oleh PSMS melainkan VBMO/PSMS. Para pengurus
VBMO/PSMS adalah para tokoh federalis (NST): Madja Purba, anggota delegasi NST
dalam proses integrasi ke NKRI; T Harris Hafas, anak dari T Hafas Direktur
Kabinet Wali Negara Dr. Mansoer; Soeleiman Siregar, alumni STOVIA, pemain sepak
bola di Medan (Het nieuwsblad voor Sumatra, 29-04-1949); dan Panangaran
Siregar, Kepala Departemen Tenaga Kerja Departemen Urusan Sosial Departemen NST
(Het nieuwsblad voor Sumatra, 14-08-1950) yang kemudian menjadi pejabat di
Kementerian Tenaga Kerja RI (Java-bode: nieuws, handels- en advertentieblad
voor Nederlandsch-Indie, 03-10-1951); serta Mochtar Siregar, pegawai swasta di
Medan, mantan pemain sepak bola di Medan.
Hasil dari Kejuaraan Antar Kota
VUVSI/ISNIS 1950, di Djakarta pada tanggal 29 April Tim Medan mengalahkan Tim
Bandung dengan skor 3-0. Hari berikutnya Tim Medan dikalahkan oleh Tim Djakarta
dengan sekor 0-2 dan pada hari ketiga (1 Mei) Tim Medan imbang dengan Tim
Semarang (2-2) (lihat Het nieuwsblad
voor Sumatra, 02-05-1950). Pada putaran terakhir yang diselenggarakan di Bandung tanggal
25 Mei Tim Medan mengalahkan Tim Makassar dengan skor 2-1. Dua nari
berikutntnya Tim Medan dikalahkan Tim Surabaya dengan skor 0-1 dan pertandingan
berikutnya tanggal 29 Mei Tim Medan dikalahkan oleh Tim Malang dengan skor 1-3.
Dalam klassemen akhir Tim Medan hanya berada di posisi kelima (juara adalah Tim
Soerabaja).
Setelah pusat (Djakarta) menyetujui hasil Kongres Rakyat di Medan, maka dalam
proses likuidasi NST tersebut dan dalam proses menjadi NKRI di Sumatra Timur masing-masing
diwakili oleh tim perwakilan. Salah satu dari pihak RI adalah GB Joshua
Batubara dan Madja Purba sebagai salah satu dari pihak NST. GB Joshua Batubara
adalah pemilik Perguruan Joshua, pimpinan klub Sahata dan Wakil Ketua
Front Nasional Medan. Sedangkan Madja Purba adalah Ketua Pengurus VBMO/PSMS (sejak 27
Januari 1950).
Sementara itu, apakah
PSMS yang berafiliasi dengan PSSI sudah ada? Tidak diketahui secara jelas. Namun
demikian, Tim PORI-Sepakbola Djakarta (yang kemudian berubah menjadi Persidja)
datang melawat ke Medan di bawah koordinasi Panitia Pembangunan Djokja [ibukora
RI] di lapangan Medan Poetra di Djalan Radja (Het nieuwsblad voor Sumatra,
15-11-1949). Dijadwalkan tanggal 22 November tim kombinasi Sahata/Deli Mij vs PORI, 23 Novvember antara Medan Poetra vs
PORI dan 26 November antara Tim Perserikatan Indonesia (Indonesisch Bondselftal)
vs PORI. Dalam hal ini dapat ditambahkan bahwa PORI Djakarta memiliki divisi
sepakbola, sedangkan PORI Medan tidak/belum memiliki divisi sepakbola. PORI
Medan antara lain memiliki divisi basket yang mana dalam hal ini Sahata sendiri
memiliki klub basket di dalam PORI Medan.
Dengan memperhatikan deskripsi di atas, apakah tanggal 21 April 1950
adalah hari lahir PSMS? Dari pihak VBMO/PSMS tidak ada alasan menyatakan tangal
21 April 1950 sebagai hari lahir, sebab VBMO/PSMS yang diketuai oleh Madja
Purba (federalis/NST) sejak 27 Januari 1950 masih aktif yang diperankan oleh JJ
Barends (sekretaris). Tim VBMO/PSMS ini yang diduga kuat berangkat pada tanggal
26 April 1950 ke Kejuaraan Antar Kota VUVSI/ISNIS di Jawa. Tim VBMO/PSMS yang
berangkat pada tanggal 26 April 1950 ke Kejuaraan Antar Kota VUVSI/ISNIS di
Jawa faktanya terdapat Ketua VBMO/PSMS Madja Purba.
Logo PSMS |
Dalam perkembangannya, NST bubar dan NKRI terbentuk di Sumatra Timur.
Pengesahan NKRI (NST dibubarkan) terjadi tanggal 14 Agustus 1950. Lalu dibentuk
perayaan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI di Medan pada tanggal 17 Agustus 1950
(yang kali pertama dilakukan di Medan). Ketua Panitia Perayaan 17 Agustus 1950
adalah GB Joshua Batubara. Apakah di Medan sebelum tanggal 17 Agustus sebagai hari Proklamasi
Kemerdekaan RI sudah terjadi proklamasi PSMS yang baru?
Setelah NST bubar dan NKRI
terbentuk di Sumatra Timur yang berpusat di Medan, pada akhirnya kabinet Mohammad
Hatta (federal) maupun kabinet Abdul Hakim Harahap (republik) sama-sama
dibubarkan pada tanggal 6 September 1950 dan lalu digantikan oleh kabinet
Mohammad Natsir (republik). Inilah kemenangan faham republik atas faham federal
di bumi Indonesia yang telah merdeka dan telah diakui oleh Belanda. Dengan kata
lain, perjuangan NKRI dimulai di Sumatra Timur. Ingat KNRI, ingat Sumatra Utara
(Tapanoeli, Atjeh dan Sumatra Timur). Tidak lama kemudian setelah kabinet
Mohammad Natsir bekerja, proses pembentukan provinsi Sumatra Utara juga kelar.
Untuk menempati posisi Gubernur Sumatra Utara yang pertama diangkat Abdul Hakim
Harahap pada 25 Januari 1951. Abdul Hakim Harahap adalah juga pendiri dan
sekaligus pemain inti klub Sahata Medan. Dalam perkembangan berikutnya nanti Gubernur
Abdul Hakim Harahap meminta para stakeholder sepak bola di Medan untuk
mereorganisasi PSMS dan memilih pengurus (yang kemudian terlaksana pada tanggal
24 Februari 1952). Ketua terpilih adalah Komisari Amir Hamzah (mantan pemain
klub VOP/polisi di era kolonial Belanda yang kini menjadi ketua klub POP/polisi)
dan sekretaris adalah Kamaroeddin Panggabean (mantan pemain klub Sahata di era
kolonial Belanda yang kini menjadi pengurus inti klub Sahata). Tamat era Madja
Purba/JJ Barends, berkibar era Amir Hamzah/Kamaroeddin Panggabean. Tamat
VBMO/PSMS, muncul PSMS (saja).
Untuk menggairahkan jelang perayaan ini diadakan turnamen sepak bola
dalam dua divisi yang dimulai tanggal 12 Agustus 1950 (jelang pengesahan NKRI
tanggal 14 Agustus 1950). Final Divisi-1 (kelas utama) dilangsungkan di
stadion Keboen Boenga (yang selama ini menjadi markas VBMO/PSMS) pada hari perayaan
17 Agustus antara klub Sahata vs klub Medan Poetra. Klub Sahata menjadi juara. Klub Sahata didirikan tahun 1935, sedangkan klub Medan Poetra didirikan
tahun 1947 (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 08-10-1949).
Versi lain bahwa hari
lahir PSMS yang baru boleh jadi tanggal 12 Agustus 1950. Hal ini didasarkan
pada permulaan menaikkan bendera PSMS pada tanggal 12 Agustus 1955 dalam rangka
perayaan lustrum (ulang tahun kelima) PSMS. Rencana lustrum PSMS ini diumumkan
pada tanggal 28 April 1955 (lihat Het nieuwsblad voor Sumatra, 29-04-1955).
Lalu sebuah komite lustrum dibentuk di bawah kepemimpinan (Komisaris Polisi) I
Gastina, Lalu perayaan kenyataannya diundur hingga bulan Agustus. Disebutkan
bendera PSMS yang berkibar sejak tanggal 12 Agustus 1955 lalu diturunkan pada
hari terakhir perayaan pada tanggal 28 Agustus 1950 (lihat Het nieuwsblad voor
Sumatra, 29-08-1955). Apakah pengikibaran bendera PSMS tanggal 12 Agustus 1955
sebagai hari lahir PSMS yang dikaitkan dengan permulaan turnamen sepak bola 12
Agustus 1950 sebagai prakondisi untuk pengesahaan NKRI tanggal 14 Agustus 1950.
Akan tetapi interpretasi (hasil analisis) ini yang menduga kelahiran PSMS
tanggal 12 Agustus 1950 sangat lemah karena tidak ada informasi yang menyatakan
secara eksplisit demikian. Oleh karenanya, tanggal 12 Agustus sebagai hari
lahir PSMS (sebagaimana hari permulaan perayaan lustrum tanggal 12 Agustus)
tidak dapat diklaim sebagai hari kelahiran PSMS. Sementara itu, jika memang pada
tanggal 21 April 1950 sebagai hari lahir PSMS, itu berarti pengumuman lustrum yang dilakukan pada tanggal 28 Agustus 1955 adalah seminggu setelah tanggal 21 April
1950. Namun persoalannya tidak ada informasi yang menyatakan bahwa hari lahir
PSMS jatuh pada tanggal 21 April 1950.
Sekali lagi, mengapa tanggal 21
April diklaim sebagai hari lahir PSMS sebagaimana yang diyakini hingga
sekarang? Hasil analisisnya sebagai berikut. Pertama, VBMO/PSMS yang (masih) dipimpin oleh Madja Purba tidak ada alasan untuk menetapkan tanggal lahir karena
VBMO/PSMS masih eksis ketika mengikuti Kejuaraan Antar Kota yang diselenggarakan
oleh VUVSI/ISNIS. Madja Purba seorang yang pro federalis (NST) ikut sebagai
delegasi ke kejuaraan tersebut yang berangkat tanggal 26 April 1950. Kedua,
embrio PSMS versi Republik sudah muncul jelang Kongres Rakyat pada tanggal 27
April 1950. Kongres Rakyat bertujuan untuk membubarkan NST dan mendirikan NKRI.
Jelang kongres dilakukan turnamen kecil yang berakhir pada tanggal 16 April dengan
juara klub Sahata yang hasil keuntungan pertandingan diberikan kepada (panitia)
Kongres Rakyat. Ketiga, lustrum pertama PSMS diadakan pada tahun 1955 dan itu
berarti tahun kelahiran PSMS adalah tahun 1950. Pengurus PSMS tahun 1955 adalah
tokoh-tokoh Republik (NKRI) dan hanya Mochtar
Siregar yang tetap setia selama lima tahun sejak 1950 terlibat di PSMS. Lantas mengapa menetapkan hari lahir PSMS tanggal
21 April (1950)? Hal itu diduga karena tanggal 21 April 1950 hari penentuan akan
dilangsungkannya Kongres Rakyat. Dengan kata lain, hari itu adalah awal
perjuangan NKRI dimulai di Sumatra Timur. Hasil selanjutnya: NST dibubarkan, NKRI
didirikan dan para Republiken (NKRI) mulai menata Indonesia di Sumatra Timur di
segala bidang, termasuk menata kegiatan sepakbola. Namun demikian, dasar
penetapan tanggal 21 April (1950) sebagai hari lahir PSMS tentu saja masih
bisa diperdebatkan.
Namun satu hal dalam proses panjang organisasi sepak bola di Medan ini
ada satu hal yang tidak berubah yakni para stakeholdernya. Para pemain dan klub
sepak bola di Medan sejak DVB didirikan pada tanggal 7 Juli 1907 terdiri dari Eropa/Belanda
(Voortwaarts VC), pribumi (Tapanoeli VC) dan Tionghoa (CSC). Demikian juga pada
era OSVB dan juga pada era VBMO/PSMS juga terwakili antara lain klub Sahata
(pribumi), Tionghoa (Black and White) dan Eropa/Belanda (Juliana). Riwayat di
Medan ini juga ditemukan di Makassar. Akan tetapi berbeda dengan di Jawa yang
memang secara kontinu terdapat paling tidak tiga buah federasi (Belanda,
pribumi, Tionghoa). Di Medan sempat terjadi muncul federasi sepak bola pribumi
pada tahun 1923 dengan mengambil nama DVB (diprakarsai oleh Dr. Radjamin
Nasution) dan pada tahun 1941 yang diprakarsai oleh GB Joshua (pimpinan klub
Sahata) dengan membentuk federasi PERSEDELI. Namun klub-klub pribumi melebur
kembali ke federasi OSVB dan federasi VBMO/PSMS.
Dengan demikian, sejak DVB dibentuk tanggal 7 Juli 1907 sebagai
organisasi sepak bola di Medan secara alamiah sejatinya tidak pernah berubah
secara radikal. Kisruh memang ada, tetapi kisruh diantara para stakeholder
dalam soal teknis sepak bola dan organisasi, dan bukan kisruh secara politis.
Di Jawa sendiri meski ada kisruh antara federasi Belanda dengan pribumi tetapi
kisruh yang ada tidak bermuatan politik. Olah raga ya olah raga, sepak bola
ya sepak bola. Urusan politik adalah urusan pemerintahan. Pemerintahan selama
era kolonial Belanda tidak pernah membeda-bedakan antara satu federasi dengan
federasi yang lain. Bagi pemerintah federasi sepak bola berbau Belanda, berbau Tionghoa
dan berbau pribumi sama pentingnya. Pemerintah melihat federasi-federasi
tersebut telah turut menggairahkan penduduk, karena sepak bola menjadi hiburan
massal dan yang lebih penting bagi pemerintah dari kegiatan sepak bola
terbentuk pendapatan (pemasukan) bagi pemerintah.
Pengurus PSMS tempo doeloe |
Oleh karena itu, organisasi sepak bola di Medan, sesungguhnya pula
tidaklah harus dan hanya mengacu pada sisi politis (yang diduga lahirnya PSMS
tanggal 21 April 1950), tetapi juga tidak salah secara alamiah organisasi sepak
bola di Medan (yang kini disebut PSMS) memang secara historis cikal bakalnya
adalah DVB yang dibentuk tanggal 7 Juli 1907. Bukankah pada era dualisme PSSI
juga PSMS terbelah tetapi pada akhirnya PSMS tetap lestari dengan tetap mengacu
pada hari kelahiran 21 April 1950?
Kronologisnya sebagai berikut:
Pada Liga Indonesia ISL 2009/2010 PSMS terdegradasi. Pada fase dualisme
federasi 2011/2012 PSMS muncul dua versi dan sama-sama masuk di Divisi-1 baik
Liga ISL maupun Liga IPL. Namun keduanya mengalami nasib yang sama: yakni
sama-sama terdegradasi, Pada tahun 2014 kembali menjadi liga tunggal (ISL).
PSMS masih terbenam di Divisi-2. Pada tahun 2015 PSSI diberi sanksi FIFA. Pada
tahun 1916 saat PSSI masih disanksi FIFA muncul Liga Torabica. Nama PSMS tidak
ada (muncul PS TNI). Pada tahun 2017 PSSI reorganisasi dengan ketua terpilih
Edy Rahmayadi dan Sanksi FIFA dicabut; Liga baru dimulai yang mana PSMS masuk
di Liga-2 (Divis-2). PSMS akhirnya promosi ke Liga-1 (Divisi-1). Masa galau yang cukup lama tujuh tahun (2010-2017)0 para suporter PSMS mulai cerah. Masa galau yang cukup lama tujuh tahun (2010-2017) secara perlahan mulai
dilupakan dan kini para suporter PSMS mulai terlihat cerah.
Namun masih ada soal yang tersisa. Mungkin suporter PSMS sangat galau
jika klub sebesar PSMS digolongkan kelahirannya masih muda dan hanya disebut
lahir tahun 1950. Faktanya tidaklah
demikian. Ini tentu saja bagi suporter tidak fair. Sementara itu para suporter
klub-klub legendaris yang lain sangat bangga hari lahirnya mengacu pada umur
tua (PSM sejak 1915; Persebaya, 1927, Persidja 1928, PSIS 1930 dan Persib
1933). Berccrmin dari klub-klub legendaris lainnya, memang terkesan sangat naif jika PSMS hanya
diklaim lahir tahun 1950. Lantas apakah masih ada yang dibanggakan dari nama
PSMS? Jika mengacu pada kelahiran DVB, seharusnya PSMS lahir tahun 1907, suatu
angka tahun yang jauh lebih tua dari klub-klub legendaris yang lain. Toh juga
secara historis sepak bola di Medan adalah sepak bola tertua di Indonesia yang
dimulai tahun 1893 (ketika di kota-kota lain belum ada pertandingan sepakbola).
Oleh karenanya kelahiran PSMS perlu kiranya direvisi dengan mengubah tanggal
kelahiran 21 April 1950 menjadi 7 Juli 1907. Tanggal kelahiran PSMS ini dapat
diringkas menjadi 07-07-07. Angka cantik, bukan? Demikian. Ik hoop dat PSMS wint.
Dank je. Horas.
*Dikompilasi oleh Akhir
Matua Harahap berdasarkan sumber-sumber tempo doeloe. Sumber utama yang
digunakan lebih pada ‘sumber primer’ seperti surat kabar sejaman, foto dan
peta-peta. Sumber buku hanya digunakan sebagai pendukung (pembanding), karena
saya anggap buku juga merupakan hasil kompilasi (analisis) dari sumber-sumber
primer. Dalam setiap penulisan artikel tidak semua sumber disebutkan lagi
karena sudah disebut di artikel saya yang lain. Hanya sumber-sumber baru yang
disebutkan atau sumber yang sudah pernah disebut di artikel lain disebutkan
kembali di artikel ini hanya untuk lebih menekankan saja.
BANG MAU NANYA KALAU SEJARAH PSDS DELI SERDANG ADA BANG? COBA DIURAIKAN
BalasHapusSebenarnya ada Ridho, tetapi jangan melihatnya dari sudut padang masa kini, tetapi dari origin.Nama kabupaten Deli Serdang sendiri baru muncul pada tahun 1950an yang kemudian atas dasar itu terbentuk perserikatan PS Deli Serdang (PSDS). Meski pun demikian PSDS ini adalah kelanjutan sejarah sepak bola di Deli Serdang yang sejak awal disebut Afdeeling Deli en Serdang yang di dalamnya terdapat dua kota (gemeente) yakni Medan dan Tebingtinggi. Sepakbola yang bermula di Medan (afdeeling Deli en Serang) kemudian ke meluas ke Afdeeling Langkat. Di Afd Deli en Serdang dibentuk Deli Voetbal Bond (DVB) yang membawahi banyak klub, DVB menyelenggarakaan kompetisi (awalnya dalam berbagai strata). Pada divisi utama hanya klub-klub yang berkualitas dengan kriteria tertentu yang disertakan kompetisi. Pada tahun 1920 ada peraturan dari federasi nasional yang ikut berpaartisipasi pada kompetisi jenjang atas harus berbadan hukum. Salah satu klub yang ikut kompetisi pada tahun 1920an bermarkas di Tandjong Morawa namanya SVV (Senembah Voetbal Vereeniging) Klub ini cukup kuat karena didukung Senembah Mij. Pada tahun 1930an muncul klub baru Voorwaarts di Loeboek Pakam. Dua klub ini pemainnya berasal dari sekitar terutama perkebunan seperti pekerbunan Semembah Mij. Dalam perkembangannya dibentuk kompetisi Sumatra Timur OSVB yang terdiri dari empat afdeeling (Deli en Serdang, Langkat, Simaloengoen en Karolanden dan Asahan. Juara-juara bond afdeeling ini melakukan kompetisi papan ayas. Saya tidak tahu apakah SVV pernah juara. Klub-klub lokal (kecil) banyak di Tandjoeng Morawa dan Leoboek Pakam, beberapa yang terkenal klub Diana dan klub Polisi di Loebok Pakam. Lalu pada menjelang berakhirnya Belanda, munculnya PSMS (sementara OSVB masih eksis), PSMS ini yang berpusat di Medan juga meliputi wilayah sekitar di eks Afdeeling Deli en Serdang termasuk Tandjoeng Morawa. Pada akhir tahun 1949 di Loeboek Pakam terdapat dua kesebelasan (XI) tetapi namanya hanya dibedakan Loeboek Pakam I dan Loeboek Pakam II (klub polisi masih eksis). Setelah pengakuan kedaulatan dan NST menjadi NKRI maka secara defenitif dibentuk kabupaten Deli Serdang dengan ibu kota di Medan dan kemudian ibu kotanya pindah ke Loeboek Pakam) Dari era inilah muncul nama bond PSDS (hingga sekarang). Tentu saja bond PSDS itu mencakup semua klub-klub di wilayah Kab Deli Serdang (tentu saja klub SVV dan Voorwaarts tidak ada lagi). Saya kira seperti itulah sejarah PSDS. Pada masa ini terkesan sejarah PSMS dan PSDS berbeda, tetapi sebenarnya pada masa awal, berasal dari origin yang sama di afd. Deli en Serdang. Pada saat pemisahan (RI) itulah sejarah dua bond/perserikatan ini dilihat berbeda. Yang membuat bingung kan PSMS menganggap sejarahnya dimulai sejak 1950 padahal sejarah sepak bola di Medan sudah ada sejak 1890an dan DVB dibentuk tahun 1907 (lebih tua dari bond-bond besar di Jawa dan Sulawesi Selatan). Tapi mungkin itu soal selera yang membuat keputusan saat itu, tapi Sejarah Tetap Sejarah (yang tidak akan mengubah fakta).
BalasHapusDemikian Bung Ridho.
Teringat PSDS, teringat pula Ansyari Lubis
Playmaker handal di timnas, terimakasih atas responnya bung
HapusMungkinkah ada arsip Psds ini bang diarsip nasional?? Siapa pendiri psds dan siapa ketua umum pertama psds? Adakah sumber tertulis ini di arsip nasional? Klo abg ada informasi tersebut boleh la di komen balik
HapusIya betul, dia playmaker, Saya sering menontonnya di stadion Lebak Bulus (klub Pelita Jaya(tahun 1993 dst. Soal data PSDS, yang tidak punya data. PSDS disebut didirikan tahun 1958, data saya hanya berdasarkan surat kabar berbahasa Belanda hingga tahun 1957. Saran saya ada baiknya mengunjungi surat kabar Waspada di Medan sebab saya kira perpustakaan mereka masih menyimpan arsip edisi sejak 1950an. Hanya dari situ sumber yang mungkin bisa menjawab siapa pendiri dan siapa ketua umum pertama. Sarab ini juga sudah saya sampaikan kepada para peminat (komunitas) sejarah sepak bola di Bandung, Jakarta, Semarang, dan Surabaya.
HapusTerima kasih atas sarannya pak, semoga komunitas sepak bola berlomba lomba mencari data sepak bola Psds yang berkaitan dengan ptpn9
HapusSaya sepakat dengan tulisan Abang tentang sejarah PSMS yang berdasarkan bukti-bukti arsip berbagai media kuno ini sebetulnya penentuan hari lahir PSMS tanggal 21 April 1950 ini tidak ada dasar referensi/informasi/pemberitaan sama sekali pada media-media era tsb. Saya juga sudah telusuri sumber-sumber yang Abang pergunakan dari https://www.delpher.nl/ dan https://www.rsssf.org/. Dua sumber ini nyaris menginformasikan yang sama, namun untuk sistematika penulisannya lebih mudah untuk menelusuri di rsssf.
BalasHapusKemudian di berbagai tulisan tentang sejarah PSMS yang ada internet ada lagi info yang "tidak jelas" referensinya, yaitu "dua klub asal Sumatera Utara yang pernah terbentuk pada tahun 1930 silam, mereka adalah Oost Sumatra Voetbal Bond (OSVB) dan juga Rumah Susun Football Club (RSFC), yang telah berdiri sejak awal tahun 1930-an". Tentang nama Rumah Susun Football Club tidak saya temukan hasil apapun dalam pencarian di berbagai media2 yg menjadi referensi Abang. Begitu juga dengan nama klub Al Wathan juga tidak saya temukan. Saya rasa nama Rumah Susun Football Club itu sangat tidak lazim bila muncul tahun 30-an, istilah "football club" saat itu tidak lazim (kalau "voetball" mungkin masuk akal), "Rumah Susun" nya juga sepertinya tidak masuk akal masa itu ada istilah Rumah Susun...
Sementara untuk nama Indian Foot ball Team saya temukan ada tertulis pada berita di Het nieuwsblad voor Sumatra 28-01-1952 (Pada hari Minggu Deli Mij datang ke lapangan melawan tim Sepak Bola India , yang pertandingannya dimenangkan oleh Deli Mij 3-2.)..
Untuk Medan Sport, mungkin yg dimaksud adalah Medan Sportvereniging (MSV)..
Saya rasa untuk membenahi PSMS yang sekarang carut marut dan babak belur ini, seharusnya dimulai dulu dari "meluruskan sejarah"nya dulu... Karena sejarah itu merupakan "titik nol" dari sebuah spirit dari apa yang kemudian dibangun dan dikembangkan selanjutnya.. Jika titik nol nya saja sudah "meleset", tentu perjalanan selanjutnya akan makin besar "deviasi"nya...
Saya rasa hal ini cukup urgen, untuk dibuat riset dan kajian yang melibatkan Abang dan para jurnalis serta sejarahwan, untuk menuliskan ulang dan meluruskan sejarah PSMS, yang nantinya perlu diseminarkan, serta dibakukan sejarah yang benar, berikut referensi2 pendukungnya...
Dalam sejarah panjang PSMS versi Abang (yg didukung referensi2 valid) mengandung spirit yg lebih dalam, tentang sepakbola sebagai "nafas" warga Medan dan sekitarnya yang sangat majemuk, dan itu sudah berlangsung jauuuuh sebelum tahun 1950...
Terima kasih Abangda... semoga sehat selalu... tulisan2 Abang sangat menarik dan mencerahkan.... :D
Terimakasih Bung Bachtiar telah mengingartkan saya tentang Indian Foor ball team (mungkin masih ada lagi, seharusnya tidak ada yang terlupakan, apalagi dilupakan). Sejarah PSMS Medan telah digabungkan dengan sejarah perserikatan lainnya di Indonesia dalam satu buku sebagai bagian dari serial buku Sejarah Menjadi Indonesia
HapusBuku Sejarah Menjadi Indonesia ini sudah diterbitkan kah Abangda...?
HapusSayang sekali belum diterbitkan Bung Bachtiar. Sebenarnya ceritanya panjang, tapi saya ringkas saja. Sepuluh tahun lalu saya memulai rencana besar: Menulis sejarah seluruh Indonesia (dari Sabang hingga Merauke). Harapannya akan diterbitkan setelah saya pensiun. Tapi kelihatannya jauh sebelum pensiun saya sudah bisa mulai, mungkin satu, dua tahun lagi masuk ke proses penerbitan. Saat ini kajian saya masih berlangsung, sejak 10 tahun lalu hingga sekarang non stop. Masih ada beberapa wilayah lagi yang harus dituntaskan. Saat ini sedang menganalisis dan menulis serial sejarah Jambi (berikutnya menyusul serial sejarah Lampung, Bengkulu, Bangka-Belitung dan Madura). Mungkin saya akan kembali menyisip dengan menambahkan serial sejarah wilayah lainnya yang sudah ada (termasuk serial Sejarah Kota Medan), karena permintaan sejumlah pembaca di blog saya (tidak boleh ada yang terlupakan dan dilupakan). Dalam menulis serial Sejarah Menjadi Indonesia ini saya membuat dua template: Template pertama sebagai pemandu, striker/gelandang dalam bentuk artikel di blog (tidak diupdate) dan template kedua sebagai basis buku (sebagai bek/kiper), terus diupdate plus masukan dan koreksi dari para pembaca. Beberapa tahun terakhir ini tidak semua isi artikel diupload lagi (untuk menjaga agar tidak banyak kebobolan/kecolongan lagi, mengambil tanpa minta izin yang seharusnya hanya boleh mengutip dengan menyebut sumber). Sebenarnya dalam artikel-artikel saya di blog telah tergambar, misalnya dalam serial artikel Sejarah Medan dalam dua, mungkin tiga buku secara vertical (kompilasi semua artikel di blog), Sejarah Jakarta empat buku, demikian seterusnya yang sedang berlangsung sekarang Sejarah Jambi sebanyak dua buku. Kompilasi secara horinzontal juga dilakukan, seperti Sejarah Pendidikan di Indonesia, Sejarah Terbentuknya Kota-Kota di Indonesia, termasuk Sejarah Sepakbola (Perserikatan) di Indonesia. Dalam kerangka itulah yang saya maksud serial buku Sejarah Menjadi Indonesia. Calon-calon buku-buku tersebut (menjadi insentif/ekspektasi) yang membuat saya tetap bertahan (konsisten) relatif terhadap para Blogger sejaman dengan saya (karena ada yang saya tuju, mungkin mereka tidak menetapkan tujuan di awal). Seperti disebut di atas, saya belum selesai mempelajari semua sejarah di Indonesia, seperti saya katakan di atas, jangan ada yang terlupakan apalagi dilupakan. O iya, saya tidak bisa berlama-lama di kolom komentar blog, tapi kalau Bung Bachtiar ingin melanjutkan pembicaraan ini dapat melalui email saja. Saya juga tiap malam meluangkan waktu melakukan korespondensi via email/googlemeet dengan pembaca khususnya mahasiswa sejarah, jurnalis dan para peminat sejarah di daerah, tentu saja ada diantaranya para gibol—ingat lagi (soal) PSMS.
HapusSehat selalu Bung Bachtiar
Semoga suatu waktu kita bisa ketemu di Medan